BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Paleontologi berasal dari kata paleo yang artinya masa lampau, ontos yang artinya kehidupan dan logos yang artinya adalah ilmu. Jadi secara bahasa paleontologi berarti ilmu yang mempelajari tentang bentuk-bentuk kehidupan yang pernah ada di masa lampau mencangkup evolusi kehidupan, interaksi yang terjadi, dan lingkungan hidupnya selama umur bumi. Paleontologi menggunakan fosil atau jejak organisme yang terawetkan di dalam lapisan kerak bumi, yang terawetkan oleh proses-proses alami sebagai petunjuk bentuk bentuk kehidupan masa lampau tersebut.
Fosil (bahasa latin: Fossa yang artinya “menggali keluar dari dalam tanah”) adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau mineral.
Fosil adalah sisa kehidupan purba yang telah terawetkan pada lapisan-lapisan batuan pembentuk kerak bumi yang umumnya merupakan batuan sedimen. Sisa-sisa kehidupan tersebut merupakan bagian yang keras dari organisme, yang dapat menjadi pencerminan dari sifat organisme lingkungan kehidupan serta evolusi dari kehidupan purba.
Pada praktikum paleontologi kali ini, akan mempelajari lebih lanjut tentang apa itu fosil, proses pemfosilan, bentuk-bentuk fosil, serta kegunaan dari fosil dengan tujuan agar praktikan dapat memahami dengan baik apa itu fosil sebagai dasar dari ilmu paleontologi.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini yaitu untuk mengidentifikasi karakterisitk fosil makro dan proses pemfosilan. Adapun tujuan dari praktikum acara 1 “Pengenalan Fosil”, yaitu:
1. Praktikan dapat mengetahui apa itu fosil 2. Praktikan dapat mengetahui proses pemfosilan
2. Praktikan dapat mengetahui bentuk bentuk fosil
3. Praktikan dapat mengetahui komposisi dan lingkungan pengendapan fosil 1.3 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat praktikum ini, yaitu untuk dapat mengetahui tata cara menganalisa dan mendeskripsikan sampel fosil dengan baik dan benar. Serta dapat mengamati fosil secara langsung (megaskopis).
1.4 Batasan Masalah
Pada acara pengenalan fosil ini membahas tentag delapan sampel fosil yang di berikan, kemudian mendeskripsikan taksonomi, proses pemfosilan sampel, bentuk fosil pada sampel, komposisi kimia, unur dan lingkungan pengendapan sampel fosil.
1.5 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
1. HCL
2. ATK
3. Lap Kasar dan Lap Halus 4. Kertas HVS A4
5. Buku Penuntun
6. Lembar Kerja Praktikum (LKP) 7. Jam Tangan
8. Clipboard 9. Penggaris
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Paleontologi
Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk-bentuk kehidupan yang pernah ada pada masa lampau termasuk evolusi dan interaksi satu dengan lainnya serta lingkungan kehidupannya selama umur bumi atau dalam skala waktu geologi terutama yang diwakili oleh fosil. Paleontologi menggunakan fosil atau jejak organisme yang terawetkan di dalam lapisan kerak bumi, yang terawetkan oleh proses-proses alami, sebagai sumber utama penelitian. Paleontologi ialah ilmu yang mengkaji tentang kehidupan masa lampau dalam skala umur geologi. Studi paleontolgi dibatasi oleh skala waktu geologi yaitu umur termuda adalah Kala Holosen (0,01 juta tahun yang lalu). (Shirock dan Twen Hofel,1952)
2.2 Pengertian Fosil
Fosil (bahasa latin: Fossa yang artinya “menggali keluar dari dalam tanah”) adalah sisa-sisa dari kehidupan organisme yang telah mati kemudian mengalami proses diagenesis terawetkan secara alami dalam kurun waktu geologi lebih dari 500.000 tahun. Fosil yang sangat umum adalah kerangka yang tersisa seperti cangkang, gigi, dan tulang. Fosil merupakan sisa kehidupan purba yang telah terawetkan pada lapisan-lapisan batuan pembentuk kerak bumi yang umumnya merupakan batuan sedimen. Fosil makhluk hidup terbentuk ketika makhluk hidup pada zaman dahulu terjebak dalam lumpur atau pasir dan kemudian organisme tertutup oleh endapan lumpur. Endapan lumpur tersebut akan mengeras menjadi batu di sekeliling makhluk hidup yang terkebur tersebut.
Fosil merupakan penecerminan dari sifat organisme, lingkungan kehidupan serta evolusi dari kehidupan purba. Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup yang telah membatu dan terbentuk secara alami dengan umurlebih dari 10.000 tahun atau lebih tua dari holocen. Fosil biasanya digunakan sebagai indikasi penentuan umur pada suatu lapisan sedimen. ( Rahman, F., N. 2019).
