• Tidak ada hasil yang ditemukan

Matematika Teori Himpunan

N/A
N/A
Thao Vu

Academic year: 2023

Membagikan "Matematika Teori Himpunan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 1

Teori Himpunan

1.1. Pendahuluan

Salah satu dari sekian banyak alat-alat yang penting dalam matematika modern adalah mengenai teori himpunan. Dalam tulisan ini, jika dituliskan himpunan X, maka yang dimaksud adalah himpunan bilangan real. Bagian pertama, dijelaskan beberapa simbol-simbol dari teori himpunan yang akan sangat berguna nantinya.

Definisi :

Himpunan didefinisikan sebagai kumpulan objek-objek. Objek dari suatu himpunan disebut anggota/elemen dari himpunan tersebut.

Definisi :

Jika x anggota himpunan X, ditulis x X.

Jika x bukan anggota himpunan X, ditulis x X

Himpunan X secara lengkap ditentukan berdasarkan anggota-anggotanya.

Definisi :

Jika dua himpunan X dan Y memiliki sifat x X jika dan hanya jika x Y untuk semua x, maka X = Y

Definisi :

X disebut himpunan bagian dari Y, ditulis X Y, jika dan hanya jika untuk setiap x X x Y Dari sini, jelas bahwa setiap himpunan X merupakan himpunan bagian dari X.

Definisi :

Dua himpunan X dan Y dikatakan sama, yaitu X = Y, jika dan hanya jika X Y dan Y X

Karena himpunan ditentukan oleh elemen-elemennya, salah satu cara yang sering dilakukan untuk mendefisikan sebuah himpunan adalah dengan menyatakan keanggotaannya (elemen), sebagaimana didefinisikan berikut ini:

Definisi :

Jika A adalah himpunan dengan anggota-angggota-nya x X yang memiliki sifat P maka A dapat ditulis:

={ ∈ | ( )}

A x X P x

Sehingga xA⇔ ∈x X dan ( )P x . Karena X sudah dijelaskan sebelumnya, maka terkadang pendefinisian A bisa ditulis:

A = {x : P(x)}

Himpunan yang tidak mempunyai anggota dinamakan dengan himpunan kosong, dan dilambangkan dengan Ø.

Teorema 1.1 :

Himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari setiap himpunan.

(2)

Bukti :

Diketahui Ø himpunan kosong. Misalkan X adalah sebarang himpunan.

Akan dibuktikan bahwa ØX, yaitu:

x Ø x X

Pernyataan di atas merupakan pernyataan implikasi dengan antesedennya bernilai salah, karena Ø tidak mempunyai anggota. Berdasarkan tabel kebenaran untuk pernyataan implikasi, pernyataan implikasi di atas selalu bernilai benar. Jadi, terbukti bahwa ØX.

Jika x, y, dan z adalah elemen-elemen X, didefinisikan himpunan-himpunan sebagai berikut:

Himpunan {x} yaitu himpunan yang anggotanya hanya x

Himpunan {x, y} yaitu himpunan yang anggota-anggotanya hanya x dan y Himpunan {x, y, z} yaitu himpunan yang anggota-anggotanya hanya x, y, dan z dan sebagainya.

Himpunan {x} disebut dengan unit set atau singleton atas x. Satu hal yang sebaiknya hati-hati antara x dan {x}. Sebagai contoh, kita mempunyai x ∈{x} tetapi tidak benar xx.

Dalam {x, y} tidak diberlakuan urutan antara x atau y, yaitu {x, y} = {y, x}. Begitu juga dengan {x, y, z} = {x, z, y} = {y, x, z} = {y, z, x} dan sebagainya. Karena alasan inilah kita menyebut {x, y}

sebagai pasangan tak terurut (unordered pair). Sementara itu, kita menuliskan <x, y> sebagai pasangan berurut (ordered pair). Dalam pasangan berurutan <x, y>, x merupakan elemen pertama dan y elemen kedua.

Definisi :

<x, y> = <a, b> jika dan hanya jika x = a dan y = b

Dari definisi di atas, disimpulkan bahwa : xy ⇒ <x, y> ≠ <y, x>.

Misalkan X dan Y adalah dua himpunan. Didefinisikan Perkalian Kartesian atau Perkalian Langsung (Cartesian, or Direct Product), X × Y sebagai berikut:

Definisi :

X × Y = {<x, y> | x X dan y Y}

Jika X bilangan real, maka X × X merupakan himpunan pasangan berurutan-pasangan berurutan atas bilangan real dan ekuivalen dengan himpunan titik-titik pada bidang. Terkadang, kita sering menulis X2 untuk X × X, X3 untuk X × X × X, dan sebagainya.

Latihan :

Tunjukkan bahwa {x | xx} = Ø Bukti :

Misal A = {x | xx}.

Akan dibuktikan bahwa A = Ø.

Andaikan AØ, maka ada xA. Karena xA maka xx. Timbul kontradiksi. Jadi, pengandaian salah, yang benar A = Ø.

1.2. Fungsi

Misalkan X dan Y adalah dua himpunan. Fungsi f dari (atau pada) X ke (atau kepada) Y diartikan sebagai aturan yang mengaitkan setiap x di X dengan tepat satu anggota y di Y sehingga y = f(x).

Grafik fungsi f, ditulis G, adalah kumpulan pasangan dalam bentuk <x, f(x)> di dalam X × Y.

Jadi, GX × Y disebut grafik dari sebuah fungsi f pada X jika dan hanya jika untuk setiap xX terdapat dengan tunggal pasangan dalam G yang elemen pertamanya adalah x atau ditulis:

(3)

G = {<x, y> | y = f(x)} ⊂ X × Y

Terlihat, fungsi dapat didefinisikan melalui grafiknya karena fungsi dapat ditentukan dengan grafiknya. Oleh karena itu, didefinisikan fungsi dari X ke Y adalah himpunan f dalam X × Y dimana setiap xX mempunyai tepat satu yY sehingga <x, y> ∈ f. Dengan kata lain,

Jika <x, y> ∈ f dan <x, y’> ∈ f maka y = y

Kata ‘pemetaan’ sering kali digunakan sebagai sinonim untuk kata ‘fungsi’. Fungsi f dari X ke Y dilambangkan dengan:

f : XY

bilamana <x, y> ∈ f dengan f fungsi, maka fungsi dapat ditulis y = f(x) atau x y.

