PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA PENGGUNA LAYANAN GRAB FOOD ATAS JAMINAN KETERSEDIAAN
INFORMASI KEHALALAN PRODUK
SKRIPSI
Oleh
HAFIDA NUR TAMIA NIM: S20182098
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH NOVEMBER 2022
i
PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA PENGGUNA LAYANAN GRAB FOOD ATAS JAMINAN KETERSEDIAAN INFORMASI KEHALALAN
PRODUK
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Fakultas Syariah
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Oleh :
HAFIDA NUR TAMIA NIM: S20182098
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH NOVEMBER 2022
ii
iv MOTTO
ُكٰل ۥُهَّنمإ ۚ منٰٓطأيَّشلٱ متٰٓوُطُخ ۟اوُعمبَّتٰ ت ٰلَٰو اابم يٰط الًٰٓلٰح مضأرٰألْٱ مفِ اَّممِ ۟اوُلُك ُساَّنلٱ اٰهُّ يٰأٰٓيَ
نمبُُّّ وَُُٰ أم
Artinya: “Hai sekalian manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” “(QS. Al-Baqarah 2: 168).”1
1 Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemhan, (Bandung: Marwah,
2009), 83
v
PERSEMBAHAN
Terimakasih atas dukungan semuanya yang selalu memberi semangat kepada peneliti dalam pengerjaan skripsi ini dan akan kupersembahkan karya ini kepada berbagai pihak yang telah membantu saya hingga akhir, kepada:
Skripsi ini saya persembahkan terkhusus untuk ayah dan ibu, yang sudah mengisi dunia saya dengan begitu banyak kebahagiaan. Ketika kita memiliki orang tua yang bisa memahami diri kita sendiri, maka hidup akan lebih mudah dan berjalan dengan lancar karena selalu diiringi dengan doa tulus mereka. Terima kasih atas semua kasih sayang yang Ibu dan Ayah berikan kepada saya. Terima kasih karena selalu melindungi saya dalam limpahan doa Ibu dan Ayah dan mengizinkan untuk bisa mengejar impian saya apa pun yang terjadi. Terima kasih atas segala kasih sayang yang telah mereka beri kepada saya dan terima kasih karena selalu ada untuk saya. Terima kasih karena selalu menjadi sosok orang tua yang sempurna dan hebat untuk anak-anaknya. Berkat kalian berdua, saya bisa sampai pada tahap ini. Pencapaian ini merupakan persembahan khusus untuk Ayah dan Ibu.
Teruntuk Adik saya Muhammad Riza Khairul Tantomi yang saya sayangi terimakasih selalu mendukung saya dalam penyelesaian skripsi ini. Berkat dukungan dan doa Adik saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta‟ala atas limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “Perlindungan Konsumen pada Pengguna Layanan Grab Food atas Jaminan Ketersediaan Informasi Kehalalan Produk.” Shalawat dan salam tercurah limpahkan pada junjungan Nabi besar Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam yang senantiasa menjadi panutan terbaik untuk umat manusia.
terselesainya skripsi ini merupakan prasyarat laporan tugas akhir agar dapat tertuntaskan dengan baik dan dapat terselesaikan secara lancar dan baik.
Skripsi ini tidak akan rampung tanpa bantuan dari beberapa pihak. Dan terimakasi kepada pihak yang sudah berkontribusi dalam membantu peneliti dalam menyusun laporan tugas akhir ini. Dan peneliti ingin memberikan ucapan terima kasih untuk:
1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Noor Harisuddin, M.Fil.I selaku Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Acmad Siddiq Jember.
3. Ibu Dr. Busriyanti, M. Ag selaku Ketua Jurusan Hukum Islam Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
vii
4. Bapak Dr. H. Ahmad Junaidi. S.P.d., M.Ag. selaku Koordinator Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddq Jember.
5. Ibu Dr. Hj Mahmudah, S.Ag, M.E.I selaku Dosen Pembimbing yang membantu dalam penyelesaian laporan tugas akhir ini. serta memberikan semangat dan motivasi selama proses pembimbingan berlangsung.
6. Segenap para Dosen Fakultas Syariah semoga ilmu yang diberikan barokah dan bermanfaat.
7. kepada teman-teman kelas Hukum Ekonomi Syariah 2 yang sudah berjuang bersama dalam mencari ilmu.
8. Kepada segenap teman-teman dekat saya Robiatul Adawiyah, Ika Maulidina Winedar, Iza Afkarina, Akhwat Sambat, Arisan Keluarga, dan Girls Santuy terimakasih telah memeberikan motivasi dan dukungan masukan sehingga terselesainya skripsi ini.
Peneliti paham betul bahwa skripsi ini belumlah sempurna. Peneliti berharap penelitian ini dapat terus berlanjut kedepannya. Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan dirahmati oleh Allah Subhanahu wa ta‟ala. Amin.