2.3 Jenis-Jenis Fosil
Berdasarkan ukurannya, jenis fosil terbagi menjadi tiga yaitu:
a. Macrofossil (Fosil Besar), fosil jenis ini dapat diamati dan dipelajari tanpa menggunakan alat bantu. Fosil ini umumnya cukup besar dan mencakup fosil-fosil seperti tulang fosil, cangkang, atau bekas tubuh organisme besar lainnya.
b. Microfossil (Fosil Mikro), fosil jenis ini dapat diamati dan dipelajari menggunakan alat bantu berupa mikroskop. Ukurannya bisa bervariasi dari beberapa milimeter hingga beberapa mikrometer. Mikrofosil sering kali terdiri dari sisa-sisa organisme yang sangat kecil seperti protista, foraminifera, pollen, spora, dan mikrofosil lainnya.
c. Nannofossil (Nanna fosil), fosil jenis ini diamati dan dipelajari menggunakan bantuan mikroskop khusus dengan perbesaran mencapai 1000 kali. Mereka bisa berukuran kurang dari satu mikrometer dan sering kali hanya bisa diamati dengan menggunakan mikroskop elektron.
2.4 Syarat Terbentuknya Fosil
Organisme dapat digolongkan sebagai fosil apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Organisme tersebut mempunyai bagian yang relatif keras dan resisten.
b. Segera terhindar dari proses pengrusakan sebagai akibat dari gaya endogen atau gaya eksogen, atau dimakan oleh bakteri aerobic atau anaerobic.
c. Memiliki umur 500.000 tahun.
d. Segera tertutup material sedimen berbutir halus secara alamiah, sehingga tidak dimungkinkan ada oksigen yang mampu mengundang keberadaan bakteri atau mikroorganisme untuk pembusukan.
2.5 Jenis-Jenis Proses Pemfosilan
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan, maka proses pemfosilan dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
2.5.1 Fosil Tak Termineralisasi
Fosil tak termineralisasi terbagi kedalam tiga jenis, yaitu:
a. Fosil yang tidak mengalami perubahan secara keseluruhan, yaitu fosil yang jarang terjadi dan merupakan keistimewaan dalam proses pemfosilan. Contohnya Mammoth di Siberia yang terbekukan dalam endapan es tersier.
Gambar 2.1 Fosil Mammoth yang terbekukan dalam endapan es
b Fosil yang terubah sebagian, umumnya dijumpai pada batuan Mesozoikum dan Kenozoikum. Contohnya tulang dan rangka Rhinoceros yang tersimpan di museum Rusi
Gambar 2.2 Fosil gigi Holophoneus sp.
c. Amber, yaitu getah dari tumbuhan yang telah mengalami proses pemfosilan.
Fosil amber adalah organisme yang terperangkap dalam getah damar dalam endapan Oligosen di Teluk Baltik sebagai fosil Resen.
Gambar 2.3 Fosil kepiting dalam amber
2.5.2 Fosil yang Termineralisasi
Fosil pada golongan ini dibedakan atas dasar material yang mengubahnya serta cara terubahnya. Fosil golongan ini terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Permineralisasi, adalah proses pemfosilan yang terjadi penggantian sebagian atau bagian dari fosil oleh satu jenis mineral karena dari akibat masuknya mineral tertentu ke dalam rongga-rongga atau pori-pori tulang, cangkang atau material tumbuhan sehingga menyebabkan fosil akan lebih berat dari semula dan akan lebih tahan terhadap pelapukan.
Gambar 2.4 Fosil yang mengalami permineralisasi
b. Replacement, merupakan penggantian total bagian dari fosil dengan mineral lain. Sisa organisme asli telah terbawa pergi setelah sebelumnya terkubur dalam
sedimen kemudian larut oleh air tanah, sehingga meninggalkan rongga pada batuan yang selanjutnya terisi oleh material baru berupa material karbonat, silika, dan senyawa besi, terkadang hingga molekul per molekul, sehingga struktur halus dari fosil tersebut tetap terjaga dengan baik.
Gambar 2.5 Fosil yang mengalami replacement
c. Rekristalisasi, adalah suatu proses pemfosilan yang umum dimana sisa-sisa organisme terkena suhu dan tekanan yang lebih tinggi, sehingga material-material penyusunnya berubah ke bentuk yang lebih stabil.
Gambar 2.6 Fosil yang mengalami rekristalisai
d. Distilasi atau karbonisasi, yaitu menguapnya kandungan gas-gas atau zat lain yang mudah menguap dalam tumbuhan atau hewan karena tertekannya tangka atau tubuh kehidupan tersebut dalam sedimentasi dan meninggalkan residu karbon (C) berupa lapisan-lapisan tipis dan kumpulan unsur C yang menyelubungi atau menyelimuti sisa-sisa organisme yang tertekan tadi.
Gambar 2.7 Fosil daun yang mengalami karbonisasi 2.5.3 Fosil Jejak
Fosil jejak terbentuk dari jejak hasil aktifitas organisme baik binatang maupun tumbuhan. Fosil jejak terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a.Impression, adalah jejak-jejak organisme yang memiliki relief rendah.
Gambar 2.8 Fosil impression
b. Mold, adalah cetakan negatif dari bagian keras organisme yang terbentuk ketika organisme yag mati jatuh dan menekan sedimen di dasar laut, kemudian bagian yang keras membentuk cetakan pada sedimen.
Gambar 2.9 Fosil Mold
c. Cast, adalah cetakan dari jejak oleh material asing yang terjadi apabila rongga antar tapak dan tuangan terisi zat lain dari luar, sedangkan fosilnya sendiri telah lenyap.
