• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN BIMBINGAN SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI) BERGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL ANAK TUNARUNGU DI SDLB NEGERI JEMBER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PELAKSANAAN BIMBINGAN SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI) BERGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL ANAK TUNARUNGU DI SDLB NEGERI JEMBER"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN BIMBINGAN SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI) BERGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL

ANAK TUNARUNGU DI SDLB NEGERI JEMBER

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos)

Fakultas Dakwah

Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam

Oleh : NUR WAHYUNI NIM: D20193020

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS DAKWAH

JUNI 2023

(2)

DI SDLB NEGERI JEMBER

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos)

Fakultas Dakwah

Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam

Oleh : NUR WAHYUNI NIM: D20193020

Disetujui Pembimbing

SURYADI, M.A.

NIP. 1992071220191031007

(3)

DI SDLB NEGERI JEMBER

SKRIPSI

Telah diuji dan dterima untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S, Sos)

Fakultas Dakwah

Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Hari : Selasa

Tanggal : 20 Juni 2023 Tim Penguji

Ketua Sekretaris

Muhammad Ardiansyah, M.Ag Arik Fajar Cahyono, M, Pd NIP. 19762222006041003 NIP.198802172020121004 Anggota:

1. Dr. Imam Turmudi, M.M ( )

2. Suryadi, M.A ( )

Menyetujui Dekan Fakultas Dakwah

Prof. Dr. Ahidul Asror, M, Ag NIP.197406062000031003

(4)

MOTTO























Artinya: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu di rahmati." (QS. Al-Hujurat: 10)*

* Kementrian Agama Republik Indonesia Al Qur‟an dan Terjemahannya (Jakarta: LPMQ,

2019).

(5)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur atas nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kupersembahkan skripsi ini kepada:

1. Kedua Orang tua saya, Ibu Suripah dan Bapak Tunggal, terima kasih atas kasih sayang, dukungan serta doa yang engkau pinta setiap hari dan pengorbananmu selama ini.

2. Keluarga Besar, Adek Kunul, Mas Yudi, dan Nikno. Terima kasih atas segala perhatian, dukungan, kasih sayang, doa, dan segala kebaikannya.

3. Bapak Suryadi, M.A. yang telah banyak memberikan bimbingan, dorongan, dan arahan dalam tugas akhir ini. Para dosen yang telah mengajari kami selama 4 tahun ini. Semoga Allah memberkahi kehidupan guru-guru kami.

4. Sahabat-sahabatku (wa bil khusus Squadward, UKPK tercinta, dan keluarga BKI) yang tidak bisa saya sebut dalam lembaran ini.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penyelesaian skripsi ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan program sarjana dapat diselesaikan dengan lancar.

1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember, Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., MM., beserta jajarannya yang terus berjuang menjayakan dan memakmurkan kampus.

2. Dekan Fakultas Dakwah, Prof. Dr. Ahidul Asror, M. Ag., beserta jajarannya yang telah memberi izin serta fasilitas dalam penyelesaian karya tulis ini.

3. Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam, Muhammad Ardiansyah, M. Ag., beserta jajarannya yang telah mendukung serta memberi kesempatan para mahasiswanya untuk terus tumbuh dan berkembang dalam melahirkan karya tulis ini.

4. Dosen Pembimbing, Suryadi, M. A., yang sangat sabar meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk mahasiswa bimbingannya. Terimakasih telah membimbing penuh cinta dan kesabaran di tengah-tengah kesibukannya.

Semoga ilmu yang di berikan dapat bermanfaat ila yaumil kiamah.

5. Para dosen program studi Bimbingan dan konseling Islam yang telah berbagi ilmu dan pengalaman luar biasa dalam perkuliahan.

6. Umi Salmah, M. Pd,. Selaku Kepala Sekolah SLB Negeri Jember dan Sri Etik Rimawati, S.Pd., yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Siswa-siswi Tunarungu SDLB Negeri Jember yang telah bersedia menjadi bagian dari penyelesaian skripsi ini.

(7)

Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan kepada penulis, Allah SWT balas dengan kebaikan berlipat-lipat. Dan semoga skripsi ini menjadi keberkahan dan manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Bimbingan dan Konseling Islam.

Jember, 26 Mei 2023 Penulis

(8)

ABSTRAK

Nur Wahyuni, 2023: Pelaksanaan Bimbingan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Bergambar untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Anak Tunarungu di SDLB Negeri Jember.

Kata Kunci: SIBI, Interaksi sosial, Anak Tunarungu

Anak Tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya. Dalam interaksi sosialnya, anak tunarungu mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi baik dengan gurunya dan teman-temannya.

Berdasarkan observasi, diketahui salah seorang anak sulit untuk berkomunikasi karena beberapa hal tertentu yaitu pendiam, penakut, dan malu.

Fokus penelitian dalam skripsi ini yakni 1) Bagaimana pelaksanaan bimbingan sistem isyarat bahasa indonesia (SIBI) bergambar untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu di SDLB Negeri Jember? 2) Bagaimana proses interaksi sosial untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu di SDLB Negeri Jember? 3) Apa faktor pendukung dan penghambat untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu di SDLB Negeri Jember?

Tujuan penelitian yakni 1) Untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan sistem isyarat bahasa indonesia (SIBI) bergambar untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu di SDLB Negeri Jember 2) Untuk mengetahui proses interaksi sosial untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu di SDLB Negeri Jember 3) Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu di SDLB Negeri Jember.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif jenis deskriptif. Subjek penelitian ini ditentukan secara purposive sampling. Teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman dengan langkah kondensasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data penelitian ini menggunakan teknik triangulasi yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Penelitian ini memperoleh hasil temuan 1) Pelaksanaan bimbingan sistem isyarat bahasa indonesia (SIBI) bergambar untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu di SDLB Negeri Jember memiliki dua tahap yaitu: tahap pengenalan huruf alfabet, vokal, dan konsonan dengan isyarat jari dan tahap pemahaman kosa kata 2) Proses interaksi sosial anak tunarungu terdiri dari dua yaitu asosiatif dan disosiatif 3) Faktor pendukungnya ada empat yaitu: budaya atau pola asuh, kejelasan bahasa isyarat, ketepatan media, dan konteks. Faktor penghambatnya ada dua yaitu: hambatan fisik dan hambatan bahasa atau sematik.

(9)

DAFTAR ISI

COVER ... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Istilah ... 10

F. Sistematika Pembahasan ... 11

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ... 13

A. Penelitian Terdahulu ... 13

B. Kajian Teori ... 17

BAB III METODE PENELITIAN... 42

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 42

B. Lokasi Penelitian ... 43

C. Subjek Penelitian ... 43

D. Teknik Pengumpulan Data ... 44

E. Analisis Data ... 45

F. Keabsahan Data ... 47

G. Tahap-tahap penelitian ... 47

(10)

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA ... 49

A. Gambaran Obyek Penelitian ... 49

B. Penyajian Data dan Analisis... 56

C. Pembahasan Temuan ... 76

BAB V PENUTUP ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Uraian Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu 14

4.1 Data PTK dan PD 53

4.2 Data Sarpras 53

4.3 Data Rombongan Belajar 53

(12)

Komunikasi adalah separuh dari kehidupan sosial dan masyarakat, aktivitas komunikasi manusia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

Orang normal dan orang dengan kebutuhan khusus membutuhkan komunikasi dengan lawan bicaranya. Manusia bergelut dengan aktivitas manusia, yaitu komunikasi, dari bangun tidur hingga tidur.

Dengan menjadi makhluk sosial, manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan fisik dan mental mereka secara mandiri. Selama hidupnya, dia memerlukan keterlibatan antarmanusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berikut firman Allah SWT . (QS. Al-Hujurat: Ayat 13)











































Artinya: "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. Al-Hujurat: Ayat 13)1

Salah satu ayat Al-Qur‟an di atas, mengarahkan kita guna sebagai insan biasa di hadapan Tuhan yang sanggup memelihara jalinan kehidupan, justru bisa berdamai dengan sesama. Tidak hanya itu, janganlah silih- berselisih biar tidak menimbulkan terbentuknya keretakan.

1 “Kementrian Agamaa Republik Indonesia Al Qur‟an dan Terjemahannya (Jakarta:

LPMQ, 2019).

