• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

N/A
N/A
wahyuddin nur

Academic year: 2023

Membagikan "PERENCANAAN PERKERASAN JALAN"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

Modul perencanaan perkerasan jalan yang ditulis disini merupakan uraian, penjelasan atau prinsip umum mengenai teknis perencanaan jalan untuk proyek jalan yang pada umumnya dilakukan pada jalan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Modul ini menjelaskan filosofi yang mendasari perencanaan teknis pada ketiga jenis perkerasan tersebut di atas, termasuk parameter utama yang mendasari perencanaan teknis yang dimaksud. Dengan memahami filosofi dasar perencanaan teknis, diharapkan perancang jalan dapat menyusun rencana teknis jalan dengan tepat, dalam arti tidak mubazir, tetapi juga tidak sesuai desain.

Setelah mempelajari modul ini, peserta akan mampu membuat desain jalan, termasuk perencanaan geometrik dan permukaan jalan, termasuk koordinasi perencanaan drainase, penambahan bangunan dan perlengkapan jalan. Kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk jabatan Insinyur Perancang Jalan dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang menetapkan satuan kerja, sehingga satuan tersebut menjadi tujuan pelatihan tertentu dalam Pelatihan Insinyur Perancang Jalan. 3 RDE – 03 Pengenalan dan pembacaan peta 4 RDE – 04 Penentuan survei penelusuran jalan 5 RDE – 05 Prinsip dasar survei topografi.

6 RDE – 06 Dasar-dasar survei dan pengujian geoteknik 7 RDE – 07 Dasar-dasar perencanaan drainase jalan 8 RDE – 08 Rekayasa lalu lintas. DESKRIPSI: Modul ini membahas tentang perencanaan perkerasan jalan, meliputi uraian, penjelasan atau prinsip umum perencanaan rekayasa jalan, pemaparan standar desain jalan, perencanaan rekayasa perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit.

KEGIATAN PEMBELAJARAN

Memberikan penjelasan, pembahasan atau uraian berbagai permasalahan terkait perencanaan perkerasan jalan dengan metode AASHTO.

PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE AASHTO

  • UMUM
  • TRAFFIC
  • RELIABILITY
  • SERVICEABILITY
  • RESILIENT MODULUS
    • RESILIENT MODULUS TANAH DASAR Resilient Modulus Tanah Dasar (M R )
    • RESILIENT MODULUS AC BASE (ATB) Marshall stability = 900 kg = 1.982 lb
  • DRAINAGE COEFFICIENT
    • VARIABEL FAKTOR DRAINASE
    • PENETAPAN VARIABLE MUTU DRAINASE
    • PENETAPAN VARIABLE PROSEN PERKERASAN TERKENA AIR Penetapan variable kedua yaitu persentasi struktur perkerasan dalam satu tahun terkena
  • LAYER COEFFICIENT
    • LAYER COEFFICIENT AGREGAT BASE KELAS A
    • LAYER COEFFICIENT AGREGAT BASE KELAS B
    • LAYER COEFFICIENT CEMENT TREATED BASE
  • STRUCTURAL NUMBER
  • TEBAL MINIMUM LAPIS PERKERASAN

Kinerja perkerasan diperkirakan pada angka desain kemampuan servis akhir pt = 2,5 (untuk jalan raya utama), pt = 2,0 (untuk jalan dengan lalu lintas rendah) dan kemampuan servis awal po = 4,2 (angka ini berkisar antara 0 hingga 5). Melihat keempat faktor di atas, penetapan besaran dalam rencana justru mengurangi potensi varians yang akan terjadi. Indeks kegunaan terminal Rute utama (jalan raya utama): pt = 2.5 Indeks kegunaan terminal Jalan dengan lalu lintas rendah: pt = 2.0 Total kehilangan kegunaan: PSI = po - pt.