Gambar 2.10 Fosil Cast
d. Koprolit, adalah kotoran binatang yang terfosilkan dan berbentuk nodul-nodul memanjang.
Gambar 2.11 Fosil kaprolit
e. Gastrolit, adalah fosil yang dahulu tertelan oleh salah satu hewan tertentu misalnya pada reptil untuk membantu pencernaan.
Gambar 2.12 Fosil Gastrolit
f. Trail, adalah fosil yang berasal dari jejak ekor binatang yang terfosilkan.
g. Track, adalah fosil yang berasal dari jejak kuku binatang yang terfosilkan.
h. Foot print, adalah fosil yang berasal dari jejak kaki hewan yang terfosilkan.
i. Burrow, Borring, Tubes, adalah lubang-lubang yang berbentuk seperti lubang bora tau pipa yang merupakan tempat tinggal atau hidup yang telah memfosil.
2.6 Proses Fosilisasi
Proses dimulai ketika organisme mati dan tertransportasi oleh agen geologi berupa air maupun angin bersama dengan material-material sedimen ke tempat yang lebih rendah berupa cekungan. Organisme dan material sedimen yang terkumpul mengalami sementasi. Material sedimen yang terikat dengan organisme mati lalu terkompaksi. Terjadi pengurain pada bagian organisme yang lunak dan diisi oleh mineral-mineral, menyisakan bagian yang resisten atau keras (leaching). Seiring berjalannya waktu, lapisan organisme yang akan menjadi fosil ini akan tertutupi oleh lapisan lapisan sedimen yang baru. Hingga setelah jutaan tahun kemudian mengalami litifikasi/pembatuan hingga menjadi sebuah fosil yang terendapkan pada daerah pengendapan baik pada darat, transisi, laut dangkal maupun laut dalam.
2.7 Lingkungan Pengendapan Fosil
Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencerminkan terjadinya mekanisme pengendapan tertentu. Struktur sedimen merupakan kriteria yang sangat berguna untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Terbentuknya struktur-struktur sedimen tersebut disebabkan oleh mekanisme pengendapan dan kondisi lingkungan pengendapan. Lingkungan pengendapan, atau fasies merupakan karakteristik yang mencerminkan kondisi di bawah yang dibentuk, yang menggambarkan fasies tubuh sedimen yang melibatkan semua karakteristik litologinya, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan lingkungan pengendapan. (Nichols, 2009).
Berdasarkan tempat mengendapnya fosil lingkungan pengendapan di bagi menjadi 4;
a) Laut Dalam
Lingkungan pengendapan fosil di laut dalam merujuk pada daerah di dasar laut yang jauh dari pantai dan biasanya terletak di bawah zona pesisir atau perairan dangkal. Kedalaman ini memungkinkan organisme unggul yang lebih sensitif terhadap cahaya dan perubahan lingkungan untuk berkembang tanpa gangguan.
b) Laut Dangkal
Lingkungan pengendapan fosil laut dangkal merujuk pada area di sekitar pantai, perairan dangkal, dan zona pesisir yang berada di kedalaman yang relatif dangkal, biasanya kurang dari 200 meter di bawah permukaan laut. Kedalaman yang dangkal memungkinkan cahaya matahari menembus hingga ke dasar laut dan suhu pada klaut dangkal relatif hangat yang mendukung mineral kalsit terdapat pada kawasan laut dangkal yang dimana fosil pada laut dangkal berkomposisi kimia carbonatan.
c) Daerah Transisi
Lingkungan pengendapan fosil di daerah transisi merujuk pada area yang mengalami perubahan atau transisi antara lingkungan darat dan lingkungan laut.
Daerah ini sering kali menjadi tempat yang kaya akan fosil karena memungkinkan untuk terkumpulnya sisa-sisa organisme dari kedua lingkungan tersebut. Lingkungan pengendapan fosil di daerah transisi merujuk pada area yang mengalami perubahan atau transisi antara lingkungan darat dan lingkungan, contohnya seperti delta, lagoon, dan litorial.
d) Darat
Lingkungan pengendapan fosil di darat mencakup berbagai kondisi dan lokasi di daratan yang memungkinkan organisme atau sisa-sisa organisme tersebut terkubur dan kemudian menjadi fosil. Contohnya seperti di gua, gurun, padang rumput, dan hutan.
Gambar 2.13 Lingkungan pengendapan
2.8 Bentuk Fosil
Adapun bentuk-bentuk fosil, yaitu:
a. Tabular, merupakan bentuk fosil yang menyerupai bentuk tabung.
Gambar 2.14 Bentuk fosil tabular
b. Conical, merupakan bentuk fosil yang menyerupai kerucut, yang dimana semakin kecil diameter fosil dari atas kebawah atau sebaliknya.
Gambar 2.15 Bentuk fosil conical
c. Plate, merupakan bentuk fosil yang menyerupai bentuk seperti piring yang ukurannya tipis (pipih).
Gambar 2.16 Bentuk fosil plate
d. Branching, merupakan bentuk fosil yang bercabang.
Gambar 2.17 Bentuk fosil Branching e. Discoidal, merupakan bentuk fosil yang menyerupai cakram.
