MODUL MATA KULIAH DASAR ARAS UNIVERSITAS
DX 504 PENGANTAR ILMU POLITIK (3 SKS)
TIM PENGEMBANG:
Putri Hergianasari, S.IP., M.IP Dr. Ir. Royke R. Siahainenia, M.Si.
Suryo Sakti Hadiwijoyo, S.Si., M.H.
Dr. Wilson M.A Therik, S.E.,M.Si.
Rizki Amalia Yanuartha, S.I.Kom., M.Sos.
Pusat Pengajaran dan Pembelajaran Inovatif Universitas Kristen Satya Wacana
2021
PENGANTAR
Setelah Perang Dunia II, perkembangan politik dunia mengalami kemajuan pesat. Ada dua pandangan tentang munculnya ilmu politik sebagai disiplin ilmu. Pertama, pandangan ilmu politik sebagai ilmu tertua dalam ilmu-ilmu sosial lainnya. Kedua, pandangan bahwa ilmu politik lahir pada abad ke-19. Dalam perkembangannya, ilmu politik banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi, psikologi, dan hukum. Saat ini, ilmu politik memiliki lima bidang penelitian utama, yaitu: teori politik, lembaga politik, partai politik, kelompok, dan opini public, hubungan internasional, dan perkembangan politik. Seperti yang kita ketahui bersama, berbicara tentang politik tentunya erat kaitannya dengan definisi politik itu sendiri.
Dalam literatur, ilmu politik memiliki banyak definisi, namun, secara umum terdapat lima aspek pembentukan definisi ilmu politik, yaitu: negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, dan pembagian atau distribusi. Selain masalah definisi, ilmu politik juga memperhatikan masalah konsep. Sebuah konsep berarti elemen penelitian, yang terpenting adalah peneliti menggambarkan dan memahami dunia disekitarnya, terutama terkait dengan politik. Dalam ilmu politik, konsep ini termasuk masyarakat, negara, kekuatan politik, legitimasi, keadilan, dan banyak lainnya.
Buku ini memuat 16 modul, setiap modul mendeskripsikan kegiatan belajar mahasiswa untuk satu (1) pertemuan. Pada pertemuan-pertemuan awal (modul 1 sampai modul 5) bobot teoritis masih tinggi karena sekitar perkenalan mata kuliah, ruang lingkup, makna, manfaat dan sejarahnya. Modul 6 khusus membahas Konsep Negara, Masyarakat, Kekuasaan. Modul 8-9 Pembangunan Politik. Modul 10 Sistem Pemilu dan Kepartaian. Modul 11-12 Pemberantasan Korupsi. Modul 13-14 Hak Asasi Manusia. Modul 15 Media dan Politik. Modul-modul selanjutnya makin memberi tekanan pada porsi praktik dan keterampilan. Dua modul lainnya, yaitu 7 dan 16 adalah Tes Tengah Semester (TTS) dan Tes Akhir Semester (TAS). Setelah mempelajari modul ini, diharapkan dapat menjelaskan:
1. Pemahaman ilmu politik;
2. Pengertian ilmu politik;
3. Bidang penelitian ilmu politik;
4. Konsep politik;
5. Ruang Lingkup Ilmu Politik
Kritik dan saran atas penyempurnaan modul ini dapat dikirim kepada Pusat Pengajaran dan Pembelajaran Inovatif UKSW, melalui email [email protected]
Salatiga, Juli 2021 Tim Pengembang MK Pengantar Ilmu Politik
3
CAPAIAN PEMBELAJARAN MK. PENGANTAR ILMU POLITIK Pengembangan Sikap
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius.
2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral dan etika.
3. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban berdasarkan Pancasila.
4. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki nasionalisme serta rasa tanggung jawab pada negara dan bangsa.
5. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisinal orang lain.
6. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.
7. Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
8. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik.
9. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara mandiri.
10. Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan.
11. Memiliki sikap etis dan estetis, komunikatif, adaptif dan apresiatif.
12. Mengembangkan pemikiran yang kritis-prinsipal dan kreatif-realistis berdasarkan hati nurani yang luhur dan dibimbing oleh firman Allah.
13. Tanggap terhadap fenomena sosial, ekonomi, dan budaya Indonesia, khususnya terhadap fenomena kemanusiaan.
Pengembangan Pengetahuan
1. Menguasai konsep teoritik ilmu politik dan keterkaitannya;
2. Menguasai konsep dan prinsip-prinsip politik sebagai ilmu;
3. Menguasai perkembangan fenomena politik secara empirik-holistik-integratis, dan;
4. Menguasai konsep teoritik ilmu politik dengan mengamati sebuah fenomena politik.
Pengembangan Keterampilan Umum
1. Menerapkan dan mengembangkan kemampuan berfikir logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam rangka pengembangan dan implementasi ilmu politik
2. Melakukan penelitian, perancangan, pengembangan dan/atau implementasi ilmu politik sesuai dengan kaidah keilmuannya untuk menghasilkan solusi, gagasan, perancangan, atau deskripsi saintifik hasil kajiannya dalam bentuk publikasi ilmiah;
3. Menjadi agen perubahan yang mempunyai kemampuan political analysis yang kritis 4. Mampu mengambil keputusan secara tepat;
5. Mengelola pembelajaran secara mandiri dan memiliki jaringan kerja dengan pembimbing atau rekan sejawatnya;
6. Mampu tampil menjadi individu yang memiliki kemampuan kepemimpinan yang unggul;
7. Mampu menerapkan semangat Creative Minority, minoritas yang berdaya cipta.
Pengembangan Keterampilan Khusus
1. Mampu menerapkan teori-teori politik untuk menyelesaikan berbagai permasalahan politik yang kompleks;
2. Mampu melakukan analisis pemetaan terhadap berbagai fenomena politik baik pada tingkat negara, masyarakat, dan kelompok dengan menggunakan teori politik agar dapat menemukan solusi yang tepat;
3. Mampu merancang dan mengimplementasikan analisis berbagai fenomena politis.
5 A. SUB-CPMK
1. Mahasiswa mampu memahami alur mata kuliah
2. mahasiswa memahami kaitan mata kuliah dengan mata kuliah yang lain dalam struktur kurikulum
3. Mahasiswa dan Dosen menyepakati isi perkuliahan.
B. MATERI
Topik: Kontrak Belajar Deskripsi Materi:
Materi ini membahas Rencana Pembelajaran Semester (RPS), Referensi, Aturan Kelas Indikator Capaian:
1. Mahasiswa menerima dan sepakat dengan isi perkuliahan
2. Ketepatan dan kesesuaian dalam menjelaskan pentingnya Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik
3. Mahasiswa memahami kontrak belajar yang disepakati selama satu semester 4. Mahasiswa memahami secara garis besat substansi Mata Kuliah Pengantar Ilmu
Politik keterkaitan dengan Program Studi C. REFERENSI
1. A. Dahl, Robert, Modern Political Analysis, New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited, 1974
2. Andrew Heywood, Politics, 4th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2013).
3. David Easton, "An Approach to the Analysis of Political Systems", World Politics, Vol.
9, No. 3. (Apr., 1957), pp. 383-400.
4. Ellen Grigsby, Analyzing Politics: an Introduction to Political Science, fifth edition, (Belmont: Wadsworth, 2012).
5. George Thomas Kurian (ed.), the Encyclopedia of Political Science (Washington D.C.:
CQ Press, 2011).
6. Ian Adams and R.W. Dyson, Fifty Major Political Thinkers. 2nd edn. (New York:
Routledge, 2007).
7. John T. Ishiyama and Marijke Breuning (eds.), 21st Century Political Science: A Reference Handbook (Washington DC: Sage, 2011).
8. Rod Hague and Martin Harrop, Comparative Government and Politics: An Introduction.
6th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2004).
9. Stephen D. Tansey and Nigel Jackson, Politics: the Basics. 4th edn. (New York:
Routledge, 2008).
10. Budiardjo, Miriam (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
11. Hague, Rod and Martin Harrop (1998). Comparative Government and Politics; An Introduction, 5th Edition. New York, Palgrave. Ranney, Austin (1987). Governing: An Introduction to Political Science. New Jersey, Prentice Hall.
12. Surbakti, Ramlan (1999). Memahami Ilmu Politik. Jakarta, Grasindo.
MODUL-1
KONTRAK BELAJAR
D. STRATEGI PERKULIAHAN Kegiatan Pendahuluan (10’)
- Doa pembukaan dan mengisi presensi kelas
- Dosen membuka pertemuan dengan menjelaskan topik pembelajaran yang dibahas dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.
Kegiatan Inti (120’)
- Dosen menjelaskan inti materi melalui ceramah interaktif
- Diskusi kelompok membahas kontrak belajar dan menetukan ketua kelas Kegiatan Penutup (20’)
- Dosen menyampaikan kesepakatan kontrak belajar dan mengumumkan siap yang menjadi ketua kelas
- Dosen meminta beberapa mahasiswa untuk menyampaikan kesimpulan dari hasil diskusi kelas.
