MAKALAH
MEMAHAMI PENDIDIKAN KARAKTER
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam Dosen: Nova Yanti Syamsuddin, S. Ag, M. Pd
Kelompok 2:
 Lia Mutiara Dewi (23.00.4355)
 Farianti ( )
 Imelia Nurjanah (23.00.4353)
 Ratih Muslina Wati 23.00.4377)
STUDY FIQIH PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM STAI HUBBULWATHAN DURI
TP 2024/1445H
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis diberi untuk menyelesaikan makalah tentang "memahami pendidikan karakter". Makalah ini ditulis untuk memenuhi syarat nilai tugas kelompok pada mata kuliah kapita selekta pendidikan islam.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu penulis selama proses penyelesaian tugas ini hingga selesainya makalah ini. Pada makalah ini akan dibahas mengenai sejarah perkembangan usul fiqh. Yang bertujuan untuk menambah wawasan tentang memahami pendidikan karakter.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari sempurna serta kesalahan yang penulis yakini di luar batas kemampuan penulis. Maka dari itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang dapat membangun dari para pembaca. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca makalah ini.
Duri, 24 Maret 2024
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah...3
1.3 Tujuan...3
BAB II PEMBAHASAN...4
2.1 Konsep Karakter...4
2.2 Pelaksanaan Pendidikan Karakter...7
2.3 Faktor-Faktor Kurang Berhasilnya Pendidikan Karakter...7
2.4 Paradigme Baru Pendidikan Karakter di Indonesia Dalam Tinjaun Pskiologis...7
BAB III PENUTUP... ... 10
3.1 Kesimpulan... ...10
3.2 Saran
...
11
DAFTAR PUSTAKA
...
12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan karakter adalah merupakan kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan mendidik ditujukan bagi siswa. pendidikan karakter menurut Wynne (Mulyasa 2011:3) yaitu memfokuskan tentang bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter merupakan usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan siswa guna membangun karakter pribadi dan kelompok yang unik sebagai warga negara. Ditegaskan dalam peraturan presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang program pendidikan karakter.
Penguatan pendidikan karakter adalah program pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir dan olah raga dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga dan masyarakat yang merupakan bagian dan gerakan nasional Revolusi mental (GNRM). Menurut Sigit Aris Prasetyo revolusi mental adalah gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemanusiaan baja, bersemangat elang rajawali dan berjiwa api yang menyala-nyala.
Gagasan revolusi mental pertama kali dilontarkan oleh presiden Soekarno pada peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 1956. Soekarno melihat revolusi nasional Indonesia saat itu sedang menuju kearah modern, padahal tujuan revolusi untuk meraih kemerdekaan Indonesia seutuhnya belum tercapai. Revolusi dijaman kemerdekaan Indonesia adalah sebuah perjuangan fisik berperang melawan penjajah dan sekutunya, mempertahankan sebuah negara kesatuan Republik Indonesia. Sesungguhnya perjuangan belum dan tak pernah berakhir, kita semua harus melakukan revolusi. Namun dalam arti berbeda bukan menyangkut senjata, melainkan membangun jiwa.
Membangun jiwa merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sika, dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan dan hal-hal yang modern sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berorientasi dengan bangsa lain didunia. 2 Membangun jiwa bangsa yang merdeka itu penting. Membangun jalan, irigasi, pelabuhan,bandara atau pembangkit ernergi juga penting. Namun seperti kata Bung Karno, membangun suatu negara, tak hanya sekedar pembangunan fisik yang sifatnya material.
Modal utama membangun suatu negara yaitu membangun jiwa bangsa. Inilah ide dasar dari diungkapkannya kembali gerakan revolusi mental oleh presiden Joko Widodo jiwa bangsa yang terpenting adalah jiwa merdeka, jiwa kebebasan meraih kemajuan. Jiwa merdeka disebut presiden Jokowi sebagai positivisme selanjutnya dalam penguatan pendidikan karakter memiliki tujuan untuk mengembangkan watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan bangsa.
Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitip, berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan pada pancasila. Penguatan pendidikan karakter sebagaimana disebutkan pada pasal 2 Perpres Nomor 87 Tahun 2017 memiliki tiga tujuan.
