• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta Dalam Kerangka Hukum Nasional Dan Internasional

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT ADAT ATAS HAK EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL

A. Tinjauan Umum Tentang Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, dan Ekspresi Budaya Tradisional Hak Cipta, dan Ekspresi Budaya Tradisional

2. Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta Dalam Kerangka Hukum Nasional Dan Internasional

orang lain untuk membuat, menggunakan atau berbuat tanpa izin.

Prinsip melindungi karya intelektual berdasarkan pendaftaran 2. artinya perlindungan hukum terhadap karya intelektual tidak dapat menuntut pihak lain yang menggunakan karya intelektualnya (kewajiban mendaftar tidak berlaku pemegang hak cipta dan pemegang rahasia dagang)

Prinsip pendafaran bersifat teritorial, artinya perlindungan 3. hukum dapat diberikan di wilayah teritorial di mana karya

intelektual didaftarkan.

Prinsip pemindahan benda secara fisik tidak dengan karya 4. intelektual yang terkandung di dalam benda tersebut, artinya dalam sistem hukum kekayaan intelektual penguasaan benda secara fisik tidak secara otomatis memiliki hak eksklusif atas benda tersebut karena kepemilikan karya intelektual yang melekat pada benda tersebut masih milik penciptanya.

Prinsip jangka waktu perlindungan terbatas, artinya sistem 5. hukum kekayaan intelektual memberikan perlindungan dalam jangka waktu tertentu (limitative), kecuali untuk hak mereka bisa diperpanjang selama merek masih digunakan dalam aktivitas perdagangan

Prinsip perlindungan kekayaan intelektual yang berakhir menjadi 6. publik domain.

2. Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta Dalam Kerangka

hasil karya yang telah diciptakan tersebut berupa perlindungan hukum bagi HKI. Perlindungan ini tentunya tidak terkecuali juga terhadap segala bentuk hak cipta yang dihasilkan oleh para inventornya.

Adapun bidang-bidang HKI yang telah diatur dalam hukum Indonesia meliputi: Hak Cipta, paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Desain Produk Industri, dan Perlindungan Varietas Tanaman.206 Adapun beberapa aspek hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di tingkat Internasional antara lain;

a. World Intellectual Propety Organization (WIPO)

WIPO didirikan berdasarkan konvensi yang ditandatangani di Stockholm pada tanggal 14 Juli 1967 yang bernama Convention Establising the World Intellectual Property Organization berlaku pada tahun 1970 dan menjadi Badan Khusus PBB pada bulan Desember 1974. Adapun tugas dari WIPO adalah mengembangkan usaha- usaha perlindungan terhadap Hak Milik Intelektual, meningkatkan kerjasama antar negara serta organisasi-organisasi Internasional lainnya. Menurut konvensi WIPO ini yang menjadi ruang lingkup dari perlindungan Intelctual Property Rights (IPR) ada 2 unsur yakni;

Hak milik perindustrian (

industrial Property Rights) yang

meliputi paten, merek dagang, dan desain industri

Hak Cipta yang meliputi hasil-hasil karya kesustraan, musik

• fotografi dan sinematografi

WIPO memiliki fungsi pokok yakni fungsi pengembangan dan fungsi administratif. Fungsi pengembangan tersebut dilakukan melalui kegiatan-kegaiatan dalam rangka: (1). Memprakarsai pembuatan perjanjian internasional, (2), memberikan informasi- informasi tentang perkembangan dan masalah-masalah IPR kepada negara peserta dan (3). Memberikan bantuan teknik kepada negara- negara-negara berkembang. Sedangkan fungsi administratif adalah

206Aprillyana Purba dkk, TRIPs-WTO & Hukum HKI Indonesia Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia, (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2005), hal. 16

sebagai badan sentral bagi administrasi keanggotaan WIPO dalam perjanjianperjanjian internasionalnya, kegiatan ini dilaksankan oleh alat-alat perlengkapan administratif khusus.207