Variabel kedua : persentase struktur perkerasan jalan yang terkena air dalam satu tahun sampai mendekati jenuh, dengan variasi < Penentuan variabel pertama lihat Tabel 1.5. diambil dari AASHTO 1993 halaman II-22), dan menggunakan pendekatan berikut. Contoh pendekatan: Untuk perkerasan lentur, lapis pondasi yang digunakan adalah material yang mempunyai indeks plastisitas (PI) rendah yaitu < 6%, laju permeabilitas k = 100 ft/hari, kemiringan 0,02, lebar jalur drainase L  24 kaki, ketebalan lapisan drainase H  1 kaki, maka waktu istirahat 0,2 hari. Dan persentase struktur perkerasan jalan yang terkena air dalam waktu 1 tahun dapat diperkirakan dengan asumsi sebagai berikut.

Maka berdasarkan justifikasi dan pendekatan teknis tersebut di atas, dapat digunakan persentase struktur perkerasan yang terkena air dalam setahun pada tingkat kejenuhan < 1. Untuk kondisi khusus yaitu sistem drainase jalan sangat buruk, badan jalan jalan sering tergenang air, penentuan koefisien drainase harus dipelajari secara khusus.

1.10 . PERSAMAAN DASAR PERKERASAN LENTUR

1.11 . STAGE CONSTRUCTION

PARAMETER DESAIN DAN DATA

Untuk memudahkan perhitungan, parameter desain dan data perencanaan perkerasan lentur disajikan di atas seperti pada Tabel 1.10.

BAB II

PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODE AASHTO

UMUM

TRAFFIC

RELIABILITY

Namun tidak ada jaminan seberapa besar perbedaan antara keempat faktor ini. diambil dari AASHTO 1993 halaman II-9), standar deviasi normal (ZR) mengacu pada Tabel 2.3. Catatan: Penggunaan besaran dalam Standar AASHTO ini memerlukan pencatatan data aktual, desain/evaluasi kelayakan, serta biaya konstruksi dan pemeliharaan dalam jangka waktu yang cukup.

SERVICEABILITY

MODULUS REAKSI TANAH DASAR

Pendekatan nilai Subgrade Reaction Modulus (k) dapat menggunakan hubungan antara nilai CBR dengan k seperti terlihat pada Gambar 2.3.

MODULUS ELASTISITAS BETON

FLEXURAL STRENGTH

LOAD TRANSFER

DRAINAGE COEFFICIENT

  • VARIABEL FAKTOR DRAINASE
  • PENETAPAN VARIABLE MUTU DRAINASE
  • PENETAPAN VARIABLE PROSEN PERKERASAN TERKENA AIR

Definisi variabel pertama mengacu pada tabel 2.7. diambil dari AASHTO 1993 halaman II-22) dan menggunakan pendekatan berikut. Air meteorik atau air diatas permukaan jalan yang akan masuk ke dalam pondasi jalan relatif kecil dari segi hidrologi yaitu sekitar 70 – 95% air yang jatuh pada jalan aspal/beton akan masuk ke sistem drainase (sumber : BINKOT Jalan Raya & Hidrologi Imam Subarkah). Air dari pinggir jalan kemungkinan besar akan menembus pondasi jalan, jumlah ini relatif sedikit karena terdapat selokan pinggir jalan, saluran melintang, dan muka air tertinggi berada di bawah dasar jalan.

Prosedurnya didasarkan pada durasi dan frekuensi hujan, dimana rata-rata hujan turun selama 3 jam sehari dan jarang turun hujan terus menerus selama 1 minggu. Relatif sulit untuk menentukan variabel kedua yaitu persentase struktur perkerasan yang terkena air sampai tingkat jenuh selama setahun, tidak ada catatan data pembanding dari jalan lain, namun dengan pendekatan, observasi dan perkiraan berikut nilainya. faktor variabel lainnya dapat diperkirakan.

PERSAMAAN PENENTUAN TEBAL PELAT (D)

PAREMETER DESAIN DAN DATA PERENCANAAN RIGID PAVEMENT

DESAIN GABUNGAN RIGID & FLEXIBLE PAVEMENT

ADDITIONAL OVERLAY

Diperkirakan perlu dilakukan pelapisan ulang (overlay) agar kondisi perkerasan tetap berada di atas nilai batas indeks kemudahan servis terminal sebesar 2,5 sebelum kemampuan layannya menurun menjadi 1,5 dan kemudian dapat mencapai umur rencana 20 tahun.