Tujuan pertama membangun dan membekali siswa sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan jiwa pancasila dan pendidikan karakter yang baik menghadapi perubahan masa depan. Tujuan kedua mengembangkan pendidikan nasional meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi siswa dukungan pelibatan publik dilakukan melalui pendidikan formal dan informal. Tujuan ketiga merevitalisasi memperkuat potensi kompetensi guru, tenaga guru, siswa masyarakat dan lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan penguatan pendidikan karakter tersebut. Selanjutnya karakter berfungsi mengembangkan watak serta mencerdaskan bangsa.
Menurut Dharma Kusuma dkk (2011) pendidikan karakter berfungsi untuk mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, berperilaku baik memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur meningkatkan peradaban 3 bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia fungsi pendidikan nasional yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, peradaban bangsa seharusnya memberikan pencerahan yang memadai bahwa pendidikan harus berdampak pada watak manusia.
Pembentukan karakter terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan kita pada saat anak- anak bertahan sampai remaja. Sehingga orang tua sangat berperan untuk karakter anak-anaknya sejak dini atau sejak awal. Keluarga sebagai masyarakat pusat pendidikan yang utama. Disini anak mulai mengenal kehidupan pendidikannya. Keadaan anak sejak lahir ditentukan oleh faktor keturunan baik jasmani maupun rohani. Peran dan fungsi keluarga adalah membina, membimbing dan mengontrol anak mengembangkan potensi pada diri anak tersebut. Upaya pembentukan karakter siswa.
Menurut Tim Penyusun Departemen Pendidikan Nasional upaya adalah usaha akal untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, maka upaya suatu usaha yang dilakukan dengan maksud tertentu agar semua permasalahan yang ada dapat terselesaikan dengan baik sehingga mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti dari kata upaya adalah usaha selanjutnya arti dari kata pembentukan yaitu proses, cara, perbuatan membentuk karakter dari setiap pola pikir manusia.
Pola pikir manusia baik itu melalui pikiran, sikap maupun tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan disebut sebagai karakter. Dalam hal ini, upaya guru PPKn dalam pembentukan karakter siswa adalah merupakan peranan guru membentuk karakter siswa dengan suatu kegiatan, metode secara terus menerus yang dilakukan oleh para guru terhadap siswa dalam melaksanakan pendidikan karakter tentunya ada masalah yang dihadapi baik itu dari gurunya maupun dari siswa.
Masalah dipengaruhi oleh beberapa faktor adalah faktor dari gurunya yang kurang kreatif siswanya jenuh untuk mengikuti mata pelajaran sehingga berdampak pada siswa tidak memahami 4 apa yang disampaikan oleh guru. Masalah selanjutnya adalah terdapat pada diri siswa yang dipengruhi oleh lingkungan serta masalah dalam diri siswa itu sendiri. dari masalah diatas dapat berdampak pada proses pembelajaran terganggu serta tujuan pembelajaran pun tidak tercapai untuk itu, diperlukan adanya metode discovery learning sebagai solusinya.
Metode discovery learning merupakan pembelajaran suatu sistem terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. maka posisi discovery disini sangat penting dan harus diperhatikan oleh guru dalam menjalankan pembelajarannya ke siswa untuk menjadikan suatu pembelajaran yang efektif. Melalui konsep belajar discovery learning pada dasarnya menjelaskan mengenai proses pembentukan belajar jalan menggali dan mencari sendiri pengetahuan pemahaman, pengertian dan konsep-konsep secara mandiri.
Konsep belajar penemuan penerapannya dapat diterapkan pada pembelajaran dengan mengaplikasikan metode discovery learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan dari setiap individu yang bersangkutan. Metode pembelajaran discovery learning penting dibahas karena dapat menjelaskan makna kegiatan yang dilakukan oleh guru selama pembelajaran berlangsung serta alasan-alasan menggunakan metode discovery learning. Setiap guru mempunyai alasan mengapa ia melakukan kegiatan pembelajaran dengan menentukan sikap tertentu sehingga metode discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam mengikuti setiap mata pelajaran yang mereka pelajari oleh karena itu, guru hanya mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.
Dengan demikian guru dapat mengaplikasikan metode discovery learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang mereka jumpai dalam 5 kehidupannya.
Masalah karakter siswa disekolah disebabkan oleh kurangnya kerja keras serta beberapa faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dipengaruhi dari luar (lingkungan dimana mereka tinggal) sedangkan faktor internal yaitu dari dalam diri anak itu sendiri yang disebabkan oleh karakter dari hati anak itu sendiri. Faktor eksternal dan internal dapat berpengaruh terhadap pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai dan dampaknya terjadi pada siswa itu sendiri. kemudian solusi yang mengatasi siswa terhadap kerja keras pada pembelajaran PPKn adalah menggunakan metode discovery learning. Dimana metode ini memberikan pembelajaran kepada siswa untuk menemukan sendiri idenya sendiri untuk dituangkan dalam pembelajarannya. Guru hanya memantau dikelas namun jika siswa menemukan kesulitan maka guru dapat membantu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengetahui Konsep Karakter?