Himpunan X disebut domain (atau daerah definisi) dari f. Himpunan nilai f, adalah R(f) = {yY | y = f(x), xX}

disebut range dari f. Range dari fungsi f secara umum akan lebih kecil dari Y, atau R(f) ⊂ Y. Jika R(f) = Y, maka f disebut fungsi onto (fungsi f kepada Y), atau f surjektif.

Definisi :

Diberikan fungsi f : X Y, f surjektif jika dan hanya jika untuk setiap y Y terdapat x X sehingga y = f(x). Akibatnya, jika f surjektif, maka R(f) = Y.

Jika AX, didefinisikan peta (image) dari A terhadap f merupakan himpunan elemen-elemen di dalam Y sehingga y = f(x) untuk semua x di A, ditulis:

f(A) = {yY | y = f(x), xA}

sehingga range dari f adalah f(X), dan f surjektif jika dan hanya jika Y = f(X).

Jika BY, didefinisikan prapeta (invers image) dari B terhadap f merupakan himpunan elemen- elemen di dalam x sehingga y = f(x) ∈ B, ditulis:

f–1(B) = {xX | y = f(x), yB}.

Teorema :

Fungsi f : X Y surjektif f–1(B) Ø, B Y dan B Ø

(f surjektif jika dan hanya jika prapeta dari himpunan bagian tak kosong dari Y merupakan himpunan tak kosong).

Bukti :

(⇒) Diketahui f surjektif, sehingga Y = f(X).

Akan dibuktikan bahwa ∀B Y dan B Ø, f–1(B) Ø Karena B Ø maka terdapat yB.

Karena yB dan B Y maka yY.

Karena yY dan Y = f(X) maka y f(X).

Karena yf(X) maka terdapat xX sehingga y = f(x)

Karena y = f(x) dan yB, maka xf–1(B) untuk suatu xX.

Jadi, f–1(B) Ø.

(⇐) Diketahui, ∀B Y dan B Ø, f–1(B) Ø

Akan dibuktikan bahwa f surjektif, ekuivalen dengan membuktikan Y = f(X) (i) Akan dibuktikan bahwa Y f(X)

Karena f–1(B) ≠ Ø, maka terdapat xf–1(B) sehingga y = f(x) untuk suatu yB.

Karena BY, maka yY.

Karena y = f(x) maka yf(X).

(4)

(ii) Akan dibuktikan bahwa f(X) ⊂ Y

Karena f–1(B) ≠ Ø, maka terdapat xf–1(B) sehingga y = f(x) untuk suatu yB.

Karena y = f(x) maka yf(X).

Karena BY, maka yY.

Versi Pa Jaharuddin:

Misal yY. Akan dibuktikan yf(X).

Andaikan yf(X), maka tidak ada xX sehingga y = f(x). Jadi, tidak ada yY sehingga y = f(x). Karena BY, maka tidak ada yB sehingga y = f(x). Karena y sebarang, maka f–1(B) = Ø. Kontradiksi dengan hipotesis, jadi haruslah yf(X).

(The following proof is mine)

Misal yf(X). Akan dibuktikan yY

Karena yf(X) maka y = f(x) untuk suatu xX.

Karena f–1(B) Ø dan y = f(x) untuk suatu xX, maka x f–1(B) Karena x f–1(B) dan y = f(x), maka yB

Karena yB dan BY, maka yY.

Definisi :

Fungsi f : X Y disebut satu-satu (injektif), jika memenuhi:

f(x1) = f(x2) x1 = x2 Untuk setiap x1, x2 X.

Definisi :

Fungsi yang satu-satu dari X kepada Y (injektif dan surjektif) disebut korespondensi satu-satu antara X dan Y (bijektif).

Bila f bijektif, maka terdapat fungsi g : YX sehingga untuk setiap x dan y berlaku g(f(x)) = x dan f(g(y)) = y. Fungsi g disebut invers dari f dan ditulis f–1.

Misalkan f : XY dan g : YZ, didefinisikan fungsi h : XZ, yaitu h(x) = g(f(x)). Fungsi h disebut komposisi dari g dengan f dan ditulis g f.

Jika f : XY dan A ⊂ X didefinisikan fungsi g : AY dengan rumus g(x) = f(x), xA.

Fungsi g disebut batasan (restriction) f terhadap A dan ditulis f|A. Fungsi f dan g memiliki daerah hasil (range) dan prapeta yang berbeda.

Barisan hingga (n-tuple) adalah suatu fungsi dimana domainnya merupakan n bilangan asli pertama, yaitu himpunan

{iN | in}.

Barisan tak-hingga adalah fungsi dimana domainnya merupakan bilangan asli.

Kita menggunakan istilah “barisan” untuk memahami barisan berhingga atau tak-berhingga. Jika daerah hasil dari barisan ini berada dalam himpunan X, kita sebut barisan dari atau di dalam X atau barisan dengan elemen-elemen dari X. Nilai fungsi pada i, ditulis xi dan menyebut nilai tersebut dengan elemen ke-i dari barisannya. Kita juga menggunakban notasi xi in=1 untuk menuliskan n-tuple terurut, dan barisan tak-hingga dengan xi i=1. Namun, terkadang kita juga menyatakan barisan secara sederhana dengan xi . Daerah hasil dari barisan xi akan dinotasikan dengan {xi}. Sehingga, daerah hasil dari n-tuple terurut xi in=1 merupakan himpunan tak-terurut n-tuple

{ }

xi in=1.

Himpunan A dikatakan terhitung (countable) jika A sama dengan daerah hasil suatu barisan (hingga atau tak-hingga). Tetapi bilamana A sama dengan daerah hasil dari barisan hingga, maka A disebut himpunan hingga (finite). Himpunan yang bukan himpunan hingga disebut himpunan tak-hingga (infinite).

Salah satu cara untuk mendapatkan barisan tak-hingga (infinite sequence) adalah sebagai

(5)

berikut:

Prinsip Rekursif :

Misalkan f : XX dan aX, maka terdapat satu (tunggal) barisan tak-hingga xi i=1 dari X sehingga

x1 = a, dan xi + 1 = f(xi) untuk setiap i

Untuk setiap bilangan asli n, misalkan fn : XnX dan aX. Maka terdapat barisan tunggal (uniqe) xi dari X sehingga x1 = a dan xi + 1 = fi(x1,…,xi).

Fungsi g : NN dikatakan monoton, jika g(i) > g(j) untuk i > j. Fungsi h dikatakan barisan bagian tak-hingga dari f, jika terdapat pemetaan monoton g : NN sehingga h = f g. Jika f = <fi>

dan g = <gi>, maka f g ditulis <fgi>.

1.3. Gabungan, Irisan, dan Komplemen

Diberikan himpunan X dan ℘(X) himpunan subset dari X. Misalkan A dan B subset dari X, didefinisikan operasi irisan, gabungan, dan komplemen sebagai berikut:

Definisi :

Irisan himpunan A dengan B, ditulis A B, didefinisikan sebagai:

A B = {x X | x A dan x B}

Gabungan himpunan A dengan B, ditulis A B, didefinisikan sebagai:

A B = {x X | x A atau x B}

Komplemen himpunan A, ditulis –A atau Ac, didefinisikan sebagai:

–A = Ac = {x X |x A}

Dari, definisi-definisi di atas, diturunkan sifat-sifat operasi pada himpunan dalam teorema berikut:

Teorema :

Diberikan himpunan X dan A dan B adalah subset dari X. Maka berlaku:

1. A B = B A 2. A B = B A 3. A BA 4. AAB

5. AB = AAB 6. AB = ABA

7. (AB) ∩ C = A ∩ (BC) = ABC 8. (AB) ∪ C = A ∪ (BC) = ABC 9. A ∩ (BC) = (AB) ∪ (AC)

10. A ∪ (BC) = (AB) ∩ (AC) Bukti :

1. x A B x A dan x B

x B dan x A

B A

2. x A B x A atau x B

x B atau x A

B A

3. x A B x A dan x B

(6)

x A Jadi A B A

4. x Ax A atau x B Jadi AAB

5. AB = AAB

(i) Diketahui AB = A, akan dibuktikan bahwa AB Diambil sebarang xA.

Karena AB = A dan x A, maka xAB Karena xAB, maka xA dan xB.

Jadi, terbukti bahwa untuk setiap xA maka xB.

(ii) Diketahui AB, akan dibuktikan bahwa AB = A

Pertama, dibuktikan ABA. Dengan menggunakan (3) terbukti.

Kedua, dibuktikan AAB.

Diambil sebarang xA.

Karena AB, maka xB. Jadi, xA dan xB, atau xAB Jadi, terbukti bahwa AB = A.

6. AB = ABA

(i) Diketahui AB = A, akan dibuktikan bahwa BA Diambil sebarang xB.

Andaikan xA, maka xAB.

Karena xAB maka xA dan xB.

Kontradiksi dengan diketahui xB. Jadi pengandaian salah, yang benar xA.

(ii) Diketahui BA, akan dibuktikan bahwa A B = A Pertama, dibuktikan ABA

Diambil sebarang xAB, maka xA atau xB. Karena BA dan xB, maka xA. Jadi, untuk setiap xAB maka xA.

Kedua, dibuktikan AAB. Dengan menggunakan (4) terbukti.

Jadi terbukti AB = A

7. x ∈ (AB) ∩ Cx ∈ (AB) dan x C

xA dan xB dan xC

x ∈ (ABC)

xA dan (xB dan xC)

xA dan x ∈ (BC)

xA ∩ (B C)

8. x ∈ (AB) ∪ Cx ∈ (AB) atau xC

xA atau xB atau xC

x ∈ (ABC)

xA atau (xB atau xC)

xA atau x ∈ (BC)

xA ∪ (BC) 9. x A ∩ (BC) ⇔ x A dan x ∈ (BC)

xA dan (xB atau xC)

⇔ (xA dan xB) atau (xA dan xC)

x ∈ (AB) atau x ∈ (AC)

x ∈ (AB) ∪ (AC) 10. xA ∪ (BC) ⇔ xA atau x ∈ (BC)

xA atau (xB dan x C)

(7)

⇔ (xA atau xB) dan (xA atau xC)

x ∈ (AB) dan x ∈ (AC)

x ∈ (AB) ∩ (AC)

Himpunan kosong Ø memainkan peranan yang penting di dalam ruang X, dan disebutkan melalui sifat berikut:

Teorema :

Jika Ø himpunan kosong, X sebarang himpunan dan AX, maka berlaku:

1. AØ = A 2. AØ = Ø 3. AX = X 4. AX = A Bukti :

1. Diambil sebarang xAØ, maka xA atau xØ. Karena xØ salah, maka haruslah xA. Sebaliknya, diambil sebarang xA. Maka xA atau xØ. Jadi, xAØ 2. Andaikan AØØ maka terdapat xA ∩ Ø. Karena xA ∩ Ø maka xA dan x

Ø. Dari sini timbul kontradiksi, karena xØ salah. Jadi, pengandaian salah, yang benar adalah AØ = Ø.

3. Diambil sebarang xAX, maka xA atau xX. Jadi, xX. Sebaliknya, diambil sebarang xX. Maka xA atau xX. Jadi, xAX.

4. Diambil sebarang xAX, maka xA dan xX. Jadi, xA. Sebaliknya, diambil sebarang xA. Karena AX dan xA, maka xX. Jadi, xAX.

Dari definisi komplemen A, diperoleh teorema sebagai berikut:

Teorema :

Jika Ø himpunan kosong, X sebarang himpunan dan AX, maka berlaku:

1. Øc = X 2. Xc = Ø 3. (Ac)c = A 4. AAc = X 5. AAc = Ø 6. ABBcAc Bukti :

1. Karena Ø = {xX | xX}, maka Øc = {xX | xX} = X 2. Karena X = {xX | xX}, maka Xc = {xX | xX} = Ø 3. Karena Ac = {xX | xA}, maka (Ac)c = {xX | xA} = A

4. Diambil sebarang xAAc, maka xA atau xAc. Karena AX maka xX.

Sebaliknya, diambil sebarang xX. Karena AX, maka xA atau xA. Jadi, xA atau xAc. Maka, xAAc.

5. Andaikan AAcØ, maka terdapat x ∈ AAc. Karena x AAc maka xA dan x

Ac. Akibatnya, xA dan xA. Terjadi kontradiksi. Jadi, pengandaian salah, yang benar AAc = Ø.

6. ABBcAc

(i) Diketahui AB, akan dibuktikan bahwa BcAc.

Diambil sebarang xBc. Karena xBc, maka xB. Karena AB, maka xA. Jadi, xAc.

(8)

(ii) Diketahui BcAc, akan dibuktikan bahwa AB

Diambil sebarang xA. Karena xA, maka xAc. Karena BcAc, maka xBc. Karena xBc, maka xB.

Dua hukum yang mengaitkan komplemen suatu himpunan dengan gabungan dan irisannya diberikan dalam Hukum De Morgan sebagai berikut:

Teorema (Hukum De Morgan) :

Jika X sebarang himpunan dan A dan B himpunan bagian dari X, maka berlaku:

1. (AB)c = AcBc 2. (AB)c = AcBc Bukti :

1. x ∈ (AB)cx ∉ (AB)

xA dan xB

xAc dan xBc

x ∈ (AcBc) 2. x ∈ (AB)cx ∉ (AB)

xA atau xB

xAc atau xBc

x ∈ (AcBc)

Jika A dan B merupakan himpunan bagian dari X, didefinisikan beda (difference) A dan B, ditulis B ~ A atau komplemen relatif dari A di B sebagai himpunan yang elemen-elemennya di A tetapi tidak di B. Jadi,

B ~ A = {x X | x A dan x B}

Dari sini terlihat bahwa, B ~ A = ABc.

Beda simetri (symmetric difference) dari dua himpunan A dan B didefinisikan sebagai:

AB = (A ~ B) ∪ (B ~ A)

Beda simetri dari dua himpunan berisi semua elemen yang menjadi anggota dari himpunan yang satu atau yang lainnya tetapi bukan anggota keduanya.

Jika irisan dari kedua himpunan adalah kosong, dikatakan kedua himpunan tersebut saling lepas atau disjoint. Koleksi himpunan-himpunan, ς dikatakan koleksi disjoint atas himpunan-himpunan jika setiap dua himpunan di ς adalah disjoint.

Proses mengambil irisan atau gabungan dari dua himpunan dapat diperluas dengan melakukan perulangan untuk memberikan irisan atau gabungan dari sebarang koleksi berhingga atas himpunan.

Kita bisa memberikan definisi dari irisan untuk sebarang koleksi ς atas himpunan-himpunan. Irisan dari koleksi ς adalah himpunan yang elemen-elemen dari X merupakan anggota untuk setiap anggota dari ς.

Kita menuliskan irisan ini dengan

A

A

ς

atau

{ |A Aς}. Jadi,

{ | } { | , untuk setiap }

A

A A A x X x A A

ς

ς ς

= ∈ = ∈ ∈ ∈

∩ ∩

Secara sama, definisi dari gabungan sebagai berikut:

{ | } { | , untuk suatu }

A

A A A x X x A A

ς

ς ς

= ∈ = ∈ ∈ ∈

∪ ∪

Teorema (Hukum De Morgan) : 1.

c

c

A A

A A

ς ς

⎡ ⎤

⎢ ⎥ =

(9)

2.

c

c

A A

A A

ς ς

⎡ ⎤

⎢ ⎥ =

Bukti :

1. Diambil sebarang

c

A

x A

ς

⎡ ⎤

∈ ⎢ ⎥

, untuk suat .

. .

u , untuk suat .

u

c

A A

c c A

x A x A

x A A

x A A

x A

ς ς

ς

ς ς

⎡ ⎤

∈⎢ ⎥ ⇔ ∉

⎣ ⎦

⇔ ∉ ∈

⇔ ∈ ∈

⇔ ∈

∩ ∩

2. Diambil sebarang

c

A

x A

ς

⎡ ⎤

∈ ⎢ ⎥

⎦ .

. .

, , .

c

A A

c c A

x A x A

x A A

x A A

x A

ς ς

ς

ς ς

⎡ ⎤

∈⎢ ⎥ ⇔ ∉

⎣ ⎦

⇔ ∉ ∀ ∈

⇔ ∈ ∀ ∈

⇔ ∈

∪ ∪

Teorema (Hukum Distributif) :

1. ( )

A A

B A B A

ς ς

⎡ ⎤

∩⎢ ⎥= ∩

2. ( )

A A

B A B A

ς ς

⎡ ⎤

∪⎢ ⎥= ∪

Bukti :

1. Diambil sebarang

A

x B A

ς

⎡ ⎤

∈ ∩ ⎢ ⎥

⎦, diperoleh:

dan

dan untuk suatu .

.

A A

x B A x B x A

x B x A A

ς ς

ς

⎡ ⎤

∈ ∩⎢ ⎥ ⇔ ∈ ∈

⎣ ⎦

⇔ ∈ ∈ ∈

∪ ∪

( ) untuk suat .

.

u

( )

A

x B A A

x B A

ς

ς

⇔ ∈ ∩ ∈

⇔ ∈

∩ 2. Diambil sebarang

A

x B A

ς

⎡ ⎤

∈ ∪ ⎢ ⎥

⎦, diperoleh:

(10)

atau

atau untuk setiap .

.

. ( ) untuk setiap

( )

.

A A

A

x B A x B x A

x B x A A

x B A A

x B A

ς ς

ς

ς ς

⎡ ⎤

∈ ∪⎢ ⎥ ⇔ ∈ ∈

⎣ ⎦

⇔ ∈ ∈ ∈

⇔ ∈ ∪ ∈

⇔ ∈ ∪

∩ ∩

Barisan pada himpunan bagian dari X kita artikan barisan dari ℘(X), yaitu sebuah pemetaan dari N ke ℘(X). Jika <Ai> adalah sebuah barisan tak-hingga pada himpunan bagian dari X, kita menotasikan

1 i i

A

= untuk gabungan dari daerah hasil (range) barisannya. Sehingga,

1

{ | , untuk suatu }

i i

i

A x X x A i

=

= ∈ ∈

; dan

1

{ | , untuk setiap }

i i

i

A x X x A i

=

= ∈ ∈

Secara sama, jika Bi in=1 merupakan barisan hingga pada himpunan bagian dari X, kita menuliskan

1 n

i i

B

= sebagai irisan dari daerah hasil barisannya, oleh karena itu:

1 2

1 n

i n

i

B B B B

=

= ∩ ∩ ∩

Himpunan bagian dari X yang berindex adalah suatu fungsi pada himpunan indeks Λ ke X atau ke himpunan bagiannya. Jika Λ himpunan bilangan asli, maka notasi himpunan berindeks sama dengan notasi bilangan asli. Biasanya menggunakan notasi xλ dari pada x(λ) dan menuliskan indeks-nya dengan {xλ} atau {xλ : λ ∈Λ}. Berikut ini definisi irisan dan gabungan dari himpunan berindeks:

{ | , untuk setiap }

Aλ x X x Aλ

λ

λ

∈Λ

= ∈ ∈ ∈ Λ

{ | , untuk suatu }

Aλ x X x Aλ

λ

λ

∈Λ

= ∈ ∈ ∈ Λ

Bilamana Λ = N maka diperoleh

1

i i

i N i

A A

=

=

(serupa juga untuk gabungan) Jika f memetakan X kepada Y dan {Aλ} koleksi himpunan bagian dari X, maka:

[ ]

f Aλ f Aλ

λ λ

⎡ ⎤=

⎢ ⎥

dan f Aλ f A( λ)

λ λ

⎡ ⎤⊂

⎢ ⎥

Bukti :

Versi Pa Jaharuddin:

(i) Diambil sebarang y f Aλ

λ

⎡ ⎤

∈ ⎢⎣

⎥⎦, maka terdapat x Aλ

λ

sehingga y = f(x).

Karena x Aλ

λ

, maka xAλ untuk suatu λ ∈ Λ. Karena xAλ sehingga y = f(x), maka yf A( λ) untuk suatu λ. Jadi, y f A[ λ]

λ

(ii) Left as an exercise!

My Version:

(11)

( ), untuk suatu ( ), untuk suatu

( .

.

. )

y f A y f x x A y f A

y f A

λ λ

λ

λ λ λ

λ λ

⎡ ⎤

∈ ⎢ ⎥ ⇒ = ∀ ∈

⎣ ⎦

⇒ ∈

⇒ ∈

( ) ( ), untuk suatu y f Aλ y f Aλ

λ

λ

⇒ ∈

( ), , untuk suatu

y f x x A

y f A

λ

λ λ

λ

⇒ = ∀ ∈

⎡ ⎤

⇒ ∈ ⎢ ⎥

Selanjutnya, akan dibuktikan bahwa : f Aλ f A( λ)

λ λ

⎡ ⎤⊂

⎢ ⎥

.

. ( ), ,

( .

( )

.

), y f A y f x x A

y f A y f A

λ λ

λ

λ λ λ

λ λ

⎡ ⎤

∈ ⎢ ⎥ ⇒ = ∀ ∈ ∀

⎣ ⎦

⇒ ∈ ∀

⇒ ∈

Untuk prapeta, misalkan {Bλ} koleksi himpunan bagian dari Y, maka

1 1( )

f Bλ f Bλ

λ λ

⎡ ⎤

⎢ ⎥=

dan f 1 Bλ f 1(Bλ)

λ λ

⎡ ⎤

⎢ ⎥=

Bukti :

Akan dibuktikan bahwa f 1 Bλ f 1(Bλ)

λ λ

⎡⎢ ⎤⎥=

.

Pertama, dibuktikan bahwa f 1 Bλ f 1(Bλ)

λ λ

⎡⎢ ⎤⎥⊂

1

1 1

, ( ), untuk suatu ( ), untuk suatu

( .

.

) .

x f B x B y f x

x f B

x f B

λ λ

λ

λ λ λ

λ λ

⎡ ⎤

∈ ⎢ ⎥ ⇒ ∀ ∈ =

⎣ ⎦

⇒ ∈

⇒ ∈

Kedua, dibuktikan bahwa f 1(Bλ) f 1 Bλ

λ λ

⎡⎢ ⎤⎥

⎣ ⎦

∪ ∪

1 1

1

( ) ( ), untuk suatu , ( ), untuk suatu .

. .

x f B x f B

x B y f x

x f B

λ λ

λ

λ

λ λ

λ λ

∈ ⇒ ∈

⇒ ∀ ∈ =

⎡ ⎤

⇒ ∈ ⎢ ⎥

⎣ ⎦

Selanjutnya akan dibuktikan bahwa,

1 1( )

f Bλ f Bλ

λ λ

⎡ ⎤

⎢ ⎥=

(12)

Pertama, dibuktikan bahwa f 1 Bλ f 1(Bλ)

λ λ

⎡⎢ ⎤⎥⊂

1

1 1

, ( ),

.

( .

( ), ) .

x f B x B y f x

x f B

x f B

λ λ

λ

λ λ λ

λ λ

⎡ ⎤

∈ ⎢ ⎥ ⇒ ∀ ∈ = ∀

⎣ ⎦

⇒ ∈ ∀

⇒ ∈

Kedua, dibuktikan bahwa f 1(Bλ) f 1 Bλ

λ λ

⎡⎢ ⎤⎥

⎣ ⎦

∩ ∩

1 1

1

( ). ( )

.

,

, ( ,

.

)

x f B x f B

x B y f x

x f B

λ λ

λ

λ

λ λ

λ λ

∈ ⇒ ∈ ∀

⇒ ∀ ∈ = ∀

⎡ ⎤

⇒ ∈ ⎢ ⎥

⎣ ⎦

1.4. Aljabar Himpunan

Koleksi himpunan B disebut aljabar himpunan atau aljabar Boolean, jika untuk setiap A, BB berlaku ABB dan AcB. Dalam, bilangan real, koleksi himpunan bagian A dari X disebut aljabar himpunan atau aljabar Boolean jika ∀A, BA berlaku:

(i) ABA (ii) AcA

Dari hukum De Morgan,

(iii) (AB)cAABA

Terlihat, jika koleksi himpunan bagian A dari X memenuhi (iii) dan (ii), maka dengan hukum De Morgan (i) juga dipenuhi, sehingga merupakan aljabar himpunan. Dengan mengambil gabungan himpunan-himpunan, terlihat bahwa:

A1, … , An himpunan-himpunan di A maka

A1A2 ∪ … ∪ An juga berada di A.

Contoh :

Himpunan B = {{1}, {2, 3, 4}, {1, 2, 3, 4}, ∅} adalah aljabar himpunan.

Proposisi :

Misalkan C koleksi himpunan bagian dari X, maka terdapat aljabar himpunan terkecil A yang memuat C; yaitu, jika terdapat aljabar himpunan A yang memuat C sehingga jika B sebarang aljabar yang memuat C maka B memuat A.

Bukti :

Misalkan F koleksi himpuan bagian dari X yang berupa aljabar himpunan yang memuat C.

Didefinisikan,

=

B F

R

B

Karena RB, ∀B F dan B aljabar himpunan yang memuat C maka R memuat C.

Selanjutnya dibuktikan R suatu aljabar himpunan.

Misalkan A, BR maka A, BB, ∀B F. Karena B aljabar himpunan, maka ABB,

(13)

B F, dan Ac B, ∀B F. Karena ABB dan AcB, ∀B F maka A B

∪ ∈

B F

B dan Ac

B F

B Karena A B

∪ ∈

B F

B dan Ac

B F

B maka {

A B∪ ∈

B|B F } R∈ = dan Ac

{B|B F } R =

Jadi R aljabar himpunan.

Aljabar terkecil yang memuat C disebut aljabar yang dibangun oleh C.

Proposisi :

Misalkan Ai adalah barisan himpunan pada (atau di dalam) aljabar himpunan R, maka terdapat barisan himpunan Bi pada R sehingga:

BnBm = ∅, nm dan

= =

=

1 1

i i

i i

B A

Bukti :

Misalkan B1 = A1, B2 = A2, dan untuk setiap bilangan asli n > 1, didefinisikan:

( )

( )

= ∪ ∪ ∪

= ∩ ∪ ∪ ∪

= ∩ ∩ ∩ ∩

1 2 1

1 2 1

1 2 1

~ ...

...

...

n n n

c

n n

c c c

n n

B A A A A

A A A A

A A A A

Sebagai ilustrasi, perhatikan diagram berikut:

A2 A1

B1

A3

B2

B3

BnAn dan Ai barisan himpunan pada aljabar himpunan R, maka BnRn. Jadi, barisan Bi pada R. Karena BnAnn, maka untuk m < n, BmAm. Jadi,

∩ ⊂ ∩

= ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

= ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

= ∅ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

= ∅

1 2 1

1 2 1

1 2 1

{ ... ... }

( ) { ... }

{ ... }

m n m n

c c c c

m n m n

c c c c

m m n n

c c c

n n

B B A B

A A A A A A

A A A A A A

A A A A

Selanjutnya, karena BiAii, maka

= =

1 1

i i

i i

B A . Akan dibuktikan

= =

1 1

i i

i i

A B . Misalkan

=

1 i i

x A , maka xAi untuk suatu i. Jika n nilai terkecil dari {i | xAi}, maka xBn, untuk suatu n. Jadi

=

1 i i

x B .

Aljabar himpunan R dikatakan aljabar-σ atau lapangan Borel, jika gabungan dari setiap koleksi

(14)

himpunan terhitung di R juga terdapat di R. Yaitu, jika Ai barisan himpunan pada aljabar R, maka

= 1

i i

A juga berada di R. Sehingga R aljabar-σ. Dari hukum De Morgan, diperoleh juga bahwa irisan dari setiap koleksi himpunan terhitung di R juga terdapat di R. Dengan melakukan sedikit modifikasi pada Proposisi di atas (pertama), diperoleh proposisi sebagai berikut.

Proposisi :

Misalkan C koleksi himpunan bagian dari X, maka terdapat aljabar-σ terkecil R yang memuat C.

Bukti :

Misalkan F koleksi himpuan bagian dari X yang berupa aljabar-σ yang memuat C.

Didefinisikan,

=

B F

R

B

Karena RB, ∀B F dan B aljabar-σ yang memuat C maka R memuat C. Selanjutnya dibuktikan R suatu aljabar-σ.

Misalkan Ai barisan himpunan pada R. Karena Ai berada di R, maka AiB untuk setiap BF. Karena AiB untuk setiap BF dan B aljabar-σ, maka

1 i i

A

=

B untuk setiap BF. Jadi,

{ }

=

∈ = ∈ =

∪ ∩

1 B F

B B|B F R

i i

A

Aljabar-σ terkecil yang memuat C disebut aljabar-σ yang dibangun oleh C.

1.5. Aksioma Pilihan dan Perkalian Langsung Aksioma Pilihan :

Misal C sebarang koleksi himpunan-himpunan tak kosong. Maka terdapat fungsi F yang didefinisikan pada C yang memetakan setiap AC, sehingga suatu elemen di F(A) terletak di A.

Fungsi F disebut fungsi pilihan dan bergantung pada pemilihan himpunan AC, sehingga suatu elemen di F(A) terletak di A.

Misal C = {Xλ} merupakan koleksi himpunan yang diindeks oleh himpunan index Λ.

Didefinisikan perkalian langsung (direct product):

λ λ

X

X

merupakan koleksi dari semua himpunan {xλ} yang diindeks oleh Λ sehingga xλXλ. Sebagai contoh, jika Λ = {1, 2}, maka diperoleh definisi awal perkalian langsung X1 x X2 dari dua himpunan X1 dan X2. Jika z = {xλ} adalah elemen dari λ

X

λ X maka xλ disebut koordinat ke-λ dari z.

Jika salah satu dari Xλ kosong maka λ

X

λ X adalah kosong. Aksioma pilihan ekuivalen dengan pernyataan konversnya, yaitu: Jika tidak ada Xλ yang kosong maka λ

X

λ X tidak kosong. Atas dasar ini Bertrand Russell menyebut Aksioma Pilihan dengan Aksioma Perkalian (multiplicative axiom).

(15)

Problem :

Misal f : XY adalah fungsi onto (pada) Y. Tunjukkan bahwa ada fungsi g : YX sehingga f g merupakan fungsi identitas pada Y.

Bukti :

Misalkan C = {A | ∃yY dengan A = f–1[{y}]}

Pertama, ditunjukkan A tidak kosong untuk setiap AC.

Diambil sebarang AC, maka A = f–1[{y}] untuk suatu yY.

Karena A = f–1[{y}] maka A = {xX | y = f(x), untuk suatu yY}

Karena f onto dan yY maka terdapat xX sehingga y = f(x). Artinya, A tidak kosong.

Kedua, dengan axioma pilihan, karena C koleksi himpunan-himpunan tak kosong maka terdapat fungsi g pada C sehingga untuk suatu y’g(A) maka y’A untuk setiap AC.

Untuk setiap AC, dipilih fungsi g : YX dengan definisi g(y) = x, dengan y = f(x)

yY dan xX. Dari definisi tersebut, diperoleh:

{ }

( ) | ( )

g A = xA y = f xA

Sehingga, jika y’ ∈ g(A) maka y’ ∈ A untuk setiap AC. Jadi, fungsi g memenuhi aksioma pilihan. Artinya, fungsi ini keberadaannya dijamin oleh aksioma tersebut.

Terakhir, ditunjukkan f g fungsi identitas.

Diambil sebarang setiap yY dengan g(y) = x, maka y = f(x) dan berlaku:

=

=

=

( )( ) ( ( )) ( ) f g y f g y

f x y Terlihat bahwa f g merupakan fungsi identitas pada Y.

1.6. Himpunan Terhitung

Pada bagian sebelumnya telah didefinisikan bahwa suatu himpunan dikatakan terhitung (countable) jika himpunan tersebut merupakan daerah hasil dari suatu barisan. Jika daerah hasil barisan tersebut berhingga (finite), maka himpunan tersebut berhingga (finite). Tetapi, jika daerah hasil hasil barisan tersebut tak-berhingga (infinite), maka himpunan tersebut mungkin hingga (atau mungkin tak- berhingga). Kenyataannya setiap himpunan tak kosong yang berhingga merupakan daerah hasil dari suatu barisan tak hingga. Sebagai contoh, himpunan berhingga {x1, …, xn} merupakan daerah hasil dari barisan tak hingga yang didefinisikan dengan xi = xn untuk i > n1.

Sebuah himpunan dikatakan terhitung tak-berhingga jika himpunan tersebut sama dengan daerah hasil suatu barisan tak hingga tetapi bukan merupakan daerah hasil semua barisan berhingga.

Himpunan bilangan asli N adalah salah satu contoh himpunan terhitung tak-berhingga.

Himpunan kosong bukan merupakan daerah hasil dari semua barisan. Himpunan hingga yang terhitung adalah himpunan kosong. Jadi perlu didefinisikan mengenai himpunan berhingga dan terhitung sehingga himpunan kosong merupakan himpunan berhingga dan terhitung.

Definisi :

Suatu himpunan dikatakan hingga (finite) jika himpunan tersebut kosong atau merupakan daerah hasil suatu barisan hingga. Suatu himpunan dikatakan terhitung (countable or denumerable) jika himpunan tersebut kosong atau merupakan daerah hasil suatu barisan (hingga atau tak hingga).

Dari definisi di atas diperoleh bahwa peta dari sebarang himpunan terhitung adalah terhitung.

Artinya, daerah hasil dari sebarang fungsi dengan daerah asal berupa himpunan terhitung adalah

1 Daerah hasil barisannya adalah : {x1, x2, …, xn, xn, xn, xn, ….}

(16)

terhitung.

Problem :

Misal f : XY fungsi dan AX. Jika A terhitung buktikan bahwa f(A) terhitung.

Bukti :

Karena A terhitung, maka A himpunan kosong atau A sama dengan daerah hasil suatu barisan.

(i) Jika A = ∅, cukup dibuktikan f(A) = ∅

Andaikan f(A) ≠ ∅, maka terdapat yf(A) sehingga y = f(x) untuk suatu xA.

Kontradiksi dengan diketahui A = ∅. Jadi, f(A) = ∅.

(ii) Jika A ≠ ∅. Karena A terhitung, maka A = {xi}. Dari sini, maka

( { } ) { }

= = = ∈ =

( ) i i| i ( ),i i { }i

f A f x y y f x x A y

Jadi, f(A) sama dengan daerah hasil suatu barisan, yaitu {yi} dengan yi = f(xi) dan xiA.

Karena f(A) sama dengan daerah hasil suatu barisan, maka f(A) terhitung.

Berikut ini konsep terhitung diperkenalkan berdasarkan ada atau tidaknya suatu korespondensi satu-satu. Yang perlu dicatat adalah setiap himpunan yang berkorespondensi satu-satu dengan himpunan berhingga adalah berhingga dan setiap himpunan yang berkorespondensi satu-satu dengan himpunan terhitung adalah terhitung.

Karena himpunan bilangan asli N adalah himpunan terhitung tetapi tak hingga, setiap himpunan yang berkorespondensi satu-satu dengan N haruslah terhitung dan tak hingga. Jadi, himpunan tak hingga A terhitung jika dan hanya jika terdapat korespondensi satu-satu antara A dan N. Jika himpunan tak hingga E merupakan daerah hasil dari barisan <xn>, maka E berkorenspondensi satu-satu dengan N. Didefinisikan fungsi ϕ : NN dengan prinsip rekursi berikut:

ϕ(1) = 1

ϕ(n + 1) = bilangan terkecil m sehingga xmxi untuk setiap i ≤ ϕ(n).

Karena E tak hingga sehingga selalu terdapat m dan dengan prinsip well-ordering untuk N, maka selalu terdapat bilangan yang lebih kecil dari m. Korespondensi n xϕ( )n adalah korespondensi satu- satu antara N dan E. Sehingga, disimpulkan bahwa sebuah himpunan terhitung dan tak hingga jika dan hanya jika terdapat korespondensi satu-satu dengan N.

Proposisi :

Setiap himpunan bagian dari himpunan terhitung adalah terhitung.

Bukti :

Misalkan E = {xn} terhitung. Diambil AE.

Jika A = ∅, maka dari definisi A terhitung

Jika A ≠ ∅, maka ∃xA. Kemudian didefinisikan <yn> sebagai berikut:

⎧ ∉

= ⎨⎩ ∈ jika

jika

n n

n n

x x A

y x x A

Jelas bahwa A merupakan daerah hasil dari <yn>. Jadi A terhitung.

Proposisi :

Misalkan A himpunan terhitung, maka himpunan semua barisan hingga dari A juga terhitung.

Bukti :

Karena A terhitung maka terdapat korespondensi satu-satu dengan N atau himpunan bagiannya. Jadi cukup dibuktikan bahwa S himpunan semua barisan hingga dari N adalah terhitung.

Misalkan <2, 3, 5, 7, 11, …, Pk, …> barisan bilangan prima, maka ∀nN terdapat faktorisasi tunggal dari n,

=2 .3 .5 ...x1 x2 x2 kxk

n P

(17)

dengan xiN0 = N ∪ {0} dan xk > 0.

Didefinisikan fungsi f pada N yang memetakan bilangan asli n ke barisan hingga <x1, …., xk>

dari N0. Maka S merupakan himpunan bagian dari daerah hasil dari f. Dengan menggunakan proposisi 4, S terhitung.

Proposisi :

Himpunan semua bilangan rasional adalah terhitung Bukti :

Misal =⎨ ∈ ≠

p; , , 0⎭ Q p q Z q

q himpunan bilangan rasional dan C koleksi barisan hingga dari N. Karena N terhitung, maka menurut proposisi sebelumnya setiap barisan hingga dari N adalah terhitung. Jadi C adalah koleksi barisan hingga dan terhitung. Karena,

{

A A| {xji

}

ni=1,xji N}

= = ∈

C didefinisikan barisan

j j 1

A

= dengan

{ }

=

= 1

n

j ji i

A x

Terlihat C sama dengan daerah hasil barisan

j j 1

A = , jadi C terhitung. Misalkan XC.

Karena C terhitung, menurut proposisi 4, X terhitung.

Misalkan X =

{

A A| ={xpq

}

,xpq, ,p q N}. Selanjutnya didefinisikan pemetaan f : XQ sebagai berikut:

, ,1 /

, , 2 /

1,1, 3 0

p q p q

p q p q

→ −

Terlihat, pemetaan tersebut merupakan pemetaan dari himpunan pasangan berurutan (dari bilangan asli) <p, q, i>, i = 1, 2, 3 ke bilangan rasional Q. Karena himpunan pasangan berurutan dari bilangan asli terhitung, maka Q terhitung.

Proposisi :

Gabungan koleksi terhitung dari himpunan terhitung adalah terhitung Bukti :

Misalkan C koleksi terhitung dari himpunan terhitung. Jika himpunan dalam C semuanya kosong, maka gabungannya kosong dan juga terhitung. Selanjutnya, diasumsikan himpunan di C tidak semua kosong, dan karena himpunan kosong tidak memberikan pengaruh pada gabungan himpunan-himpunan di C maka dapat diasumsikan himpunan-himpunan di C tidak kosong.

Sehingga C merupakan daerah hasil dari barisan tak hingga An n=1 dan setiap An merupakan daerah hasil dari barisan tak hingga xnm m=1. Tetapi, pemetaan dari <n, m> ke xnm adalah pemetaan dari himpunan pasangan berurutan atas bilangan asli ke (pada) gabungan dari C.

Karena himpunan pasangan dari bilangan asli adalah terhitung maka gabungan dari koleksi C juga terhitung.

1.7. Relasi dan Ekuivalensi

Dua elemen x dan y bisa ‘direlasikan’ satu sama lain dalam banyak cara seperti x = y, xy, xy, atau untuk bilangan x < y. Secara umum, misalkan R menyatakan relasi jika diberikan x dan y, x berelasi R dengan y ditulis x R y, atau x tidak berelasi R dengan y. R dikatakan relasi pada himpunan X

Referensi

Dokumen terkait

Himpunan A dikatakan himpunan bagian (subset) dari himpunan B, jika setiap anggota dari A juga merupakan anggota dari B, ditulis A B... Kesamaan

Dalam tulisan ini akan dipelajari hubungan antara himpunan kubik asiklik dengan rectangle.. Suatu himpunan kubik X adalah gabungan berhingga dari kubus-kubus

Apersepsi : Membahas PR dengan mengulang himpunan berhingga dan tak berhingga Motivasi : Dengan menguasai dasar dari pada himpunan akan memudahkan siswa menyelesaikan

Judul :“Pengaruh Model Pembelajaran Student Teams-Achievment Divisions (STAD) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Materi Himpunan Berhingga,Tak Berhingga,Kosong

‘diselimuti oleh himpunan terbuka’. Demikian juga dengan istilah ‘selimut hingga’ tidak menunjukkan bahwa selimutnya merupakan himpunan berhingga. Maka setiap selimut terbuka dari

Suatu himpunan pasangan berurutan dikatakan fungsi jika himpunan pada relasi tersebut dapat tuliskan sebagai daerah asal dan daerah hasil, dan setiap anggota di

Jika sebuah himpunan ekivalen dengan himpunan , yaitu himpunan bilangan asli, maka himpunan tersebut disebut denumerabel. Kardinalitas dari himpunan tersebut disebut

Jika himpunan A memiliki x sebagai anggotanya maka dapat dituliskan sebagai x∈A, dibaca ”x adalah anggota himpunan A” atau “x adalah elemen dari himpunan A”.. Jika objek y bukan elemen