1
ONTOLOGI SEBAGAI CABANG UTAMA FILSAFAT
Oleh : Khilmi Zuhroni
(STKIP Muhammadiyah Sampit, 2020)
A. Pengertian Ontologi
Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari sifat-sifat yang melekat pada entitas atau benda-benda yang ada. Kata "ontologi" berasal dari bahasa Yunani kuno, di mana "onto" berarti "berada" atau "bernyawa", dan "logos" berarti
"ilmu" atau "pengetahuan". Jadi, secara harfiah, ontologi berarti ilmu tentang keberadaan atau ilmu tentang yang ada. Istilah ini pertama kali digunakan oleh filsuf Jerman, Jacob Lorhard, pada abad ke-17. Namun, ontologi sebagai disiplin filsafat telah menjadi subjek penting sejak zaman kuno, termasuk dalam karya- karya filsuf seperti Plato, Aristoteles, dan Ibn Sina (Avicenna).
Secara umum, ontologi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang apa yang ada dan bagaimana hal-hal tersebut berkaitan satu sama lain.
Hal ini melibatkan penelusuran tentang sifat-sifat esensial dari objek-objek yang ada, apakah itu benda fisik, konsep abstrak, atau entitas metafisik.
Beberapa pertanyaan ontologis dasar termasuk:
1. Apakah realitas itu sendiri bersifat material atau immaterial?
2. Apakah ada entitas yang benar-benar independen dari pemikiran manusia?
3. Bagaimana relasi antara berbagai jenis entitas yang ada?
Salah satu perdebatan klasik dalam ontologi adalah antara realisme dan nominalisme. Realisme mengklaim bahwa entitas-abstrak seperti konsep, ide, atau nilai memiliki keberadaan independen di luar pikiran manusia, sementara nominalisme menyangkal keberadaan independen dan menganggapnya sebagai konstruksi semata dari pikiran manusia.
2
Ontologi juga relevan dalam banyak bidang ilmu pengetahuan dan disiplin akademik, termasuk dalam filsafat, ilmu pengetahuan, dan teknologi informasi.
Dalam filsafat, ontologi membantu menentukan batasan-batasan subjek dan objek penelitian. Dalam ilmu pengetahuan, ontologi membantu dalam memahami dasar-dasar keberadaan dan hubungan antarobjek yang diamati.
Di bidang teknologi informasi, ontologi digunakan untuk mengorganisir pengetahuan dalam sistem informasi untuk memfasilitasi pencarian dan pengolahan informasi.
Selain itu, ontologi juga relevan dalam konteks agama dan metafisika, di mana ontologi membantu dalam memahami alam semesta, keberadaan Tuhan, dan sifat hakiki keberadaan. Pertanyaan-pertanyaan ontologis seperti "Apakah Tuhan itu ada?" atau "Apakah ada realitas yang lebih tinggi daripada realitas fisik?" menjadi fokus perdebatan dalam banyak tradisi agama dan filosofi.
Dalam perkembangan ontologi kontemporer, ada juga perhatian yang besar terhadap ontologi dalam konteks teknologi informasi, khususnya dalam pengembangan web semantik. Web semantik bertujuan untuk meningkatkan struktur dan makna informasi di web dengan memperkenalkan metadata yang dapat dimengerti oleh mesin. Dalam konteks ini, ontologi digunakan untuk mendefinisikan kelas-kelas, properti-properti, dan hubungan-hubungan antar konsep, yang memungkinkan mesin untuk memahami dan memanfaatkan informasi yang tersedia di web dengan lebih baik.
Secara keseluruhan, ontologi memiliki peran yang penting dalam memahami sifat keberadaan, hubungan antarobjek, dan struktur realitas secara umum.
Melalui pendekatan ontologis, kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang apa yang ada di dunia ini dan bagaimana hal-hal tersebut saling berhubungan.
3
Ontologi, sebagai cabang filsafat yang mempelajari keberadaan dan sifat-sifat entitas yang ada, telah menjadi fokus perhatian banyak filsuf terkenal sepanjang sejarah. Berikut adalah pengertian ontologi menurut sepuluh filsuf yang berpengaruh:
1. Plato
Plato, salah satu filsuf Yunani kuno paling terkenal, memandang ontologi sebagai pencarian hakiki dari "Idea" atau "Forms". Baginya, realitas terdalam adalah dunia ide atau bentuk-bentuk abstrak yang eksis di luar alam fisik yang kita amati.