Adapun tujuan kerjasama WIPO dengan negara-negara berkembang dalam upaya pengembangan Kekayaan Intelektual antara lain dalam bidang industri yaitu;

1). Meningkatkan dan memperluas kuantitas dan kualitas kreasi-kreasi penemuan yang dapat dipatenkan oleh warga negaranya dan oleh para pengusahanya, terutama untuk menunjang peningkatan kemandirian teknologi negara berkembang

2). Memeperbaiki ketentuan tentang cara perolehan teknologi asing yang diberikan paten, agar ketentuan itu lebih menguntungkan negara berkembang daripada yang selama ini berjalan

3). Meningkatkan daya saing dalam perdagangan Internasional melalui perlindungan “trade marks” dan “service marks” yang lebih lagi

4). Memberikan wahana tentang informasi teknologi yang dimuat dalam dokumen paten Sedangkan dalam bidang Hak Cipta tujuan utamanya adalah untuk membantu perolehan dan mendorong kreasi ciptaan dengan cara:208

1). Meningkatkan kreasi karya-karya cipta oleh warga negaranya di samping memelihara kebudayaan nasional dalam bahasanya sendiri atau sesuai dengan etnik, tradisi, dan aspirasi masyarakat negara-negara berkembang.

2). Memperbaiki ketentuan-ketentuan mengenai cara perolehan hak untuk menggunakan karya-karya sastra

207Taryana Soenandar, Perlindungan HAKI (Hak Milik Intelektual) Di Negara-negara ASEAN, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 8

208Ibid hal. 10

dan musik yang hak ciptaannya dimiliki oleh orang asing, yang persyaratannya lebih menguntungkan negara berkembang daripada sebagaimana yang telah ada.

Tentunya tujuan-tujuan tersebut akan tercapai apabila negara- negara berkembang tidak terkecuali Indonesia, memodernisasikan peraturan perundnag-undangan mereka khususnya di bidang Hak Cipta.

b. World Trade Organization (WTO)

WTO lahir berawal dari semangat dan keinginan negara-negara untuk memperkuat ekonomi mereka kembali setelah diporak- porandakan oleh perang dunia II. Salah satu organisasi perdagangan dunia ini kemudian tumbuh dan berkembang menjadi salah satu organisasi yang sangat berpengaruh khususnya dalam bidang ekonomi dan pembangunan antar bangsa. Cakupan isu-isu perdagangan dalam organisasi ini sangatlah luas dan kompleks, baik itu isu terkait dengan perdagangan barang, jasa (servis), perdagangan terkait masalah pembangunan dan integrasi negara-negara berkembang ke dalam perdagangan dunia, aspek hak kekayaan intelektual, isu kelestarian lingkungan, bahkan isu-isu non-trade atau memiliki nilai-nilai sosial kemasyarakatan.

Isu tentang hak kekayaan intelektual sebenarnya telah masuk dalam berbagai kesepakatan Internsional sejak abad 18, akan tetapi isu ini belum dianggap sebagai isu yang berpengaruh terhadap perdagangan Internasional. Akan tetapi isu hak kekayaan intelektual ini dapat meyakinkan pengaruhnya pada putaran ke-8 Uruguay Round tahun 1994 yang mana kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam seperangkat perjanjian multilateral WTO agreement. Sebelum terbentuknya WTO, masalah hak kekayaan intelektual dalam dimensi Internasional berada di bawah administrasi World Intellectual Property Organizatin (WIPO), yakni badan khusus di bawah PBB yang bergerak di bidang Kekayaan Intelektual didirikan tahun 1967. Ini berarti terdapat hubungan kerja antara WIPO dan WTO yang mana dituangkan dalam Agreement Between the WIPO and the WTO, 1995.

c. Konvensi Bern tahun 1886 dan disahkan dalam kepres no 18 tahun 1997

Konvensi Bern ini merupakan kesepakatan perjanjian Internasional yang ditandatangani bersamaan dengan didirikannya organisasi Internasional (Bern Union), yang bergerak dalam perlindungan karya cipta seni dan sastra. Perjanjian Internasional ini dikenal dengan Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Work (the Bern Convention).