Gambar 2.18 Bentuk fosil Discoidal
f. Biconveks, merupakan bentuk fosil yang terdiri atas 2 sisi (kerang).
Gambar 2.19 Bentuk fosil Biconveks
g. Conveks, merupakan bentuk fosil yang terdiri dari 1 sisi bagian cangkang.
Gambar 2.20 Bentuk fosil Conveks
h. Globular, merupakan bentuk fosil yang menyerupai rupa membundar seperti bola.
Gambar 2.21 Bentuk fosil Globular i. Radial, merupakan bentuk fosil yang melingkar.
Gambar 2.22 Bentuk fosil Radial j. , merupakan bentuk fosil yang berbuku-buku.
Gambar 2.23 Bentuk fosil Byfuring
2.9 Kegunaan Fosil
Pemanfaatan fosil saat ini telah banyak digunakan, peranannya sebagai intrepetasi kehidupan dimasa lampau banyak memberikan informasi
a. Sebagai bukti adanya kehidupan di masa lampau dan sebagai petunjuk terjadinya evolusi kehidupan.
b. Penentu iklim pada saat terjadi atau berlangsungnya proses sedimentasi (Paleoclimatology).
c. Penentu kedalaman sedimentasi atau lingkungan pengendapan yakni dengan menggunakan fosil bentonik.
d. Sebagai penentu umur relatif batuan, dalam hal ini penggunaan fosil tertentu sebagai foraminifera planktonik dan fosil indeks dengan menggunakan metode penarikan umur tertentu.
e. Sebagai penunjuk rekonstruksi paleogeografi.
f. Untuk penentuan biostratigrafi yakni penentuan urutan batuan berdasarkan kandungan biota atau fosil yang dikandung oleh suatu batuan.
g. Untuk menentukan arah aliran material sedimentasi.
2.10 Skala Waktu Geologi
Waktu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Catatan waktu biasanya disimpan dalam suatu penanggalan (kalender) yang pengukurannya didasarkan atas peredaran bumi di alam semesta. Catatan waktu tersebut menyimpan sejarahnya masing masing, maka dalam mempelajari sejarah bumi juga dipakai suatu jenis penanggalan, yang dikenal dengan nama “Skala Waktu Geologi”.
Skala waktu geologi adalah cara untuk menggambarkan dan membagi sejarah Bumi menjadi interval waktu yang berbeda, yang membantu kita memahami peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah geologis. Skala waktu geologi terbagi atas beberapa waktu, antara lai
Gambar 2.24 Skala Waktu Geologi 2.11 Batuan Karbonatan
Batuan karbonat adalah batuan dengan kandungan material karbonat lebih dari 50% yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan ataukarbonat kristalin hasil presipitasi langsung (Reijers & Hsu, 1986). Sementara itu,(Bates &
Jackson, 1987) mendefinisikan batuan karbonat sebagai batuan yangkomponen utamanya adalah mineral karbonat dengan berat keseluruhan lebih dari50 %.
Sedangkan batugamping menurut definisi (Reijers & Hsu, 1986) adalahbatuan yang mengandung kalsium karbonat hingga 95 %, sehingga tidak semuabatuan karbonat adalah batugamping, namun batugamping merupakan bagian dari kelompok batuan karbonat
Batuan karbonat terbentuk melalui proses biologis, biokimia dan presipitasi anorganik larutan CaCO3di dalam suatu cekungan (Scoffin, 1987). Menurut (Pirson, 1958), batuan karbonat terbentuk pada lingkungan laut dangkal, Dimana pada lingkungan tersebut tidak terjadi pengendapan material asal daratan. Hal ini memungkinkan pertumbuhan organisme laut misalnya koral, ganggang,bryozoa,dan sebagainya. Cangkang-cangkang dari organisme tersebut mengandung mineral
aragonit yang kemudian berubah menjadi mineral kalsit. Proses pembentukan batuan karbonat akan terus berlangsung, bila keadaan laut relatif dangkal. Hal ini dapat terjadi bila ada keseimbangan antara pertumbuhan organisme dan penurunan dasar laut tempat terbentuknya batuan tersebut,sehingga dapat menghasilkan batuan karbonat yang tebal.
Gambar 2.25 Batuan karbonat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Studi Pendahuluan
Studi pengenalan acara 1 mengenai pengenalan fosil dimulai dengan melakukan asistensi acara sebagai tahapan awal dalam melakukan tahap praktikum.
Pada bagian ini dilakukan studi literatur mengenai “pengenalan fosil” mulai dari pengertian hingga kegunaanya sebagai materi yang akan di praktikumkan
3.2 Tahapan Praktikum
Praktikum acara 1 “Pengenalan fosil” dilaksanakan di Laboratorium Paleontologi, Departemen Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin pada hari senin , 06 februari 2024 jam 15.00 WITA. Sebelum memasuki ruangan praktikum dilakukan pengecekan kelengkapan alat, dilanjutkan dengan responsi berupa pengerjaan soal
tulis dan menggambar skala waktu geologi. Setelahnya praktikan diberi 8 sampel fosil untuk di deskripsi dengan waktu 8 menit untuk setiap sampelnya. Hasil deskripsi dan sketsa setiap sampel di tulis dalam lembar kerja praktikum. Setelah praktikum selesai selanjutnya praktikan diarahkan untuk mengumpulkan kartu kontrol dan dilakukan pembagian asisten.