2. Aristoteles
Aristoteles, seorang murid Plato, memiliki pandangan ontologis yang berbeda. Bagi Aristoteles, ontologi berpusat pada konsep substansi (ousia) dan esensi (tó ti ên einai), di mana substansi adalah entitas yang memiliki keberadaan independen dan esensi adalah sifat-sifat yang membuat suatu benda menjadi apa adanya.
3. Thomas Aquinas
Sebagai seorang teolog dan filsuf Scholastik, Aquinas menyatukan pandangan Aristotelian tentang ontologi dengan teologi Kristen. Baginya, ontologi mencakup pemahaman tentang eksistensi Tuhan sebagai sumber segala keberadaan, serta hubungan antara entitas-entitas yang ada dengan pemikiran Tuhan.
4. René Descartes
Descartes, seorang rasionalis Prancis, mengembangkan konsep ontologis berdasarkan pemisahan antara tubuh dan pikiran (dualisme substansial).
Baginya, ontologi mencakup eksistensi entitas fisik (res extensa) dan entitas mental (res cogitans), dengan penekanan pada eksistensi pikiran sebagai dasar keberadaan manusia.
5. Immanuel Kant
Kant mengajukan perspektif ontologis yang berbeda dengan memperkenalkan ide-ide tentang "fenomena" dan "noumena". Baginya,
4
ontologi manusia terbatas pada pemahaman tentang fenomena, yaitu objek-objek yang dapat diobservasi dan dipahami oleh akal manusia, sementara noumena, atau hal-hal di luar pengalaman manusia, tidak dapat diketahui secara pasti.
6. Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Hegel mengembangkan ontologi dalam konteks dialektika idealisnya.
Baginya, ontologi adalah evolusi dialektis dari ide-ide atau konsep-konsep yang saling bertentangan menuju sintesis yang lebih tinggi. Proses ini menciptakan pemahaman yang lebih mendalam tentang realitas yang dia sebut sebagai "Geist" atau semangat.
7. Martin Heidegger
Heidegger menyumbangkan kontribusi penting terhadap pemahaman ontologi dengan mengembangkan konsep "Dasein" atau "keberadaan di dunia". Baginya, ontologi adalah penyelidikan tentang makna keberadaan manusia, yang terhubung erat dengan pengalaman kita dalam dunia yang terdapat di sekitar kita.
8. Jean-Paul Sartre
Sartre, seorang filsuf eksistensialis Prancis, memberikan kontribusi pada ontologi dengan memfokuskan perhatiannya pada eksistensi manusia sebagai "keberadaan yang mendahului esensi". Baginya, ontologi adalah pemahaman tentang realitas eksistensial manusia, di mana individu bebas untuk menciptakan makna dalam kehidupan mereka sendiri.
9. Jacques Derrida
Derrida, seorang filsuf post-strukturalis, menantang pemahaman tradisional tentang ontologi dengan memperkenalkan konsep
"dekonstruksi". Baginya, ontologi adalah upaya untuk mempertanyakan asumsi-asumsi dasar tentang keberadaan dan struktur, serta untuk mengungkapkan ketidakpastian dan kompleksitas dalam hubungan antara bahasa dan realitas.
5 10. Gilles Deleuze
Deleuze, seorang filsuf Prancis abad ke-20, memperluas pemahaman ontologi dengan mengembangkan konsep "ontologi menjadi", yang menekankan proses-proses perubahan dan diferensiasi dalam realitas.
Baginya, ontologi adalah pemahaman tentang dunia sebagai fluks dan perubahan yang terus-menerus, yang terdiri dari berbagai intensitas dan multiplicitas yang saling terhubung.
Pemikiran-pemikiran dari filsuf-filsuf ini menawarkan beragam pandangan tentang ontologi, yang menggambarkan kompleksitas dan kedalaman subjek ini dalam sejarah pemikiran filsafat.