- Dosen menyampaikan topik materi di pertemuan selanjutnya dan meminta mahasiswa untuk membaca materi sebelum pertemuan kelas.
- Doa penutup
7 A. SUB-CPMK
1 . M a m p u m e m a h a m i k o n s e p d a s a r Il m u P o l i t i k 2. M a m p u m e m a h a m i p e r k e m b a n g a n i l m u p o l i t i k MATERI
Topik: Sejarah dan Perkembangan Ilmu Politik Deskripsi Materi:
Telaah politik yang sesungguhnya mulai dilakukan ketika orang yakin bahwa mereka dapat membentuk pemerintahan sendiri sesuai dengan asas-asas yang dapat dipahami akal. Para pemikir Yunani Kuno, awalnya Plato dan kemudian Aristoteles, mengemukakan gagasan bahwa dengan menerapkan asas-asas penalaran terhadap masalah-masalah kemanusiaan, maka manusia dapat memerintah dirinya sendiri. Titik tolak ini sangat penting karena alam semesta tidak lagi dianggap sebagai daerah kekuasaan dewa-dewa, tetapi dapat dipahami dalam kerangka ilmu pengetahuan. Di Yunani Kuno, pemikiran tentang negara dan pemerintahan dimulai sekitar 450 S.M, seperti tercermin dalam karya filsafat Plato dan Aristoteles, maupun karya sejarah Herodotus. Pusat-pusat kebudayaan tua di Asia, seperti India dan Cina, juga mewariskan tulisan-tulisan tentang negara dan pemerintahan. Tulisan-tulisan ini disajikan dalam bentuk kesusasteraan dan filsafat, misalnya Dharmasastra dan Arthasastra di India maupun karyakarya Confucius dan Mencius di Cina. Pemikiran mengenai negara dan pemerintahan juga bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Kita dapat menemukan pemikiran serupa ini dalam kitab Pararaton, Nagarakertagama dan Babad Tanah Jawi, maupun dalam berbagai hikayat dan cerita-cerita adat. Kaba di Minangkabau misalnya, dengan caranya sendiri menyiratkan pemikiran mengenai negara dan pemerintahan.
Sehingga apabila ilmu politik dilihat dalam kerangka yang lebih luas sebagai pembahasan mengenai berbagai aspek kehidupan termasuk kepercayaan, pemerintahan, kenegaraan atau kemasyarakatan maka ilmu politik sering disebut sebagai pengetahuan yang tertua di antara ilmu-ilmu pengetahuan sosial. Meskipun penulis-penulis seperti Confucius, Mencius, Kautilya, maupun Prapanca tidak membicarakan politik secara khusus, tetapi dengan dibumbui legenda mitos mereka membicarakan tentang kedudukan manusia di alam semesta, tujuan hidup, serta persyaratan yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Sebaliknya, apabila ilmu politik dilihat sebagai bagian dari ilmu sosial yang memiliki dasar, kerangka, pusat perhatian dan cakupan yang jelas dan terinci, memang ilmu politik baru lahir pada akhir abad ke-19. Dalam sejarah perkembangannya ilmu politik banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu sosial yang lain, misalnya ilmu hukum, sosiologi dan psikologi.
Ketika perkembangan ilmu politik banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, pusat perhatian utama adalah negara, yang dikenal sebagai tradisi yuridis formal. Tradisi ini terutama berkembang di Jerman, Austria dan Prancis. Sedangkan di Inggris, perkembangan ilmu politik banyak dipengaruhi oleh filsafat moral. Prancis dan Inggris memang kemudian menjadi ujung tombak dalam perkembangan ilmu politik sebagai disiplin tersendiri, setelah dibentuknya Ecole Libere des Sciences Politiques di Perancis (1870) dan London School of Financial Matters and Political Theory di Inggris (1895). Tradisi peradilan formal yang dipengaruhi oleh ilmu hukum ini juga mempengaruhi kajian ilmu politik di Indonesia. Misalnya, melalui sarjana Belanda, tradisi ini mempengaruhi sebagian besar gagasan tokoh dalam pergerakan nasional. Mereka memperoleh pengetahuan politik dari kursus sains nasional dan karya-karya dari tokoh-tokoh
MODUL-2
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU POLITIK
berikut: R. Kranenburg dan Logemann. Perkembangan politik Amerika lebih banyak terpengaruh. Penelitian ilmu politik di benua baru ini ditemukan oleh Columbus pada tahun didasarkan pada pemikiran rasional Yunani; konsep hukum Romawi; pemikiran pembangunan bangsa Jerman; Konsep Jerman tentang kesetaraan, kebebasan, dan kekuatan nasional; dan kesetaraan, kebebasan dan kebebasan Inggris Raya dan Prancis Pemikiran tentang kekuasaan.
Karena Amerika Serikat tidak mengenal tradisi monarki, maka tidak mengherankan bahwa orang Amerika lebih memilih pemikiran universal dan didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi. Pada saat yang sama, ketidakpuasan kalangan akademisi Amerika dengan saluran hukum membuat mereka menggunakan kompilasi fakta empiris. Tradisi ini kemudian didukung oleh perkembangan ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti psikologi dan sosiologi. American Political Science Association (APSA) didirikan pada tahun 1904 dan pada dasarnya merupakan forum untuk mengumpulkan data empiris.
Ketika orang mulai menyadari perlunya prinsip-prinsip baru untuk menjelaskan perilaku manusia, metode empiris ini dikembangkan di Amerika Serikat. Artinya psikologi, terutama berkaitan dengan proses pembelajaran, pendidikan dan pembentukan opini publik-mendapat perhatian luas dari kalangan akademisi. Dengan berdirinya American Political Science Association (APSA), dua filsuf William James (William James) dan John Dewey, mulai merasa termotivasi untuk menyumbangkan ilmu psikologi ke ilmu politik. Metode ini disebut metode perilaku. Seiring dengan perkembangan zaman, bidang penelitian atau disiplin ilmu dari ilmu sosial juga berkembang dengan keinginan untuk melakukan kajian yang lebih mendalam terhadap fenomena sosial. Meskipun dalam proses perkembangannya tidak dapat dipungkiri akan terjadi saling pengaruh antar berbagai disiplin ilmu. Sebagai contoh: Ilmu Politik telah memperoleh kontribusi yang sangat berharga dari filsafat, Sejarah Hukum, Psikologi dan Sosiologi. Semua ini telah memungkinkan ilmu politik berkembang lebih cepat dan mencakup jangkauan yang lebih luas setelah perkembangan masyarakat.
Kerja lapangan penelitian ilmu politik semakin penting, diharapkan melalui kerja lapangan sarjana ilmu politik dapat memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang lebih spesifik (konkret). Bidang semacam itu tentu bukan gejala aneh dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
B. REFERENSI
1. Andrew Heywood, Politics, 4th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2013).
2. David Easton, "An Approach to the Analysis of Political Systems", World Politics, Vol.
9, No. 3. (Apr., 1957), pp. 383-400.
3. Ellen Grigsby, Analyzing Politics: an Introduction to Political Science, fifth edition, (Belmont: Wadsworth, 2012).
4. George Thomas Kurian (ed.), the Encyclopedia of Political Science (Washington D.C.:
CQ Press, 2011).
5. Ian Adams and R.W. Dyson, Fifty Major Political Thinkers. 2nd edn. (New York:
Routledge, 2007).
6. John T. Ishiyama and Marijke Breuning (eds.), 21st Century Political Science: A Reference Handbook (Washington DC: Sage, 2011).
7. Rod Hague and Martin Harrop, Comparative Government and Politics: An Introduction. 6th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2004).
8. Stephen D. Tansey and Nigel Jackson, Politics: the Basics. 4th edn. (New York:
Routledge, 2008).
9 C. STRATEGI PERKULIAHAN
Kegiatan Pendahuluan (20 menit)
- Doa pembukaan dan mengisi presensi kelas
- Dosen memberikan apersepsi mengenai “Pertanyaan apersepsi (stimulus kepada mahasiswa): Berikan pendapat Anda, jika seseorang menyatakan bahwa ilmu politik merupakan ilmu pengetahuan sosial yang paling tua!
- Dosen menjelaskan capaian perkuliahan pada topik pentingnya Sejarah dan Perkembangan Ilmu Politik
Kegiatan Inti (110 menit)
- Dosen memberikan pendalaman materi mengenai hal-hal yang harus dilakukan dalam memahami Sejarah dan Perkembangan Ilmu Politik
- Dosen membentuk kelompok mahasiswa dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berdiskusi dalam kelompok kecil.
- Dosen mendampingi masing-masing kelompok dalam berdiskusi.
- Dosen memberikan kesempatan perwakilan masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok
- Kelompok lainnya memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi kelompok yang melakukan presentasi
- Dosen memberikan umpan balik berupa klarifikasi terhadap gagasan dan tanggapan masing-masing kelompok.