(13)

Interaksi sosial merupakan sistem dasar serta utama dalam tiap-tiap masyarakat, serta sifat-sifat insan dipengaruhi sungguh mendalam oleh tipe- tipe mendasar interaksi sosial yang terjadi di dalamnya.2 Komunikasi adalah suatu proses interaksi yang saling berhubungan dengan pihak lainnya dan terjadi secara sederhana dimulai dari rangkaian pemikiran dan beberapa ide- ide abstrak guna mencari data maupun menyatakan informasi yang selanjutnya dikemas sebagai sebuah pesan.3 Komunikasi digeluti oleh dua orang maupun lebih yang sama-sama bertukar kepala maupun pandangan. Simbol yang bermakna dalam berlangsungnya interaksi sosial ialah penggunaan bahasa.4 Melalui penggunaan simbol, memungkinkan seseorang berinteraksi dengan orang lain dan dengan dirinya sendiri.

Di Indonesia sendiri, pemerintah punya kepedulian terhadap hak-hak penyandang disabilitas. Salah satunya dengan pembentukan Komisi Nasional Disabilitas berlandaskan Peraturan Presiden Nomor 68 tahun 2020, sebagai aturan turunan dari pasal 143 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Berdasarkan data dari puslapdik (pusat layanan pembiayaan pendidikan) dari total 7 miliar penduduk dunia di tahun 2021, 15

2 “Binti Maunah, Interaksi Sosial Anak di dalam Keluarga, Sekolah Dan Masyarakat, (Surabaya: 2016), 2.”

3 “Emma, Interaksi Sosial Anak Tunarungu Terhadap Keluarga Dan Lingkungan Sosial Di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai (Skripsi: UIN Alauddin Makassar, 2022), 1.”

4 “Jordy Alexi Yohans1 , I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa2 , I Nengah Punia, Bahasa Isyarat Indonesia Dalam Proses Interaksi Sosial Tuli Dan “Masyarakat Dengar” Di Kota Denpasar (Universitas Udayana: Denpasar, 2021), 1.”

(14)

persen diantaranya adalah penyandang disabilitas. Dari sejumlah 15 persen itu, 80 persennya tinggal di negara berkembang. 5

Pada pasal 143 UU Nomor 8 Tahun 2016 memutuskan larangan guna menutup akses penyandang tunarungu terhadap informasi, ekspresi, pendidikan, dan berinteraksi. Kamus SIBI dapat membantu mereka berkomunikasi dengan masyarakat.6

Salah satu aktivis disabilitas sekalian menjadi Ketua Komite Paralimpiade Nasional Indonesia (NPCI) Jember yakni Kusbandono mencatat, Kabupaten Jember memiliki 35 komunitas penyandang disabilitas.

Jika dipersentase dengan jumlah populasi di Kabupaten Jember, penyandang disabilitas menjangkau 15 persen. Beliau juga memohon big data disabilitas untuk tahun 2022 ini. Terkait big data penyandang disabilitas, Bupati Jember Ir. H. Hendy Siswanto, ST. IPU meminta Dispenduk berkolaborasi dengan camat dan kepala desa, mendaftar kembali populasi penyandang disabilitas.7

Berbicara mengenai alat bantu yang diberikan dari pemerintah kepada penyandang disabilitas diantaranya Bupati Jember Ir. H. Hendy Siswanto, ST.

IPU. Memberikan bantuan alat bantu untuk penyandang disabilitas. Alat bantu tersebut berupa kursi roda, serta alat bantu dengar. Adapun para penerima di antaranya Muh. Riski Imam Nurdiansyah (19) menerima 1 kursi roda dan Muhaili (60) menerima 1 alat bantu dengar, keduanya warga Dusun

5 “Puslapdik kemedikbudristek, (Berita Kementrian:2021).

https://puslapdik.kemdikbud.go.id/hari-disabilitas-internasional-2021-libatkan-penyandang- disabilitas-pascacovid-19/”

6 “Simabura, Charles. Hak informasi bagi penyandang disabilitas tunarungu.

(Desember:2019).”

7 HDI, Aktivis Jember Tagih Big Data Penyandang Disabilitas (Desember:2022).

https://www.ngopibareng.id/read/hdi-aktivis-jember-tagih-big-data-penyandang-disabilitas.

(15)

Karangtengah Desa Sumberpakem Kec. Sumberjambe. Kemudian, Sani (70) menerima 1 kursi roda warga Dusun Karangsono Desa Sumberpakem Kec.

Sumberjambe.8

Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya, akibatnya mereka tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali.9 Anak tunarungu tidak selalu berarti tunawicara, tetapi mereka biasanya memiliki ketunaan sekunder. Akibatnya, anak tidak terbiasa berbicara dan memiliki kosa kata dalam sistem otak yang sangat sedikit.

Dari aspek tubuh anak tunarungu tidaklah berbeda dari anak biasa, yang berbeda pada mereka ialah cara berinteraksi bersama orang lain, lantaran mereka mempunyai hambatan dalam berkomunikasi. Salah satu komunikasi yang dipakai anak tunarungu adalah bahasa isyarat menggunakan sistem isyarat bahasa indonesia (SIBI).

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi anak tunarungu adalah perkembangan bahasa. Akibatnya, anak tunarungu memiliki kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Anak yang terlahir dengan gangguan pendengaran mengalami kesulitan menangkap suara atau suara dari

8 Berita PEMKAB. (Jember: Desember, 2021) https://www.jemberkab.go.id/bupati- hendy-serahkan-alat-bantu-bagi-difabel-dan-tinjau-pamsimas/

9 “Fifi Nofiaturrahmah, Problematika anak tunarungu dan cara mengatasinya, vol.06, (IAIN Kudus:2018), 3.”

(16)

lingkungan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan anak tidak menerima suara atau kebisingan.10

Dampak dari masalah komunikasi anak tunarungu ini menimbulkan berbagai masalah di kehidupan hari-harinya seperti proses dalam belajar, bersosialisasi dengan lingkungannya dan aktivitas lainnya. Oleh karenanya, penglihatan anak tunarungu perlu dioptimalkan untuk meringankan masalah komunikasi anak tunarungu. Anak tunarungu ini memiliki gangguan komunikasi verbal baik ekspresif (berbicara) maupun reseptif (memahami bahasa orang lain). Akibatnya anak tunarungu lebih banyak menggunakan indera penglihatan mereka untuk mendapatkan dan menangani rangsangan luar dari pada indera pendengaran.11

Salah satu alternatif guna berbicara dengan anak tunarungu adalah memakai bahasa isyarat. Bahasa isyarat merupakan ekspresi yang diucapkan melalui gerakan tangan atau lengan yang disetujui oleh penggunanya. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) ialah sistem komunikasi bahasa isyarat yang dipakai oleh penyandang tunarungu. Terdiri dari susunan gerak tubuh yang sistematis, gerak tangan serta gerak bibir yang menyimbolkan kosa kata bahasa indonesia. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) tetap menggunakan bahasa isyarat asing dalam perkembangannya, yang kemudian ditambah dengan Bahasa Indonesia lokal dan isyarat buatan. Indera yang dapat membantu penyandang tunarungu berkomunikasi dengan orang lain adalah

10“”Emma, Interaksi Sosial Anak Tunarungu Terhadap Keluarga Dan Lingkungan Sosial Di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai (Skripsi: UIN Alauddin Makassar, 2022), 2.”

11 “Muhammad Choirun Nasir, Edy Sudaryanto, Herlina Kusumaningrum, Penggunaan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Sebagai Media Komunikasi (Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu Di Slb Among Asih, Surabaya) (Surabaya: Untag, 2020), 2.”

(17)

indera penglihatan, dan indera penglihatan ini yang perlu dimaksimalkan untuk membantu masalah penyandang tunarungu. Anak tunarungu yang belum pernah belajar bahasa indonesia sebelumnya memiliki kesulitan untuk mempelajari Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI), yang mengikuti tata bahasa indonesia. Namun, orang tua dan guru tunarungu dapat melakukan dengan mudah.

Ketidakpahaman orang normal akan bahasa isyarat yang digunakan penyandang tunarungu dan kesulitan memahami apa yang diucapkan oleh orang normal adalah masalah yang sering terjadi dalam komunikasi antara penyandang tunarungu dan orang normal. Jadi masalah ini harus diselesaikan agar komunikasi antara mereka berjalan dengan baik.