3.3 Analisis Data
Tahap ini dilakukan asistensi lembar kerja praktikum guna memperbaiki dan melengkapi data pada hasil praktikum yang telah dilakukan, kepada asisten.
3.4 Penyusunan Laporan
Setelah memperoleh hasil analisis data yang benar berdasarkan hasil asistensi bersama asisten, dilanjutkan dengan penyusunan laporan sesuai dengan format laporan yang telah ditentukan.
3.5 Laporan Acara 1 Pengenalan Fosil
Setelah laporan yang disusun telah disetujui oleh asisten, kemudian laporan acara 1 “pengenalan fosil” pun di kumpulkan sesuai dengan waktu yang di tentukan.
Tabel 3.1 Diagram Alir
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Setelah dilakukan praktikum acara 1 “pengenalan fosil”, diperoleh hasil praktikum sebagai berikut;
No. Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
805 Echinodermata Echinoidea Cidaroida Cidarisidae Cidaris Cidaris vesicularis GOLDF
170 Arthropoda Trilobita Phacopida Homotelusidae Homotelus
Homotelus bromidensi s ESKER
1964 Foraminifera Globothalamea Rotaliida Nummulitesidae Nummulites Nummulites millecaput BOUBEE
841 Coelenterata Tabulata Stauriida Heliophyllumidae Heliophyllum Heliophyllum halli EDW. & H.
1722 Mollusca Cephalopoda Oegopsida Gonioteuthisidae Gonioteuthis Gonioteuthis granulataquadrata (STOLLEY)
807 Coelenterata Anthozoa Tabulata Cystiphyllumidae Cystiphyllum
Cystiphyllum amaericanum EDW. & H.
1542 Mollusca Cephalopoda Ammonitida Phymatocerasidae Phymatoceras Phymatoceras cf.robustus HYATT
1838 Mollusca Gastropoda Neogastropoda Haustatoridae Haustator Haustator imbricatarius (LAM.)
Tabel 4.1. Taksonomi
4.2 Pembahasan
4.2.1 Fosil Peraga 805
Gambar 4.1 Fosil paraga 805
Pada fosil dengan nomor peraga 805 memiliki taksonomi dengan filum echinodermata, kelas echinoidea, ordo cidaroida, famili cidarisidae, genus cidaris dan nama spesiesnya Cidaris vsicularis GOLDF.
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah Permineralisasi, yaitu penggantian sebagian/bagian dari fosil oleh suatu jenis mineral. Fosil ini berbentuk globular dan pada saat ditetesi dengan HCL menunjukkan adanya reksi yang menandakan bahwa fosil ini memiliki komposisi kimia berupa karbonatan (CaCO3), sehingga dapat diketahui lingkungan pengendapan dari fosil ini laut dangkal. Berdasarkan pada skala waktu geologi fosil ini berumur ±100-64 juta tahun lalu (Kapur atas).
Proses pemfosilan fosil ini dimulai ketika organisme mati dan tertransportasi oleh agen geologi berupa air maupun angin bersama dengan material-material sedimen ke tempat yang lebih rendah berupa cekungan. Organisme dan material sedimen yang terkumpul mengalami sementasi. Material sedimen yang terikat dengan organisme mati lalu terkompaksi. Terjadi pengurain pada bagian organisme yang lunak dan diisi oleh mineral-mineral, menyisakan bagian yang resisten atau keras (leaching). Seiring berjalannya waktu, lapisan organisme yang akan menjadi fosil ini akan tertutupi oleh lapisan lapisan sedimen yang baru. Hingga setelah jutaan tahun kemudian mengalami litifikasi/pembatuan hingga menjadi sebuah fosil yang terendapkan pada laut dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah untuk menentukan umur relatif batuan yang mengandungnya, mengetahui lingkunga dan perubahan iklim pada masa organisme tersebut hidup.
4.2.2 Fosil Peraga 170
Gambar 4.2 Fosil peraga 170
Pada fosil dengan nomor peraga 170 termasuk ke dalam filum arthropoda, kelas trilobite, ordo phacopida, famili homotelusidae,genus homotelus, spesies Homotelus bromidensis ESKER.
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah Permineralisasi, yaitu penggantian sebagian/bagian dari fosil oleh suatu jenis mineral. Fosil ini berbentuk byfuring dan pada saat ditetesi dengan HCL menunjukkan adanya reksi yang menandakan bahwa fosil ini memiliki komposisi kimia berupa karbonatan (CaCO3), sehingga dapat diketahui lingkungan pengendapan dari fosil ini laut dangkal, serta berdasarkan skala waktu geologi fosil ini berumur ±500-450 juta tahun lalu (Ordovisium tengah).
Proses pemfosilan fosil ini dimulai ketika organisme mati dan tertransportasi oleh agen geologi berupa air maupun angin bersama dengan material-material sedimen ke tempat yang lebih rendah berupa cekungan. Organisme dan material sedimen yang terkumpul mengalami sementasi. Material sedimen yang terikat dengan organisme mati lalu terkompaksi. Terjadi pengurain pada bagian organisme yang lunak dan diisi oleh mineral-mineral, menyisakan bagian yang resisten atau keras (leaching). Seiring berjalannya waktu, lapisan organisme yang akan menjadi fosil ini
akan tertutupi oleh lapisan lapisan sedimen yang baru. Hingga setelah jutaan tahun kemudian mengalami litifikasi/pembatuan hingga menjadi sebuah fosil yang terendapkan pada laut dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah untuk menentukan umur relatif batuan yang mengandungnya, mengetahui lingkunga dan perubahan iklim pada masa organisme tersebut hidup.
4.2.3 Fosil Peraga 1964
Gambar 4.3 Fosil Peraga 1964
Pada fosil dengan nomor peraga 1964 termasuk ke dalam filum foraminifera, kelas, globothalamea, ordo rotaliida, famili nummulitesidae, genus nummulites, spesies Nummulites millecaput BOUBEE.
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah Permineralisasi, yaitu penggantian sebagian/bagian dari fosil oleh suatu jenis mineral. Fosil ini berbentuk plate dan pada saat ditetesi dengan HCL menunjukkan adanya reksi yang menandakan bahwa fosil ini memiliki komposisi kimia berupa karbonatan (CaCO3), sehingga dapat diketahui lingkungan pengendapan dari fosil ini laut dangkal, serta berdasarkan skala waktu geologi fosil ini berumur ±50-43 juta tahun lalu (Eosen tengah).
Proses pemfosilan fosil ini dimulai ketika organisme mati dan tertransportasi oleh agen geologi berupa air maupun angin bersama dengan material-material sedimen ke tempat yang lebih rendah berupa cekungan. Organisme dan material sedimen yang terkumpul mengalami sementasi. Material sedimen yang terikat dengan
organisme mati lalu terkompaksi. Terjadi pengurain pada bagian organisme yang lunak dan diisi oleh mineral-mineral, menyisakan bagian yang resisten atau keras (leaching). Seiring berjalannya waktu, lapisan organisme yang akan menjadi fosil ini akan tertutupi oleh lapisan lapisan sedimen yang baru. Hingga setelah jutaan tahun kemudian mengalami litifikasi/pembatuan hingga menjadi sebuah fosil yang terendapkan pada laut dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah untuk menentukan umur relatif batuan yang mengandungnya, mengetahui lingkunga dan perubahan iklim pada masa organisme tersebut hidup.
4.2.4 Fosil Peraga 841
Gambar 4.4 Fosil peraga 841
Pada fosil dengan nomor peraga 841 termasuk kedalam filum coelenterate, kelas tabulata, ordo staurida, famili heliophyllumidae, genus heliophyllum, dan spesiesnya Helliophyllum halli EDW. & H.
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah Permineralisasi, yaitu penggantian sebagian/bagian dari fosil oleh suatu jenis mineral. Fosil ini berbentuk konikal dan pada saat ditetesi dengan HCL menunjukkan adanya reksi yang menandakan bahwa fosil ini memiliki komposisi kimia berupa karbonatan (CaCO3), sehingga dapat diketahui lingkungan pengendapan dari fosil ini laut dangkal, serta berdasarkan skala waktu geologi fosil ini berumur ±370-395 juta tahun lalu (Devon tengah).
Proses pemfosilan fosil ini dimulai ketika organisme mati dan tertransportasi oleh agen geologi berupa air maupun angin bersama dengan material-material sedimen ke tempat yang lebih rendah berupa cekungan. Organisme dan material sedimen yang terkumpul mengalami sementasi. Material sedimen yang terikat dengan organisme mati lalu terkompaksi. Terjadi pengurain pada bagian organisme yang lunak dan diisi oleh mineral-mineral, menyisakan bagian yang resisten atau keras (leaching). Seiring berjalannya waktu, lapisan organisme yang akan menjadi fosil ini akan tertutupi oleh lapisan lapisan sedimen yang baru. Hingga setelah jutaan tahun kemudian mengalami litifikasi/pembatuan hingga menjadi sebuah fosil yang terendapkan pada laut dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah untuk menentukan umur batuan yang mengandungnya, mengetahui lingkunga dan perubahan iklim pada masa organisme tersebut hidup.
4.2.5 Fosil Peraga 1722
Gambar 4.5 Fosil Peraga 1722
Pada fosil dengan nomor peraga 1722 termasuk ke dalam filum moluska, kelas cephalopoda, ordo oegopsida, famili gonioteuthisidae, genus gonioteuthis, dan spesiesnya Gonioteuthis granulataquadrata (STOLLEY).
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah Replacement, yaitu penggantian total bagian dari fosil dengan mineral lain. Fosil ini berbentuk radial dan pada saat ditetesi dengan HCL menunjukkan adanya reksi yang menandakan bahwa fosil ini memiliki
komposisi kimia berupa karbonatan (CaCO3), sehingga dapat diketahui lingkungan pengendapan dari fosil ini laut dangkal, serta berdasarkan skala waktu geologi fosil ini berumur ±100-64 juta tahun lalu (Kapur atas).