Kegiatan Penutup (20 menit)
- Dosen bersama dengan mahasiswa menyimpulkan materi berdasarkan Sejarah dan Perkembangan Ilmu Politik
- Dosen menjelaskan topik materi untuk pertemuan selanjutnya dan meminta mahasiswa untuk membaca materi sebelum pertemuan kelas
- Dosen menyampaikan salam penutup - Doa penutup
A. SUB-CPMK
1. Mahasiswa mampu memahami ruang lingkup ilmu politik
2. Memberikan pemahaman tentang cakupan ilmu politik apa saja yang menyusunnya, dan menerangkan jalinan interaksi antara berbagai konsep dalam politik.
B. MATERI
Topik: Ruang Lingkup Ilmu Politik Deskripsi Materi:
Menurut Andrew Heywood (1997) dalam bukunya Politik, Politik dibagi menjadi empat bidang penelitian utama, yaitu:
1. Teori politik meliputi: definisi politik, pemerintahan, sistem dan sistem ideologi politik, demokrasi, dan negara.
2. Bangsa dan globalisasi meliputi: bangsa dan nasionalisme, politik lokal, dan politik global.
3. Interaksi politik meliputi: ekonomi dan masyarakat, budaya dan legitimasi politik, keterwakilan, pemilihan dan partisipasi dalam pemilihan, partai politik dan sistem partai, kelompok kepentingan dan gerakan.
4. Instansi pemerintah, termasuk: konstitusi, hukum dan peradilan, legislatif, lembaga eksekutif, birokrasi, tentara dan polisi.
5. Kebijakan dan kinerja meliputi: proses kebijakan dan kinerja sistem.
Sebelumnya, pada “Contemporary Politics” yang diterbitkan oleh UNESCO (lembaga yang disponsori oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1950), politik dibagi menjadi empat bidang penelitian utama, yaitu:
1. Teori politik, termasuk studi konstitusi /Konstitusionalisme dan sejarah pemikiran politik.
2. Sistem politik meliputi penyelidikan konstitusi, pemerintah nasional, pemerintah daerah (lokal), fungsi ekonomi dan sosial pemerintah dan perbandingan sistem politik.
3. Partai politik, organisasi dan opini publik, artikel tentang partai politik, organisasi dan asosiasi, artikel tentang partisipasi warga negara dalam pemerintahan dan administrasi, dan artikel tentang opini publik.
4. Hubungan internasional, termasuk studi di bidang politik internasional, organisasi dan administrasi internasional, dan hukum internasional.
Jika kita bandingkan dua ungkapan di atas dari ruang lingkup ilmu politik, maka kita dapat menyimpulkan bahwa kajian ilmu politik telah mengalami begitu banyak perubahan, dan telah bergeser dari metode sistem klasik menjadi klasik yang berfokus pada instansi pemerintah dan partai politik penelitian. Saat ini, penelitian ilmu politik semakin terkait dengan ilmu-ilmu sosial lain seperti sosiologi, kriminologi, ekonomi, dan psikologi, sehingga banyak sub-penelitian kontemporer, seperti ekonomi politik, perbandingan
MODUL-3
RUANG LINGKUP ILMU POLITIK
11
politik, psikologi politik, sosiologi dan politik. Namun, bukan berarti ilmu politik kemudian meninggalkan cabang-cabang diskusi klasik seperti teori politik dan penelitian sistem politik, karena ilmu politik terus berkembang di atas pilar-pilar perkembangan sebelumnya dan menghasilkan penelitian teoritis. Metode Baru (New Institutionalism), dalam analisis sistem politik tipikal, dan lain-lain.
Di wilayah pertama, teori politik adalah diskusi sistematis dan generalisasi fenomena politik. Berkenaan dengan norma-norma kegiatan politik yang diasumsikan, bidang penyelidikan ini bersifat spekulatif (pertimbangan). Namun, teori politik juga dapat digambarkan atau dibandingkan. Mengenai sejarah pemikiran politik, maka Ide-ide ini dibahas sesuai dengan waktu ketika mereka lahir. Hal ini karena ketika mengajukan ide-ide politik tersebut, ide-ide politik tidak dapat dipisahkan dari norma, nilai, dan prasangka tertentu. Bidang kedua, institusi politik, mempelajari kinerja pemerintah dan pejabatnya, yang secara teknis merupakan kekuatan untuk mencapai tujuan sosial. Bidang ini terkait erat dengan teori politik, terutama karena tujuan sistem umumnya ditentukan oleh doktrin dan filsafat yang terlibat dalam penelitian teori politik. Area ketiga lebih banyak menggunakan konsep sosiologis dan psikologis dan sering menekankan dinamika politik di tingkat massa. Pada saat yang sama, hubungan internasional, ini adalah studi keempat, telah menjadi studi terpisah, bahkan telah menjadi jurusan atau perguruan tinggi mandiri di beberapa universitas.
Perkembangan lain dari ilmu politik adalah munculnya pembangunan politik.
Penelitian ini mengkaji dampak pembangunan sosial ekonomi terhadap struktur sosial, khususnya bagaimana sistem politik mempengaruhi perubahan dalam masyarakat. Studi tentang pengembangan masyarakat ini dikembangkan oleh para sarjana Barat yang menggabungkan upaya mereka untuk memahami perubahan sosial politik di negara-negara berkembang yang baru merdeka setelah Perang Dunia II. Banyak ahli dalam kelompok ini menganggap pembangunan negara berkembang dengan etnis sebagai pusatnya; ini berarti mereka menggunakan tradisi barat untuk menilai apa yang terjadi di negara berkembang.
Oleh karena itu, ahli ini berasumsi bahwa perkembangan yang terjadi harus selalu melalui tahapan yang sama dengan perkembangan sebelumnya di negara Barat.
Cara memandang masalah seperti ini tentu saja tidak masuk akal, karena sebagaimana disebutkan di atas, perkembangan atau perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat tidak bisa lepas begitu saja dari ide-ide atau ide-ide politik yang berakar pada masyarakat itu sendiri. Meskipun penelitian metodologis dapat menggunakan kemunculan belakangan yang terbaru. Oleh karena itu, perkembangan politik negara berkembang harus dianggap sebagai tradisi yang unik, tanpa prasangka karena penggunaan lensa evaluasi standar berdasarkan tradisi Barat. Selain itu, beberapa bidang penelitian lain telah muncul, seperti Ekonomi Politik dan peran militer dalam politik.
C. REFERENSI
1. Andrew Heywood, Politics, 4th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2013).
2. David Easton, "An Approach to the Analysis of Political Systems", World Politics, Vol.
9, No. 3. (Apr., 1957), pp. 383-400.
3. Ellen Grigsby, Analyzing Politics: an Introduction to Political Science, fifth edition, (Belmont: Wadsworth, 2012).
4. George Thomas Kurian (ed.), the Encyclopedia of Political Science (Washington D.C.:
CQ Press, 2011).
5. Ian Adams and R.W. Dyson, Fifty Major Political Thinkers. 2nd edn. (New York:
Routledge, 2007).
6. John T. Ishiyama and Marijke Breuning (eds.), 21st Century Political Science: A Reference Handbook (Washington DC: Sage, 2011).
7. Rod Hague and Martin Harrop, Comparative Government and Politics: An Introduction. 6th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2004).
8. Stephen D. Tansey and Nigel Jackson, Politics: the Basics. 4th edn. (New York:
Routledge, 2008).
D. STRATEGI PERKULIAHAN Kegiatan Pendahuluan (10 menit)
- Doa pembukaan dan mengisi presensi kelas
- Dosen membuka pertemuan dengan menjelaskan topik pembelajaran yang dibahas dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.
Kegiatan Inti (110 menit)
- Diskusi kelompok kecil mengenai Ruang Lingkup Ilmu Politik
- Panduan diskusi: dalam kelompok kecil, diskusikan pertanyaan berikut ini: Bagaimana hubungan antara disiplin ilmu sosial lainnya dengan ruang lingkup ilmu politik?
- Setelah mahasiswa selesai berdiskusi dalam kelompok, dosen mengajak mahasiswa untuk berdiskusi dalam kelas besar.
- Masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya, dan saling memberikan tanggapan.
- Dosen memberikan pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk memperdalam hasil diskusi mahasiswa.
Kegiatan Penutup (30’)
- Dosen memberikan review materi secara singkat terutama untuk bagian yang belum dipahami mahasiswa dari proses diskusi.
- Dosen meminta beberapa mahasiswa untuk menyampaikan kesimpulan dari hasil diskusi kelas.