Pada jurnal penelitian yang ditulis oleh Jordy Alexi Yohans, hasil penelitian menunjukkan masyarakat tuli dengan mudah melakukan komunikasi dengan menggunakan Bisindo sebagai bahasa isyarat yang merupakan budaya yang mereka miliki. Keuntungannya ialah masyarakat tuli maupun dengar dapat dengan mudah memahami bahasa isyarat Bisindo tanpa ada imbuhan kata. Pada penelitian Jordy lebih menekankan makna Bisindo sendiri dalam pemakaiannya serta budaya masyarakat tuli.

Penelitian yang dilakukan Emma, menunjukkan hasil penelitian interaksi sosial anak tunarungu didukung oleh gaya penyesuaian gaya interaksi orang tua. Sementara itu, dalam berinteraksi sosial anak tunarungu melakukannya dengan anak normal. Penelitian Emma meneliti anak tunarungu yang digabung di kelas bersama anak normal atau anak dengar, tujuannya agar

(18)

dalam berinteraksi mereka lebih paham dan mengerti ketika bertemu di luar kelas dengan orang dengar.

Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis data awal berdasarkan observasi sementara terkait interaksi sosial anak tunarungu di SLB Jember.

Berdasarkan informasi diperoleh melalui wawancara terdapat 4 siswi kelas V berkebutuhan khusus yang sama-sama mengalami hambatan pendengaran golongan berat. Sangat kecil mereka menerima suara atau getaran yang berasal dari luar, sehingga hal ini yang mengakibatkan mereka butuh alternatif agar mereka bisa membaca bibir lawan bicaranya meskipun tanpa menggunakan alat bantu pendengaran. Selain itu, mereka kurang mampu dalam berinteraksi sosial baik dengan gurunya maupun dengan sesama anak tunarungu seperti pendiam, penakut, dan pemalu dikarenakan kurangnya kosa kata yang mereka pahami. Di sini diperkenalkan yang namanya Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dalam bentuk gambar, yang mana sangat memudahkan para siswa dan mampu mengaplikasikan untuk berinteraksi dengan temannya dan gurunya.

SLB Negeri Jember adalah menggunakan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) untuk interaksi sehari-hari di sekolah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul penelitian “PELAKSANAAN BIMBINGAN SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI) BERGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL ANAK TUNARUNGU DI SDLB NEGERI JEMBER.”

(19)

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian yang telah disusun dan berangkat dari konteks masalah diatas, maka fokus penelitian yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan bimbingan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Bergambar untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu di SDLB Negeri Jember?

2. Bagaimana proses interaksi sosial untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu di SDLB Negeri Jember?

3. Apa faktor pendukung dan penghambat untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu di SDLB Negeri Jember?

C. Tujuan Penelitian

Fokus penelitian yang telah diterangkan dan disusun, untuk itu tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui pelaksanaan bimbingan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Bergambar untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu di SDLB Negeri Jember.

2. Mengetahui Proses Interaksi Sosial Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Anak Tunarungu di SDLB Negeri Jember.

3. Mengetahui Faktor Pendukung Dan Penghambat Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Anak Tunarungu di SDLB Negeri Jember.

(20)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis, diharapkan bahwa penelitian ini akan memberikan kontribusi pemikiran dan sumber daya penelitian di bidang Bimbingan dan Konseling Islam.

b. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjadi referensi dalam penggunaan metode penelitian kualitatif dalam penulisan karya tulis ilmiah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, bisa mendapatkan lebih banyak wawasan tentang anak tunarungu dari segi interaksi sosial.

b. Bagi UIN KHAS Jember, yakni penemuan ini akan menjadi referensi bagi mahasiswa BKI.

c. Bagi pembaca, penelitian ini memberi pembaca perspektif baru tentang interaksi sosial anak tunarungu.

d. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan berfungsi sebagai sumber referensi untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu.

e. Bagi guru, memilih pendekatan yang paling sesuai untuk mengembangkan interaksi sosial anak tunarungu.

f. Bagi siswa tunarungu, agar tidak mengalami kesulitan saat berinteraksi.

(21)

E. Definisi Istilah

Dalam definisi istilah ini menerangkan batasan masalah untuk diteliti oleh peneliti, oleh sebab itu perlu diuraikan penjabaran pada penelitian ini yaitu:

1. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI)

Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) adalah bahasa komunikasi digunakan penyandang tunarungu. Terdiri dari rangkaian gerak tubuh, gerak tangan, dan gerak bibir, berfungsi sebagai representasi kosa kata bahasa indonesia. Bahasa isyarat membantu penyandang tunarungu berinteraksi dengan orang lain.

2. SIBI Bergambar

SIBI Bergambar merupakan metode pembelajaran yang terdiri dari ilustrasi gambar, isyarat tangan, dan deskripsi penggunaan. SIBI bergambar ini digunakan ketika pembelajaran berlangsung dengan tujuan agar siswa mampu memahami secara real serta tidak mengambang dalam proses pembelajarannya.

3. Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah proses yang mendasar dan pokok di dalam masyarakat manapun dan sifat manusia yang mana dipengaruhi oleh jenis interaksi sosial yang terjadi. Interaksi sosial ialah kunci dari segala kehidupan bermasyarakat, lantaran tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama-sama.

(22)

4. Anak Tunarungu

Anak tunarungu yaitu anak yang mendapati kendala pendengaran, mereka tidak mendengar suara dengan sempurna ataupun tidak sama sekali, tapi diasumsikan bahwa tidak terdapat orang yang tidak mendengar sama sekali.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan mencakup penjelasan terkait dengan rancangan atau alur skripsi, yang dimulai dengan bab pendahulan dan berakhir pada bab penutup. Berikut ini pemaparan sistematika pembahasan:

Bab I (Satu), melingkupi pendahuluan, memberikan ulasan perihal konteks masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah serta sistematika pembahasan.

Bab II (Dua), mencakup kajian kepustakaan dan memberikan ulasan perihal penelitian terdahulu dan kajian teori terkait SIBI Bergambar untuk meningkatkan interaksi sosial anak tunarungu.

Bab III (Tiga), meliputi metode penelitian, pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, keabsahan data serta tahapan penelitian.

Bab IV (Empat), meliputi penyajian data dan analisis, meliputi gambaran objek penelitian, penyajian data dan analisis data, serta pembahasan temuan yang diperoleh dari lokasi penelitian.

(23)

Bab V (Lima), berisi penutup, menyajikan kesimpulan dan saran-saran.

Bab penutup disini menjelaskan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang membangun untuk pembaruan penelitian.

(24)

Salah satu tugas penting peneliti adalah mencari literatur. Tujuan penelusuran ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan untuk menentukan posisi penelitian yang akan dilakukan. Penelitian terdahulu juga dapat mencegah duplikasi yang tidak diinginkan.

Di bawah ini hasil penelitian terdahulu yang berkorelasi dengan penelitian ini:

1. Penelitian berupa Artikel jurnal oleh Jordy Alexi Yohans, I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, dan I Nengah Punia, dengan judul Bahasa Isyarat Indonesia Dalam Proses Interaksi Sosial Tuli Dan “Masyarakat Dengar”

Di Kota Denpasar. Latar belakang dalam penelitian tersebut adalah untuk mengetahui implementasi serta menganalisis makna yang dimiliki oleh penyandang tuli maupun “masyarakat dengar” di Kota Denpasar terkait penggunaan bahasa isyarat Bisindo pada interaksi sosial yang mereka gunakan. Fokus penelitiannya yaitu implementasi Bisindo sebagai proses interaksi sosial dan metodologi penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.

2. Penelitian berupa Skripsi oleh Emma dengan judul Interaksi Sosial Anak Tunarungu Terhadap Keluarga Dan Lingkungan Sosial Di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai. Latar belakangnya ialah untuk

(25)

mengidentifikasi interaksi sosialnya pada anak tunarungu kepada keluarga dan juga lingkungan sosialnya. Penelitian ini berfokus pada interaksinya anak tunarungu dengan keluarga dan lingkungan sosialnya. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif deskriptif.

