MATRIKS DAN RUANG VEKTOR
KELOMPOK 3:
NI KADEK AYU SARI SETIAWATI (2305561053) ANANTASYA VEVAYOSYA SINULINGGA (2305561050)
NOVI PEBRINA MARBUN (2305561046)
I GUSTI NGURAH BAGUS ALIT ADITYA BHUANA (2305561059) ALISYA PRAMITA LESFIKRI (2305561054)
TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS UDAYANA TAHUNAJARAN 2023/2024
BAB I MATRIKS A. DEFINISISI
Matriks merupakan susunan dari bilanganbilangan yang diatur dalam baris dan kolom yang berbentuk persegi atau persegi panjang. Bilangan-bilangan tersebut dinamakan elemen penyusun matriks dan diapit oleh tanda kurung siku atau kurung biasa. Ukuran dari matriks dijelaskan dengan menyatakan banyaknya jumlah baris dan banyaknya jumlah kolom atau biasa disebut dengan Ordo dan nama matriks ditulis dengan huruf kapital. Bentuk umum dari suatu matriks adalah:
dan dapat dituliskan dengan 𝑨�×� yaitu matriks 𝑨 berukuran � × �.
Keterangan:
𝑨 : nama suatu matriks.
� : banyak baris pada matriks.
� : banyak kolom pada matriks.
� × � : ordo suatu matriks B. OPERASI MATRIKS
a. Penjumlahan dan pengurangan matriks
Jika kita ingin menjurnlahkan dua matriks, maka kondisi yang harus dipenuhi adalah I I orde kedua maas hams sama sedangkan maw hasit penjumiahannya akan sarna dengan orde matriks yang dijumlahkan. Misalkan A clan B matriks orde m x n dan C adalah rnatrks hasil A+B maka C juga merniliki orde m x n Cara menjumlahkan kedua rnatriks adalah dengan menjumlahkan elemen-ekemen yang berhubungan, begitu juga dengan pengurangan matriks.
Didalam penjumlahan matriks ini berlaku hukum komutatif A+B=B+A.
b. Perkalian dua matriks
Perkalian dua matriks tidaklah sesederhana mengalikan dua bilangan. Untuk dapat dua matriks dapat dikalikan perlukan syarat yaitu jumlah kolom matriks pertarna harus sama dengan jumlah baris matriks kedua. Misalkan Amxn dan Bkxl . Maka matriks A dapat dikalikan dengan B jika n = k. Sedangkan orde hasil perkalian matriks A dan B adalah mxl
Perkalian matriks dengan matriks ini tidak bersifat komutatif atau 𝑨� ≠ �𝑨.
BAB II VEKTOR
A. Definisi
Vektor adalah besaran yang memiliki nilai dan arah. Contoh dari besaran ini misalnya perpindahan, kecepatan, percepatan,dan gaya. Untuk menggambarkan vektor digunakan garis berarah yang bertitik pangkal. Panjang garis sebagai nilai vektor dan anak panah
menunjukkan arahnya. Simbol vektor menggunakan huruf kapital yang dicetak tebal atau miring dengan tanda panah di atasnya.
B. Operasi Matematika Vektor
Vektor dapat ditambahkan, dapat juga dikalikan, atau dibagikan. Operasi perkalian atau penjumlahan vektor tentu tidak sama dengan operasi matematika pada besaran skalar lainnya - Penjumlahan Jika vektor C adalah penjumlahan vektor A B dan B , dimana A
menyatakan perpindahan sebuah benda sejauh 5 cm ke kanan, dan vektor arah yang sama sejauh 4 cm. C A B menyatakan perpindahan benda dengan Gambar berikut ini memperlihatkan vektor tersebut
Vektor C C adalah hasil penjumlahan dua vektor tersebut. Nilai skalar dari vektor merupakan penjumlahan dari nilai skalar dari vektor C = A+B = 5+5 = 10 A dan B .Nilainya adalah Perhatikan notasi yang digunakan tanpa menggunakan tanda panah di atas, ini menyatakan bahwa operasinya adalah menggunakan nilai skalar. Penjumlahan dengan model dengan cara seperti ini berlaku untuk vektor-vektor yang sejajar B satu dengan yang lainnya. Seandainya vektor memilik arah yang berlawanan 180 0 A C terhadap vektor , maka nilai skalar vektor B menjadi negative, sehingga vektor akan bernilai 1.
Lihat gambar berikut
Dengan memperhatikan proses penjumlahan vektor di atas, maka dapat kita lihat, jika urutan vektor kita pertukarkan maka hasil yang akan diperoleh akan sama. Hal ini memperlihatkan bahwa penjulahan vektor bersifat komutatif.