- Dosen menyampaikan topik materi di pertemuan selanjutnya dan meminta mahasiswa untuk membaca materi sebelum pertemuan kelas
- Doa penutup
13 A. SUB-CPMK
1. Mahasiswa mampu memberikan pemahaman mengenai sejarah perkembangan ilmu politik,
2. Mahasiswa mampu memahami sejarah perkembangan ilmu politik dari fenomena politik, dan kemudian menggunakannya dalam praktek
B. MATERI
Topik: Sejarah Perkembangan Ilmu Politik Deskripsi Materi:
Dapat kita kaji dalam 2 hal:
1. Secara Umum: meninjau berbagai sudut pandang filsuf yang meninjau berbagai sudut pandang filsuf yang mengkonstruksi perkembangan ilmu politik
2. Khusus (di Indonesia): sumbangsih perguruan tinggi dalam mengkonstruksi perkembangan ilmu politik
Secara Umum:
1. Zaman Yunani Kuno 2. Zaman Romawi 3. Abad Pertengahan
4. Permulaan Zaman Modern 5. Permulaan Zaman Modern 6. Zaman Modern
7. Abad 19 dan 20
A. ZAMAN YUNANI KUNO
• Ilmu politik sebagai pemikiran mengenai negara sudah dimulai pada tahun 450 SM.
• Karya-karya Plato dan Aristoteles
• Baik Plato maupun Aristoteles pada dasarnya menjadikan negara sebagai perspektif filosofis, dan pandangan mereka tentang pengetahuan merupakan sesuatu yang utuh
• Karya Plato
a. “Politea” = republik = keadilan
b. Republik = konstitusi sebagai jalan bagi individu untuk berhubungan dengan masyarakat berimplikasi pada hak dan kewajiban
c. Setiap penguasa atau yang dikuasai memiliki hak politik
d. Metode teoritis-sintesis (politik): politik membahas hal-hal umum namun sangat mendasar
e. Plato yang telah meletakan dasar-dasar pemikiran ilmu politik dikenal sebagai bapak filsafat politik
• Aristoteles
a. Membahas tentang “Politica” = politik
b. Memperhatikan unsur tujuan, cita-cita negara melalui cara-cara politik
c. Untuk mencapainya, cara politik perlu menggunakan dasar keilmuan dalam kajian ilmu politik
MODUL 4-5
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU POLITIK
d. Hal inilah yang membuat Aristoteles dikenal sebagai Bapak ilmu politik
B. ZAMAN ROMAWI
• Perhatian politik pada masalah hukum
• Implikasi pada dasar tata pelaksanaan politik melalui hukum dan konstitusi bagi negara-negara di dunia
• Contoh Implikasi: kekuasaan diktator raja di Romawi saat itu
C. ABAD PERTENGAHAN
• Muncul sekulerisme : pembatasan kekuasaan raja dan ahli agama
• Raja : kekuasaan dunia Ahli agama : kekuasaan spiritual (gereja)
• Terjadi perebutan kekuasaan antara gereja dan kerajaan
• Muncul feodalisme membentuk kesatuan politik yang kecil, pemerintah bersifat lokal
• Skolastik monopoli ilmu pengetahuan (gereja)
• Maka masa ini adalah masa kemunduran ilmu pengetahuan di Eropa D. PERMULAAN ZAMAN MODERN
• Muncul tokoh yang memberi perhatian pada negara
• Tokoh : MachiavellI->hal paling utama adalah negara ->kekuasaan sebagai dasar negara yang layak diandalkan daripada hukum ->kekuasaan adalah alat menyelamatkan dan memperhatikan eksistensi
• Pandangan politik : praktis dan realistis tentang kekuasaan
• Mengembangkan teori politik “kepentingan negara”
E. ZAMAN MODERN
• Perkembangan Ilmu Politik pada zaman modern (abad ke 16, 17 dan 18) banyak ditujukan pada hukum dan lembaga-lembaga negara.
• Selain ilmu hukum, pengaruh pengaruh ilmu sejarah sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II
• Tokohnya antara lain John Locke (1632-1704), Montesquieu (1689-1755) dan Jean Jacques Rousseau (1712-1778)
• Locke
a. Lewat karyanya berupa naskah Uraian tentang Pemerintah (Treatise on Goverment) menyatakan pandangan tentang penolakannya terhadap kekuasaan absolut dan kekuasaan yang didasarkan atas warisan.
b. Masyarakat politik = masyarakat yg dibentuk berdasarkan perjanjian bersama Setiap orang meskipun telah menyerahkan kuasa, namun tetap dapat menyampaikan tuntutan dan perhatian masyarakat terhadap pelanggaran yang dilakukan Kekuasaan tertinggi di tangan masyarakat
• Untuk mewujudkan masyarakat politik perlu dibuat undang-undang atau hukum
• Munculnya badan pembuat produk hukum (legislatif), pelaksana (eksekutif)
• Pada saat itu belum muncul peradilan (yudikatif)
• Montesqieu: Trias Politika (tiga pembagian kekuasaan) Legislatif, eksekutif, yudikatif (peradilan)
15 F. ABAD 19 DAN 20
• Ilmu politik dikembangkan secara luas dalam metodologi, pengajaran, perkuliahan, berbagai media politik
• Lahirnya berbagai macam asosiasi, konferensi politik C. REFERENSI
1. Andrew Heywood, Politics, 4th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2013).
2. David Easton, "An Approach to the Analysis of Political Systems", World Politics, Vol. 9, No. 3. (Apr., 1957), pp. 383-400.
3. Ellen Grigsby, Analyzing Politics: an Introduction to Political Science, fifth edition, (Belmont: Wadsworth, 2012).
4. George Thomas Kurian (ed.), the Encyclopedia of Political Science (Washington D.C.:
CQ Press, 2011).
5. Ian Adams and R.W. Dyson, Fifty Major Political Thinkers. 2nd edn. (New York:
Routledge, 2007).
6. John T. Ishiyama and Marijke Breuning (eds.), 21st Century Political Science: A Reference Handbook (Washington DC: Sage, 2011).
7. Rod Hague and Martin Harrop, Comparative Government and Politics: An Introduction. 6th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2004).
8. Stephen D. Tansey and Nigel Jackson, Politics: the Basics. 4th edn. (New York:
Routledge, 2008).
D. STRATEGI PERKULIAHAN Kegiatan Pendahuluan (20 menit)
- Doa pembukaan dan mengisi presensi kelas
- Dosen memberikan apersepsi mengenai “Bagaimana sejarah perkembangan ilmu politik”
- Konfirmasi dosen: menjelaskan sejarah perkembangan ilmu politik dari Yunani Kono sampai abad 20
Kegiatan Inti (110 menit)
- Dosen memberikan pendalaman materi mengenai sejarah perkembangan ilmu politik dari Yunani Kono sampai abad 20
- Dosen mengaitkan sejarah perkembangan ilmu politik dari Plato, Aristoteles, Machiavelli, John Locke
- Dosen membentuk kelompok mahasiswa dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berdiskusi dalam kelompok kecil.
- Dosen memberikan kesempatan perwakilan masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok
- Kelompok lainnya memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi kelompok yang melakukan presentasi
- Dosen memberikan umpan balik berupa klarifikasi terhadap gagasan dan tanggapan masing-masing kelompok terkait sejarah perkembangan ilmu politik.
Kegiatan Penutup (20 menit)
- Dosen bersama dengan mahasiswa menyimpulkan materi berdasarkan hasil diskusi kelompok besar di atas.
- Dosen memberikan tugas individu kepada mahasiswa yaitu refleksikan pemahamannya.
- Dosen menyampaikan salam penutup
- Doa penutup
E. PROYEK/PENUGASAN MAHASISWA (untuk pertemuan ke 5 mahasiswa presentasi) Tugas Mandiri:
Interview sosok di bawah ini, carilah pandangan mereka terkait dengan “apa arti/makna/
pemahaman politik bagi mereka?”