Jember, 30 September 2022 Peneliti,
Hafida Nur Tamia
viii ABSTRAK
Hafida Nur Tamia, 2022 : Perlindungan Konsumen Pada Pengguna Layanan Grab Food atas Jaminan Ketersediaan Informasi Kehalalan Produk
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Pengguna Layanan, Grab Food, Jaminan Kehalalan Produk
Penelitian ini menjelaskan kurangnya konsumen dalam memahami informasi yang benar dan jelas mengenai kehalalan dalam produk atau barang yang dijual dalam Grab Food. Pada permasalahan tersebut peneliti akan meninjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Dimana ke dua undang-undang tersebut memiliki keterkaitan dalam perlindungan konsumen dalam membeli produk halal.
Fokus Penelitian yaitu 1) Bagaimana sistem jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk pada pengguna layanan Grab Food berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ?. 2) Bagaimana sistem jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk pada pengguna layanan Grab Food berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal ?.
Tujuan penelitian yaitu 1) Untuk mendeskripsikan sistem jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk pada pengguna layanan Grab Food berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 2) Untuk mendeskripsikan sistem jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk pada pengguna layanan Grab Food berdasarkan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.
Jenis penelitian ini ialah yuridis empiris dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Dalam skripsi ini terdapat sumber data hukum yakni sumber hukum primer dan sumber data sekunder. Pengumpulan data ada 3 yakni observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam analisis data yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian dapat disimpulkan 1) Bahwa sistem jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk pada pengguna layanan Grab Food dilihat dari pelaku usaha Boy‟z Juice dan Terang Bulan Batavia Kaliwates berdasarkan pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen telah memenuhi ketentun hak konsumen, akan tetapi pada pasal 4 huruf c belum memenuhi ketentuan pada hak konsumen. 2) Bahwa sistem jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk pada pengguna layanan Grab Food atas pelaku usaha Boy‟z Juice dan Terang Bulan Batavia Kaliwates dalam memberikan informasi yang jelas, benar, dan jujur belum sesuai dengan ketentuan pasal 24 Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Merchant Grab Food belum menjelaskan secara rinci kehalalan produk dalam makanannya. tetapi beberapa produk mencantumkannya.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR………. xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Konteks Penelitian... 1
B. Fokus Penelitian ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Definisi Istilah ... 11
F. Sistematika Pembahasan ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16
A. Penelitian Terdahulu ... 16
B. Kajian Teori ... 24
1. Informasi Kehalalan Produk Sebagai Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ... 24
2. Informasi Kehalalan Produk Sebagai Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal ... 34
3. Grab Food... 42
BAB III METODE PENELITIAN ... 48
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 48
B. Lokasi Penelitian ... 48
C. Subyek Penelitian ... 49
x
D. Teknik Pengumpulan Data ... 50
E. Analisis Data ... 52
F. Keabsahan Data ... 53
G. Tahap-Tahap Penelitian... 54
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 56
A. Gambaran Objek Penelitian ... 56
B. Penyajian Data Dan Analisis ... 65
C. Pembahasan Temuan ... 70
BAB V PENUTUP ... 84
A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
4.1 Logo Grab Food dari Tahun 2016-Sekarang ... 58
4.2 Form Pendaftaran Online Pelaku Usaha Pada Grab Food ... 62
4.3 Menu Boy‟z Juice pada Grab Food……….. 67
4.4 Menu Terang Bulan Batavia pada Grb Food……… 67
1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian
Dewasa ini, bisnis di Indonesia telah berkembang pesat dan telah merambah ke seluruh wilayah. Para pengusaha kini berlomba-lomba untuk memajukan bisnisnya dengan berbagai cara, memanfaatkan teknologi masa kini sebagai sarana bisnis dengan mempermudah kehidupan masyarakat saat ini. Dengan berkembangnya teknologi saat ini, transportasi umum juga mengalami perkembangan dengan adanya layanan transportasi online.
Pengguna pengiriman online saat ini sangat cepat dan banyak. Hal ini karena transportasi online memudahkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Pengguna dapat menggunakan layanan pengiriman online dengan menginstal aplikasi di Android mereka. Salah satu bentuk layanan pengiriman online yang digunakan pengguna hingga kini ialah aplikasi Grab.2
Selain transportasi, aplikasi Grab memberikan kemudahan lain di sektor makanan yang disebut Grab Food. Fitur Grab Food merupakan layanan yang menyediakan layanan pemesanan makanan atau minuman secara online bagi pengguna.3 Teknologi kini berkembang sangat pesat, dan layanan pesan- antar makanan online Grab Food dari penyedia transportasi online kini membawa manfaat dan kemudahan bagi masyarakat. Grab Food adalah salah satu layanan pesan-antar makanan online terpopuler. Layanan pesan-antar
2 Rochma, A. “Perlindungan Hukum Bagi Driver Yang MengalamiI Kerugian Akibat Order Fiktif Pada Layanan Grab Food.” (Studi di PT. Grab Indonesia Kota Malang) (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang, 2019).