3. Penelitian berupa jurnal oleh Muhammad Choirun Nasir, Edy Sudaryanto, Herlina Kusumaningrum, dengan judul Penggunaan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Sebagai Media Komunikasi (Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu Di Slb Among Asih, Surabaya). Latar belakangnya yakni untuk mengetahui bagaimana guru dan siswa tunarungu ini memakai SIBI digunakan untuk alat komunikasi di SLB Among Asih. Dan penelitian ini berfokus pada penggunaan SIBI sebagai alat untuk berkomunikasi antara guru dengan siswa. Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

4. Penelitian berupa jurnal oleh Isnainia Solicha, dengan judul Interaksi Sosial Anak Tunarungu Dalam Sekolah Umum Di Tk Syafina Sidotopo Wetan Surabaya. Latar belakang penelitian tersebut adalah untuk mengidentifikasi interaksi sosial anak tuna rungu saat di sekolah. Fokus penelitiannya yaitu, perilaku anak tunarungu di kelas, interaksi sosial anak tunarungu dengan teman sebayanya, guru kelas, dan guru pendamping kelas dan metodologi penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.

5. Penelitian berupa jurnal oleh Vivi Kurniawati dan M. Badrus Siroj, dengan judul Ragam Bahasa Anak Tunarungu Dalam Interaksi Sosial Di Slb

(26)

Negeri Ungaran. Latar belakang penelitian tersebut ialah terbentuknya keragaman bahasa tidak hanya disebabkan oleh penuturnya yang tidak homogen, namun interaksi sosial juga beragam. Keberagaman bahasa ini terjadi pula pada penggunaan bahasa anak-anak tunarungu dalam interaksi sosial di SLB Negeri Ungaran. Fokus penelitiannya yaitu bentuk ragam bahasa dan faktor yang mempengaruhi interaksi sosial anak tuna rungu, dan metodologi penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama dan Judul

Penelitian Persamaan Perbedaan

1 2 3 4

1. Jordy Alexi Yohans, I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, dan I Nengah Punia, dengan judul Bahasa Isyarat Indonesia Dalam Proses Interaksi Sosial Tuli Dan “Masyarakat Dengar” Di Kota Denpasar.

a. Metodologi penelitian sama sama memakai kualitatif deskriptif.

a. Fokus penelitian bahasa isyarat indonesia (Bisindo) dalam proses interaksi sosial, sedangkan peneliti fokus pada pelaksanaan bimbingan sistem isyarat bahasa indonesia (SIBI) melalui SIBI bergambar pada interaksi sosial.

b. Objek penelitian kepada masyarakat tuli dan masyarakat dengar di kota denpasar, sedangkan

peneliti kepada

siswa/siswi tunarungu di SDLB Negeri Jember.

2. Emma dengan judul Interaksi Sosial Anak Tunarungu Terhadap Keluarga Dan Lingkungan Sosial Di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai.

a. Metodologi menggunaka n pendekatan kualitatif deskriptif.

a. Fokus penelitian interaksi sosial anak tuna rungu dengan keluarganya dan lingkungan sosial, sedangkan peneliti fokus pada interaksi sosial antar tunarungu.

3. Muhammad Choirun

Nasir, Edy

a. Metodologi penelitian

a. Fokus penelitian penggunaan SIBI sebagai

(27)

No Nama dan Judul

Penelitian Persamaan Perbedaan

1 2 3 4

Sudaryanto, Herlina Kusumaningrum, dengan judul Penggunaan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Sebagai Media Komunikasi (Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu Di Slb Among Asih, Surabaya).

sama memakai pendekatan kualitatif deskriptif.

b. Sama sama menggunaka n sistem isyarat

bahasa indonesia (SIBI).

media komunikasi, sedangkan peneliti fokus penelitian penggunaan SIBI sebagai interaksi sosial antar tunarungu.

4. Isnainia Solicha, dengan judul Interaksi Sosial Anak Tunarungu Dalam Sekolah

Umum Di Tk

Syafina Sidotopo Wetan Surabaya.

a. Metodologi penelitian sama memakai kualitatif deskriptif.

b. Objek

penelitiannya anak

tunarungu di SLB.

a. Fokus penelitian pada interaksi sosial tanpa menjelaskan bahasanya, sedangkan peneliti fokus penelitiannya

menggunakan sistem isyarat bahasa indonesia (SIBI) sebagai interaksi sosial pada anak tuna rungu.

5. Vivi Kurniawati dan M. Badrus Siroj, dengan judul Ragam

Bahasa Anak

Tunarungu Dalam Interaksi Sosial Di Slb Negeri Ungaran

a. Metodologi penelitian memakai kualitatif deskriptif.

b. Sama-sama menggunaka n objek penelitian anak

tunarungu di SLB.

a. Fokus penelitian bentuk ragam bahasa pada anak tuna rungu, sedangkan

peneliti fokus

penelitiannya

menggunakan sistem isyarat bahasa indonesia (SIBI) sebagai interaksi sosial anak tuna rungu.

(28)

B. Kajian Teori

1. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) a. Pengertian SIBI

Dalam perkembangannya di negara Indonesia bahasa isyarat dibagi dua yaitu Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO). Sedangkan SLB yang peneliti teliti menggunakan SIBI untuk interaksi sosial dalam kegiatan sehari-hari.

SIBI ialah komunikasi bahasa isyarat yang dilakukan penyandang tunarungu. Bahasa SIBI terdiri dari gerak tubuh, gerak tangan, serta gerak bibir yang disusun dengan cara sistematis dan berfungsi sebagai representasi kosa kata bahasa indonesia.13

Seiring berjalannya waktu, SIBI masih menggunakan bahasa asing yang kemudian ditambah dengan bahasa indonesia dan isyarat lokal buatan. Penglihatan adalah indera yang harus dimaksimalkan untuk membantu penyandang tunarungu dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

SIBI merupakan media yang memfasilitasi komunikasi untuk penyandang tunarungu. Bentuknya adalah susunan jemari, gerakan kedua tangannya dan banyak gestur dengan sistematis dan melambangkan kosa kata lokal atau bahasa indonesia14

13 Vetra El Rahma, Maskub, Zaenal Arifin, Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Sistem Elektronik (E-SIBI) Sebagai Media Komunikasi Siswa Tunarungu Di Slb Negeri Tambahrejo, Jurnal, Vol 8, No 2 (Edu Kata: Agustus, 2022), 146.

14 Muhammad Choirun Nasir, Edy Sudaryanto, Herlina Kusumaningrum, Penggunaan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Sebagai Media Komunikasi (Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu Di Slb Among Asih, Surabaya) (Surabaya: Untag, 2020), 3

(29)

Pembelajaran SIBI yang mengikuti tata bahasa indonesia mudah dipelajari oleh guru dan orang tua mendengar. Namun, bagi anak tunarungu yang belum pernah berbicara bahasa indonesia sebelumnya, sangat sulit. Pemerintah berharap dengan belajar bahasa isyarat, penyandang tunarungu dapat berkomunikasi dan menerima informasi seperti orang lain. Sehingga penyandang tunarungu tidak lagi kesulitan ketika berkomunikasi dengan anak dengar.

Pengertian di atas dapat disimpulkan oleh peneliti, bahwa SIBI adalah sebuah bahasa komunikasi dengan bentuk bahasa isyarat yang mana digunakan oleh penyandang tunarungu berupa susunan kosa kata dalam bahasa indonesia yang di dalamnya terdapat isyarat gerak tubuh, gerak tangan, serta gerak bibir.

Abjad dan Angka SIBI dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar Abjad SIBI Gambar Angka SIBI

Dibakukannya SIBI sebagai bahasa isyarat baku untuk penyandang tunarungu indonesia dapat menyatukan komunikasi mereka yang terkena dampak dan masyarakat luas. Dalam proses pembakuan SIBI, terdapat beberapa ketentuan SIBI antara lain

(30)

kemudahan, keindahan, dan ketepatan dalam mengungkapkan makna atau susunan kata. Aturan detail untuk SIBI diantaranya:15

1) Sistem isyarat harus secara sintaksis mewakili makna kosa kata.

2) Bahasa indonesia merupakan bahasa yang paling banyak digunakan di masyarakat.