a. masyarakat b. ASN c. akademisi F. PENILAIAN
Panduan penilaian tugas refleksi adalah sebagai berikut:
No Aspek Rubrik Penilaian
5 4 3 2 1
1 Sistematika Tugas dituliskan Dapat
merumuskan Dapat
merumuskan Dapat Dapat
secara jelas,
mudah 4 komponen 3 komponen merumuskan 2 merumuskan 1 dipahami,
memiliki dengan tepat dan dengan tepat dan komponen komponen maksud, mengikuti didukung dengan didukung dengan dengan tepat dengan tepat alur materi, dan penjelasan yang penjelasan yang dan didukung dan didukung
tertata memadai memadai dengan dengan
penjelasan penjelasan yang memadai yang memadai 2 Kedalaman Membuat tugas Dapat
merumuskan Dapat
merumuskan Dapat Dapat
isi tugas dengan mendalam, 4 komponen 3 komponen merumuskan 2 merumuskan 1 tata bahasa yang dengan tepat dan dengan tepat dan komponen komponen baik, sesuai
dengan didukung dengan didukung dengan dengan tepat dengan tepat poin-poin yang penjelasan yang penjelasan yang dan didukung dan didukung
diberikan, memadai memadai dengan dengan
didukung oleh penjelasan penjelasan
referensi, dan yang memadai yang memadai
mampu
mengelaborasi ide
3 Kesesuaian Terdapat kalimat Dapat
merumuskan Dapat
merumuskan Dapat Dapat
isi tugas kunci yang jelas, 4 komponen 3 komponen merumuskan 2 merumuskan 1 informasi diungkap dengan tepat dan dengan tepat dan komponen komponen secara tepat didukung dengan didukung dengan dengan tepat dengan tepat (presisi), relevan penjelasan yang penjelasan yang dan didukung dan didukung
dengan tema, memadai memadai dengan dengan
mengaitkan antar penjelasan penjelasan
informasi, dan yang memadai yang memadai
memberi kombinasi
opini dengan tepat Skor perolehan/15 x 100
17 A. SUB-CPMK
1. Mahasiswa M a m p u m e m a h a m i k o n s e p n e g a r a , m a s ya r a k a t d a n k e k u a s a a n
2. Mahasiswa Memberikan pemahaman mengenai konsep negara, masyarakat dan kekuasaan dalam fenomena politik
B. MATERI
Topik: Konsep Negara, Masyarakat, Kekuasaan Deskripsi Materi:
NEGARA
Negara merupakan suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Sarjana-sarjana yang melihat negara sebagai aspek utama politik, menaruh perhatian terhadap lembaga itu. Sesungguhnya definisi- definisi tentang negara, yang dipergunakan oleh para sarjana yang menganut pendekatan kelembagaan, bersifat tradisional dan agak sempit. Roger F. Soltau misalnya, dalam bukunya Introduction to Politics mengatakan bahwa “Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara, dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antara negara dengan warganya serta hubungan antarnegara”. Keterbatasan ruang lingkup definisi tersebut terlihat apabila kita mengingat bahwa negara hanya merupakan salah satu bentuk kemasyarakatan, meskipun tidak mungkin disangkal bahwa negara memang merupakan bentuk masyarakat yang paling utama. Sedangkan dalam masyarakat primitif yang belum mengenal negara dalam pengertian sekarang, aspek kekuasaan justru lebih penting.
MASYARAKAT (CIVIL SOCIETY)
Dalam perkembangannya, istilah civil society mengalami pergeseran makna, sejalan dengan dinamika pemikiran dan faktor-faktor yang melingkupi konteks dimana civil society itu diterapkan. Sejauh ini minimal ada lima model pemaknaan, yaitu ( Karni, 1999:21):
1. Civil society yang identik dengan state (negara). Selain Cicero dan Aristoteles, Thomas Hobbes dan John Locke juga memahaminya sebagai tahapan lebih lanjut dari evolusi natural society, yang pada dasarnya sama juga dengan negara. Menurut Hobbes, civil society harus memiliki kekuasaan absolut agar mampu meredam konflik dalam masyarakat dan dapat sepenuhnya mengontrol pola interaksi warga negara. Sedang menurut Locke, kemunculan civil society ditujukan untuk melindungi kebebasan dan hak milik warga negara. Karenanya, civil society tidak boleh absolut, dan harus dibatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat, serta memberi ruang yang wajar bagi negara untuk memperoleh haknya secara wajar pula.
2. Adam Ferguson (1767) memaknai civil society sebagai visi etis dalam kehidupan bermasyarakat untuk memelihara tanggung jawab sosial yang bercirikan solidaritas sosial dan yang terilhami oleh sentimen moral serta sikap saling menyayangi antar warga secara alamiah. Lebih jelasnya, civil society dipahami sebagai kebalikan dari
MODUL-6
KONSEP NEGARA,MASYARAKAT, KEKUASAAN
masyarakat primitif atau masyarakat barbar
3. Thomas Paine (1792) memaknai civil society sebagai antitesis dari negara. Civil societylah yang mengontrol negara demi keperluannya.
4. Pemaknaan “elemen ideologi kelas dominan” George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) mengembangkan pemaknaan civil society sebagai entitas yang cenderung melumpuhkan dirinya sendiri. Untuk itulah diperlukan adanya dan supervisi dari negara berupa kontrol hukum, administrasi dan politik. Selanjutnya dikatakan bahwa kenyataannya civil society modern tidak mampu mengatasi permasalahannya sendiri, serta tidak mampu mempertahankan keberadaannya tanpa keteraturan politik dan ketertundukan pada institusi yang lebih yaitu negara. Jika terjadi ketidakadilan dalam masyarakat, atau jika terjadi ancaman terhadap kepentingan universal tentu saja negaralah yang berhak menentukan kriteria kepentingan universal tersebut. Lain lagi menurut Karl Marx (1818-1883) yang menempatkan civil society lebih pada basis material dan dipahami dari sisi produksi kapitalis, menurutnya, civil society adalah masyarakat borjuis, sehingga keberadaannya harus dilenyapkan karena akan merupakan kendala untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas. Sedang Antonio Gramsci (w.1937) memahaminya lebih pada sisi ideologis, dan menempatkan civil society berdampingan dengan negara yang disebutnya dengan political society.
Menurutnya, negara akan terserap dalam civil society, sehingga kemudian terbentuklah sebuah masyarakat teratur ( regulated society).
5. Alexis De Tocqueville memaknai sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara, menurutnya civil society tidak apriori subordinatif terhadap negara, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hegel, tetapi mempunyai sifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi yang mampu menjadi penyeimbang untuk menahan kecenderungan intervensi negara.
Sampai saat ini pemahaman para intelektual tentang konsep civil society masih berbeda-beda, tergantung perspektif mana yang diikuti. Menggunakan pendekatan Hegelian, lebih menekankan pentingnya kelas menengah dan pemberdayaannya, khususnya bagi sektor ekonomi dan bagi pembangunan civil society yang kuat. Pendekatan Gramscian diterapkan untuk menghadapi hegemoni ideologi negara. Dan pendekatan Tocquevellian menekankan pada penguatan organisasi-organisasi independen dalam masyarakat dan pencangkokan civic culture untuk membangun jiwa demokrasi ( Hikam, Paramadina,Vol 1 No 2,1999:40).
Model Gramsci dan Tocqueville lebih banyak menjadi inspirasi gerakan pro- demokrasi di Eropa Timur dan Eropa Tengah pada akhir tahun 1980-an daripada konsep Hegel yang dianggap terlalu pesimis dalam memaknai civil society. Pengalaman dari negara-negara tersebut membuktikan bahwa dominasi negara atas masyarakat justru akan melumpuhkan kehidupan sosialnya (Karni,1999:29). Gerakan membangun civil society menjadi perjuangan untuk membangun harga diri mereka sebagai warga negara. Gagasan civil society menjadi landasan ideologis untuk membebaskan diri dari cengkeraman negara yang secara sistemik melemahkan daya kreasi dan kemandirian mereka. (Karni,1999:29).
Selanjutnya berkembang di Eropa dan menjadi basis kehidupan demokrasi modern adalah civil society model Tocqueville. Civil society ini berlandaskan pada prinsip-prinsip toleransi, desentralisasi, kewarganegaraan, aktivisme dalam ruang publik, sukarela, swasembada, swadaya, otonom,dan konstitusionalisme (Karni, 1999:31). Upaya penguatan civil society ini kemudian dilakukan di negara-negara Eropa Timur, Amerika Latin, dan negara-negara berkembang lain agar masyarakat dapat bebas mandiri dari intervensi negara yang berlebihan, serta dapat ikut serta dalam melakukan kontrol terhadap negara yang pada umumnya otoriter, sementara masyarakat politik (political society) tidak berdaya
19
menjalankan fungsinya secara efektif. Dalam kondisi yang demikian muncul sebuah dilema yaitu antara keterlibatan negara dalam mengatur urusan masyarakat dengan keinginan agar masyarakat mandiri dalam mengatur urusannya sendiri. Perkembangan saat ini, civil society dipahami sebagai identik dengan masyarakat modern, atau masyarakat yang berkembang di Barat, bukan di Timur atau negara-negara yang sedang berkembang, dan konsep civil society ini tidak beranjak jauh dari konsep demokrasi.
Diskursus demokrasi, biasanya orang berbicara tentang interaksi antara negara dan civil society. Asumsi dasarnya adalah, jika civil society vis a vis negara relatif kuat, maka demokrasi akan berlangsung. Sebaliknya, jika negara kuat dan civil society lemah, maka demokrasi tidak berjalan. Dengan demikian, demokratisasi dipahami sebagai proses perberdayaan civil society (Rahardjo, Paramadina, Vol 1 No.2, 1999:13).
KEKUASAAN
Penggunaannya telah lama di kalangan para pakar politik, karena kekuasaan tidak hanya kita jumpai dalam suatu negara saja, tapi juga dalam kalangan masyarakat sendiri.