2. Bagaimana cara mengetahui Pelaksanaan Pendidikan Karakter?
3. Bagaimana cara mengetahui Faktor-Faktor Kurang Berhasilnya Pendidikan Karakter?
4. Bagaimana cara mengetahui Paradigme Baru Pendidikan Karakter di Indonesia Dalam Tinjaun Pskiologis?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Konsep Karakter.
2. Mengetahui Pelaksanaan Pendidikan Karakter?
3. Mengetahui Faktor-Faktor Kurang Berhasilnya Pendidikan Karakter?
4. Mengetahui Paradigme Baru Pendidikan Karakter di Indonesia Dalam Tinjaun Pskiologis?
BAB II PEMBAHASAN
2.2 Konsep Karakter
Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991) adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Aristoteles berpendapat bahwa karakter itu erat kaitannya dengan kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku. Definisi pendidikan karakter selanjutnya dikemukakan oleh Elkind &
Sweet (2004), “Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Menurut Elkind dan Sweet (2004) pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai etis/susila. Dimana kita berpikir tentang macam-macam karakter yang kita inginkan untuk anak kita, ini jelas bahwa kita ingin mereka mampu untuk menilai apa itu kebenaran, sangat peduli tentang apa itu kebenaran/hak-hak, dan kemudian melakukan apa yang mereka percaya menjadi yang sebenarnya, bahkan dalam menghadapi tekanan dari tanpa dan dalam godaan).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Russel Williams, menggambarkan karakter laksana “otot”, yang akan menjadi lembek jika tidak dilatih. Dengan latihan demi latihan, maka “otot-otot” karakter akan menjadi kuat dan akan mewujud menjadi kebiasaan (habit). Orang yang berkarakter tidak melaksanakan suatu aktivitas karena takut akan hukuman, tetapi karena mencintai kebaikan (loving the good).
Karena cinta itulah, maka muncul keinginan untuk berbuat baik (desiring the good) (Adian Husaini, 2010).
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti:
pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilainilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati (spiritual and emotional development), (2) olah pikir (intellectual development), (3) olah raga dan kinestetik (physical and kinesthetic development) , dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development), keempat hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, bahkan saling melengkapi dan saling keterkaitan.
Pengkategorian nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakikatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Seperti yang tergambar dalam diagram di bawah ini:
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan karakter. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial.
Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Menurut Kemendiknas (2010) sebagaimana disebutkan dalam buku induk kebijakan Nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025 pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: dis-orientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa.
Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila”.
Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas program Kemendiknas 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan.Dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku
.
2.2 Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Menurut Tarmansyah, dkk. (2012:15) Dalam pendidikan karakter yang diintegrasikan didalam mata pelajaran, ada hal-hal yang perlu diperhatikan seperti:
a. Kebijakan sekolah dan dukungan administrasi sekolah terhadap pendidikan karakter yang meliputi: Visi dan misi pendidikan karakter, sosialisasi, dokumen pendidikan karakter dll.
b. Kondisi lingkungan sekolah meliputi: sarana dan prasarana yang mendukung, lingkungan yang bersih, kantin kejujuran, ruang keagamaan dll.
c. Pengetahuan dan sikap guru yang meliputi: konsep pendidikan karakter, cara membuat perencanaan pembelajaran, perangkat pembelajaran, kurikulum, silabus, RPP, bahan ajar, penilaian, pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi dalam mata pelajaran dll.
d. Peningkatan kompetensi guru.
e. Dukungan masyarakat.
2.3 Faktor-Faktor Kurang Berhasilnya Pendidikan Karakter
Faktor penghambat pendidikan karakter (kelemahan); Sisi manajemen Pengelolaan, sisi pengalaman pendidik, akses Jalan. Faktor Penghambat pendidikan karakter (tantangan):
Standar mutu pengelolaan sekolah, cara pandang masyarakat terhadap pendidikan secara umum.