Proses pemfosilan fosil ini dimulai ketika organisme mati dan tertransportasi oleh agen geologi berupa air maupun angin bersama dengan material-material sedimen ke tempat yang lebih rendah berupa cekungan. Organisme dan material sedimen yang terkumpul mengalami sementasi. Material sedimen yang terikat dengan organisme mati lalu terkompaksi. Terjadi pengurain pada bagian organisme yang lunak dan diisi oleh mineral-mineral, menyisakan bagian yang resisten atau keras (leaching). Seiring berjalannya waktu, lapisan organisme yang akan menjadi fosil ini
akan tertutupi oleh lapisan lapisan sedimen yang baru. Hingga setelah jutaan tahun kemudian mengalami litifikasi/pembatuan hingga menjadi sebuah fosil yang terendapkan pada laut dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah untuk menentukan umur batuan yang mengandungnya, mengetahui lingkunga dan perubahan iklim pada masa organisme tersebut hidup.
4.2.6 Fosil Peraga 807
Gambar 4.6 Fosil peraga 807
Pada fosil dengan nomor peraga 807 termasuk ke dalam filum coelenterata, kelas anthozoa, ordo tabulate, famili cystiphyllumidae, genus cystiphyllum, dan spesiesnya Cystiphyllum Americanum EDW. & H.
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah Permineralisasi, yaitu penggantian sebagian/bagian dari fosil oleh suatu jenis mineral. Fosil ini berbentuk tabular dan pada saat ditetesi dengan HCL tidak menunjukkan adanya reksi yang menandakan bahwa fosil ini memiliki komposisi kimia berupa nonkarbonatan (CaCO3), sehingga dapat diketahui lingkungan pengendapan dari fosil ini laut dalam, serta berdasarkan skala waktu geologi fosil ini berumur ±370-359 juta tahun lalu (Devon tengah)
Proses pemfosilan fosil ini dimulai ketika organisme mati dan tertransportasi oleh agen geologi berupa air maupun angin bersama dengan material-material sedimen ke tempat yang lebih rendah berupa cekungan. Organisme dan material sedimen yang terkumpul mengalami sementasi. Material sedimen yang terikat dengan organisme mati lalu terkompaksi. Terjadi pengurain pada bagian organisme yang
lunak dan diisi oleh mineral-mineral, menyisakan bagian yang resisten atau keras (leaching). Seiring berjalannya waktu, lapisan organisme yang akan menjadi fosil ini akan tertutupi oleh lapisan lapisan sedimen yang baru. Hingga setelah jutaan tahun kemudian mengalami litifikasi/pembatuan hingga menjadi sebuah fosil yang terendapkan pada laut dalam.
Kegunaan dari fosil ini adalah untuk menentukan umur relatif batuan yang mengandungnya, mengetahui lingkunga dan perubahan iklim pada masa organisme tersebut hidup.
4.2.7 Fosil Peraga 1542
Gambar 4.7 Fosil peraga 1542
Pada fosil dengan nomor peraga 1542 termasuk ke dalam filum moluska, kelas cephalopoda, ordo ammonitida, famili phymatocerasidae, genus phymatoceras, dan spesiesnya Phymatoceras cf. robustus HYATT.
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah rekristalisasi, yaitu mineral penyusunnya berubah menjadi bentuk yang lebih stabil. Fosil ini berbentuk konikal dan pada saat ditetesi dengan HCL menunjukkan adanya reksi yang menandakan bahwa fosil ini memiliki komposisi kimia berupa karbonatan (CaCO3), sehingga dapat diketahui lingkungan pengendapan dari fosil ini laut dangkal, serta berdasarkan skala waktu geologi fosil ini berumur ±195-175 juta tahun lalu (Jura bawah).
Proses pemfosilan fosil ini dimulai ketika organisme mati dan tertransportasi oleh agen geologi berupa air maupun angin bersama dengan material-material sedimen ke tempat yang lebih rendah berupa cekungan. Organisme dan material sedimen yang terkumpul mengalami sementasi. Material sedimen yang terikat dengan organisme mati lalu terkompaksi. Terjadi pengurain pada bagian organisme yang lunak dan diisi oleh mineral-mineral, menyisakan bagian yang resisten atau keras (leaching). Seiring berjalannya waktu, lapisan organisme yang akan menjadi fosil ini akan tertutupi oleh lapisan lapisan sedimen yang baru. Hingga setelah jutaan tahun kemudian mengalami litifikasi/pembatuan hingga menjadi sebuah fosil yang terendapkan pada laut dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah untuk menentukan umur batuan yang mengandungnya, mengetahui lingkunga dan perubahan iklim pada masa organisme tersebut hidup.
4.2.8 Fosil Peraga 1838
Gambar 4.8 Fosil peraga 1838
Pada sampel dengan nomor peraga 1838 termasuk ke dalam filum moluska, kelas gastropoda, ordo neogastropoda, famili haustatoridae, genus haustator, dan spesiesnya Haustator imbricatarius (LAM).
Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan proses pemfosilan yang terjadi pada fosil ini adalah Permineralisasi, yaitu penggantian sebagian/bagian dari fosil oleh suatu jenis mineral. Fosil ini berbentuk biconvex dan pada saat ditetesi dengan HCL menunjukkan adanya reksi yang menandakan bahwa fosil ini memiliki komposisi kimia berupa karbonatan (CaCO3), sehingga dapat diketahui lingkungan pengendapan dari fosil ini laut dangkal, serta berdasarkan skala waktu geologi fosil ini berumur ±55-49 juta tahun lalu (Eosen bawah).
Proses pemfosilan fosil ini dimulai ketika organisme mati dan tertransportasi oleh agen geologi berupa air maupun angin bersama dengan material-material sedimen ke tempat yang lebih rendah berupa cekungan. Organisme dan material sedimen yang terkumpul mengalami sementasi. Material sedimen yang terikat dengan organisme mati lalu terkompaksi. Terjadi pengurain pada bagian organisme yang lunak dan diisi oleh mineral-mineral, menyisakan bagian yang resisten atau keras (leaching). Seiring berjalannya waktu, lapisan organisme yang akan menjadi fosil ini akan tertutupi oleh lapisan lapisan sedimen yang baru. Hingga setelah jutaan tahun kemudian mengalami litifikasi/pembatuan hingga menjadi sebuah fosil yang terendapkan pada laut dangkal.
Kegunaan dari fosil ini adalah untuk menentukan umur batuan yang mengandungnya, mengetahui lingkunga dan perubahan iklim pada masa organisme tersebut hidup.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan Praktikum Paleontologi acara 1 “pengenalan fosil”
diperoleh kesimpulan yaitu;
1. Fosil (bahasa latin: Fossa yang artinya “menggali keluar dari dalam tanah”) adalah sisa-sisa dari kehidupan organisme yang telah mati kemudian mengalami proses diagenesis terawetkan secara alami dalam kurun waktu geologi lebih dari 500.000 tahun.
2. Proses-proses pemfosilan pada sampel fosil pengamatan yang didasarkan kepada sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan yaitu;
a. Permineralisasi yaitu proses pemfosilan penggantian sebagian bagian fosil oleh satu jenis mineral, proses pemfosilan ini dijumpai pada sampel fosil 805 (Cidaris vesicularis GOLDF), sampel fosil 170 (Homotelus bromidensis ESKER), sampel fosil 1964 (Nummulites millecaput BOUBEE ), sampel fosil 841 (Heliophyllum halli edw. & H.), sampel fosil 807(Cystiphyllum americanum EDW. &
H.), dan sampel fosil 1838 (Haustator imbricatarius (LAM.).
b. Rekristalisasi yaitu proses femfosilan dimana mineral penyusun fosil berubah bentuk ke bentuk yang lebih stabil proses pemfosilan ini di jumpai padaa sampel fosil 1542 (Phymatoceras cf. robustus HYATT )
c. Replacement yaitu proses pemfosilan dimana terjadi penggantian total bagian dari fosil dengan minearal lain, proses pemfosilan ini dijumpai pada sampel fosil 1722 (Gonioteuthis granulataquadrata (STOLLEY)
3. Bentuk-bentuk fosil pada sampel yang diamati yaitu bentuk globular pada sampel fosil 805 (Cidaris vesicularis GOLDF), bentuk byfuring pada sampel fosil 170 (Homotelus bromidensis ESKER), bentuk plate pada sampel fosil 1964 (Nummulites millecaput BOUBEE ),bentuk konikal pada sampel fosil 841 (Heliophyllum halli edw. &
H.) dan pada sampel fosil 1542 (Phymatoceras cf. robustus HYATT ), bentuk radial pada
sampel fosil 1722 (Gonioteuthis granulataquadrata (STOLLEY) dan bentuk tabular pada sampel fosil 807(Cystiphyllum americanum EDW. & H.)
4. Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi suatu organisme (fosil) yang dapat memengaruhi kandungan komposisi kimianya. Adapun lingkungan pengendapan dan komposisi kimia sampel fosil yang di amati yaitu pada laut dangkal yang ditemukan pada sampel fosil 805 (Cidaris vesicularis GOLDF), sampel fosil 170 (Homotelus bromidensis ESKER),sampel fosil 1964 (Nummulites millecaput BOUBEE ), sampel fosil 841 (Heliophyllum halli edw. & H.) sampel fosil 1722 (Gonioteuthis granulataquadrata (STOLLEY), sampel fosil 1542 (Phymatoceras cf. robustus HYATT ), dan sampel fosil 1838 (Haustator imbricatarius (LAM.). Dimana komposisi kimia pada lingkungan pengendapan laut dangkal ini adalah karbonatan Adapun pada laut dalam yang ditemukan pada sampel fosil 807(Cystiphyllum americanum EDW. & H.) denngan komposisi kimia non-karbonatan.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
1. Sebaiknya ada batas pengaman pada microskop untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan, seperti tersenggolnya microskop.
2. Sebaiknya disediakan tempat penyimpanan tas agar ruang pada saat asistensi acara lebih luas.
3. Sebaiknya disediakan lebih banyak bangku, agar presentasi pada LCD dapat terlihat dengan jelas.
5.2.2 Saran Untuk Asisten
1. Sebaiknya memberikan waktu lebih pada saat responsi
2. Sebaiknya lebih memperhatikan praktikan pada saat deskripsi sampel 3. Sebaiknya memberikan penjelasan yang lebih detail pada saat asistensi acara