3 Rahmawati, A. Y., & Kasiyati, S.. “Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Praktik Jual Beli Makanan Melalui Jasa GrabFood” (Doctoral dissertation, IAIN Surakarta, 2020).
2
makanan ini sangat diminati oleh masyarakat, dan salah satu alasan mereka mencarinya adalah karena promosi yang terus menerus ditawarkan kepada konsumen, Grab juga menawarkan beberapa nilai, seperti sistem pengiriman Grab Food terintegrasi yang ingin ditingkatkan, Pengalaman bagi pelanggan, pengemudi, dan mitra merchant. Grab juga meluncurkan fitur inovatif berupa langganan paket hemat harga tetap yang diperbarui secara otomatis di setiap siklus penagihan. Untuk menjaga kualitas makanan, Grab Food telah meluncurkan Grab Food Bag untuk Mitra Pengemudi yang memiliki lapisan kedap air di bagian luar dan lapisan penyekat panas di bagian dalam untuk menjaga suhu makanan.
Dalam sebuah kehidupan, makanan memegang peran sangat penting dalam tubuh manusia. Peran utama makanan adalah untuk menjaga kelangsungan hidup manusia dan meningkatkan energi dan stamina tubuh dalam kehidupan sehari-hari, serta untuk melindungi dan menjaga kesehatan tubuh manusia agar selalu kuat dalam beraktivitas. Salah satu prinsip dasar mengkonsumsi makanan dan minuman dalam Islam adalah produk yang halal, suci dan bersih.4
Dalam Islam, Allah selalu memerintahkan umatnya untuk selalu makan makanan dan minuman halal serta menjauhi yang tidak halal. Karena memakan makanan dan minuman yang tidak halal akan menjangkitkan dan
4 Hasanah Mufidatun. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Peredaran Dagang Ayam di Pasar Tradisional Dalam Prespektif Hukum Islam dan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen” (Studi Kasus Pasar Gladak Merah Menampu Gumukmas Jember) (Skripsi, IAIN Jember, 2018).
membahayakan kesehatan tubuh. Terdapat pada Q.S. Al Maidah 88 dimana dianjurkan dalam agama islam untuk selalu mengonsumsi makanan dan minuman halal.
ُ هاللّٰ ُمُكَق َس َر اَّمِم ا ْوُلُك َو َن ْوُن ِم ْؤُم ٖوِب ْمُتْنَا ْْٓيِذَّلا َ هاللّٰ اوُقَّتا َّوۖ اابِّيَط الًٰلَح
Artinya: “dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada allah yang kamu beriman kepada-Nya” (Q.S. Al-Maidah 88).
Seperti disebutkan sebelumnya, makanan mempunyai peran penting dalam kelangsungan hidup manusia (makanan halal), dengan kita memakan makanan yang halal dengan iman dan takwa hanya karna Allah adalah ibadah dan dapat menjadi kebaikan di dunia dan di akhirat. sebaliknya jika kita tidak memakan makanan haram, maka kita dijauhi dari kejahatan dunia dan akhirat.
kenyataannya, makanan haram sangat sedikit karena pada dasarnya segala sesuatu yang ada di dunia ini halal kecuali yang secara jelas dilarang dalam al- Quran dan hadits.
ان ْوُدُبْعَت ُهاَيِا ْمُتْنُك ْنِا ِالله َتَمْعِن ا ْو ُزُكْشا َو اابِيَط الًَلَح ُلله ْمُكَق َس َراَمِما ْوُلُكَف Artinya: “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepadanya saja menyembah”. (QS. An-Nahl 16:114).5
Kementrian Agama dalam pencantuman “Pedoman Sertifikasi Halal”
menjelaskan bahwa produk halal sebagai produk yang memenuhi persyaratan
5 Al-Quran 16:114.
4
halal menurut hukum Islam, sebagaai berikut:
1. Tidak ada kandungan babi atau bahan yang bersumber dari babi.
2. Tidak ada kandungan zat terlarang seperti zat yang bersumber dari organ tubuh manusia, darah, dan kotoran;
3. Semua bahan yang bersumber dari hewan yang disembelih sesuai dalam prosedur Syariah Islam
4. Semua lokasi penyimpanan, penjualan, tempat pengolahan, tempat pengelolaan dan tidak boleh adanya pemakaian transportasi yang digunakan untuk daging babi dan/atau produk haram lainnya. Jika sebelumnya telah digunakan pada babi dan/atau produk non halal lainnya, maka harus dibersihkan sesuai ketentuan dalam Islam. Dan
5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung alkohol.