3) Terdiri dari kata dasar tanpa akhiran, meskipun beberapa pengecualian dibuat dalam mengembangkan bahasa isyarat yang memiliki arti sama.

4) Sistem isyarat yang dikembangkan harus mencerminkan keadaan ekologi, sosial, dan budaya di indonesia guna menghindari adanya implikasi yang tidak etis pada karakter daerah tertentu di indonesia.

5) Sistem isyarat disesuaikan dengan perkembangan keterampilan dan psikologi siswa.

6) Sistem isyarat harus memperhatikan tanda-tanda yang digunakan penyandang tunarungu di masa lalu.

7) Siswa, guru, orang tua dan masyarakat harus dengan mudah mempelajari bahasa isyarat.

8) Isyarat yang dirancang harus memiliki arti yang jelas, tidak ambigu, dapat dikembangkan, dan tidak akan berubah.

b. Lingkup Sistem Isyarat

Berdasarkan pembentukannya dibedakan menjadi 3 yakni sebagai berikut:16

15 Erwin Syahrul Hidayat, Media Pembelajaran Animasi SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) Tentang Pengenalan Huruf Dan Angka Untuk Anak Disabilitas Tunarungu, (Universitas Hasanudin: Makassar, 2022), 25.

(31)

1) Isyarat pokok, ialah isyarat yang melambangkan sebuah kata atau konsep. Isyarat ini dibentuk dengan berbagai penampil, tempat, arah, dan frekuensi.

2) Isyarat tambahan, ialah isyarat yang melambangkan awalan, akhiran, dan partikel.

a) Isyarat awalan

Isyarat awalan dibentuk dengan tangan kanan sebagai penampil utama dan tangan kiri sebagai penampil pendamping.

Ada 7 buah isyarat awalan yaitu awalan ber-, di-, me-, ter-, pe-, se- dan ke-.

b) Isyarat akhiran dan partikel

Isyarat ini dibentuk sesudahnya isyarat pokok dengan tangan kanan sebagai penampil, bertempat didepan dada dan digerakkan mendatar ke kanan. Isyarat ini terdiri dari akhiran – an, -man, -wan, -wati, dan partikel –lah, -kah dan –pun.

c) Isyarat bentukan

Isyarat bentukan ialah isyarat yang terbentuk dengan menggabungkan isyarat pokok dan isyarat imbuhan.

16 “Retno Muktiasih, Meningkatkan Kemampuan Memahami Bacaan Pada Pelajaran Bahasa Indonesia Dengan Media Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Siswa Kelas Dasar 2 (D2) SLB- B Yakut Purwokerto Tahun Pelajaran 2008/2009, (Skripsi, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2016),41-42.”

(32)

c. Kelebihan dan Kelemahan SIBI 1) Kelebihan

Banyak sekali keuntungan mempelajari bahasa isyarat, karena bahasa isyarat merupakan bentuk komunikasi tertua dan sebagai alat komunikasi bagi penyandang cacat pendengaran di internasional.17 Selain itu, bahasa isyarat dapat menghindari risiko keterlambatan perkembangan bahasa bagi anak tunarungu dan tunawicara. Jadi, dengan adanya bahasa isyarat anak tunarungu sangat terbantu untuk menguasai bahasa dan berkomunikasi dengan orang lain.

2) Kelemahan

Penggunaan bahasa isyarat sebagai media pembelajaran bagi anak tunarungu memiliki beberapa kelemahan yakni terdapat perbedaan jenis bahasa isyarat dan budaya yang melingkupinya dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa isyarat SIBI pada dasarnya kurang bisa digunakan komunikasi dalam sehari-hari karena kosa kata yang tidak sesuai dengan aspirasi dan hati nurani penyandang tunarungu serta tata bahasa yang baku pada pola tata bahasa indonesia yang menyebabkan kesusahan untuk berkomunikasi.

17 Erwin Syahrul Hidayat, Media Pembelajaran Animasi SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) Tentang Pengenalan Huruf Dan Angka Untuk Anak Disabilitas Tunarungu, (Universitas Hasanudin: Makassar, 2022), 25.

(33)

2. Interaksi Sosial

a. Pengertian Interaksi sosial

Interaksi ialah proses komunikasi untuk menemukan informasi atau data baik secara langsung ataupun tidak langsung. Interaksi sosial yakni adanya hubungan yang timbal balik berbentuk aksi sama-sama berpengaruh antarperorangan, antara individu dengan kelompok, serta antarkelompok.18 Dalam hal ini, individu atau kelompok berkolaborasi menjalankan interaksi formal ataupun informal, baik langsung maupun tidak langsung.

Menurut Soerjono Soekanto dalam penelitian Emma, memandang interaksi sosial adalah dasar proses yang terjadi karena terdapatnya hubungan sosial yang dinamis mencakup hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, ataupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.19

Dengan mempertimbangkan pengertian di atas, di tarik kesimpulan interaksi sosial ialah jenis hubungan sosial di mana informasi dikumpulkan dengan langsung maupun tidak langsung dan mempengaruhi keduanya, contohnya adalah hubungan orang perorangan, antarkelompok-kelompok manusia, atau antara perorangan dan kelompok.

18 Supriatin, Sri Hartini, Interaksi Sosial, (Kemendikbud:2019), 29.

19 “Emma, Interaksi Sosial Anak Tunarungu terhadap Keluarga dan Lingkungan Sosial di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai (Skripsi: UIN Alauddin Makassar, 2022), 11.”

(34)

b. Ciri-ciri Interaksi sosial

Ciri-ciri interaksi sosial menurut pakar Sosiologi dari Amerika yakni Charles P. Loomis, menyatakan:20

1) Pelaku lebih dari satu orang

2) Adanya komunikasi antara pelaku melalui kontak sosial 3) Memiliki pesan ataupun tujuan yang jelas

4) Dimensi waktu mencakup masa lalu, masa kini, dan masa depan.

c. Syarat terjadinya interaksi sosial

Adanya hubungan timbal balik dan pemahaman tentang maksud dan tujuan lawan bicara adalah syarat terjadinya interaksi sosial. Untuk itu, dapat dikatakan interaksi sosial jika memenuhi syarat terjadinya interaksi sosial sebagai berikut:21

1) Kontak sosial

Kontak sosial bermula dari bahasa latin yaitu con dan cum yang berpengertian bersama-sama dan tango berarti menyentuh.

Jadi secara bahasa kontak sosial mempunyai arti bersama-sama menyentuh. Kontak sosial akan terjadi apabila terjadi hubungan secara fisikal, hal ini dilihat pada segi fisik. Namun, hubungan sosial bukan hanya terjadi karena menyentuh orang, tetapi orang dapat berhubungan sosial tanpa harus menyentuh. Seperti halnya orang berbicara dengan orang lain melalui teknologi yang

20 Supriatin, Sri Hartini, Interaksi Sosial, (Kemendikbud:2019), 29.

21 “M. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Teori, Paradigma, dan Diskursus teknologi di Masyarakat) (Jakarta: Kencana, 2020), 55. “

(35)

berkembang saat ini misal: telepon, telegram, televisi, internet, dan sebagainya.

2) Komunikasi

Komunikasi ialah sebuah proses untuk menyampaikan pesan atau menerima ide dan gagasan dari pihak satu ke pihak lain, hal ini terjadi agar supaya mempengaruhi keduanya.

Komunikasi bisa digunakan dalam kata-kata atau komunikasi oral dan berupa gerak badan atau komunikasi non oral.22 Misalnya:

tertawa, menggelengkan kepalanya, melebarkan senyuman, dan sebagainya.

Unsur penting dalam komunikasi yang selalu ada di setiap komunikasi dalam buku M. Burhan Bungin yaitu:

a) Sumber informasi atau receiver yang artinya seorang yang memiliki bahan utama informasi atau data guna disebarkan kepada orang lain.

b) Saluran atau media artinya setiap dan segala bentuk media yang selalu digunakan guna menyatakan berita, baik melalui tatapan muka, melalui media massa atau medsos.

c) Penerima informasi atau audience artinya seorang atau bahkan suatu kelompok sebagai sasaran informasi atau data guna menerima informasi tersebut.