B. Ruang Lingkup Ontologi
Ruang lingkup ontologi mencakup bidang luas yang melibatkan pemahaman tentang keberadaan, sifat-sifat, dan hubungan antara entitas-entitas yang ada di alam semesta. Dalam memahami ruang lingkup ontologi, kita dapat melihat aspek-aspek berikut ini:
1. Keberadaan
Ontologi mempertanyakan tentang apa yang ada di alam semesta. Ini melibatkan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang apakah realitas itu sendiri bersifat material atau immaterial, apakah ada entitas yang benar- benar independen dari pemikiran manusia, dan apakah ada tingkatan keberadaan yang berbeda-beda.
2. Klasifikasi dan Kategori
Ontologi membantu dalam klasifikasi dan pengelompokan entitas-entitas yang ada berdasarkan sifat-sifat mereka yang mendasar. Ini melibatkan pengidentifikasian kategori-kategori yang berbeda, seperti benda fisik, konsep abstrak, entitas mental, atau bahkan entitas metafisik.
6 3. Sifat-sifat dan Atribut
Ontologi mempertanyakan sifat-sifat yang melekat pada entitas-entitas yang ada. Ini mencakup pertanyaan tentang apa yang membuat suatu benda menjadi apa adanya, apa sifat-sifat yang esensial dan non-esensial dari suatu entitas, dan bagaimana sifat-sifat tersebut memengaruhi interaksi antara entitas-entitas yang ada.
4. Hubungan Antar-Entitas
Ontologi juga mempertimbangkan hubungan-hubungan yang terjadi antara entitas-entitas yang ada. Ini melibatkan penelusuran tentang bagaimana entitas-entitas tersebut saling berhubungan, apakah itu melalui relasi kausalitas, relasi spasial atau temporal, atau relasi konseptual.
5. Abstraksi dan Generalisasi
Ontologi mempertimbangkan proses abstraksi dan generalisasi dalam memahami keberadaan. Ini melibatkan pemikiran tentang bagaimana kita dapat mengeneralisasi dari entitas-entitas yang ada untuk membentuk konsep-konsep umum atau hukum-hukum alam.
6. Perspektif dan Konteks
Ontologi mengakui bahwa pemahaman tentang keberadaan dapat bervariasi tergantung pada perspektif dan konteks yang digunakan. Ini mencakup pemikiran tentang bagaimana ontologi dapat berbeda antara budaya, tradisi filosofis, atau paradigma ilmiah yang berbeda.
7. Aspek Metafisika
Sebagian besar ontologi memiliki aspek metafisika, di mana pertanyaan- pertanyaan tentang keberadaan yang mendasar mengarah pada pertimbangan tentang realitas yang lebih tinggi atau dimensi-dimensi yang lebih dalam di luar alam semesta fisik.
7
Ruang lingkup ontologi juga mencakup berbagai pendekatan dan teori ontologis yang berbeda. Beberapa pendekatan ontologis yang penting termasuk:
1. Realisme
Realisme ontologis mengklaim bahwa entitas-entitas yang ada memiliki keberadaan independen dari pemikiran manusia. Ini termasuk realisme fisik, yang menganggap bahwa benda-benda fisik memiliki keberadaan yang nyata di luar pengalaman manusia, dan realisme matematis, yang menganggap bahwa objek matematika seperti angka atau struktur geometris memiliki keberadaan yang independen.
2. Nominalisme
Nominalisme menyangkal keberadaan independen dari entitas-entitas abstrak dan menganggapnya sebagai konstruksi semata dari pikiran manusia. Pendekatan ini menolak ide-ide seperti bentuk Plato atau nilai- nilai moral yang memiliki keberadaan independen di luar pemikiran manusia.
3. Idealisme
Idealisme ontologis mengklaim bahwa keberadaan hanya dapat dimengerti melalui pikiran atau kesadaran. Ini termasuk idealisme bersejarah, yang dianut oleh filsuf-filsuf seperti George Berkeley, yang mengklaim bahwa hanya pikiran atau ide yang ada, dan idealisme subjektif, yang dianut oleh filsuf-filsuf seperti Immanuel Kant, yang menganggap realitas sebagai konstruksi dari pikiran manusia.
4. Materialisme
Materialisme menganggap bahwa satu-satunya entitas yang ada adalah materi atau substansi fisik. Pendekatan ini menolak keberadaan entitas non-fisik seperti ide atau jiwa, dan melihat segala sesuatu sebagai hasil dari interaksi materi dan energi.