2.4 Paradigma Baru Pendidikan Karakter di Indonesia Dalam Tinjaun Pskiologis
Masyarakat Indonesia saat ini sudah berubah dari kehidupan masyarakat budaya agraris kepada masyarakat budaya industrialis dan informasi, atau masyarakat budaya kota (urban society). Pada masyarakat budaya kota ini ditandai oleh hal-hal sebagai berikut: (1). Orientasi kehidupan dimasa depan; (2).bersifat rasional, pragmatis, hedonostik; (3). Sangat menghargai waktu; (4) bekerja dengan penuh perhitungan dan perencanaan yang cermat; (5). Komunikasi banyak bertumpu pada panggunaan peralatan teknonologi komunikasi; (6) kurang memiliki waktu untuk mengerjakan-pekerjaan domestik (seperti memasak, mencuci pakaian, merawat dan menyusui bayi, mengatur rumah tangga dan sebagainya); (7). Mengikuti budaya pop atau sesuatu yang sedang in; (8). Profesional dalam bekerja; (9). Cenderung individualistik.
Keadaan masyarakat yang demikian itu telah mempengaruhi cara pandang atau paradigma dalam memperlakukannya. Metode dan pendekatan dalam membentuk karakter masyarakat urban seperti itu jauh berbeda dengan metode dan pendekatan dalam membentuk karakter masyarakat agraris.
Selain itu masyarakat Indonesia saat ini sudah semakin kritis, ingin diperlakukan secara lebih adil, demokratis, dan manusiawi. Masyarakat Indonesia saat ini hidup dalam era globalisasi yang jugamdidukung oleh teknologi informasi, seperti telepon, internet, facebook, twitter, dan lain sebagainya. Teknologi yang demikian ini sangat kuat pengaruhnya danmengubah pola dan paradigama dalam berkomunikasi. Peran-peran saluran informasi seperti ceramah agama face to face telah digantikan dengan ceramah agama melalui berbagai peralatan teknologi informasi. Untuk menikmati ceramah agama sekarang ini tidak lagi harus datang kemasjid atau majelis taklim, melainkan cukup dari dalam ruangan atau dengan cara membeli VCD dan lain sebagainya. Perubahan ini akan mempengaruhi terhadap paradigama baru dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikan karakter.
Dengan melihat hal ini dapat diketahui bahwa saat ini psikologi masyarakat sudah berubah. Yaitu dari psikologi masyarakat agraris menjadi psikologi masyarakat industrialis, informatis dan urban. Selain itu psikologi masyarakat Indonesia juga sudah dipengaruhi tuntutan penegakan hak-hak asasi manusia, corak pemerintah yang desentralistik, perilaku yang bebas tanpa kendali, serta peralatan teknologi informasi. Keadaan ini mengharuskan adanya Sebagai akibat dari sangat terbukanya kesempatan pada masyarakat untuk menyatakan gagasan, paradigma baru pendidikan karakter di Indonesia yang berbasis psikologis, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
Pertama, perlunya merumuskan metode dan pendekatan pendidikan karakter yang berbasis pada peserta didik dalam suasana yang demokratis, adil, egaliter, manusiawi dan menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat psikolog yang mengatakan, bahwa seseoranglebih suka diperlakukan secara halus daripada diperlakukan seacara kasar. Hal ini juga sejalan dengan petunjuk Rasulullah Saw agar lebih mengedepankan kemudahan daripada kesukaran (yassiru walla tu’assiru), gembirakanlah dan jangan ditakut-takuti (basysyiru wa laa tunadziru).
Kedua, perlunya mengingatkan para pendidik dengan ajaran Islam yang memandang bahwa manusia adalah makhluk yang disamping memiliki sifat buruk juga memiliki sifat yang baik. Dengan peringatan ini, maka setiap pendidikan akan memperlakukan peserta didik dengan adil, yakni tidak menganggap peserta didik selamanya dalam keadaan buruk atau sebaliknya. Dengan pandangan yang demikian itu, maka setiap guru akan memiliki optimisme, bahwa peserta didiknya dapat dibina menjadi orang yang berkarakter baik.
Ketiga, secara psikologis manusia adalah makhluk yang didalam dirinya terdapat berbagai kecenderungan psikologis atau menyukai sesuatu. Secara psikologis manusia senang terhadap hal-hal yang baru, yang lucu dan yang menggugah rasa ingin tahu. Selain itu manusia juga memiliki perasaan ingin dihargai, ingin ditemani, ingin dipuji, ingin diberikan hadiah atau sesuatu dan lain sebagainya. Keadaan psikologis manusia yang demikian itu harus digunakan sebagai pintu untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter. Kecenderungan psikologi manusia yang demikian itu telah direspons dan digunakan oleh al-Qur’an secara cermat dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter.