Dalam usaha menjamin perlindungan dan kepastian hukum pangan halal, dilakukan pengelolaan pangan yang dilakukan untuk memperoleh keperluan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan.6
Sebagai upaya untuk melindungi kepentingan konsumen secara terpadu dan menyeluruh dapat juga dilaksanakan secara efektif pada
6 Panji Adam Agus Putra, “Kedudukan Sertifikasi Halal Dalm Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dlam Hukum Islam”, Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol.1 No. 1 (Januari 2017): 152.
masyarakat, maka itu diciptakanlah pembentukan undang-undang yakni Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 atau biasa disebut dengan (UUPK). Dan diperkuat lagi dengan munculnya Undang- Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal atau biasa disebut dengan (UUJPH).7 Ke dua undang-undang ini mempunyai hubungan erat antara satu sama lainnya, maksudnya dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen lebih memperhatikan perlindungan konsumen secara luas, tanpa membedakan agama, suku, atau budaya konsumen.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatakan bahwa “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi ketentuan produksi halal sebagaimana tercantum dalam tulisan „halal‟ pada label.”8 Ketentuan Pasal ini memiliki dua pengertian sekaligus; Pertama, label halal sebagai information; Kedua halal pada label bersifat sukarela atau voluntary, karena dalam memproduksi secara halal harus diikutkan apabila kata "halal"
dicantumkan pada label. Untuk menjamin kehidupan konsumen yang terdapat dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal, negara wajib memberikan perlindungan konsumen atas jaminan ketersediaan produk halal yang dikonsumsi oleh masyarakat. Pada dasarnya Undang-Undang Jaminan Produk Halal sekedar menegaskan lagi badan hukum yang diatur dalam aturan
7 Fajaruddin, “Efektivitas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal Dalam Perlindungan Konsumen”, De Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8 No. 2 (Desember 2018): 205.
8 Zulham, Peran Negara dalam Perlindungan Konsumen Muslim Terhadap Produk Halal (Jakarta Timur: Kencana, 2018), 23.
6
undang-undangan yang ada sebelumnya, secara khusus dalam upaya hokum undang-undang memberikan jaminan perlindungan hukum kepada masyarakat, terkhusus masyarakat Muslim, sebagai pihak yang berkepentingan dalam mengkonsumsi makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, dan lain-lain.9
Perlindungan hukum preventif Undang-Undang Perlindungan Konsumen (perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah dengan maksud mencegah pelanggaran sebelum terjadi) tercantum pada Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.10. Sedangkan Perlindungan hukum preventif Undang-Undang Jaminan Produk Halal tertuang dalam Pasal 24, 25 dan 38.11
Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara represif (perlindungan hukum yang memberikan sanksi kepada pelaku untuk mewujudkan hukum) tertuang dalam sanksi administratif terdpat dalam Pasal 60 dan sanksi pidana terdapat dalam Pasal 61, 62, dan 63. Perlindungan hukum represif Undang-Undang Jaminan Produk Halal tertuang dalam Pasal 27, 41, 48, 56 dan 57.
Sebagai tindakan pencegahan, salah satu hak konsumen yang harus dipenuhi pelaku usaha dalam perlindungan konsumen pengguna jasa Grab
9 Abdurrahman Konoras, Jaminan Produk Haalal Di Indonesia Perspektif Hukum
Perlindungan Konsumen (Depok: Rajawali Pers, 2017), 1.
10 Siti Nur Azizah, Politik Hukum Produk Halal Di Indonesia (Surbaya: CV. Jkad Media
Publishing, 2021), 73.
11 Farid Wajdi dan Diana Susanti, Kebijakan Hukum Produk Halal Di Indonesi (Jakarta
Timur: Sinar Grafika, 2021), 89.
Food untuk menjamin ketersediaan informasi kehalalan produk ialah hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai keadaan serta jaminan barang dan/atau jasa. Dalam hal ini, kewajiban pelaku usaha adalah memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan serta memberikan informasi yang akurat, jelas, dan jujur mengenai keadaan serta jaminan barang dan/atau jasa. Dengan terpenuhinya hak konsumen serta kewajiban pelaku usaha, maka permasalahan antara konsumen dan pelaku usaha yang mungkin timbul di kemudian hari dapat dicegah.
Tentunya sebelum membeli suatu produk atau produk, konsumen diinformasikan tentang berbagai aspek dari produk atau produk yang akan mereka beli. Kelengkapan informasi/data, daya tarik dan keunggulan suatu barang atau produk merupakan faktor penentu dalam pilihan konsumen. Oleh karena itu, informasi merupakan hal penting yang dibutuhkan konsumen.