8 5. Dualisme
Dualisme ontologis mengklaim bahwa ada dua jenis substansi yang berbeda, misalnya pikiran dan materi, yang memiliki keberadaan independen satu sama lain. Dualisme substansial Descartes adalah contoh terkenal dari pendekatan ini, yang memisahkan pikiran (res cogitans) dari materi (res extensa).
6. Monisme
Monisme mengklaim bahwa ada hanya satu jenis substansi yang mendasari semua entitas yang ada. Ada berbagai jenis monisme, termasuk monisme materi, yang menganggap bahwa segala sesuatu adalah manifestasi dari substansi materi tunggal, dan monisme idealis, yang menganggap bahwa segala sesuatu adalah manifestasi dari kesadaran tunggal atau semangat.
7. Holisme
Holisme ontologis mengklaim bahwa entitas-entitas yang ada tidak dapat dipahami secara terpisah, tetapi hanya dapat dipahami sebagai bagian dari suatu kesatuan yang lebih besar. Ini mencakup pandangan-pandangan seperti holisme ekologis, yang menganggap bahwa entitas-entitas dalam alam semesta saling terkait dalam jaringan hubungan yang kompleks.
Pemahaman tentang ruang lingkup ontologi memberikan pandangan yang komprehensif tentang cabang filsafat ini, yang mencakup pertimbangan- pertimbangan tentang keberadaan, sifat-sifat, dan hubungan antara entitas- entitas yang ada, serta berbagai pendekatan dan teori yang berbeda dalam memahami realitas.
C. Peran Ontologi Dalam Kehidupan
Ontologi, sebagai cabang filsafat yang mempelajari keberadaan, sifat-sifat, dan hubungan antara entitas-entitas yang ada di alam semesta, memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Meskipun mungkin terdengar seperti topik yang abstrak dan terpencil, ontologi memiliki implikasi yang mendalam
9
dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Berikut adalah beberapa manfaat dan peran ontologi dalam kehidupan:
1. Pemahaman tentang Diri Sendiri
Ontologi membantu individu untuk memahami keberadaan dan eksistensi mereka sendiri dalam konteks yang lebih luas. Dengan merenungkan tentang sifat keberadaan manusia, orang dapat mendapatkan wawasan tentang siapa mereka sebenarnya, mengapa mereka ada, dan apa tujuan hidup mereka.
2. Pandangan tentang Dunia
Ontologi membantu manusia untuk membentuk pandangan yang lebih dalam dan lebih kompleks tentang alam semesta di sekitar mereka. Dengan mempertanyakan tentang keberadaan dan sifat-sifat entitas yang ada, orang dapat mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana dunia ini bekerja dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungannya.
3. Pemecahan Masalah
Ontologi dapat memberikan kerangka kerja untuk memecahkan masalah- masalah kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami hubungan antara entitas-entitas yang ada, orang dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk mengatasi tantangan-tantangan yang mereka hadapi dalam kehidupan mereka.
4. Etika dan Moralitas
Ontologi berperan dalam membentuk pandangan manusia tentang etika dan moralitas. Dengan mempertimbangkan keberadaan dan sifat-sifat yang melekat pada entitas-entitas yang ada, orang dapat mengembangkan pandangan tentang apa yang benar dan apa yang salah dalam perilaku manusia.
5. Kreativitas dan Inovasi
Ontologi dapat merangsang kreativitas dan inovasi dalam kehidupan manusia. Dengan mempertanyakan asumsi-asumsi yang mendasari
10
pemahaman konvensional tentang realitas, orang dapat membuka diri terhadap gagasan-gagasan baru dan solusi-solusi yang inovatif terhadap masalah-masalah yang kompleks.
6. Hubungan Antarmanusia
Ontologi membantu manusia untuk memahami hubungan mereka dengan orang lain. Dengan mempertimbangkan hubungan antara entitas-entitas yang ada, orang dapat mengembangkan rasa empati dan pengertian yang lebih besar terhadap pengalaman dan perspektif orang lain.
7. Pertimbangan dalam Pengambilan Keputusan
Ontologi dapat memberikan landasan yang kuat untuk pengambilan keputusan yang baik dalam kehidupan pribadi, profesional, dan sosial.