Dalam kamus, kata kekuasaan diberi arti dengan kata dasar “kuasa” (untuk mengurus, memerintahan), kemampuan, kesanggupan, kekuatan. Sedangkan “kuasa” sendiri adalah:
1. kemampuan atau kesanggupan (untuk berbuat sesuatu)
2. kewenangan atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) sesuatu
3. orang yang diberi kewenangan untuk mengurus (mewakili) 4. mampu, sanggup, kuat
5. pengaruh (gengsi, kesetiaan) yang ada pada seseorang karena jabatannya (martabatnya)
Dengan melihat pengertian di atas maka dapat disimpulkan kekuasaan mengandung tiga arti antaranya: kemampuan, kewenangan, dan pengaruh. Dari ketiga maksud ini secara jelas definisi kekuasaan terlihat dalam definisi yang dikemukakan oleh Robert A. Dahl (1974: 407) yang mengemukakan bahwa: "kekuasaan mencakup kategori hubungan kemanusiaan yang luas, misalnya hubungan yang berisi pengaruh, otoritas, persuasi, dorongan, kekerasan, tekanan, dan kekuatan politik”. Kemudian dalam karyanya yang berjudul “Modern Political Analisys”, ia mengatakan bahwa kekuasaan adalah sejenis pengaruh yang disertai dorongan berupa sanksi bagi yang melanggar.
Dari kedua pengertian istilah ini tidak konsisten karena pernyataan pada pertama konsep kekuasaan bersifat umum karena mencakup segala jenis hubungan kemanusiaan yang disertai pengaruh dan sanksi. Hal ini oleh Dahl tidak dipersoalkan karena istilah
“politik” termasuk istilah “control”, “power”, “authority”, dan “influence” yang mempunyai arti sukar dipahami. Hal itu menyebabkan banyaknya pakar politik menggunakannya tanpa memberi batasan hanya karena asumsi bahwa makna yang dimaksud telah dipahami bersama. Pandangan yang serupa dikemukakan oleh Harold D. Lasswell (1950: 534) bahwa:
“kekuasaan sebagai hubungan kemanusiaan yang diharapkan berwujud dan dalam kenyataannya, diberi sanksi berupa hukuman yang keras”. Pikiran Lassewell ini yang tegas dikutip oleh Dahl dalam karyanya “Power and Society”, sebagai berikut: “Power is special case of the exercise of influence, it is the process of affecting policies of other with the help of (actual threatened) severe deprivation for noncomfornity with the policies in”.
Dari ungkapan di atas diketahui bahwa pendekatan psikologis terhadap kekuasaan menemukan pengaruh sebagai esensi kekuasaan. Pengaruh yang dimaksud adalah yang diikuti ancaman hukuman. Ini berarti pengaruh efektif tanpa diiringi ancaman tidak dapat dikategorikan sebagai kekuasaan. Hal ini berbeda dengan karya D. George Kousoulas (1968: 12) yang mengemukakan bahwa: “Certain people have the capacity to make other human beings do what they would not ordinarly have done of their own accord. This capacity is essence of power”. Jadi dalam hal ini, bahwa esensi kekuasaan adalah
kemampuan yang memungkinkan seseorang dapat menjadikan orang lain melaksanakan sesuatu yang biasa ia tidak akan melakukannya dengan kehendaknya sendiri.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Roger H. Soulton, bahwa kekuasaan adalah kemampuan memenangkan keinginan seseorang atau keinginan orang lain. Jadi Soulton melihatnya dari pendekatan sosiologis yang mengatakan bahwa kekuasaan itu adalah sebuah hubungan antara manusia yang sangat penting untuk mengatur kehidupan manusia.
Pula ada pendapat yang menyatakan kekuasaan dan kewenangan dapat diketahui dari karya Systematic Politics oleh Charles E. Merriam (1945: 121), ia mengemukakan istilah power dan authority dengan tak ada perbedaan makna, antaranya:
“Presidential and parliamental government present different forms of central organization. One rests the complete power of ultimate determination entirely in the legislator, and the other derides the authority among the legislative, the executive, and the yudiciary. This Biritish Parliament has complete power with in the limits of the British un written contitution, while the American congress and the Americans executive are both limited by nature of their contitutional authority and by yudicial determination at many points”.
Menggaris-bawahi hal di atas menunjukkan ada dua macam sistem pemerintahan yaitu sistem presidensial dan sistem parlementer. Di mana salah satunya mengemukakan bahwa kekuasaan yang penuh dan tertinggi dipegang oleh lembaga legislatif, sedangkan pada pemerintahan yang lain kekuasaan itu terbagi di antara lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Hal ini secara jelas pada parlemen Inggris sebagai pemegang kekuasaan yang konflik dengan pembatasan oleh konvensi. Beda dengan kekuasaan Kongres Amerika di mana badan eksekutifnya dibatasi oleh materi konstitusi dan juga oleh keputusan-keputusan pengadilan. Dapat dikatakan bahwa istilah yang dipakai untuk kekuasaan ada “power” dan “authority”. Dalam hubungan dengan hal di atas, dapatlah dipahami bahwa kekuasaan mencakup dua aspek yaitu: aspek kewenangan dan kemampuan.
Oleh karena bila dihubungkan dengan konsep politik, maka kekuasaan politik melaksanakan 2 hal tadi yaitu mencakup kewenangan dan kemampuan untuk menyelenggarakan aktivitas politik.
Berkaitan dengan pengertian kekuasaan politik, maka secara jelas dapat memahami sifat-sifat kekuasaan politik, dengan melalui eksistensi pengorganisasian sistem politik dari suatu negara yang juga cara-cara penyelenggaraan kekuasaan politik yang ada di dalamnya.
Sifat-sifat itu adalah keabsahan, pertanggungjawaban, dan keragamannya. Miriam Budiardjo (1982: 15) mengatakan bahwa: “keabsahan (legitimasi) adalah keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa kekuasaan yang ditujukan kepada mereka itu adalah wajar dan patut dihormarti berdasarkan persepsi bahwa penyelenggaraan kekuasaan itu sesuai dengan azas dan prosedur yang telah menjadi tradisi dan sesuai dengan ketentuan- ketentuan dan prosedur yang sah. Ini menggambarkan bahwa legitimasi kekuasaan politik tergantung pada faktor pengakuan masyarakat dan aturan-aturan hukum yang sah, seperti negara Indonesia yang memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Hal ini berarti bahwa kekuasaan dapat memberikan relevansinya atas stabilitas dan kelangsungan kekuasaan politik itu sendiri. Di mana hal itu dikarenakan dengan keabsahan tersebut pemerintah dapat menuntut kepatuhan rakyat yang hanya mungkin diberikan oleh rakyat jika mereka mempunyai kepercayaan kepada pemerintah (F. Isywara,1982: 59).
Di lain pihak keabsahan kekuasaan dapat dihubungkan dengan penyelenggaraan dan pengawasan terhadap aktivitas politik, karena dengan keabsahan kekuasaan lembaga- lembaga pemerintah dan kemasyarakatan mempunyai daya ikat kepada yang lainnya.
Dengan adanya ini terlihat perlunya pengawasan politik yang cocok dengan sifat pertanggungjawaban politik. Ini sesuai dengan ketegasan dari Deliar Noer (1982: 46-47) bahwa: “kekuasaan adalah amanah (kepercayaan). Karena itu untuk orang-orang beragama kekuasaan itu harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan dan mereka-mereka yang berada
21
di bawah kekuasaannya”. Kemudian sifat keagamaan dapat diperoleh dari adanya tingkatan kekuasaan seperti yang dikatakan oleh Laswell sebelumnya dan oleh Aristoteles. Sifat ini relevan dengan distribusi kekuasaan politik baik secara vertikal dan horizontal. Dan dari ini setiap lembaga pemerintahan memiliki kekuasaan yang hubungannya dengan lembaga sejenis lainnya yang berada di atas atau di bawahnya, dengan juga hubungannya dengan lembaga lainnya pada tingkat yang sama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bentuk negara dan pemerintahan pada hakekatnya adalah perwujudan dari kekuasaan politik itu sendiri.
C. REFERENSI
1. A. Dahl, Robert, Modern Political Analysis, New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited, 1974
2. Andrew Heywood, Politics, 4th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2013).
3. David Easton, "An Approach to the Analysis of Political Systems", World Politics, Vol.
9, No. 3. (Apr., 1957), pp. 383-400.
4. Ellen Grigsby, Analyzing Politics: an Introduction to Political Science, fifth edition, (Belmont: Wadsworth, 2012).
5. George Thomas Kurian (ed.), the Encyclopedia of Political Science (Washington D.C.:
CQ Press, 2011).
6. Ian Adams and R.W. Dyson, Fifty Major Political Thinkers. 2nd edn. (New York:
Routledge, 2007).
7. John T. Ishiyama and Marijke Breuning (eds.), 21st Century Political Science: A Reference Handbook (Washington DC: Sage, 2011).
8. Rod Hague and Martin Harrop, Comparative Government and Politics: An Introduction. 6th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2004).
9. Stephen D. Tansey and Nigel Jackson, Politics: the Basics. 4th edn. (New York:
Routledge, 2008).