REINFORCEMENT DESIGN

  • STEEL WORKING STRESS
  • FRICTION FACTOR
  • TIE BAR
  • DOWEL
  • PARAMETER DESAIN DAN DATA REINFORCEMENT DESIGN

Tie Bar direka untuk memegang plat dengan selamat dan direka bentuk untuk menahan daya tarikan maksimum.

TINJAUAN KHUSUS PERENCANAAN PENULANGAN DAN SAMBUNGAN

  • TATA CARA PERENCANAAN PENULANGAN
  • SAMBUNGAN

Jumlah tulangan baja didistribusikan sesuai dengan kebutuhan untuk keperluan tersebut, yang ditentukan oleh jarak sambungan kontraksi, dalam hal ini dimungkinkan untuk menggunakan pelat yang lebih panjang untuk mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga meningkatkan kenyamanan. Perlunya Perkuatan pada Perkerasan Kontinu Tanpa Perkuatan Pada perkerasan kontinyu tanpa perkuatan, perkuatan tetap diperlukan untuk mengantisipasi atau meminimalkan keretakan pada lokasi dimana konsentrasi tegangan yang tidak dapat dihindari dapat terjadi. Luas tulangan melintang yang diperlukan untuk tekanan beton kontinu dihitung dengan menggunakan persamaan yang sama seperti perhitungan tulangan untuk tekanan beton kontinu dengan tulangan.

Perencanaan sambungan pada perkerasan kaku merupakan bagian yang harus dilaksanakan, baik untuk jenis perkerasan beton menerus tanpa atau dengan tulangan, maupun untuk jenis perkerasan beton menerus dengan tulangan. Sambungan yang dibuat atau dipasang pada perkerasan beton dimaksudkan untuk mempersiapkan tempat terjadinya pemuaian dan penyusutan beton akibat tegangan yang disebabkan oleh: perubahan lingkungan (suhu dan kelembaban), gesekan dan persyaratan konstruksi (pelaksanaan). Secara umum jarak antara sambungan konstruksi memanjang dan melintang tergantung pada kondisi material dan lingkungan setempat, dimana sambungan muai dan kontraksi sangat bergantung pada kemampuan konstruksi dan tata letaknya.

Untuk sambungan ekspansi, jarak pencegahan retak sedang akan berkurang jika koefisien termal, perubahan suhu, atau gaya gesek tanah dasar meningkat seiring dengan meningkatnya tegangan tarik beton. Untuk menentukan jarak sambungan yang akan mencegah retak, yang terbaik adalah berkonsultasi dengan catatan layanan setempat untuk mendapatkan panduan. Penting untuk mengetahui pengalaman setempat, karena perubahan jenis agregat kasar akan sangat mempengaruhi koefisien termal beton dengan konsekuensi jarak sambungan yang dapat diterima.

Sebagai pedoman awal, jarak sambungan beton biasa adalah  2 jam (dua kali tebal pelat beton dalam satuan berbeda, misal tebal pelat h = 8 inchi, maka jarak sambungan = 16 kaki, maka jika menggunakan satuan SI , jarak sambungan = 24 – 25 kali tebal pelat, misal tebal pelat 200 mm, maka jarak sambungan = 4.800 mm) dan umumnya perbandingan antara lebar pelat dibagi panjang pelat adalah  1,25 . Pergerakan sambungan perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perubahan sifat volume panjang beton dan gesekan antara pelat dengan lapisan dasar (subgrade). Untuk sambungan rapat dengan jarak sambungan yang rapat, lubang dapat dibuat dengan memasukkan tali atau bahan lain hingga kedalaman yang telah ditentukan.