Dengan mempertimbangkan implikasi ontologis dari berbagai pilihan, orang dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dan berorientasi pada nilai-nilai yang lebih tinggi.
8. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Ontologi adalah dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan baru dalam berbagai disiplin ilmu. Dengan mempertanyakan keberadaan dan sifat-sifat entitas yang ada, ilmuwan dapat mengembangkan teori-teori baru dan model-model yang lebih akurat untuk menjelaskan fenomena-fenomena alamiah.
9. Pengembangan Teknologi
Ontologi juga memainkan peran penting dalam pengembangan teknologi.
Dengan memahami sifat keberadaan dan hubungan antara entitas-entitas yang ada, insinyur dan pengembang teknologi dapat merancang solusi- solusi yang lebih efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam berbagai bidang.
10. Pemahaman tentang Agama dan Spiritualitas
Ontologi berperan dalam membentuk pandangan manusia tentang agama dan spiritualitas. Dengan mempertimbangkan keberadaan entitas-entitas metafisik dan realitas yang lebih tinggi, orang dapat mengembangkan
11
keyakinan-keyakinan yang mendalam tentang makna dan tujuan kehidupan mereka.
11. Pemahaman tentang Kematian dan Kehidupan Setelahnya
Ontologi juga membantu manusia untuk memahami kematian dan kehidupan setelahnya. Dengan mempertimbangkan sifat keberadaan dan eksistensi, orang dapat mengembangkan pandangan yang lebih baik tentang apa yang terjadi setelah kematian dan bagaimana mempersiapkan diri untuk akhir hidup mereka.
12. Refleksi tentang Keberlanjutan dan Lingkungan
Ontologi memainkan peran penting dalam refleksi manusia tentang keberlanjutan dan lingkungan. Dengan mempertimbangkan hubungan antara entitas-entitas yang ada di alam semesta, orang dapat memahami dampak dari tindakan-tindakan manusia terhadap lingkungan dan mengembangkan strategi yang lebih berkelanjutan untuk melindungi planet ini.
Dengan demikian, ontologi memiliki manfaat yang luas dan mendalam dalam kehidupan manusia, dari pemahaman tentang diri sendiri hingga pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dari refleksi tentang moralitas dan etika hingga pertimbangan tentang kematian dan kehidupan setelahnya. Sebagai cabang filsafat yang mempertanyakan sifat keberadaan, ontologi memberikan kerangka kerja yang penting untuk memahami realitas yang kompleks di sekitar kita dan merenungkan makna dan tujuan kehidupan manusia.
12
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Chodjim, Ontologi Ilmu Pengetahuan, 2009, Yogyakarta: LKiS
Ahmad Rizky M. Umar, Meretas Tradisi: Sebuah Usaha Memahami Filsafat Jawa, 2012, Yogyakarta: Kanisius
Bagus Takwin, Manusia sebagai Proyek: Pemikiran Franz Rosenzweig, 2016, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
D. Joko Susilo, Filsafat Ilmu, 2014, Yogyakarta: LaksBang Pressindo
Emil Salim, Pelayaran Al-Qur'an: Menuju Keteladanan dan Kearifan, 2007, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Franz Magnis-Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi, 1982, Jakarta:
Gramedia
Franz Magnis-Suseno, Manusia Indonesia: Sebuah Pertanggungjawaban, 2005, Yogyakarta: Kanisius
H.B. Jassin, Filsafat Bahasa dan Puisi, 2007, Jakarta: Pustaka Jaya
H.M. Rasjidi, Filsafat Ilmu: Suatu Pengantar Populer, 2008, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kaelan, Pengantar Filsafat Sejarah: Karya-karya Utama Ahli Sejarah Dunia, 2009, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, 1985, Yogyakarta: Tiara Wacana
M. Amin Abdullah, Filsafat Islam: Sebuah Pengantar, 2009, Jakarta: Rajawali Press
M. Iqbal Fasa, Potret Ruang: Eksplorasi Filsafat Ruang, 2017, Yogyakarta: Ar- Ruzz Media
Mohammad Ali Amir-Moezzi, Qu'est-ce que le Shi'isme?, 2004, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, 1988, Jakarta: Paramadina Soejono Soemargono, Tiga Pemikiran Filosofis: Menggagas Masyarakat Bangsa
yang Berkarakter, 2013, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama