• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Cipta Menurut Hukum Islam

MAKNA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MASYARAKAT ADAT ATAS

A. Hak Milik (Kepemilikan) dalam Hukum Positif dan Hukum Islam Hukum Islam

6. Hak Cipta Menurut Hukum Islam

ekonomi yang dapat memberikan keuntungan serta menunjang pertumbuhan ekonomi bagi pengembannya.

Melihat macam dan jenis hak cipta yang dilindungi dalam undang-undang, maka Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) ini termasuk dalam kategori tersebut. Sehingga seyogyanya tidak terdapat pembedaan dalam hal perlindungan dengan hak cipta lainnya. Intinya bahwa hak kepemilikan terhadap hasil karya cipta dalam berbagai bentuk yang telah ditetapkan oleh undang-undang harus mendapatkan perlindungan yang pasti, tidak terkecuali karya cipta berupa Ekspresi Budaya Tradisional milik masyarakat adat.

ia kerjakan. Ketika penghargaan ini diberikan kepada mereka yang dengan perjuangannya telah melakukan pengorbanan dalam berkarya cipta, secara otomatis semangat untuk terus berkarya dan berpikir dalam menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan publik tersebut akan terus tumbuh dan berkembang.

Seiring dengan hal ini, fatwa MUI sebagai salah satu sistem hukum dalam hukum Islam yang keberadaannya diakui di Indonesia berpendapat bahwa Hak Kekayaan Intelektual dan termasuk di dalamnya hak cipta merupakan hak kekayaan (huquq maliyah) yang harus mendapatkan perlindungan hukum (mashun) sebagaimana kekayaan lainnya. Fatwa MUI No.1 tahun 2005 tersebut didasari dengan berbagai pendapat di antaranya:

1. Pendapat mayoritas ulama dari kalangan mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa hak cipta atas ciptaan yang orisinal dan manfaat tergolong harta berharga sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara syara’ (hukum Islam).

Fatwa tersebut berdasarkan pendapat cendekiawan muslim yakni Fathi al-Duraini, Haqq al Ibtikar fi al-Fiqh al-Islami al- Muqarran (Beirut: Mu’assanah al-Risalah, 1984), h.20

2. Berkenaan dengan hak kepengarangan (haqq al-ta’lif), salah satunya hak cipta, MUI mengutip pendapat Wahbah Al Zuhaili yang mengatakan bahwa:

“berdasarkan hal (bahwa hak kepengarangan adalah hak yang dilindungi oleh syara’ [hukum Islam] atas dasar qaidah istishlah) tersebut, mencetak ulang atau mencopy buku (tanpa izin yang sah) dipandang sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang; dalam arti bahwa perbuatan tersebut adalah kemaksiatan yang menimbulkan dosa dalam pandangan syara’ dan merupakan pencurian yang mengharuskan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak secara melanggar dan zalim, serta menimbulkan kerugian moril yang menimpanya (Wahbah al Zuhaili, al Fiqh, al Islami wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1998, juz 4, hl.2862).

Pendapat tersebut kemudian dijadikan dasar oleh MUI dalam mengeluarkan ketetapan sebagai berikut:

Dalam Hukum Islam, hak cipta dipandang sebagai salah satu 1. huquq maliyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan

hukum (mashun) sebgaimana mal (kekayaan)

Hak cipta yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana 2. dimaksud angka 1 tersebut adalah hak cipta atas ciptaan yang

tidak bertentangan dengan hukum Islam Sebagaimana

3. mal, hak cipta dapat dijadikan objek akad (

4. al-ma’qud alaih) baik akad mu’awadhah (pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (non komersial), serta diwaqafkan dan diwarisi

Setiap bentuk pelanggaran terhadap hak cipta, terutama 5. pembajakan, merupakan kezaliman yang hukumnya adalah

haram

Melihat uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Hak Cipta merupakan bagian dari maal (harta) yang dapat pula dijadikan sebagai objek akad baik itu berupa akad yang bersifat komersil maupun non komersil serta dapat diwakafkan dan diwarisi, yang harus dilindungi dari segala bentuk kezaliman.

Selanjutnya dapat dikatakan bahwa hak cipta yang dipandang sebagai bagian dari harta kekayaan memiliki kedudukan yang sama dengan harta lainnya dan wajib untuk dilindungi keberadaannya.

Tentunya perlindungan terhadap hak cipta ini haruslah memberikan kemaslahatan bagi si pencipta sebagi subjek hukum serta kemaslahatan bagi konsumen sebagai objek hukum. Selanjutnya diharapkan pula dengan perlindungan ini akan memberikan dorongan kepada pada para ahli untuk terus berkarya dan menghasilkan karya cipta baru di bidangnya yang dapat memberikan kemajuan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Sedangkan menurut mayoritas ulama kontemporer melalui majma’ fiqih Internasional pada mutamar ke-5 I Quwait tahun 1988 tentang hak paten dan sejenisnya antara lain;144

Diperbolehkannya mengambil imbalan dari hasil kekayaan 1. intelektual berdasarkan hadits; “sesungguhnya yang paling layak

kalian ambil imbalan ialah kitabullah (HR. Bukhori).

Hasil karya cipta merupakan sebuah kemanfaatan yang dinikmati 2. untuk kemaslahatan umat, dan ulama 4 mazhab sepakat bahwa

manfaat itu mempunyai nilai materi.

Menghasilkan karya intelektual adalah pekerjaan otak dan 3. sekaligus pekerjaan tangan sendiri. Nabi saw menghargai sebuah pekerjaan dari tangan sendiri, “Nabi saw pernah ditanya tentang penghasilan apa yang paling baik? Beliau menjawab; ialah penghasilan dari tangan kerja tangannya sendiri, dan semua jual beli yang baik (HR. Imam Ahmad).

Ada

4. Maslahat (kebaikan) yang lahir dengan adanya hak cipta ini, yaitu dapat memberikan motivasi bagi para ilmuwan-ilmuwan lain untuk terus berkarya, karena tahu bahwa karyanya mendapat penghargaan dan dilindungi oleh undang-undang yang sangat ketat, para ilmuwan termotivasi untuk terus melahirkan karya- karyanya. Selain itu karya-karya tersebut dapat memberikan manfaat bagi khalayak sehingga terdapat maslahah antara kedua belah pihak yakni antara inventor dan masyarakat.

Adanya kaidah

5. “daf’ul mafasid muqoddamu ‘ala jalbil masalih (mencegah keburukan lebih didahulukan daripada memberikan manfaat). Pembiaran terhadap terjadinya pembajakan, untuk disebarkan memang sebuah kemaslahatan, akan tetapi juga dapat menimbulkan kerusakan (mafsadat). Mafsadat dapat timbul apabila nanti jika hasil karya cipta tidak diberikan penghargaan dan perlindungan maka akan terjadi penggandaan dan pemanfaatan

144Ahmad Zarkasyi Hak Cipta Dalam Pandangan Syari’ah, http://zarkasih20.blogspot.

com/2013/07/hak-cipta-dalam-pandangan-syariah.html di akses tgl 10 desember 2018

tidak wajar lainnya, sehingga berakibat pada enggannya para pemikir untuk menuangkan karyanya kembali.

Hak cipta juga mewujudkan adanya pertanggungjawaban ilmiah.

6. Sehingga apabila terjadi penyebaran bebas akan mengakibatkan tidak adanya yang bertanggungjawab terhadap kesalahan yang terjadi.

Adanya kaidah

7. “al gunmu bi al ghurmi” dan al khoroj bi al dhoman, maksudnya “orang yang telah bersusah payah akan menghasilkan dan mendapatkan sesuatu dari apa yang ia kerjakan.

Hak cipta dalam pandangan hukum Islam ini tidak hanya berupa fatwa. Lebih jauh dalam penelitian ini akan menguraikan pandangan hukum Islam lainnya khususnya melalui pendekatan maqashid al Syari’ah atau seringkali disebut dengan pendekatan maslahah. Uraian secara rinci akan dibahas pada pembahasan berikutnya.

B. Hak Masyarakat Adat Atas Ekspresi Budaya