Dimana C A B Akan sama dengan C B A Jika dua buah vektor atau lebih yang dijumlahkan memiliki arah yang tidak sejajar, maka, penjumlahan seperti diatas akan salah.
Perhatikan gambar berikut
Bagaimana menjumlahkan kedua vektor tersebut? Untuk menjumlahkan vektor tersbut maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu.
1. Jika sebuah vektor digeser tanpa mengubah arah, dan besar, maka nilai vektor sebelum dan sesudah digeser akan sama.
2. Menggambarkan penjumlahan vektor yang benar adalah mempertemukan ujung satu vektor dengan pangkal vektor lain, untuk inilah digunakan penggeseran (translasi) Dengan demikian jika penjumlahan dua vektor tersebut dilakukan maka gambarnya dapat dilihat pada gambar berikut ini
Gambar di atas menunjukkan bahwa vektor adalah hasil penjumlahan dari vektor A dan ⃗ B . Terlihat pada gambar bahwa vektor ⃗ B diproyeksikan terhadap sumbu x dan sumbu y.
proyeksi terhadap x adalah SQ, proyeksi terhadap sumbu y adalah QR, nilai masing- masing adalah sbb.
SQ = B cos α QR = B sin α
Dari hubungan PQR berdasarkan hukum phytagoras maka dapat dinyatakan bahwa PR2 = PQ2 + QR2 Dimana PQ = PS +SQ = A + B cos α
Sehingga PR2 = (A + B cos α)2 + (B sin α)2
= A 2 + 2AB Cos α + B 2 cos 2 α + B 2 sin α
= A 2 + 2AB Cos α + B 2 (Cos2 α + Sin2 α)
=A2 + 2AB Cos α + B 2 (1)
= A2 + B2 + 2AB cos α PR = √ A 2+ B 2+2 ABcos α - Pengurangan Vektor
Pengurangan Vektor pada prinsipnya sama dengan penjumlahan, cuma yang
membedakan adalah ada salah satu vektor yang mempunyai arah yang berlawanan. Jika
operasi yang C A B dilakukan adalah pengurangan, dimana ⃗ maka perhitungannya akan mengalami C A B sedikit perubahan. Persamaan . Jika ditampilkan dalam
gambar, maka gambarnya akan terlihat seperti gambar berikut ini:
Dengan mengubah nilai sudut α menjadi π-α , persamaan akhir yang akan diperoleh adalah A 2 + B 2 + 2AB Cos (π-α) atau sama dengan A2 + B 2 - 2AB Cos α Sehingga PR = √A 2+B 2−2 AB cos α
- Perkalian
Operasi perkalian dapat terjadi antara konstanta dengan besaran vektor, misalkan vektor N adalah hasil perkalian konstanta u dengan vektor Perkalian vektor terdiri dari dua jenis yaitu M , maka dapat dituliskan bahwa N uM .
1. Perkalian Titik (Scalar Product)
Jika dua buah vektor A dan B dikalikan dengan perkalian titik. Dan R=A.B (baca A dot B) Seperti terlihat pada gambar,
Perkalian seperti ini disebut perkalian skalar, dan hasilnya adalah seperti ditunjukkan pada persamaan berikut.
R = A.B
Cos α Dari persamaan ini terlihat bahwa hasil perkalian skalar antara vektor A dan B adalah perkalian antara nilai vektor A terhadap nilai proyeksi vektor B terhadap A.
Terlihat pada gambar bahwa hasil proyeksi tersebut hasilnya adalah B Cos α
2. Perkalian Silang (Vektor Product) Hasil dari perkalian vektor adalah vektor yang tegak lurus dengan bidang vektor yang dikalikan. Misalnya vektor A dikalikan dengan vektor B dan hasilnya adalah vektor R
Maka R= A X B.
Perkalian ini akan mengikuti kaidah tangan kanan. Perhatikan gambar berikut ini.
Pada perkalian silang ini berlaku hubungan-hubungan sebagai berikut, A X B = - B X A
Jika R= A X B hubungan-hubungan antara A, B, dan R dapat dinyatakan sebagai berikut:
A X B = R B X A= - R B X R= A R X B = - A R X A= B A X R = -B
A X A = 0 ; B X B = 0 ; C X C = 0
Besaran perkalian silang dua vektor A dan B dinyatakan sebagai berikut:
|A×B| = A B Sin θ
Dimana Ө adalah sudut antara vektor A dan B. Untuk perkalian silang (cross) beberapa vektor berlaku distributive
C X (A + B) = C X A + C X B Dan
| Cx (A + B)| = C ( A+B) Sin θ Contoh Soal
1. Dua buah vektor sebidang berturut-turut besarnya 8 satuan dan 6 satuan, bertitik tangkap sama dan mengapit sudut 30o Tentukan besar dan arah resultan vektor tersebut tersebut!