Adapun latar belakang adanya konvensi ini diungkapkan dalam pembukaan konvesi tersebut yang berbunyi:209

“…being equality animated by the desire to protect, in as effective and uniform a manner as possible, the rights of authors in their literary and artistic work” Adanya konvensi ini didorong oleh keinginan tahuan dari negara-negara atas beberapa pertanyaan seperti, alasan apa yang menyebabkan negara-negara memberikan hak-hak khusus kepada pencipta serta hak keuntungan secara materiil untuk mereka nikmati dari hasil ciptaanya serta melarang orang lain memanfaatkan tanpa izin pencipta. Kemudian pertanyaan terkait mengapa perlindungan hukum diberikan kepada hak cipta atas warga negara asing pada negara-negara peserta perjanjian.

Intinya bahwa konvensi Bern telah memberikan sumbangan dalam perlindungan hak cipta dengan melakukan penyesuaian terhadap perkembangan zaman, khusunya perkembangan teknologi di bidang penggunaan Hak Cipta.

d. Agreement on Trade Relation Aspects on Intellectual Property Rights (TRIPs) 1994

TRIPs memiliki status hukum berada di bawah WTO, yaitu sebagai lampiran perjanjian yang merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari WTO Agreement. Pelaksanaan perjanjian ini kemudian dimonitor oleh satu dewan dalam WTO itu sendiri yang

209 Pembukaan konvensi Bern.

disebut Council of TRIPs, yang pengaturannya terdapat dalam artikel 68 TRIPs.

TRIPs ini merupakan perjanjian yang khusus terfokus pada masalah Hak Kekayaan Intelektual, lahirnya perjanjian ini bukan berarti melahirkan hukum baru yang berbeda dengan konvensi lainnya bagi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Adanya agreement TRIPs ini justru lahir untuk memperkuat dan mewajibkan anggota WTO menghormati dan melaksanakan konvensi-konvensi tersebut.

Sesungguhnya hakikat TRIPs mengandung empat kelompok pengaturan: Pertama, yang mengaitkan Hak Kekayaan Intelektual dengan konsep perdagangan Internasional. Kedua, yang mewajibkan negara-negara anggota untuk mematuhi Paris Convention dan Bern Convention. Ketiga, menetapkan aturan atau ketentuan sendiri.

Keempat, yang merupakan ketentuan atas hal-hal yang secara umum termasuk upaya penegakan hukum yang terdapat dalam legislasi negara-negara anggota. Di samping merujuk Paris Convention dan Bern Convention, TRIPs juga merujuk beberapa perjanjian Internasional lain.210

Selanjutnya mengenai Hak Cipta diatur dalam pasal 9, yang mana dalam pasal ini mengatur tentang ketentuan tentang hak cipta harus mengacu pada pasal 1 sampai 21 konvensi bern. Terlihat bahwa ada hubungan antara TRIPs dengan Konvensi Bern. Namun terdapat perbedaan di mana pada konvensi Bern menganut perlindungan atas Hak Moral secara mutlak, namun dalam TRIPs perlindungan dititik beratkan pada Hak Ekonomi. Akan tetapi kedua instrumen ini sama sekali tidak mengatur tentang Ekspresi Budaya Tradisional.

TRIPs sebagai salah satu instrumen hukum internasional tentu saja tidak luput dari pertentangan antara anggotanya, khususnya antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Adapun

210DR. Bernard Nainggolan, Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif, (Bnadung: PT Alumni, 2011), hal. 134

isu yang dipertentangkan adalah terkait perlindungan atas hak cipta Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.

3. Perlindungan Hak Cipta Di Indonesia