10. Budiardjo, Miriam (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
11. Hague, Rod and Martin Harrop (1998). Comparative Government and Politics; An Introduction, 5th Edition. New York, Palgrave. Ranney, Austin (1987). Governing: An Introduction to Political Science. New Jersey, Prentice Hall.
12. Surbakti, Ramlan (1999). Memahami Ilmu Politik. Jakarta, Grasindo.
D. STRATEGI PERKULIAHAN Kegiatan Pendahuluan (10’)
- Doa pembukaan dan mengisi presensi kelas
- Dosen membuka pertemuan dengan menjelaskan topik pembelajaran yang dibahas Kegiatan Inti (120’)
- Selama 10 menit mahasiswa diminta memikirkan jawaban atas pertanyaan- pertanyaan:
1. Jelaskan faktor apa saja dalam membentuk suatu negara!
2. Jelaskan hubungan masyarakat dan negara dalam konteks politik!
3. Jelaskan hubungan kekuasaan dengan politik, sertakan contoh kasus
- Setelah 10 menit kelas dibagi menjadi 3 kelompok dan setiap kelompok mendiskusikan 1 pertanyaan dari tiga pertanyaan di atas
- Setelah dalam kelompok, dosen mengajak mahasiswa untuk berdiskusi dalam kelas besar.
- Masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya, dan saling memberikan tanggapan.
- Dosen memberikan pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk memperdalam hasil diskusi mahasiswa.
- Dosen memberi ulasan, review dan tambahan penjelasan Kegiatan Penutup (20’)
- Dosen memberikan review materi secara singkat terutama untuk bagian yang belum dipahami mahasiswa dari proses diskusi.
- Dosen meminta beberapa mahasiswa untuk menyampaikan kesimpulan dari hasil diskusi kelas.
- Dosen menyampaikan topik materi di pertemuan selanjutnya dan meminta mahasiswa untuk membaca materi sebelum pertemuan kelas
- Doa penutup
23 A. SUB-CPMK
1. Mahasiswa mampu mengerjakan TTS dengan materi pertemuan 2-6
2. Resume dari diskusi yang telah disaksikan pada pertemuan ke-6, di analisis dengan konsep yang telah dijelaskan
B. MATERI
Topik: Tes Tengah Semester Deskripsi Materi:
Mahasiswa mengerjakan soal TTS dari materi pertemuan 2-6
C. REFERENSI
1. A. Dahl, Robert, Modern Political Analysis, New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited, 1974
2. Andrew Heywood, Politics, 4th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2013).
3. David Easton, "An Approach to the Analysis of Political Systems", World Politics, Vol.
9, No. 3. (Apr., 1957), pp. 383-400.
4. Ellen Grigsby, Analyzing Politics: an Introduction to Political Science, fifth edition, (Belmont: Wadsworth, 2012).
5. George Thomas Kurian (ed.), the Encyclopedia of Political Science (Washington D.C.:
CQ Press, 2011).
6. Ian Adams and R.W. Dyson, Fifty Major Political Thinkers. 2nd edn. (New York:
Routledge, 2007).
7. John T. Ishiyama and Marijke Breuning (eds.), 21st Century Political Science: A Reference Handbook (Washington DC: Sage, 2011).
8. Rod Hague and Martin Harrop, Comparative Government and Politics: An Introduction. 6th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2004).
9. Stephen D. Tansey and Nigel Jackson, Politics: the Basics. 4th edn. (New York:
Routledge, 2008).
10. Budiardjo, Miriam (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
11. Hague, Rod and Martin Harrop (1998). Comparative Government and Politics; An Introduction, 5th Edition. New York, Palgrave. Ranney, Austin (1987). Governing: An Introduction to Political Science. New Jersey, Prentice Hall.
12. Surbakti, Ramlan (1999). Memahami Ilmu Politik. Jakarta, Grasindo.
D. STRATEGI PERKULIAHAN Kegiatan Pendahuluan (20’)
- Doa pembukaan dan mengisi presensi kelas
- Dosen membuka pertemuan dengan menjelaskan topik pembelajaran yang dibahas dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.
MODUL-7
TES TENGAH SEMETER
Kegiatan Inti (110’)
- Dosen menjelaskan selama kurang lebih 10 menit tentang tata cara mengerjakan TTS - Terdapat 5 pertanyaan, setiap pertanyaan mempunyai bobot yang sama.
- Dikerjakan selama 2 jam tidak diperkenankan membuka buku atau berdiskusi dengan teman.
Kegiatan Penutup (20’)
- Dosen menyampaikan topik materi di pertemuan selanjutnya dan meminta mahasiswa untuk membaca materi sebelum pertemuan kelas
- Doa penutup
E. PROYEK/PENUGASAN MAHASISWA Tes Tengah Semester:
1. Dari tiga cabang kekuasaan yang ada dalam trias politica, rule making function dimiliki oleh lembaga legislatif. Lembaga ini memiliki tiga buah fungsi mendasar, beserta hak-hak yang merupakan turunan dari fungsi-fungsinya itu. Bedakan dan jelaskanlah dengan disertai contoh yang tepat, fungsi-fungsi serta hak yang dimiliki oleh lembaga legislatif sebagaimana dimaksud!
2. Salah satu pilar dalam trias politica adalah badan eksekutif. Cabang kekuasaan ini mempunyai dua peran, yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Jelaskan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh eksekutif terkait dengan dua peranan tersebut! Berikan contoh yang relevan!
3. Jelaskan sejarah perkembangan ilmu politik!
4. Jelaskan kaitan ilmu politik dengan ilmu sosial lainnya!
5. Bagaimana menurut pendapat anda tentang hubungan negara dengan masyarakat pada masa abad modern?
F. PENILAIAN
No Aspek Rubrik Penilaian
5 4 3 2
1 Sistematika Jawaban dituliskan Dapat
merumuskan Dapat
merumuskan Dapat secara jelas,
mudah 4 komponen 3 komponen merumuskan 2
dipahami,
memiliki dengan tepat dan dengan tepat dan komponen maksud, mengikuti didukung dengan didukung dengan dengan tepat alur materi, dan penjelasan yang penjelasan yang dan didukung
tertata memadai memadai dengan
penjelasan yang memadai 2 Kedalaman Menjawab soal
TTS Dapat
merumuskan Dapat
merumuskan Dapat isi jawaban
TTS dengan mendalam, 4 komponen 3 komponen merumuskan 2 tata bahasa yang dengan tepat dan dengan tepat dan komponen baik, isi sesuai didukung dengan didukung dengan dengan tepat dengan poin-poin penjelasan yang penjelasan yang dan didukung
25
yang diberikan, memadai memadai dengan
didukung oleh penjelasan
referensi, dan yang memadai
mampu
mengelaborasi ide
3 Kesesuaian Terdapat kalimat Dapat
merumuskan Dapat
merumuskan Dapat isi jawaban
TTS kunci yang jelas, 4 komponen 3 komponen merumuskan 2 informasi diungkap dengan tepat dan dengan tepat dan komponen secara tepat didukung dengan didukung dengan dengan tepat (presisi), relevan penjelasan yang penjelasan yang dan didukung
dengan tema, memadai memadai dengan
mengaitkan antar penjelasan
informasi, dan yang memadai
memberi kombinasi
opini dengan tepat Skor perolehan/15 x 100
A. SUB-CPMK
1. Melalui ceramah yang diberikan dosen, mahasiswa mampu memberikan pemahaman mengenai pembangunan politik serta menganalisis dampak politik terhadap pembangunan
2. Mahasiswa mampu memahami bagaimana hubungan antara pembangunan dan politik
B. MATERI
Topik: Pembangunan Politik Deskripsi Materi:
Terminologi pembangunan politik political development mulai mengemuka pada dekade tahun 1950 ketika sejumlah ilmuwan politik Amerika mencoba melakukan kajian tentang dinamika politik kemunculan negara-negara baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Studi itu dilakukan dengan menghitung data kuantitatif dan statistik atas aspek demografi, sosial, politik dan ekonomi negara-negara tersebut dan kemudian menganalisis sikap, nilai dan pola-pola perilaku masyarakat. Untuk lebih mendalam kembali akan diulas makna pembangunan politik menurut para ilmuwan yang concern terhadap terminologi ini. Learner (1958) memahami pembangunan politik sebagai modernisasi politik, yaitu sebagai gejala diterapkannya kontrol rasionalitas atas kekuasaan dan keberlanjutan tujuan manusia dalam lingkungan fisik dan sosial. Bagi Gabriel Almond Proses diferensiasi dari struktur politik dan sekularisasi dari kebudayaan politik rupanya menciptakan sebuah efektivitas dan efisiensi dari masyarakat dalam sistem politik.