BAB III
SISTEM PERSAMAAN LINEAR A. BENTUK UMUM SISTEM PERSAMAAN LINEAR
Matriks juga dapat muncul sebagai koefisien dari suatu sistem persamaan linear. Sebagai contoh untuk sistem persamaan linear :
� + 2� = −2
3� − � = 4, maka matriks koefisien yang berhubungan dengan sistem tersebut adalah
sedangkan matriks augmented (matriks tambahan) adalah . Setiap sistem persamaan linear, akan mempunyai tiga kemungkinan kaitannya dengan solusi atau penyelesaian dari sistem tersebut, yaitu:
1. Tidak mempunyai penyelesaian (inconsistent)
2. Hanya mempunyai satu penyelesaian (Jawab tunggal) 3. Mempunyai banyak jawab (banyak penyelesaian)
Secara umum sistem persamaan linear yang memuat dua variabel dari dua persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:
�11�1 + �12�2 = �1 … (3.1)
�21�1 + �22�2 = �2 … (3.2)
Persamaan (3.1) dan (3.2) dapat ditulis dalam notasi matriks sebagai berikut :
Sehingga untuk sistem persamaan linear : � + 2� = −2
3� − � = 4, dalam notasi matriks dapat ditulis:
Sedangkan sistem persamaan linear berikut:
�1 + 2�2 + �3 = 2 3�1 + �2 − 2�3 = 1
4�1 − 3�2 − �3 = 3, disebut sebagai sistem persamaan linear tiga variabel. Penyelesaian dari sistem ini adalah semua tripel bilangan real berurutan (�1, �2, �3) yang memenuhi ketiga persamaan tersebut secara simultan. Dalam notasi matriks sistem persamaan tersebut dapat ditulis sebagai :
Memperhatikan uraian diatas, secara umum sistem persamaan linear yang memuat � persamaan dari � variabel adalah:
�11�1 + �12�2 + �13�3 + ⋯ + �1��� = �1
�21�1 + �22�2 + �23�3 + ⋯ + �2��� = �2
�31�1 + �32�2 + �33�3 + ⋯ + �3��� = �3
………
��1�1 + ��2�2 + ��3�3 + ⋯ + ����� = �� … (3.4) Dalam notasi matriks bisa ditulis sebagai
Penulisan bisa disederhanakan menjadi:
𝐴� = � … (3.6)
Dimana 𝐴 = (�𝑖�) berdimensi � × �, disebut juga sebagai matriks koefisien.
� adalah matriks kolom berdimensi � × 1, disebut juga sebagai matriks variabel.
� adalah matriks kolom berdimensi � × 1, disebut juga sebagai matriks konstanta.
B. METODE PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINIER 1. Metode Matriks Invers
Metode matriks invers hanya bisa digunakan untuk mencari penyelesaian dari sistem persamaan linear non homogen yang hanya mempunyai jawab tunggal. Untuk persamaan linier 𝐴� = � dengan 𝐴 adalah matriks koefisien berdimensi � × �, � adalah matriks kolom berdimensi � × 1, � adalah matriks kolom berdimensi � × 1, disebut juga sebagai matriks konstanta. Jika � = � yang berarti banyaknya persamaan sama dengan banyaknya variabel) maka matriks koefisien 𝐴 menjadi matriks persegi berdimensi � × �, dan matriks konstanta � juga berdimensi � × 1, yaitu:
Karena 𝐴 menjadi matriks persegi, bila 𝐴 non singular maka |𝐴| ≠ 0, dan berarti 𝐴 −1 ada. Maka:
𝐴� = � (kedua ruas dikalikan dengan 𝐴 −1 )
𝐴 −1𝐴� = 𝐴 −1�
𝐼� = 𝐴 −1�
� = 𝐴 −1 � … (3.14) Contoh 3.1:
Selesaikan sistem persamaan � + 2� = 0; 3� − � = 7
BAB IV
NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN A. Definisi Nilai Eigen dan Vektor Eigen
ika A adalah matriks n x n, maka vektor taknol x di
dalam R
ndinamakan vektor eigen (eigenvector) dari A jika Ax adalah kelipatan skalar dari x ; yakni,
Ax=λx
untuk suatu skalar λ . Skalar λ dinamakan nilai eigen (eigenvalue) dari A dan x dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan λ .
Adapun syarat bahwa eigen vektor adalah taknol
diberlakukan untuk menghindari kasus yang tidak penting seperti A0=λ yang mana berlaku untuk setiap A dan λ . Contoh 1: Eigen Vektor dari Matriks 2 x 2
Vektor x= [12] adalah vektor eigen dari
yang bersesuaian dengan nilai eigen λ=3 karena
Secara geometris, perkalian terhadap A telah merentangkan
vektor x dengan faktor 3.
Kita akan mulai dengan masalah pencarian nilai eigen dari A . Pertama, perhatikanlah bahwa persamaan Ax=λx bisa dituliskan kembali sebagai Ax=λIx , atau secara ekivalen, sebagai
(λI−A)x=0
Supaya λ menjadi nilai eigen dari A , maka x harus merupakan vektor tak nol. Sistem persamaan linear di atas akan mempunyai penyelesaian jika dan hanya jika koefisien
matriks (λI−A) mempunyai determinan nol. Oleh karena itu, kita bisa merumuskannya menjadi sebuah teorema berikut.
Jika A adalah sebuah matriks berukuran n×n , maka λ adalah nilai eigen dari A jika dan hanya jika ia memenuhi persamaan
det(λI−A)=0
Persamaan tersebut disebut persamaan karakteristik dari A .
Contoh 2: Mencari Nilai Eigen
Dalam Contoh 1, kita telah mengetahui bahwa λ=3 merupakan nilai eigen dari matriks
Namun, kita tidak menjelaskan bagaimana menemukannya.
Sekarang kita akan menggunakan persamaan karakteristik untuk mencari semua nilai eigen dari matriks ini.
Dari persamaan (1) bahwa nilai eigen dari A merupakan solusi dari persamaan det(λI−A)=0 , yang mana bisa dituliskan sebagai
Sehingga, kita peroleh:
(λ−3)(λ+1)=0
Ini menunjukkan bahwa nilai eigen dari A adalah λ=3 dan λ=−1 . Oleh karena itu, selain nilai eigen λ=3 yang ada pada Contoh 1, kita juga menemukan nilai eigen yang kedua yaitu λ=−1 .
Contoh 3: Tidak Ada Nilai Eigen
Carilah nilai-nilai eigen dari matriks
A= [−25 −12 ]
Pembahasan:
Dengan melakukan cara yang sama seperti pada Contoh 2, maka
A= [λ+−52 λ−21 ] = λ
2+1sehingga nilai-nilai eigen dari A harus memenuhi persamaan kuadratik λ
2+1=0 . Karena solusi dari persamaan ini hanyalah bilangan-bilangan imajiner λ=I dan λ=−i , dan karena kita menganggap bahwa semua skalar kita adalah bilangan riil, maka A tidak mempunyai nilai eigen.
Ketika determinan det(λI−A) dalam persamaan (1) diperluas, maka persamaan karakteristik dari A akan berbentuk
λ
n+c
1λ
n−1+…+c
n=0
(3)di mana ruas kiri persamaan ini merupakan sebuah polinomial dengan derajat n , yang mana koefisien dari λ
nλ dalah 1. Bentuk polinomial
p(λ)=λ
n+c
1λ
n−1+…+c
ndisebut polinomial karakteristik dari A . Sebagai contoh, pada persamaan (2), polinomial karakteristik dari matriks
berukuran 2×2 pada Contoh 2 adalah
yang merupakan polinomial dengan derajat 2.
Karena polinomial derajat n memiliki setidaknya n akar yang berbeda, maka dari persamaan (3), persamaan karakteristik dari matriks A berukuran n×n memiliki setidaknya n solusi yang berbeda dan akibatnya matriks tersebut memiliki setidaknya n
nilai eigen yang berbeda.
Contoh 4: Nilai Eigen dari Matriks Berukuran 3×3
Carilah nilai-nilai eigen dari
Pembahasan:
Polinomial karakteristik dari A yaitu
Oleh karena itu, nilai-nilai eigen dari A harus memenuhi persamaan kubik berikut
λ
3−8λ
2+17λ−4=0
(5)Persamaan (5) dapat dituliskan menjadi
Sehingga nilai-nilai eigen dari A adalah
Teorema berikut memberikan beberapa cara alternatif untuk menjelaskan nilai eigen.
Teorema:
Jika A adalah matriks berukuran n×n , maka pernyataan berikut adalah ekivalen.
a. λ adalah sebuah nilai eigen dari A
b. λ adalah sebuah solusi dari persamaan karakteristik det(λI−A)=0
c. Sistem persamaan (λI−A)x=0 mempunyai solusi taktrivial.
d. Terdapat sebuah vektor x yang taknol sehingga Ax=λx