Keempat, perlunya menyajikan pendidikan karakter yang sesuai dengan karakter masyarakat yang hidup dalam budaya kota yang serba cepat, instan, rasional, pragmatis, cepat dan tepat, penggunaan peralatan teknologi informasi dan menggunakan pendekatan yang partisipatif. Dengan cara demikian, maka pendidikan karakter di Indonesia akan tetap eksis, efektif , efisien dan tetapdiminati masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter pada masyarakat Indonesia saat ini harus dirubah cara pandangnya dengan tuntutan masyarakat.
Perubahan ini harus didasarkan pada tinjauan psikologis, yaitu sebuah tinjauan yang bertumpu pada pandangan, bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan oleh Tuhan, makhluk yang memiliki kecenderungan positif dan negatif, makhluk yang lebih suka diperlakukan secara demokratis, egaliter, adil dan manusia sebagai makhluk yang di dalam dirinya terdapat berbagai potensi yang amat berharga, yang apabila potensi ini dapat digali dan dikembangkan, maka akan berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu perilaku berperilaku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, keras, dan sebagai kebiasaan. Definisi pendidikan karakter selanjutnya dikemukakan oleh Elkind &
Sweet (2004), “Pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti.”
Menurut Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, agar menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Russel Williams menggambarkan karakter laksana “otot”, yang akan menjadi lembek jika tidak dibor. Dengan latihan demi latihan, maka karakter “otot-otot” akan menjadi kuat dan mewujud menjadi kebiasaan (habit). Orang berkarakter tidak melakukan suatu aktivitas karena takut akan hukuman, tetapi karena mencintai kebaikan (mencintai kebaikan).
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang peningkatan karakter pendidikan pada jalur pendidikan formal, namun perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan tradisional.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat . Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural dapat diwujudkan dalam: (1) olah hati (perkembangan spiritual dan emosional), (2) olah pikir (perkembangan intelektual), (3) olah raga dan kinestetik (perkembangan fisik dan kinestetik). , dan (4) rasa dan karsa (pengembangan afektif dan kreativitas).
Pengkategorian nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakikatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan peningkatan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) . Tarmansyah (2012) adalah hal-hal yang perlu diperhatikan seperti kebijakan sekolah dan dukungan administrasi sekolah terhadap pendidikan karakter dll.
Faktor terhambatnya karakter pendidikan (kelemahan) adalah sisi manajemen Pengelolaan, sisi pengalaman pendidik, akses Jalan. Faktor penghambatan karakter pendidikan
(tantangan): Standar mutu pengelolaan sekolah, memandang masyarakat terhadap pendidikan umum secara umum.
Masyarakat Indonesia berubah dari kehidupan masyarakat budaya agraris menjadi budaya industrialis dan informasi, atau budaya masyarakat kota (urban society). Masyarakat Indonesia saat ini sudah semakin kritis, ingin diperlakukan secara lebih adil, demokratis, dan manusiawi. Informasi teknologi seperti telepon, internet, facebook, twitter, dan lain-lain, telah mempengaruhi dan mengubah pola dan paradigma dalam berkomunikasi.
Psikologi masyarakat sudah berubah, yaitu dari psikologi masyarakat agraris menjadi psikologi masyarakat industrialis, informatis dan urban. Selain itu psikologi masyarakat Indonesia juga mempengaruhi tuntutan penegakan hak-hak asasi manusia, pola pemerintahan yang desentralistik, perilaku yang bebas informasi tanpa kendali, serta peralatan teknologi
.
Psikologi masyarakat Indonesia juga merumuskan metode dan pendekatan pendidikan karakter yang berbasis pada peserta didik dalam suasana yang demokratis, adil, egaliter, manusiawi dan menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat psikolog yang mengatakan, bahwa seseorang lebih suka diperlakukan secara halus daripada diperlakukan secara kasar.
Kedua, perlunya membentuk peran dan peran yang berbeda dan berbeda yang berbeda dan berbeda.
3.2 Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karna kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag. PENDIDIKAN KARAKTER Konsep dan Implementasi.
Bandung:ALFABETA. 2022
Http://eoujurnal.unp.ac.ad/index.php/jupekhu
J. Jahari, D. F. Ramdhan, D. Farhani.Manajemen Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Kokurikuler Keagamaan.Jl. A.H Nasution No.105 Cibiru Bandung
Abudin Nata. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2010. h. 203-217.