Pye (1969) mengidentifikasi tiga level atribut dalam pembangunan politik, yakni equality, capacity, differentiation. (1) equality (persamaan) adalah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik, seperti kegiatan masyarakat untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatan-kegiatan tersebut bisa dilakukan secara spontan dan terorganisir, sporadik, damai atau kekerasan, legal atau tidak legal, efektif atau tidak efektif. (2) capacity (kapasitas) merupakan adaptasi dan potensi kreatif yang dimiliki seseorang untuk memanipulasi lingkungannya. Kemampuan personal dan kelompok ini berdampak pada potensi untuk memengaruhi sistem politik untuk menangani kompleksitas masalah-masalah dalam masyarakat, baik politik, ekonomi dan sosial.
(3) differentiation (diferensiasi) merupakan proses pemisahan secara progresif dan spesialisasi atas peran, institusi dan asosiasi dalam pengembangan sistem politik. Misalnya saja peran dalam lembaga pemerintahan : legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Huntington (1968) menggarisbawahi bahwa pembangunan politik bukan merupakan fenomena tunggal tetapi berdimensi jamak. Konsep pembangunan politik menurutnya bisa dilihat secara geografis, derivatif, teleologis dan fungsional. (1) geografis berarti telah terjadi perubahan politik pada negara-negara sedang berkembang dengan menggunakan konsep-konsep dan metode-metode yang pernah digunakan oleh negara maju. Tentunya fenomena ini berdampak pada kapasitas dan instabilitas sistem politik. (2) derivatif berarti pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik dari proses perubahan secara menyeluruh, yakni konsekuensi pada economic growth,
MODUL 8-9
PEMBANGUNAN POLITIK
27
urbanisasi, peningkatan pendidikan, media massa, dan banyak lagi. (3) teleologis dipahami sebagai sebuah proses perubahan menuju suatu tujuan tertentu dari sistem politik, seperti stabilitas politik, integrasi politik, demokrasi, penegakan hukum, good governance, dan lain sebagainya. (4) fungsional adalah suatu proses perubahan menuju sistem politik yang ideal yang ingin dikembangkan oleh suatu negara.
Selanjutnya Pye (1966) juga menerangkan beberapa aspek dari pembangunan politik, yang diinterpretasikan sebagai development syndrome, di antaranya pembangunan politik sebagai : (1) politik pembangunan; (2) ciri khas politik masyarakat industri;
(3) modernisasi politik; (4) operasi negara-bangsa; (5) pembangunan administrasi dan hukum; (6) mobilisasi dan partisipasi masyarakat; (7) postur demokrasi; (8) perubahan teratur dan stabilitas; (9) mobilisasi dan kekuasaan; (10) salah satu aspek proses perubahan sosial yang multidimensi. Bila mencermati pandangan beberapa ilmuwan politik tadi, maka objek formal dari pembangunan politik terletak pada aktivitas-aktivitas dalam sistem politik itu sendiri. Aktivitas-aktivitas dalam sistem politik memengaruhi dinamika dan mobilisasi sebuah kekuasaan. Pada satu kondisi apabila sistem politik tersebut dapat mengakomodir tujuan politik individu atau kelompok maka sistem tersebut akan mapan.
Sebaliknya ketika sistem politik itu sudah tidak mampu memberikan yang dinginkan maka akan dipertanyakan kemapanannya. Akibat dari itu, masing-masing individu dan kelompok kepentingan kembali melakukan dekonstruksi terhadap sistem politik tadi dan terjadilah perubahan. Pembangunan politik selalu berarti perubahan, akan tetapi tidak sebaliknya. Hal ini dikarenakan bahwa pada satu pohak perubahan diperlukan untuk pembangunan, namun pada pihak lain perubahan dapat pula menghambat pembangunan, walaupun dampak dari perubahan sosial bisa saja memacu pembangunan.
Dialektika antara pembangunan dan perubahan sosial selalu ambigu dan kiranya dapat dijadikan bahan perdebatan lebih lanjut.
C. REFERENSI
1. A. Dahl, Robert, Modern Political Analysis, New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited, 1974
2. Andrew Heywood, Politics, 4th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2013).
3. David Easton, "An Approach to the Analysis of Political Systems", World Politics, Vol. 9, No. 3. (Apr., 1957), pp. 383-400.
4. Ellen Grigsby, Analyzing Politics: an Introduction to Political Science, fifth edition, (Belmont: Wadsworth, 2012).
5. George Thomas Kurian (ed.), the Encyclopedia of Political Science (Washington D.C.: CQ Press, 2011).
6. Ian Adams and R.W. Dyson, Fifty Major Political Thinkers. 2nd edn. (New York:
Routledge, 2007).
7. John T. Ishiyama and Marijke Breuning (eds.), 21st Century Political Science: A Reference Handbook (Washington DC: Sage, 2011).
8. Rod Hague and Martin Harrop, Comparative Government and Politics: An Introduction. 6th edn. (New York: Palgrave MacMillan, 2004).
9. Stephen D. Tansey and Nigel Jackson, Politics: the Basics. 4th edn. (New York:
Routledge, 2008).
10. Budiardjo, Miriam (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
11. Hague, Rod and Martin Harrop (1998). Comparative Government and Politics; An Introduction, 5th Edition. New York, Palgrave. Ranney, Austin (1987). Governing:
An Introduction to Political Science. New Jersey, Prentice Hall.
12. Surbakti, Ramlan (1999). Memahami Ilmu Politik. Jakarta, Grasindo.
D. STRATEGI PERKULIAHAN Kegiatan Pendahuluan
- Dosen memberikan salam pembuka
- Doa pembukaan dan mengisi presensi kelas
- Dosen memberikan penjelasan materi Pembangunan Politik
- Dosen menjelaskan capaian perkuliahan pada topik Pembangunan Politik Kegiatan Inti
- Dosen memberikan penjelasan awal mengenai aspek-aspek pembangunan politik dan perbedaan pembangunan politik dan politik pembangunan
- Melalui penjelasan dosen, mahasiswa diajak untuk memberikan pendapat - Dosen memberikan studi kasus pada pembangunan politik
- Dosen membentuk kelompok mahasiswa dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berdiskusi dalam kelompok kecil.
- Dosen mendampingi masing-masing kelompok dalam berdiskusi.
- Dosen memberikan kesempatan kepada perwakilan masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok
- Kelompok lainnya memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi kelompok yang melakukan presentasi
- Dosen memberikan umpan balik berupa klarifikasi terhadap gagasan dan tanggapan masing-masing kelompok.
- Dipresentasikan pada pertemuan ke-9 Kegiatan Penutup
- Dosen bersama dengan mahasiswa menyimpulkan materi berdasarkan studi kasus pembangunan politik
- Dosen menyampaikan topik materi di pertemuan selanjutnya dan meminta mahasiswa untuk membaca materi sebelum pertemuan kelas
- Dosen menyampaikan salam penutup - Doa penutup
29 A. SUB-CPMK
1. Mahasiswa mampu memberikan pemahaman mengenai sistem pemilu di Indonesia dari era ke era serta kepartaian
2. Mahasiswa Mampu memahami sistem pemilu dan kepartaian B. MATERI
Topik: Sistem Pemilu dan Kepartaian Deskripsi Materi:
Definisi Partai Politik
Banyak para ahli yang telah berusaha memberikan definisi yang memadai tentang partai politik, diantaranya Carl J. Friedrich berpendapat bahwa partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya, dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil dan materiil. Kemudian, Sigmun Neuman juga berpendapat bahwa artai politik adalah organisisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda. Di sisi lain Giovanni Sartori berpendapat partai politik adalah suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum, dannmelalui pemilihan umum itu, mampu menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik. Selanjutnya definisi partai politik yang lebih sederhana dikemukan oleh Rod Hague. et al., bahwa partai politik adalah organisasi permanen yang mengikuti Pemilu, bertujuan mendapatkan kewenangan menentukan dalam sebuah negara.
Selain definisi menurut para ahli di atas, dalam peraturan perundangan di Indonesia juga ditemukan definisi partai politik. Diantaranya UU No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik menjelaskan bahwa partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk sekelompok warga negara republik Indonesia secara suka rela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui Pemilu.
Selanjutnya dalam UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu dan Partai Politik menjelaskan bahwa partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk sekelompok warga negara Republik Indonesia secara suka rela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Definisi partai politik dalam peraturan perundangan di Indonesia menekankan pentingnya partai politik memperjuang kepentingan politik masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini dapat dimaklumi sebab sepanjang sejarah bangsa Indonesia, partai politik lebih cenderung memperjuangkan kepentingan politik para elitnya dibandingkan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Sejarah Lahirnya Partai Politik
Partai politik secara umum lahir dengan dua cara, yakni partai politik yang lahir dari dalam parlemen (intra parlemen) dan partai politik yang lahir atau dibentuk masyarakat di luar parelemen (ekstra parlemen), yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Partai Politik Intra Parlemen Partai
Politik pada awalnya tumbuh di Inggris dan Prancis Abad ke 18 yang disebabkan meluasnya gagasan masyarakat perlu ikut serta dalam proses politik termasuk menentukan wakil-wakilnya di parlemen. Hal ini disebabkan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja para