Kelas : 5E Kelompok : 2 (dua)
Nama Praktikan : Muhammad Ilham Arasyid (4442210021)
Anggota : Ahmad Ariq (4442210022)
Alfrida Soraya Azizah (4442210093) Muhammad Langgeng Sabarsyah (4442210121) Iman Cahaya Pratama Edi (4442210130)
LAPORAN AWAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI PASCA PANEN
“PENYIMPANAN DINGIN PRODUK HORTIKULTURA”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Teknologi Pasca Panen
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023
i KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Teknologi Pasca Panen dengan judul “Penyimpanan Dingin Produk Hortikultura” ini dengan tepat waktu.
Sebagai penulis, tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Fitria Riany Eris, S.P., M.Si. dan Bapak Kiki Roidhelindho, S.TP., M.Sc. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Teknologi Pasca Panen. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudari Elsa Maulidya selaku Asisten Praktikum Teknologi Pasca Panen. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada kedua orang tua yang senantiasa memberikan do’a restu dan membantu penulis secara material.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar laporan praktikum ini dapat lebih disempurnakan.
Serang, November 2023
Penulis
ii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Tujuan ...3
1.3 Manfaat ...3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...4
2.1 Tinjauan Umum Tanaman Hortikultura ...4
2.2 Penyimpanan Dingin Produk Hortikultura ...4
2.3 Kebusukan Pada Produk Hortikultura ...5
BAB III METODE PRAKTIKUM ...9
3.1 Alat dan Bahan ...9
3.2 Cara Kerja ...9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...10
4.1 Hasil ...10
4.2 Pembahasan ...12
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...15
5.1 Kesimpulan ...15
5.2 Rekomendasi ...15
DAFTAR PUSTAKA ...16 LAMPIRAN
iii DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Pengamatan Warna………..………..………10
Tabel 2. Hasil Pengamatan Tekstur atau Kekerasan………..……10
Tabel 3. Hasil Pengamatan Penampakan Bahan atau Tingkat Pembusukan…...11
Tabel 4. Hasil Pengamatan Susut Berat……….………11
iv DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Produk Tanaman Hortikultura………...………...3 Gambar 2. Penyimpanan dingin produk hortiultura.………...………...4 Gambar 3. Kerusakan Produk Hortikultura...8
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu aspek terpenting dalam pendapatan Indonesia. Pertanian yang mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian juga melewati beberapa tahapan agar dapat mencapai hasil yang maksimal dan berkualitas. Pertanian penting bagi perekonomian suatu negara karena menyediakan makanan bagi seluruh umat manusia. Populasi dunia diperkirakan akan tumbuh menjadi 9,3 miliar pada tahun 2050, meningkatkan permintaan pangan sebesar 50-70%. Indonesia adalah negara yang kaya akan hasil bumi dari sektor pertanian, seperti tanaman perkebunan, hutan, dan lahan pertanian. Setiap jenis tanaman memiliki produk yang berbeda-beda dalam hal kualitas dan karakteristiknya. Tahap pasca panen atau sering disebut dengan tahap penanganan pada umumnya bertujuan untuk menjaga kualitas dan kuantitas hasil panen serta meningkatkan nilai tambah produk. Produk-produk pertanian rentan mengalami kerusakan atau pembusukan jika tidak segera ditangani, dikonsumsi, atau diolah menjadi produk lain yang lebih tahan lama. Namun, kegiatan penanganan pasca panen di Indonesia masih kurang optimal. Petani yang masih menggunakan metode dan alat tradisional yang manual dan sederhana dalam menangani hasil panennya (Awanis, et.al., 2021).
Pasca panen dalam bidang pertanian dapat diartikan sebagai perlakuan yang diberikan pada hasil panen hingga komoditas berada pada tangan konsumen.
Pemanenan dan penanganan pasca panen tanaman pangan adalah salah satu upaya untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Penanganan pasca panen secara langsung berperan dalam mengurangi kehilangan hasil, menambah nilai daya saing, menjaga kualitas hasil, serta pendapatan usaha tani. Upaya peningkatan penanganan panen dan pasca panen tanaman pangan perlu diarahkan pada tiga hal yaitu mengurangi kehilangan hasil, meningkatkan kualitas dan daya saing produk.
Dalam proses penanganan pasca panen, terdapat beberapa kriteria kualitas yang digunakan untuk menilai produk, yang mencakup perubahan fisik pada produk setelah beberapa hari masa simpan, seperti perubahan warna, bentuk, tekstur, dan
2 faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kualitas produk tersebut. Perubahan- perubahan ini seringkali disebabkan oleh gangguan fisiologis, yang pada sebagian besar kasusnya dipicu oleh penanganan pasca panen yang tidak tepat, seperti kurangnya perhatian dalam proses pengemasan, transportasi yang tidak sesuai, atau penyimpanan pada suhu ruang yang tidak cocok, yang semuanya dapat menyebabkan kerusakan fisik dan kimia pada produk pertanian tersebut. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengikuti praktik penanganan pasca panen yang benar guna mempertahankan kualitas produk yang optimal (Iriani, 2020).
Proses pengawetan merupakan proses yang penting karena merupakan tahapan sebelum sampai ke tangan konsumen. Ada banyak jenis penyimpanan, tergantung pada jenis instalasinya. Dalam hal ini, penyesuaian jenis penyimpanan lebih diutamakan demi proses dan hasil yang baik. Pengawetan tanaman hortikultura sendiri lebih tepat bila menggunakan cold storage dengan tujuan untuk menghambat proses fisiologis pada produk tanaman hortikultura. Banyak produk taman juga memiliki masalah suhu lingkungan atau lingkungan. Dengan menjaga suhu ruangan produk taman, Anda dapat memperpanjang umur simpan produk taman. Penyebab pembusukan dalam bentuk pembusukan dapat dihambat melalui penggunaan cold storage, aktivitas mikroba dihambat dan dekomposisi yang disebabkan oleh mikroba dihambat. Selama magang ini dilakukan pengamatan terhadap cold storage produk hortikultura berupa pengujian warna, kekerasan, derajat pembusukan dan susut bobot. Menggunakan tiga metode pengolahan: suhu dingin, suhu berfluktuasi, dan suhu ruangan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penyimpanan pada suhu rendah terhadap mutu buah dan sayur segar.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa mengetahui pengaruh penyimpanan pada suhu rendah terhadap mutu buah dan sayur segar.
3 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tanaman Hortikultura
Hortikultura adalah cabang pertanian botani yang berhubungan dengan tanaman kebun. Umumnya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias. Hortikultura merupakan salah satu cabang ilmu agronomi. Berbeda dengan agronomi, hortikultura berfokus pada penanaman pohon buah buahan (pomologi/buah), pohon bunga (florikultura), tanaman sayuran (oleokultur), tanaman obat (produk biofarmasi), dan taman (lanskap). Hortikultura umumnya melibatkan penanaman tanaman di kebun.
Konsep ini berbeda dengan Agronomi yang pengertiannya adalah budidaya tanaman di lapangan. Salah satu ciri produk budidaya adalah mudah rusak atau rusak karena kesegarannya (Iriani, 2020).
Gambar 1. Hasil Panen Tanaman Hortikultura (Sumber : pertanian.uma.ac.id)
2.2 Penyimpanan Dingin Produk Hortikultura
Keberhasilan penyimpanan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor luar seperti hambatan, tetapi juga faktor internal pada buah (respirasi, transpirasi, dan lain-lain).
Apabila metabolisme buah berkurang maka umur simpan buah dapat diperpanjang.
Misalnya saja nilai tekstur yang lebih lunak (berkurang) juga dapat menyebabkan menurunnya kesukaan terhadap buah, karena selama penyimpanan buah akan terus kehilangan air sehingga terjadi perubahan fisik yang sebenarnya. Faktanya, proses dehidrasi lebih cepat dan relatif signifikan, karena adanya perbedaan kelembapan antara ruangan dan bahan yang disimpan (Dhyan et al., 2018).
4 Gambar 2. Cold Chain produk hortiultura
(Sumber : ekonomi.republika.co.id)
Suhu penyimpanan mempengaruhi kualitas buah: semakin tinggi suhu penyimpanan maka semakin cepat proses respirasi. Penyimpanan dingin adalah upaya mengawetkan makanan dengan menyimpannya pada suhu di atas titik beku, biasanya antara 2 dan 13°C. Pada cold storage, selain pengaturan suhu, sirkulasi udara dan kelembaban relatif (RH) juga dikontrol. Penggunaan suhu rendah dan kelembaban relatif tinggi dapat menghambat aktivitas fisiologis, aktivitas mikroba, transpirasi dan penguapan dalam jangka waktu tertentu. Meskipun perubahan kualitas buah masih terjadi pada penyimpanan dingin, namun lajunya lebih lambat dibandingkan bila disimpan pada suhu kamar. Penyesuaian RH udara dalam penyimpanan sangat penting karena RH jenuh akan menyebabkan kondensasi air pada permukaan buah sehingga menjadi lingkungan tumbuhnya mikroorganisme.
Sedangkan jika kelembapan relatifnya rendah maka akan menimbulkan kerutan pada kulit (Dhyan et al., 2018).
Pendinginan merupakan salah satu cara pengolahan buah dan sayur karena dapat mencegah atau mengurangi penyebab pembusukan. Semakin tinggi suhu maka semakin cepat pernafasan, hal ini berlaku pada suhu optimal. Jika suhu optimal terlampaui maka laju pernapasan akan menurun. Jika respirasi berlangsung cepat, berarti penguraian makromolekul juga cepat sehingga menyebabkan dekomposisi lebih cepat. Begitu pula jika suhu rendah maka aktivitas enzim menjadi lambat sehingga proses dekomposisi juga lambat. Ketika suhu turun hingga 80 C, laju reaksi berkurang setengahnya (Wulantika, 2021).
5 2.3 Kebusukan Pada Produk Hortikultura
Selama penanganan produk pangan, mulai dari panen hingga konsumen, dapat terjadi kehilangan/penyusutan dan pembusukan. Selama pengolahan awal (perlakuan awal), dapat terjadi kehilangan/penyusutan akibat pecah atau hancurnya banyak biji, hilangnya cangkang dan pemotongan yang berlebihan. Selama pengangkutan terjadi kehilangan karena busuk, memar, atau kerusakan lainnya.
Kehilangan atau kerusakan selama pengangkutan dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya suhu. Selama penyimpanan, kehilangan/penyusutan dan kerusakan dapat disebabkan oleh serangga, jamur, bakteri, tikus, burung, dan perkecambahan.
Banyak produk yang menjadi tengik, terutama yang mengandung lemak. Proses ini juga dipengaruhi oleh faktor cuaca, kelembaban dan suhu. Selama penanganan dan pengemasan, kehilangan/penyusutan dan kerusakan dapat terjadi akibat pengupasan yang berlebihan, serta dapat terjadi pemotongan dan kontaminasi pada. Saat produk dipasarkan, kontaminasi juga dapat terjadi sehingga kualitasnya dapat menurun.
(Achadiyah, 2017).
Pembusukan mikroba dapat terjadi pada buah dan sayuran segar yang masih menempel pada tanaman induknya atau terjadi pada saat pemetikan, penanganan dan pemasaran. Proses infeksi, khususnya pada produk pasca panen, terutama disebabkan oleh kerusakan mekanis pada kulit produk, seperti kuku tergores, tergores, luka dan sayatan akibat serangan serangga. Keadaan fisiologis produk dan suhu juga mempengaruhi proses infeksi (Darwis, 2018).
Hasil pertanian yang disimpan terlalu lama dan tanpa pengolahan akan menyimpang dari kondisi normal atau rusak. Berdasarkan penyebabnya, kerusakan hasil pertanian dibedakan menjadi beberapa jenis. Kerusakan mikroba disebabkan oleh mikroorganisme seperti kapang, bakteri dan khamir yang menyerang produk pertanian yang disimpan. Kerusakan biologis seringkali disebabkan oleh kerusakan fisiologis dan serangan serangga. dan hewan pengerat. Kerusakan fisiologis dapat disebabkan oleh reaksi metabolisme pada produk atau enzim yang menyebabkan autolisis sehingga menyebabkan pembusukan dan pembusukan. Kerusakan fisik pada produk pertanian dapat terjadi akibat penanganan fisik seperti pendinginan yang dapat menyebabkan pembekuan atau cedera akibat pembekuan. Pembakaran, pemanasan, pengeringan dapat menyebabkan karbonisasi, penggorengan yang
6 terlalu lama dapat menyebabkan kebakaran pada produk pertanian yang diolah dan diawetkan. Misalnya, ketika lemak teroksidasi dan warnanya menjadi lebih terang, minyak menjadi tengik. Kerusakan mekanis pada produk pertanian disebabkan oleh adanya benturan mekanis, seperti benturan antara bahan baku atau dengan alat pengolah dan wadah (Aisah, 2020).
Banyak jenis bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan kerusakan pada buah dan sayuran setelah panen. Penurunan bobot buah dan sayur yang sangat tinggi setelah panen disebabkan oleh jamur tertentu seperti Alternaria, Botrytis, Diplodia, Monilia, Penicillium, Phomopsis, Rhizopus dan Sclerotinia serta bakteri Erwinia dan Pseudomonas. Kebanyakan bakteri ini hanya menyerang produk rusak.
Sebaliknya, sebagian kecil seperti Colletotrichum memiliki kemampuan menembus produk ke dalam kulit yang sehat. Seringkali terdapat hubungan khusus antara tanaman inang dan patogen. Sebagai contoh Penicillium digitatum hanya merusak jeruk sedangkan P. expansum menyebabkan busuk pada apel dan buah pear, tetapi tidak pada buah jeruk. Kerusakan komoditi dapat terjadi secara sempurna apabila diserang oleh sebuah atau beberapa mikroba pathogen dan merusak jaringan.
Serangan awal ini dengan segera diikuti oleh serangan pathogen dengan spektrum inang yang luas (broad spectrum ) (Pangaribuan, 2016).
Produk pertanian memiliki banyak tampak fisik yang berbeda-beda, seperti warna, volume, bentuk, luas permukaan, bobot dan lainnya. Kerusakan yang terdampak pada hasil pertanian sangat tampak pada kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Yang mempengaruhi penurunan kualitas produk hortikultura terpengaruh oleh beberapa faktor yang terbagi menjadi faktor internal dan eksternal. Pada faktor internal tentu berkaitan dengan metabolisme produk dan transpirasi pada variasi kualitas produk. Sedangkan faktor eksternal meliputi pembusukan yang dapat terjadi sejak panen hingga penyimpanan, termasuk kerusakan fisik, kimia, mekanis, dan serangan biologis oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, pengelolaan penanganan pasca panen yang cermat menjadi penting untuk menjamin kualitas produk pertanian yang optimal (Tahir, 2023).
Kerusakan kimiawi pada pangan mengacu pada serangkaian reaksi dan proses fisiologis yang terjadi pada pangan setelah panen yang dapat menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan. Contoh kerusakan kimia antara lain oksidasi
7 lemak pada makanan yang dapat menghasilkan rasa tengik dan perubahan warna, koagulasi akibat perubahan pH dan putusnya ikatan kimia, serta pencoklatan akibat reaksi enzimatik atau autolisis non-enzimatik yang dapat menyebabkan degradasi dan pembusukan akibat aktivitas metabolisme dan enzimatik pascapanen, serta perubahan bau, rasa, warna akibat pembentukan senyawa seperti asam, aldehida, keton, dll. Tingkat kerentanannya berbeda-beda tergantung kondisi pangan. Selain itu, kerusakan kimia juga dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis dan mikrobiologis (Kusnandar, 2019).
Komponen kimia yang terkandung dalam produk pertanian dapat diubah atau bereaksi melalui interaksi kimia dengan komponen pangan lainnya atau dengan unsur kimia di lingkungan seperti oksigen, uap air dan unsur lain yang sejenis. . Laju perubahan atau reaksi kimia ini sangat bergantung pada sifat bahan, seperti pH, keberadaan enzim atau katalis, dan aktivitas air. Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi pengolahan seperti suhu, tekanan, keseragaman dan faktor penyimpanan. Reaksi kimia pada produk pangan dapat mencakup satu atau lebih reaksi kimia, bergantung pada komposisi kimia produk tersebut. Interaksi antar komponen pangan seringkali menimbulkan perubahan sifat dan kualitas pangan, baik yang diharapkan maupun tidak. Perubahan mutu yang dapat terjadi akibat reaksi kimia meliputi aspek fisik dan organoleptik seperti warna, aroma, bau, kekentalan, elastisitas, tekstur, dan lain-lain (Clangga, 2021).
Kerusakan produk pertanian seringkali disebabkan oleh aktivitas mikroba pada pangan. Kerusakan mikroba merupakan kerusakan yang merugikan pangan, bukan hanya karena tingginya tingkat dan keragamannya, namun juga karena produksi senyawa beracun yang dapat merugikan manusia serta pembusukan pangan, produk pertanian dapat menurunkan minat konsumen (Puri, 2019).
Komposisi kimia pangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur dan sifat pangan. Secara umum, makanan nabati seringkali mengandung selulosa dalam jumlah tinggi, sehingga membuat dinding selnya lebih tahan lama dibandingkan makanan hewani. Bahan pangan yang mengandung karbohidrat dan protein dalam jumlah cukup mempunyai risiko lebih tinggi untuk dimusnahkan oleh mikroorganisme, karena karbohidrat dan protein tersebut merupakan substrat yang ideal bagi bakteri. Di sisi lain, bahan makanan yang mengandung banyak
8 lemak dan enzim berisiko lebih tinggi mengalami kerusakan kimia (Wardah dan lamusu, 2018).
Gambar 3. Kerusakan Produk Hortikultura (Sumber : Perpustakaan Universitas Terbuka)
9 BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu penetrometer, nampan, kulkas, timbangan analitik, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah buah tomat dan pisang.
3.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja dari praktikum kali yaitu:
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dicuci buah pisang dan tomat dengan air mengalir agar kotoran dan debu yang menempel pada kulit buah pisang hilang, kemudian dikeringkan.
3. Ditimbang buah pisang dan tomat dengan timbangan analitik.
4. Diberi label dan dibagi masing-masing buah menjadi 3 bagian untuk perlakuan penyimpanan perlakuan penyimpanan pada suhu dingin (10°C), suhu
berfluktuasi (disimpan pada 10°C selama 1 hari dan dilanjutkan dengan penyimpanan dengan suhu ruang 1 hari kemudian kembali ditempatkan pada suhu 10°C selama 1 hari), dan suhu dingin.
5. Disimpan pada suhu dingin, suhu berfluktuasi, dan suhu ruang dengan lama penyimpanan 0 hari, 3 hari dan 6 hari.
6. Dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna, perubahan tekstur, dan tingkat pembusukan.
7. Diberi skoring berdasarkan tabel skoring visual objektif.
10 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Warna
No Buah Perlakuan Hari Ke-0 Hari Ke-3 Hari Ke-6 1.
Pisang
Suhu Dingin 1 (0%
berubah)
1 (0%
berubah)
2 (25%
berubah) Suhu Berfluktuasi 1 (0%
berubah)
1 (0%
berubah)
3 (50%
berubah) Suhu Ruang 1 (0%
berubah)
2 (25%
berubah)
5 (100%
berubah) 2.
Tomat
Suhu Dingin 1 (0%
berubah)
1 (0%
berubah)
2 (25%
berubah) Suhu Berfluktuasi 1 (0%
berubah)
1 (0%
berubah)
3 (50%
berubah) Suhu Ruang 1 (0%
berubah)
2 (25%
berubah)
4 (75%
berubah) Catatan: ditulis Skor dan deskripsinya, contoh: 1 (0% berubah)
Tabel 2. Hasil Pengamatan Tekstur atau Kekerasan
No Buah Perlakuan Hari Ke-0 Hari Ke-3 Hari Ke-6 1.
Pisang
Suhu Dingin 480 g/mm/s
330 g/mm/s
220 g/mm/s Suhu Berfluktuasi 290
g/mm/s
280 g/mm/s
260 g/mm/s
Suhu Ruang 420
g/mm/s
340 g/mm/s
250 g/mm/s
2. Tomat Suhu Dingin 290
g/mm/s
250 g/mm/s
170 g/mm/s
11 Suhu Berfluktuasi 210
g/mm/s
200 g/mm/s
160 g/mm/s
Suhu Ruang 250
g/mm/s
220 g/mm/s
150 g/mm/s Catatan: ditulis Skor dan deskripsinya, contoh: 120 g/mm/s (sangat keras)
Tabel 3. Hasil Pengamatan Penampakan Bahan atau Tingkat Pembusukan No Buah Perlakuan Hari Ke-0 Hari Ke-3 Hari Ke-6
1.
Pisang
Suhu Dingin 1 (0%
pembusukan)
1 (0%
pembusukan)
4 (75%
pembusukan) Suhu
Berfluktuasi
1 (0%
pembusukan)
3 (50%
pembusukan)
5 (100%
pembusukan) Suhu Ruang 1 (0%
pembusukan)
3 (50%
pembusukan)
5 (100%
pembusukan) 2.
Tomat
Suhu Dingin 1 (0%
pembusukan)
1 (0%
pembusukan)
3 (50%
pembusukan) Suhu
Berfluktuasi
1 (0%
pembusukan)
2 (25%
pembusukan)
4 (75%
pembusukan) Suhu Ruang 1 (0%
pembusukan)
2 (25%
pembusukan)
4 (75%
pembusukan) Catatan: ditulis Skor dan deskripsinya, contoh: 1 (0% pembusukan)
Tabel 4. Hasil Pengamatan Susut Berat
No Buah Perlakuan Hari Ke-0 Hari Ke-3 Hari Ke-6 1.
Pisang
Suhu Dingin 45 gr 40 gr 35 gr
Suhu Berfluktuasi 45 gr 45 gr 40 gr
Suhu Ruang 40 gr 35 gr 30 gr
2.
Tomat
Suhu Dingin 40 gr 40 gr 35 gr
Suhu Berfluktuasi 45 gr 45 gr 35 gr
Suhu Ruang 45 gr 35 gr 30 gr
Catatan: ditulis Satuannya, contoh 15 gr
12 4.2 Pembahasan
Pembahasan dari praktiku penyimpanan dingin produk hortikultura adalah produk hortikultura sangatlah rentan akan adanya pembusukan yang terjadi pada saat setelah panen apabila dilakukan penyimpanan dengan tidak baik. Salah satu yang sangat mempengaruhi terhadap kualitas buah ialah suhu penyimpanan, ketika penyimpanan dilakukan dalam suhu rendah atau dingin maka akan menghambat aktivitas fisiologis pada perkembangan suatu produk hortikultura. Hal ini bersesuaian dengan pernyataan Dhyan et al (2018) yang menyatakan bahwa Suhu penyimpanan mempengaruhi kualitas buah: semakin tinggi suhu penyimpanan maka semakin cepat proses respirasi. Penyimpanan dingin adalah upaya mengawetkan makanan dengan menyimpannya pada suhu di atas titik beku, biasanya antara 2 dan 13°C. Pada cold storage, selain pengaturan suhu, sirkulasi udara dan kelembaban relatif (RH) juga dikontrol. Penggunaan suhu rendah dan kelembaban relatif tinggi dapat menghambat aktivitas fisiologis, aktivitas mikroba, transpirasi dan penguapan dalam jangka waktu tertentu. Meskipun perubahan kualitas buah masih terjadi pada penyimpanan dingin, namun lajunya lebih lambat dibandingkan bila disimpan pada suhu kamar. Penyesuaian RH udara dalam penyimpanan sangat penting karena RH jenuh akan menyebabkan kondensasi air pada permukaan buah sehingga menjadi lingkungan tumbuhnya mikroorganisme.
Sedangkan jika kelembapan relatifnya rendah maka akan menimbulkan kerutan pada kulit.
Pada praktikum kali ini didapatkan data yang ditunjukkan berdasarkan praktikum sebelumnya, dimana pada hasil praktikum kali ini dimasukkan kedalam 4 tabel yang didalamnya terdapat data warna, tekstur dan kekerasan, tingkat kebusukan dan susut berat dari produk hortikultura. Produk hortikultura yang digunakan pada mata kuliah ini adalah tomat dan pisang. Mengguunakan penyimpanan suhu dingin, suhu berfluktuasi dan suhu ruangan.
Pada tabel 1 terdapat data hasil pengamatan warna buah tomat dan pisang yang diberikan perlakuan dengan disimpan pada suhu dingin (10°C), suhu fluktuatif ( 1 hari 10°C, kemudian disimpan pada suhu ruang atau diatas 10°C) dan suhu ruang (diatas 10°C). Pada pengamatan hari pertama (Hari ke – 0) pada seluruh sampel pengamatan belum ada perubahan apapun alias skor : 1 / 0% perubahan. Pada
13 pengamatan hari ke – 3 perubahan hanya terjadi pada sampel pisang dan tomat yang diberikan perlakuan disimpan pada suhu ruang yaitu berubah ke skor 2 / 25%
perubahan warna. Pada pengamatan hari ke – 6 pada sampel pisang suhu dingin masuk ke dalam skor 2 / 25% perubahan, suhu flutuatif skor 3 / 50% perubahan dan suhu ruang skor 5 / 100% perubahan. Sedangkan pada tomat suhu dingin berubah menjadi skor 2 / 25% perubahan, suhu flutuatif skor 3/50% perubahan dan suhu ruang skor 4/75% perubahan warna.
Tabel 2 merupakan pengamatan pada perubahan tekstur dan kekerasan produk.
Pada hari ke – 0 sampel pisang suhu dingin memiliki tingkat 480 g/mm/s, suhu flutuatif 290 g/mm/s dan suhu ruang 420 g/mm/s. Sedangkan pada sampel tomat suhu dingin memiliki tingkat 290 g/mm/s, suhu flutuatif 210 g/mm/s dan suhu ruang 250 g/mm/s. Pada hari ke – 3 sampel pisang suhu dingin 330 g/mm/s, suhu flutuatif 280 g/mm/s dan suhu ruang 340 g/mm/s. Pada sampel tomat suhu dingin 250 g/mm/s, suhu flutuatif 200 g/mm/s dan suhu ruang 220 g/mm/s. Pada hari – 6 sampel pisang dengan suhu dingin 220 g/mm/s, suhu fluktuasi 260 g/mm/s dan suhu ruang 250 g/mm/s. Pada sampel tomat hari ke – 6 suhu dingin 170 g/mm/s, suhu fluktuatif 160 g/mm/s dan suhu ruang 150 g/mm/s.
Tabel 3 mengamati tingkat kebusukan. Pada hari ke – 0 seluruh sampel belum mengalami kebusukan sama sekali. Pada hari ke – 3 sampel pisang suhu fluktuasi dan suhu ruang berubah menjadi skor 3 / 50% perubahan. Pada sampel pisang suhu fluktuasi dan suhu ruang menjadi skor 2/25% perubahan. Pada hari ke – 6 perubahan pada sampel pisang suhu dingin menjadi 4 / 75% perubahan dan pada suhu fluktuasi serta suhu ruang menjadi skor 5 / 100% perubahan. Pada sampel tomat suhu dingin berubah menjadi skor 3/50% dan pada suhu fluktuasi serta suhu ruang menjadi skor 4 / 75% perubahan.
Tabel 4 merupakan pengamatan pada susut bobot produk hortikultura selama 6 hari. Pisang suhu dingin dan fluktuasi memiliki bobot 45gr pada hari ke – 0 sedangkan pada sampel suhu ruang memiliki bobot 40gr. Pada sampel tomat suhu dingin memiliki bobot 40gr, sedangkan pada suhu fluktuasi dan suhu ruang memiliki bobot 45gr. Pada hari ke – 3 sampel pisang pada suhu fluktuasi belum mengalami perubahan, pada suhu dingin menjadi 40gr, dan suhu ruang 35gr. Pada sampel tomat suhu dingin dan fluktuasi tidak mengalami perubahan sedangkan pada
14 suhu ruang menjadi 35gr. Pada hari ke – 6 sampel pisang suhu dingin 35gr, suhu fluktuasi 40gr dan suhu ruang 30gr. Pada sampel tomat suhu dingin dan fluktuasi memiliki bobot 35gr sedangkan pada suhu ruang berbobot 30gr.
Berdasarkan 2 sampel produk hortikultura yaitu pisang dan tomat yang diberi perlakuan suhu dingin, fluktuatif serta ruang memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari hari ke hari. Hal ini juga menunjukkan bahwa penyimpanan suhu dingin sangat baik dalam proses mempertahankan kualitas produk dari kebusukan atau proses metabolisme.
15 BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari laporan praktikum kali ini, yang dimana menggunakan bahan buah tomat dan pisang. Dari data diatas ditunjukan data yang berbeda dari setiap perlakuannya. Perlakuan yang memberikan ketahan terhadap buah tomat dan pisang yang merupakan jenis produk hortikultura yaitu perlakuan penyimpanan dengan menggunakan suhu dingin. Penggunaan suhu dingin dalam penyimpanan produk hortikultura sangatlah membantu dalam mempertahankan mutu dari produk tersebut.
5.2 Rekomendasi
Diharapkan dalam melakukan praktikum ini dapat melakukannya dengan teliti dan waspada. Agar hasil praktikum maksimal serta ketelatenan dalam melakukan pengamatan agar tidak ada kesalahan memasukkan data.
16 DAFTAR PUSTAKA
Achadiyah, S. 2017. Sifat Umum Hasil Pertanian. Yogyakarta: INSTIPER Yogyakarta.
Aisah, Nurul, Nurenik, Wahyudi David, dan M. Djaeni. 2020. Teknologi Pascapanen Bahan Pangan. Yogyakarta: Deepublish Publisher.
Awanis, Retna Qomariyah, dan Susi Lesmayati. 2021. Membangun Sinergi antar Perguruan Tinggi dan Industri Pertanian dalam Rangka Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-45 UNS Tahun 2021. Vol. 5 (1): 47-57.
Clangga, N. M. R. 2021. Manajemen Mutu Keamanan Pangan Seafood Pada Rumah Makan di Kecamatan Gianyar dengan Pendekatan HACCP.
Skripsi. Politeknik Kesehatan Denpasar. Denpasar.
Darwis, V. 2018. Potensi Kehilangan Hasil Panen dan Pasca Panen Jagung diKabupaten Lampung Selatan. Journal of Food System and Agribusiness. Vol. 2(1): 55-67.
Dhyan, C., Sumarlan, S. H., & Susilo, B. (2018). Pengaruh Pelapisan Lilin Lebah dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kualitas Buah Jambu Biji (Psidium Guajava L.). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis, 2(1).
Iriani, F. (2020). Fisiologi Pascapanen untuk Tanaman Hortikultura. In Deepublish.
Kusnandar, F. (2019). Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta : Bumi aksara.
Lamusu, Darni. 2018. Uji Organoleptik Jalangkote Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) Sebagai Upaya Diversifikasi Pangan. Jurnal Pengolahan Pangan. Vol. 3 (1): 9-15.
Pangaribuan, S., Titin, N., dan Anjar, S. 2016. Sifat Fisik dan Mekanik Serta Pengaruh Penyosohan terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Biji Sorgum Varietas KD 4. Politeknik Negeri Lampung. 81- 86.
Puri, A. A. F. 2019. Analisis Keamanan Pangan Pada Jajanan Sempol di Jalan Trunojoyo, Jalan Surabaya dan Jalan Veteran Kota Malang (Analisis Mutu Mikrobiologi, Mutu Fisik dan Cemaran Bahan Kimia Berbahaya Formalin dan Boraks). Karya Tulis. Politeknik Kesehatan Malang.
Malang.
17 Tahir, M. M. 2023. Penanganan Pasca Panen dan Produk Olahan Sayuran.
Yogyakarta: Nas media Pustaka.
Wulantika, T. (2021). Perubahan Kondisi Produk Hortikultura Pada Penyimpanan Suhu Rendah Dan Suhu Ruang. Jurnal Hortuscoler, 2(1).
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Penimbangan Sampel 1 Pisang
Lampiran 2.
Penimbangan Sampel 2 Pisang
Lampiran 3.
Penimbangan Sampel 3 Pisang
Lampiran 4.
Penimbangan Sampel 1 Tomat
Lampiran 5.
Penimbangan Sampel 2 Tomat
Lampiran 6.
Penimbangan Sampel 3 Tomat
Lampiran 7.
Pengukuran Kekerasan Sampel 1 Pisang
Lampiran 8.
Pengukuran Kekerasan Sampel 2 Pisang
Lampiran 9.
Pengukuran Kekerasan Sampel 3 Pisang
Lampiran 10.
Pengukuran Kekerasan Sampel 1 Tomat
Lampiran 11.
Pengukuran Kekerasan Sampel 2 Tomat
Lampiran 12.
Pengukuran Kekerasan Sampel 3 Tomat
Lampiran 13.
Turnitin