22 Supriatin, Sri Hartini, Interaksi Sosial, (Kemendikbud:2019), 31.

(36)

d. Jenis-jenis Interaksi Sosial

Jenis-jenis interaksi sosial dibedakan menjadi 3 yaitu interaksi antar individu, interaksi antar kelompok, dan interaksi individu dengan kelompok. Tujuan interaksi adalah memberikan pengaruh dan efek tertentu kepada pihak lain. Dampak timbal balik inilah yang dimaksudkan dengan rancangan dasar interaksi, sebab punya peran aktif yang sama antara kedua belah pihak dalam melakukan tindakan dan memberikan dampak. Hal ini membuktikan bahwa interaksi terjalin hubungan sebab dan akibat dikarenakan terciptanya komunikasi dua arah. 23

1) Interaksi antar individu yaitu interaksi yang terjalin saat dua orang berjumpa langsung, seperti: menyapa, tersenyum, berjabat tangan dan lain-lain.

2) Interaksi antara individu dengan kelompok yaitu interaksi yang terjalin saat seseorang berkomunikasi dengan sekumpulan lebih dari 3 orang, seperti: seminar di sekolah, guru mengajar di kelas, orasi mahasiswa dan lain-lain.

3) Pertemuan dua kelompok yang berbeda menimbulkan interaksi antar kelompok. Terjalinnya komunikasi yang mengutamakan urusan kelompok dari pada urusan pribadi seperti: kegiatan ekstrakurikuler dan bimbingan kelompok di sekolah.

23 Muhammad Mushfi El Iq Bali, Tipologi Interaksi Sosial Dalam Meningkatkan Karakter Disiplin Siswa No 01, Vol 04 (Universitas Nurul Jadid: Juni 2020), 50.

(37)

e. Proses-proses interaksi sosial

Menurut Gillin dan Gillin dalam M. Burhan Bungin, interaksi sosial menyebabkan dua jenis proses sosial: proses sosial asosiatif dan proses sosial disosiatif. Berikut penjelasan proses sosial asosiatif dan disosiatif:24

1) Proses Asosiatif

Proses asosiatif adalah suatu proses di mana terdapat pengertian dan kerjasama timbal balik antara individu atau kelompok. Pada proses ini mengarah untuk tercapainya tujuan bersama. Bentuk-bentuk proses asosiatif adalah sebagai berikut:

a) Kerja sama (Cooperation)

Kerja sama adalah upaya bersama individu atau kelompok untuk mencapai satu atau lebih tujuan bersama.

Kerja sama dapat berlangsung berdasarkan kepentingan atau tujuan bersama. Kesamaan inilah yang menciptakan proses kolaboratif yang kuat antara individu atau kelompok untuk mencapai tujuan mereka. Kerja sama pada dasarnya berarti bahwa seseorang atau sekelompok orang dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari orang atau kelompok lainnya, dan sebaliknya. Semua orang yang memiliki hubungan sosial akan percaya bahwa bekerja sama lebih menguntungkan dari pada bekerja sendiri.

24 “M. Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. (Jakarta: Kencana. 2020). 58.”

(38)

b) Akomodasi (Accomodation)

Akomodasi adalah proses sosial yang memiliki dua makna. Pertama, akomodasi adalah sebuah situasi di mana dua orang berkaitan dan mencapai keseimbangan berdasarkan nilai dan norma yang resmi di masyarakat. Kedua, akomodasi dipahami sebagai suatu proses yang kontinu di mana akomodasi merupakan suatu proses yang meredam konflik dalam masyarakat, baik antar individu, kelompok ataupun komunitas, serta dengan nilai dan norma yang resmi di masyarakat.

c) Asimilasi

Asimilasi adalah proses pencampuran dua atau lebih budaya yang berlainan sebagai hasil dari proses sosial, yang menciptakan budaya baru yang berlainan dengan budaya asalnya. Usaha untuk mengurangi perbedaan antara individu atau kelompok terlihat saat asimilasi terjadi.

2) Proses Disosiatif

Berbeda dengan proses asosiatif, proses disosiatif adalah proses yang berbeda. Proses sosial disosiatif ialah proses perlawanan (oposisi) terjalin antara individu dalam masyarakat.

Biasanya, perlawanan ini dilakukan guna melawan seseorang, kelompok, norma, atau nilai yang dianggap menghambat pencapaian tujuan. Persaingan, kontroversi, dan konflik adalah

(39)

tiga bentuk proses disosiatif. Bentuk-bentuk proses Disosiatif sebagai berikut:

a) Persaingan (competition) yakni proses sosial di mana individu atau kelompok berjuang serta bersaing guna mendapati keuntungan dengan menarik perhatian publik ataupun mempertajam praduga yang ada, tanpa memanfaatkan intimidasi ataupun kekerasan.

b) Kontroversi (Controvertion) yakni proses sosial yang berlangsung antara persaingan dan pertentangan ataupun pertikaian. Kontroversi proses sosial terjadi karena pertentangan pada tatanan konsep dan wacana. Sementara itu, pertentangan memasukkan unsur kekerasan ke dalam proses sosial.

c) Konflik (Conflict) yakni proses sosial di mana seseorang atau kelompok mengakui bahwa mereka berbeda dari orang lain karena hal-hal seperti fisik, emosional, budaya, perilaku, prinsip, politik, ideologi, dan kepentingan orang lain.

Perbedaan karakter ini menyebabkan konflik atau perselisihan yang dapat mengarah pada ancaman dan kekerasan fisik. Anak tunarungu bisa juga mengalami kedua kategori proses sosial seperti anak normal lainnya. Orang-orang yang telah berkembang dalam kemampuan sosial, dapat mengendalikan emosinya dengan cukup baik, dan menelaah kehidupan di luar

(40)

rumah dalam melakukan proses sosial asosiatif. Sebaliknya, orang yang tidak bisa mengendalikan emosi mereka ataupun senantiasa bergantung pada dunia luar tidak menutup kemungkinan melaksanakan proses sosial disosiatif.

3. Tunarungu

a. Pengertian Tunarungu

Istilah umum untuk penyandang gangguan pendengaran adalah tunarungu, yang mencakup semua tingkat gangguan pendengaran dari ringan sampai berat dan terbagi dalam kategori sulit mendengar ataupun tuli. Anak tunarungu ialah seorang anak yang kehilangan dalam kemampuan mendengar sebagian ataupun seluruhnya, jadi mereka tidak dapat menggunakan alat bantu dengar dalam hari- harinya, dan mempengaruhi kehidupan mereka secara kompleks.25

Anak dengan berkebutuhan khusus memiliki beberapa kategori diantaranya penyandang Tunanetra, Tunawicara, Tunarungu, Tunadaksa, Autis, Hiperaktif, dan berbagai macam lainnya. Jika gangguan pendengaran ini terjadi sejak dini, maka secara tidak langsung juga mempengaruhi kemampuannya dalam berbicara, karena anak tidak dapat mendengar suara orang lain sehingga sulit berbicara atau mengucapkan kata-kata.

Anak tunarungu biasanya memiliki ciri fisik yang sama dengan anak normal. Anak tunarungu memiliki kemampuan intelektual yang

25 “Muhammad Choirun Nasir, Edy Sudaryanto, Herlina Kusumaningrum, Penggunaan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Sebagai Media Komunikasi (Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu Di Slb Among Asih, Surabaya) (Surabaya: Untag, 2020), 3.”

(41)

sama dengan anak normal, akan tetapi keterbatasan informasi yang didapat dengan indera pendengaran terhambat, maka perkembangan kecerdasannya terlambat. Perkembangan bahasa anak tunarungu juga menghadapi kendala. Bahasa dan bicara adalah hasil dari cara peniruan, maka penyandang tunarungu memiliki ciri khusus yaitu kosa kata yang sangat terbatas, kesulitan dalam menafsirkan makna kiasan dan kata-kata yang abstrak.

Menurut Kirk dalam penelitian Emma, mengemukakan bahwa anak yang lahir dengan gangguan pendengaran atau kehilangan pendengarannya di masa kanak-kanak sebelum perkembangan bahasa dan bicara, kondisi anak tersebut disebut dengan tunarungu prelingual.

Menurut beberapa pendapat di atas mengenai definisi Tunarungu dapat disimpulkan bahwa tunarungu yakni seorang yang kekurangan ataupun kehilangan kemampuan pendengarannya yang mana disebabkan dari beberapa faktor seperti gen, di dalam kandungan, setelah lahir dan beberapa faktor lainnya, hal ini menyebabkan seseorang tersebut tidak dapat mendengar suara dari luar tanpa adanya alat bantu dengar.

b. Klasifikasi Tunarungu

Ketajaman pendengaran seorang diukur dan diklaim dalam satuan bunyi deci-Bell (disingkat dB). Pemakaian satuan tersebut guna

(42)

membantu dalam interpretasi hasil tes pendengaran serta memilah dalam jenjangnya. Berikut klasifikasi anak tunarungu yaitu:26

1) Klasifikasi Secara Etiologi

Secara etiologi atau berdasarkan penyebab ketunarunguan dibagi menjadi beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:

a) Pada saat sebelum dilahirkan (pre natal)

(1) Orang tua anak tunarungu atau memiliki gen sel yang tidak normal seperti gen dominan, gen resesif dan lain-lain

(2) Penyakit saat hamil, saat ibu sakit, trauma pada trimester pertama kehamilan, yakni selama pembentukan ruang telinga. Penyakitnya adalah rubella, moribili dan lain-lain.

(3) Keracunan obat saat kehamilan, ibu meminum obat aborsi yang dapat menyebabkan ketulian pada anak.

b) Pada saat kelahiran (natal)

(1) Pada saat persalinan, ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan alat penyedotan (tang).

(2) Prematuritas, yaitu anak yang lahir sebelum waktunya.

c) Pada saat setelah lahir (post natal)

(1) Ketulian akibat infeksi seperti radang otak (maningitis) atau infeksi umum seperti difteri, campak dan lain-lain.

(2) Penggunaan obat ototoksik pada anak-anak.

26 “Ginadhia Aliya Putri, Pengembangan Kemampuan Berbahasa Lisan Anak Tunarungu

Dengan Metode Pembelajaran Speechreading Di Tklb B Yakut Purwokerto, Skripsi (Iain Purwokerto: 2019), 25.”

(43)

(3) Kecelakaan yang mengakibatkan pada alat bantu dengar internal seperti terjatuh, tersangkut, dan lain-lain.

2) Klasifikasi Menurut Tarafnya

Tunarungu dapat diklasifikasikan sesuai tingkat pendengaran dibagi menjadi 5 jenis yaitu tunarungu ringan, tunarungu sedang, tunarungu agak berat, tunarungu berat, dan tunarungu berat sekali. Diantaranya sebagai berikut:

a) Tunarungu ringan (Mild Hearing Loss), anak termasuk tunarungu ringan mengalami kehilangan pedengaran antara 27- 40 dB.

b) Tunarungu sedang (Moderate Hearing Loss), anak tergolong tunarungu sedang mengalami kehilangan pendengaran antara 41-55 dB, maka dalam berbicara harus face to face.

c) Tunarungu agak berat (Moderately Savere Hearing Loss), anak tunarungu terbilang agak berat mengalami kehilangan pendengarannya antara 56-70 dB.

d) Tunarungu berat (Savere Hearing Loss), anak tunarungu tergolong berat mengalami kehilangan pendengaran yakni 71- 90 dB.

e) Tunarungu berat sekali (Profound Hearing Loss), kehilangan pendengaran lebih dari 90dB, anak tersebut masih mampu mendengar suara yang keras namun lebih mendapati getaran

(44)

pola suara ataupun dari indera penglihatannya untuk berkomunikasi.

c. Karakteristik Tunarungu

Beberapa karakteristik anak tunarungu sebagai berikut:27 1) Segi Fisik

a) Berjalan kaku serta sedikit bengkok akibat dari masalah pada organ keseimbangan telinga. Sebab itu anak tunarungu mengalami kekurangan penyeimbangan pada aktivitas fisiknya.

b) Pernafasan pendek serta tidak teratur. Anak tunarungu tidak pernah mendengarkan suara dalam kehidupan sehari-hari. Cara mengucapkan kata-kata dengan penekanan yang baik terutama saat berbicara.

c) Cara melihatnya agak kasar. Penglihatan adalah salah satu indera terpenting bagi anak tunarungu karena sebagian besar mereka mendapatkan pengalaman dari indera penglihatannya.

Oleh sebab itu anak tunarungu juga disebut dengan anak tunanetra, karena indera penglihatannya mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan aktivitas yang padat.

2) Segi Bahasa

a) Tidak banyak memiliki kosa kata b) Sulit mengartikan kata ungkapan c) Tata bahasanya kurang teratur

27 “Fifi Nofiaturrahmah, Problematika Anak Tunarungu Dan Cara Mengatasinya (Iain Kudus: Jurnal, 2018), 5.”

(45)

3) Intelektual

a) Kemampuan intelektualnya normal seperti pada umumnya.

Pada prinsipnya anak tunarungu tidaklah mengalami gangguan jiwa. Namun karena keterbatasan dalam berbahasa dan berkomunikasi, maka terjadi melambat perkembangan intelektualnya.

b) Begitu juga perkembangan akademik melambat disebabkan keterbatasannya dalam mendapatkan bahasa. Dan perkembangan intelektualnya tertunda dikarenakan hambatan berkomunikasi.

4) Sosial-Emosional

a) Sering merasa curiga dan berprasangka. Sikap ini disebabkan gangguan pendengaran. Mereka tidak mengerti yang dibicarakan orang lain, sehingga selalu merasa curiga.

b) Sering bersikap agresif. Anak tunarungu agresif sebab merasa tidak mengerti yang dikatakan orang lain.

Menurut Permanarian Somad dan Tati Hernawati dalam penelitian Fifi Nofiaturrahmah, mendeskripsikan karakteristik ketunarunguan menjadi empat bagian jika dilihat dari segi: intelegensi, bahasa dan bicara, emosi, dan sosial. Digolongkan sebagai berikut:

1) Karakteristik dari segi intelegensi

Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pada umumnya anak

(46)

tunarungu memiliki intelegensi normal hingga rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah dari prestasi anak normal karena keterbatasan anak tunarungu dalam memahami pelajaran lisan atau verbal. Namun, dalam pelajaran nonverbal anak tunarungu berkembang secepat anak normal. Anak tunarungu tidak selalu memiliki kemampuan intelegensi yang rendah, melainkan karena ketidakmampuan anak tunarungu dalam memaksimalkan intelegensinya. Aspek intelegensi verbal seringkali rendah, tetapi aspek intelegensi yang dihasilkan dari keterampilan penglihatan dan motorik berkembang pesat.

2) Karakteristik dari segi bahasa dan bicara

Kemampuan anak tunarungu berbahasa dan berbicara berbeda dengan kemampuan anak normal pada umumnya, karena kemampuan ini erat kaitannya dengan kemampuan mendengar.

Bahasa adalah alat dan sarana komunikasi manusia yang paling penting, sarana komunikasi antara lain membaca, menulis, dan berbicara. Anak tunarungu membutuhkan perlakuan khusus dan lingkungan berbahasa yang intensif yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan berbicara berkembang secara alami pada anak-anak tunarungu, tetapi membutuhkan upaya, pelatihan, dan bimbingan profesional terus menerus.

(47)

3) Karakteristik dari segi emosi dan sosial

Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dari lingkungan sekitar. Keterasingan ini memiliki efek negatif, seperti:

keegoisan melebihi anak normal, mereka takut pada lingkungan yang lebih luas, bergantung dengan orang lain, perhatian mereka lebih sulit untuk fokus, mereka umumnya polos dan bebas masalah, mudah marah dan mudah tersinggung.

a) Egosentrisme yang melebihi anak normal

Sifat ini dikarenakan oleh anak tunarungu memiliki dunia yang kecil sebab interaksi dengan lingungan yang sempit. Karena masalah pendengaran anak tunarungu melihat dunia hanya melalui indera penglihatan mereka. Anak tunarungu mempelajari lingkungan sekitarnya hanya dengan penglihatan, sehingga muncul rasa ingin tahu yang besar, seolah olah haus untuk melihat sesuatu yang meningkatkan keegosentrisme mereka.

b) Mempunyai perasaan takut dengan lingkungan yang lebih luas Kurangnya penguasaan terhadap lingkungan sekitar timbul perasaan takut yang membayang-bayangi anak tunarungu terhadap kemampuan bahasa yang rendah. Keadaan semakin tidak jelas karena tidak mampu menguasai situasi dan kondisi dengan baik.

(48)

c) Ketergantungan terhadap orang lain

Sikap ketergantungan kepada orang lain merupakan gambaran jika mereka putus asa dan mencari bantuan guna bersandar pada orang lain.

d) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan

Sempitnya pada kemampuan bahasa menyebabkan sempitnya alam pemikirannya. Alam pikirnya berpaku pada hal konkret. Anak tunarungu hanya berkonsentrasi pada satu hal, sulit dialihkan perhatiannya kepada hal lain yang mereka belum mengerti atau alami.

e) Memiliki sifat yang polos dan bebas masalah

Anak tunarungu tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan dengan baik. Anak tunarungu mengungkapkan perasaannya secara terbuka dan jujur. Emosi anak tunarungu biasanya dalam keadaan ekstrim cepat tersinggung karena merasa kecewa akibat tidak bisa mengekspresikan perasaannya, sehingga mengungkapkan dengan kemarahan. Semakin luas bahasanya, semakin mudah mereka memahami perkataan orang lain begitu juga sebaliknya.

d. Faktor Penyebab Tunarungu

Menurut Sardjono dalam penelitian Fifi Nofiaturrahma, mengemukakan bahwa faktor penyebab ketunarunguan dapat dibagi sebagai berikut:

(49)

1) Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)

a)

Faktor keturunan

b)

Penyakit Campak (Rubella, Gueman measles)

c)

Terjadi toxaemia (keracunan darah)

d)

Ketergantungan pilkina dan obat-obatan dengan jumlah besar

e)

Kekurangan oksigen (anoxia)

f)

Kelainan indera pendengaran sejak lahir 2) Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)

3) Faktor-faktor rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis a) Anak lahir prematur

b) Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang) c) Prses kelahiran yang terlalu lama

4) Faktor-faktor sesudah dilahirkan (post natal) a) Infeksi

b) Maningtis (peradangan selaput otak)

c) Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan d) Otitismedia yang kronis

e) Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan.

e. Komunikasi total

Komunikasi total adalah pendekatan pendidikan tunarungu yang menekankan bahwa tiap-tiap anak tunarungu berwenang atas seluruh sarana komunikasi dan alat untuk meningkatkan berbahasanya.

Komunikasi total dalam berbagai model bahasa yaitu menggunakan

(50)

gerakan ataupun gestur tubuh, bahasa isyarat, belajar berbicara, membaca bahasa, gestur jari serta belajar membaca dan menulis.28

Menggunakan komunikasi total pada anak tunarungu dalam belajar menggunakan segala bentuk komunikasi agar memiliki kesempatan yang penuh dalam mengembangkan bahasa sedini mungkin. Komunikasi total ini sangat efektif digunakan karena memanfaatkam bahasa lisan dan bahasa isyarat secara bersama-sama.

Sehingga keduanya saling menguatkan dan memperkuat pemahaman anak tunarungu dalam proses pemahaman.

Pemerolehan bahasa pada anak tunarungu menurut Myclebust yaitu melalui sistem lambang yang perlu diterima melalui penglihatan atau kombinasi dari tiga alternatif pemerolehan bahasa yaitu membaca, isyarat, dan membaca ujaran.

Mengajarkan konsep bahasa dengan tepat terhadap anak tunarungu haruslah dimulai sejak dini dan sangat bergantung pada peran aktif orang tua dalam perkembangan bahasanya. Guru dan orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam pengenalan konsep bahasa dalam pemerolehan bahasa pada anak tunarungu.

28 Ayang Rutma Dewi, Pemberdayaan Kemampuan bahasa dan Komunikasi Anak Tunarungu (Jakarta: Mini Bakti, 2018), 9.

(51)

4. Faktor Pendukung dan Penghambat a. Faktor pendukung

Menurut Penelitian Siti Rahma Harahap, komunikasi yang efektif ialah komunikasi yang apabila disampaikan kepada orang lain itu menjadi sesuatu yang berpengaruh, diantaranya sebagai berikut:29 1) Respect, adalah perasaan positif ataupun penghormatan diri kepada

lawan bicara.

2) Empaty, adalah menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang sedang dihadapi orang lain. Artinya anda mampu merasakan apa yang dirasa oleh orang lain, sehingga komunikasi akan jauh terjalin dengan baik sesuai psikologis lawan bicara.

3) Audible, adalah mengandung makna pesan yanag harus bisa didengarkan dan dimengerti orang lain.

4) Clarity, adalah kejelasan dari pesan yang disampaikan. Salah satu penyebab munculnya salah paham antara satu dengan yang lain adalah informasi yang tidak jelas yang mereka terima.

5) Humble, adalah sikap rendah hati, memberi kesempatan kepada orang lain untuk bicara lebih dulu, dan mampu menjadi pendengar yang baik.

Faktor pendukung di atas menunjukkan bahwa dengan adanya komunikasi saling mempengaruhi antar pihak maka akan menjadikan komunikasi yang efektif. Faktor pendukung menjadi salah satu hal

29 Siti Rahma Harahap, Hambatan-Hambatan Komunikasi (Jurnal Al Manaf: Juni, 2021) 60.

(52)

yang berpengaruh dalam mendukung terhadap orang lain untuk melangsungkan proses interaksi sosial dengan orang lain.

b. Faktor penghambat

Hambatan-hambatan secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3 menurut Arni dalam Penelitian Wiki Angga Wiksana, sebagai berikut:30

1) Hambatan pribadi, yakni gangguan komunikasi yang timbul dari emosi, nilai dan kebiasaan yang tidak baik. Hambatan pribadi seringkali melingkupi jarak psikologi dengan jarak sesungguhnya.

2) Hambatan fisik, yakni gangguan komunikasi yang terjadi pada tempat berlangsungnya komunikasi

3) Hambatan semantik, ialah hambatan yang berasal dari keterbatasan simbol-simbol bahasa.

Meskipun informasi yang disampaikan sebenarnya mudah dimengerti, namun ternyata komunikasi yang terjalin tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau diinginkan maka terdapat hambatan yang mungkin timbul. Oleh karena itu, di atas merupakan hambatan- hambatan yang terjadi dalam berkomunikasi atau berinteraksi sosial dengan orang lain.

30 “Wiki Angga Wiksana, Studi Deskriptif tentang Hambatan Komunikasi Fotografer dan Model dalam Proses Pemotretan (Bandung: Media Tor, 2017), 124.”

Gambar

Tabel   Uraian   Halaman
Tabel 2.1   Penelitian Terdahulu   No  Nama dan Judul
Gambar Abjad SIBI  Gambar Angka SIBI
Tabel 4.2  2. Data Sarpras
+4

Referensi

Dokumen terkait

Strategi yang digunakan adalah menjadikan buku ilustrasi fotografi yang menyajikan sistem isyarat bahasa Indonesia (SIBI) mengenai nama-nama hewan ternak yang di gunakan oleh

Dan pengaruh Penggunaan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia Pada Siaran Berita Indonesia Malam di TVRI Terhadap Pemahaman Informasi Siswa Penyandang Tunarungu adalah

Hubungan Pelaksanaan Peran Keluarga dengan Perkembangan Kemampuan Bahasa Anak Autis di SDLB-B dan Autis TPA Kecamatan Patrang Kabupaten Jember (The Correlation

judul “ Identifikasi Peran Orang Tua Dalam Mengembangkan Interaksi Sosial Anak Tunarungu ”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di

Keyword “Smart” diharapkan mampu mewakili dalam Perancangan Buku Fotografi Nama – Nama Hewan Ternak Dengan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ( SIBI ) Sebagai Media Pembelajaran

Berdasarkan hasil validasi oleh ahli CAI , ahli materi dan ahli media, Aplikasi Multimedia untuk Pengenalan Bahasa Isyarat bagi Anak Tunarungu Berbasis Android

Antara kendala yang dihadapi oleh SMK SAAS dalam menggunakan teknik bahasa isyarat terhadap anak tunarungu dalam pengajaran al-Quran adalah kondisi ketunaan, sehingga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan media kartu bergambar dengan media gambar pajang terhadap penguasaan kosa kata bahasa lnggris anak tunarungu di