Secara umum rasio lebarnya berkisar antara 1 – 1,5 dengan kedalaman minimal 9,5 mm (3/8 inci) untuk sambungan memanjang dan 12,5 mm (1/2 inci) untuk sambungan melintang. Menurut Yoder & Witczak: lebar bukaan  0,04 inci untuk konektor tanpa colokan, lebar bukaan  0,25 inci untuk konektor dengan colokan. Menurut AASHTO, sambungan susut melintang yang khas juga dapat digunakan untuk sambungan lari dan sambungan memanjang lainnya.

BAB III

PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODE PCA

  • UMUM
  • TRAFFIC
  • MODULUS REAKSI TANAH DASAR
  • TEGANGAN YANG TERJADI
  • KUAT LENTUR TARIK BETON
  • PERBANDINGAN TEGANGAN
  • JUMLAH REPETISI BEBAN YANG DIIJINKAN &

Usia konstruksi Faktor distribusi arah Faktor distribusi jalur Konfigurasi gandar dan roda Lalu Lintas Jumlah kendaraan niaga setiap hari. Konfigurasi gandar-poros (tonase): diambil dari sumber Pedoman Perancangan Perkerasan Kaku, Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan PU, Balai Penelitian dan Pengembangan Jalan. Modulus reaksi tanah dasar (k) menggunakan kombinasi rumus dan grafik untuk menentukan modulus reaksi tanah dasar berdasarkan penentuan CBR tanah dasar.

Perkiraan nilai modulus reaksi tanah dasar (k) dapat menggunakan hubungan antara nilai CBR dengan k seperti terlihat pada Gambar 3.3. Pada dasarnya lapisan subbase bukanlah bagian dari struktur perkerasan jalan kaku, namun apabila lapisan pondasi yang digunakan adalah subbase terikat atau desainnya mempertimbangkan lapisan pondasi, maka perlu dicari nilai k gabungannya. Tegangan yang terjadi (Te) pada pelat beton mengacu pada Nomogram yang tersedia (lihat Gambar 3.6), dengan parameter sebagai berikut.

PERSENTASE FATIQUE

PROSEDUR PERANCANGAN

RANGKUMAN

DAFTAR PUSTAKA

ST,RT: Gandar tunggal, roda tunggal - ST,RG: Gandar tunggal, roda ganda - SG,RG: Gandar ganda, roda ganda. ST,RT: Gandar tunggal, roda tunggal - ST,RG: Gandar tunggal, roda ganda - SG,RG: Gandar ganda, roda ganda.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Instrumen dalam penelitian ini adalah menentukan besarnya biaya antara hasil perencanaan jalan tebal perkerasan lentur metode Bina Marga 1987 (modifikasi dari AASHTO

Setelah melakukan analisis perancangan tebal lapis perkerasan lentur jalan dengan menggunakan metode empirik (AASHTO 1993) dan mekanistik-empirik (KENPAVE), pada

Berdasarkan pada pengetahuan penulis, untuk penelitian dengan Analisis Tebal Perkerasan Lentur dengan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 dan AASHTO 1993 pada

 Load transfer coefficient (J) = 3,2 Berdasarkan AASHTO yang mengacu pada AASHO Road Test , untuk perkerasan kaku tipe perkerasan beton semen tanpa tulangan

Dari hasil perbandingan analisa antara perkerasan kaku dengan perkerasan lentur dilihat dari ekonomi perencanaan perkerasan lentur lebih murah tetapi pekerjaan

Studi yang dibahas antara lain :Menghitung tebal lapisan perkerasan lentur, menghitung besar biaya yang dikeluarkan untuk perencanaan perkerasan lentur dan perencanaan perkerasan

Analisis Tebal Perkerasan Lentur dengan Metode Bina Marga 1987 1 Kondisi Lapis Keras Jalan Asia Raya dan Jalan Eropa I Data-data yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan

Perencanaan tebal perkerasan jalan lentur dengan metode MAK mempertimbangkan faktor fungsi jalan, umur rencana, lalu lintas, sifat tanah dasar, kondisi lingkungan, dan material lapis