Media yang digunakan oleh para pelaku usaha saat ini bukan hanya sebagai bentuk promosi, tetapi merambah ke segala macam media komunikasi seperti telepon genggam, televisi, telepon, laptop, dan internet. Konsumen saat ini dihadapkan pada istilah Consumer Ignorance atau ketidaktahuan konsumen, Artinya kurangnya konsumen memilih informasi karena teknologi yang semakin canggih dan ragam barang atau produk yang diperjual belikan, sehingga hal ini yang dapat disalahgunakan oleh pelaku usaha. Maka dari itu, konsumen harus merasa aman dalam memperoleh informasi yang jelas, baik,
8
dan bertanggung jawab.12
Dalam upaya melangsungkan kegiatan perlindungan konsumen, dibutuhkan lembaga-lembaga atau badan-badan yang menjadi wadah bagi konsumen. Lembaga-lembaga atau badan-badan dalam perlindungan konsumen, antara lain Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Seperti kasus dalam Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran hak konsumen dalam kasus ajinomoto. Dimana bumbu mask ajinomoto ketahun menggunakan bahan bactosoytone sebagai salah satu bahan yang berasal dari barang haram, yakni babi. Padahal sesuai dengan ijin yang dimintakan pihak ajinomoto kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), bahan baku yang digunakan ialah polypeptone. Pelanggaran yang dimaksud ialah pelanggaran terhadap pasal 4 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hal tersebut jika dikaitkan pada permasalahan skripsi ini Konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha pada Grab Food tersebut bisa melakukan pengaduan kepada lembagalembaga atau badan-badan perlindungan konsumen agar nantinya dapat ditindaklanjuti.13
Berdasarkan permasalahan pada aplikasi Grab tersebut, fitur Grab
12 Dewi Mahtumah, “Analisis Normatif Terhadap Perlindungan Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal”,(Skripsi, IAIN Jember, 2017).
13“YLKI: Tidak Perlu Bukti Baru dalam Kasus Ajinomoto”, Desember 30, 2022, https://www.hukumonline.com/berita/a/ylki--tidak-perlu-bukti-baru-dalam-kasus-ajinomoto- hol3460?page=all.
Food belum memiliki informasi mengenai sifat kehalalan makanan untuk produk yang dijual melalui aplikasi, dan Grab Food merupakan fenomena penyedia produk makanan yang ramai atau digemari oleh masyarakat, namun di dalam Grab Food kehalalan produk pangannya tidak pasti atau belum diketahui. Konsumen tidak mengetahui makanan mana yang halal atau haram, sehingga perlu mengecek status kehalalannya sendiri dengan cermat.14
Berdasarkan atas latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji skripsi yang berjudul PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA
PENGGUNA LAYANAN GRAB FOOD ATAS JAMINAN
KETERSEDIAAAN INFORMASI KEHALALAN PRODUK.
B. Fokus Penelitian
Pengembangan lebih lanjut dari uraian latar belakang yang dijelaskan di atas disebut juga sebagai fokus penelitian atau disebut juga sebagai bentuk rumusan masalah yang menjadi pusat pemecah masalah. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan diatas, fokus penelitian ini ialah seperti berikut:
1. Bagaimana sistem jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk pada pengguna layanan Grab Food berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ?
2. Bagaimana sistem jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk pada pengguna layanan Grab Food berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal ?
14 Syakila Nur Wakhidah Achmad, “Pengaruh Labelisasi Halal, Harga, Dan Promosi Terhadap Loyalitas Pelanggan Grab Food Pada Mahasiswa Muslim Di Yogyakarta”, (Thesis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2022), 7.
10
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka dalam tujuan penelitian skripsi ini ialah:
1. Untuk mendeskripsikan sistem jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk pada pengguna layanan Grab Food berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
2. Untuk mendeskripsikan sistem jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk pada pengguna layanan Grab Food berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini berjudul “Perlindungan Konsumen Pada Pengguna Layanan Grab Food Atas Jaminan Ketersediaan Informasi Kehalalan Produk.”
Setiap penelitian yang dilaksanakan tentunya dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang membacanya dan membutuhkan, dan diharapkan penelitian ini bisa memberikan manfaat bagi masyarakat umum dan peneliti, khususnya baik secara teoritis (teori) maupun praktis (praktik). Manfaat dari penelitiaan ini terdiri dari:
1. Manfaat Teoritis
a. Dalam skripsi ini dimaksudkan bisa memperoleh manfaat serta pemahaman secara mendalam tentang bagaimana perlindungan konsumen pada pengguna layanan Grab Food atas jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk.
b. Dapat bermanfaat bagi penelitian berikutnya yang serupa, dan bisa sebagai referensi penelitian yang berikutnya terkait tentang perlindungan konsumen.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk peneliti, dengan melaksanakan laporan tugas akhir ini bisa memperoleh informasi dan menambah pengetahuan dan wawasan tekait dengan perlindungan konsumen pada pengguna layanan Grab Food atas jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk.
b. Bagi konsumen, dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai perlindungan konsumen pada pengguna layanan Grab Food atas jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk.
c. Bagi lembaga kampus, dengan penelitian tersebut diharapkan menjadi salah satu referensi peneliti selanjutnya, dan dapat dijadikan salah satu referensi kepustakaan khususnya dibagian skripsi UIN Khas Jember Fakultas Syariah prodi hukum ekonomi syariah dan dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa yang ingin meneliti kajian di bidang ini.
E. Definisi Istilah
Definisi suatu istilah mengandung arti suatu definisi penting yang perlu diperhatikan peneliti dalam judul penelitian.15 Seperti hal nya dalam skripsi berjudul “Perlindungan Konsumen pada Pengguna Layanan Grab Food Atas Jaminan Ketersediaan Informasi Kehalalan Produk.” Tujuannya adalah agar
15 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Jember (UIN Khas Jember, 2021)
12
tidak ada kesalahpahaman tentang arti istilah yang mana dimaksudkan oleh peneliti.
1. Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”. Termaktub dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.16 Perlindungan konsumen ialah istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya undang- undang yang melindungi konsumen dari kerugian akibat penggunaan barang dan/atau jasa. Dan pengertian konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Terdapat pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Pakar ahli hukum setuju bahwa konsumen ialah pengguna akhir barang dan/atau jasa yang pelaku usaha tawarkan.
2. Pengguna Layanan
Secara umum pengertian pelayanan adalah memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan orang lain. Dan layanan dapat diartikan sebagai kegiatan yang diberikan oleh satu pihak ke pihak lain dalam mendukung, mengatur dan mengelola barang atau jasa.
16 Njatrijani, R. “Posisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dalam Upaya Perlindungan Terhadap Konsumen,” Diponegoro Private Law Review, 1, no.1 (2017).
3. Grab Food
Grab Food merupakan satu-satunya layanan pesan-antar makanan yang telah masuk ke Indonesia di antara tujuh negara Asia Tenggara, dan memiliki jangkauan layanan pesan-antar makanan terluas di kawasan ini.17 Grab Food merupakan salah satu fitur dari layanan aplikasi Grab.
4. Jaminan Kehalalan Produk
Menurut kamus besar bahasa Indonesia atau (KBBI), jaminan berasal dari kata jamin yang bermakna bertahan atau menanggung.18 Jaminan adalah pinjaman yang dijanjikan atau diterima oleh seseorang untuk tidak memikul hutang atau melakukan suatu kewajiban yang tidak terpenuhi.
Yang dimaksud dengan kehalalan produk adalah produk yang dilarang untuk dikonsumsi umat Islam yang tidak mengandung unsur haram baik itu dalam hal bahan baku, bahan tambahan dalam pengolahan yang dilakukan menurut hukum Islam dan dalam proses pembuatannya lebih memberikan manfaat daripada kerugian.19
Peneliti lebih lanjut menguraikan judul yang diambil dari beberapa definisi di atas. Tujuan dari judul “Perlindungan Konsumen Pada
17 “Grab Food Luncurkan Empat Fitur Baru untuk Mengubah Pengalaman Kulinermu”, September 10, 2022. https://www.grab.com/id/press/others/grabfood-luncurkan-empat-fitur-baru- untuk-mengubah-pengalaman
kulinermu/#:~:text=GrabFood%20merupakan%20layanan%20pesanantar,%2C%20Thailand%2C
%20Vietnam%20dan%20Myanmar.
18 Hafidah, N. “Kajian prinsip hukum jaminan syariah dalam kerangka sistem hukum syariah,” Rechtidee 8, no.2, (2013):198-215.
19 Gita, P. C. “Analisis Kehalalan Produk Makanan Dalam Upaya Perlindungan
Konsumen Bagi Umat Muslim Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus Pasar Simpang NV Kabupaten Lampung Timur)” (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung, 2021).
14
Pengguna Layanan Grab Food atas Jaminan Ketersediaan Informasi Kehalalaln Produk” adalah agar peneliti dapat mendeskripsikan perbedaan Perlindungan Konsumen Pada Pengguna Layanan Grab Food atas Jaminan Ketersediaan Informasi Kehalalan Produk. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa peraturan tersebut tidak sinkron, dimana bahwa banyak pecinta Grab Food yang belum diketahui produk halalnya tersebut. Oleh karena itu, diperlukan analisis untuk menemukan perlindungan konsumen berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal dalam produk halal.
F. Sistemtika Pembahasan
Sistematika pembahasan meliputi uraian tentang alur pembahasan dalam sebuah karya tulis ilmiah mulai dari bab pendahuluan hingga bab penutup.
Untuk membantu memahami dalam penyajian yang terdapat dalam penelitian ini, maka dibuat susunan bahasan sebagai mana berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini berisi tentang dasar atau pijakan pada penelitian yang berisi latar belakang, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, serta sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Di bagian ini terdapat tentang penelitian terdahulu dari berbagai sumber penelitian lain, serta terdapat kajian teori.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metode penelitian yang memuat jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber bahan hukum, metode pengumpulan bahan hukum, analisis bahan hukum, dan tahapan penelitian.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini memuat hasil temuan penelitian, seesuai dengan pembahasan yang berjudul perlindungan konsumen pada pengguna layanan Grab Food atas jaminan ketersediaan informasi kehalalan produk.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan serta saran. Dimana akhir dari sebuah penulisan skripsi yang sudah dilakukan.
16 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu
Guna mendukung sebuah analisis dalam penelitian ini, maka peneliti akan menuliskan dan merangkum beberapa temuan yang berhubungan dalam pembahasan skripsi ini. Penelitian terdahulu diperlukan untuk menjelaskan perbedaan teori yang digunakan oleh penulis yang lain dan untuk memungkinkan pembaca dengan mudah membandingkan perbedaan fokus masalah yang diangkat oleh penulis lain.
Keterkaitan dalam penelitian terdahulu dengan penelitian ini, diantaranya sebagai berikut:
1. Fajaruddin. 2018. Efektivitas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal Dalam Perlindungan Konsumen20
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pernyataan bahwa Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan untuk hak-hak konsumen. Jurnal ini berfokus pada kajian tentang perlindungan konsumen Islami dan efektivitas jaminan produk halal sebagai perlindungan konsumen. Metode penelitian yang digunkan ialah studi hukum normatif.
Hasil dari penelitian ini adalah mempelajari dan menganalisis keberhasilan, kegagalan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
20 Fajaruddin, “Efektivitas Undang-Undng Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal Dalam Perlindungn Konsumen”, De Lega Lata Jurnal Ilmu Hukum 3 No. 2 (Desember 2018): 204-216.
pelaksanaan dan penerapannya. Dalam kewajiban mencantumkan sebuah label halal untuk menjamin hak konsumen dan menghindari dari makanan yang non halal terdapat dalam aturan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Jaminan Produk Halal ialah penyempurna dari undang-undang sebelumnya yang menjelaskan tentang aturan keharusan dalam memberikan label halal. Diharapkan undang- undang ini mempunyai aturan yang lebih lengkap untuk melindungi konsumen dari produk non halal. Keunggulan dari undang-undang ini ialah pemerintah sebagai Badan Penjaminan Produk Halal.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur tentang kewajiban dalam pencantuman label halal untuk terjaminnya hak-hak konsumen serta terhindar dari makanan non halal. Undang-Undang Jaminan Produk Halal adalah penyempurna dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam pencantuman label halal. Diharapkan undang-undang ini memiliki aturan yang lengkap tentang kehalalan produk dalam melindungi konsumen agar terhindar dari produk non halal.
Keunggulan undang-undang ini ialah pemerintah merupakan Badan Penjaminan Produk Halal.
Persamaan dengan skripsi peneliti ini ialah keduanya sama membahas tentang kehalalan produk. Perbedaannya terletak pada efektivitas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 dalam Perlindungan Konsumen. Kemudian, penelitian ini mendeskripsikan perlindungan konsumen pada pengguna layanan Grab Food untuk memastikan
18
ketersediaan informasi kehalalan produk.
2. Purwanti Paju. 2016. Jaminan Sertifikat Produk Halal Sebagai Salah Satu Perlindungan Terhadap Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.21
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pernyataan bahwa terdapat bentuk apa saja dalam upaya hokum atas jaminan sertifikat produk halal sebagai bentuk perlindungan konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta terdapat bagaimana tugas pemerintah dalam melindungi konsumen muslim atas jaminan sertifikat produk halal di Indonesia. Jurnal ini berfokus pada kajian bentuk peraturan hukum berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Peerlindungan Konsumen serta Bagaimana peran pemerintah dalam melindungi konsumen muslim atas jaminan sertifikat produk halal di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif kualitatif.
Hasil dari penelitian ialah keterangan pada kehalalan produk itu penting bagi warga negara Indonesia yang kebanyakan masyarakatnya muslim. Produk makanan atau minuman yang diolah harus mempunyai sertifikat halal dan/atau label halal pada produk dalam kemasan agar produk yang dijual kepada konsumen muslim khususnya aman untuk dikonsumsi. Pada kasus ini, yang mendapatkan perlindungan bukan hanya
21 Purwnti Paju, “Jaminan Sertifikat Produk Halal Sebagai Salah Satu Perlindungan Terhadap Konsumen Menurut Undang-Undng Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Lex Crimen V No. 5 (Juli 2016).
konsumen muslim saja, akan tetapi perlindungan ini juga ditujukan pada konsumen lainnya yang akan memperoleh kebaikan tersendiri. Syarat dalam Sertifikt halal untuk bisa memperoleh izin pencantuman label halal pada produk dalam kemasan, dimana badan pemerintah yang bertugas yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Izin pencantuman label halal pada produk dalam kemasan makanan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan didasarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam bentuk sertifikat halal MUI. Majelis Ulama Indonesia mencetuskan sertifikat halal MUI berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Pemerintah diperintahkan untuk melakukan pengawasan terhadap pengurusan perlindungan konsumen serta pelaksanaannya berdasarkan aturan dalam undang-undangan.
Persamaan dengan skripsi peneliti ialah keduanya sama membahas tentang perlindungan konsumen. Perbedaannya ialah terletak pada pembahasan jaminan sertifikat produk halal. Kemudian, penelitian ini mendeskripsikan pengguna layanan Grab Food untuk memastikan ketersediaan informasi kehalalan produk.
3. Yusuf Shofie. 2018. Jaminan Atas Produk Halal Dari Sudut Pandang Hukum Perlindungan Konsumen22
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pernyataan bahwa perlu adanya
22 Yusuf Shofie, “Jaminan Atas Produk Halal Dari Sudut Pandang Hukum Perlindungan Konsumen”, Journal of Islmic Law Studies Vol. 1 No. 1 (2018).
20
kepastian hukum terhadap produk halal di Indonesia. Di dalam sini dijelaskan bahwa dalam menyangkut politik hukum pada tataran legislatif dan praktis yang dilakukan oleh negara dalam rangka perlindungan konsumen di Indonesia. Jurnal ini berfokus pada kajian tempat jaminan produk halal dalam konteks hukum perlindungan konsumen Indonesia dan rumusan aturan penegakan Undang-Undang Tentang Jaminan Produk Halal No. 33 Tahun 2014, yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap produk halal yang ada di Indonesia pada tataran praktis dengan cara menjalankan hukum pidana seminimal mungkin (ultimum remedium). Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif.
Hasil temuan penelitian ini adalah bahwa Undang-Undang Jaminan Produk Halal tidak hanya penting bagi komunitas konsumen Muslim pada umumnya, tetapi juga bagi bagian dari masyarakat konsumen lainnya.
Secara hukum, Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal juga terdapat dalam Pasal 8 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Jaminan Produk Halal merupakan perwujudan (turunan) norma hukum (aturan) Pasal 8 Ayat (1) huruf h Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Perumusan norma (aturan) Undang-undang Jaminan Produk Halal bersifat administratif. Para ahli hukum berpendapat bahwa dalam administrasi negara masih sangat dibutuhkan agar lebih efektif dan efisien.
Jika sanksi pidana diperlukan dalam penegakan hukum, maka harus diterapkan dengan sangat hati-hati. Karena Undang-Undang Perlindungan
Konsumen sudah erat dengan ketentuan sanksi pidana.
Persamaan dengan skripsi peneliti ialah keduanya sama membahas perlindungan konsumen terhadap kehalalan produk. Perbedaannya ialah terletak pada subjeknya. Kemudian, penelitian ini mendeskripsikan perlindungan konsumen bagi pengguna layanan Grab Food.
4. Fadzlurrahman dan Susilowati Suparto. 2019. Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Muslim Dalam Mendapatkan Jaminan Produk Halal Terhadap Pembelian Secara Online.23
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penjelasan bagaimana jaminan atas perlindungan hukum bagi pelaku usaha tanpa label halal yang di perjual belikan secara online dan apa saja rintangan yang harus dilakukan sebelum sesuatu terjadi oleh Undang-Undang Jaminan Produk Halal untuk melindungi konsumen muslim dari memperoleh produk halal dalam pembelian secara online. Jurnal ini berfokus pada studi tentang bagaimana memastikan perlindungan hokum pada konsumen terhadap penjualan produk tanpa labeb halal yang di jual belikan lewat transaksi online, dan rintangan yang harus diantisipasi oleh Undang-Undang Jaminan Produk Halal untuk mencegah konsumen Muslim dalam mendapatkan produk halal pada transaksi elektronik. Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian normatif.
Hasil temuan penelitian ini adalah banyak hak konsumen Undang-
23 Fadzlurrahman dan Susilowati Suparto, “Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Muslim Dalam Mendapatkan Jaminan Produk Halal Terhadap Pembelian Secara Online”, Progresif: Jurnal Hukum Vol XIII No 1 (Juni 2019).
22
Undang Perlindungan Konsumen yang belum berlaku dalam transaksi online. Hak konsumen yang sering terjadi salah satunya ialah hak konsumen untuk mendapatkan informasi tentang produk. Dalam islam umat muslim diwajibkan untuk mengkonsumsi makanan halal, hal itu penting dalam perlindungan konsumen. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang dimana pada pasal 4 mewajibkan semua pelaku usaha dalam pencantuman label Halal pada produk mereka yang dijual di Indonesia. Keselarasan pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Jaminan Produk Halal, dan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik dinilai penting terkait banyak produk yang tidak mencantumkan label halal dalam transaksi online.
Persamaan dari skripsi peneliti adalah keduanya sama membahas tentang perlindungan konsumen dan pembelian secara online.
Perbedaannya terletak pada pembelian secara online yaitu Grab Food.
Kemudian, penelitian ini mendeskripsikan perlindungan konsumen bagi pengguna layanan Grab Food.
5. Rizky Rahmatullah. 2021. Analisis Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Layanan Pesan Antar Makanan Dan Minuman Secara Online.
Program studi Ilmu Hukum. Universitas Islam Riau Pekanbaru.24
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pernyataan bahwa aplikasi
24 Rizky Rahmatullah, “Analisis Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Layanan
Pesan antar Makanan Dan Minuman Secara Online”, (Tesis, Universitas Islam Riau Pekanbaru, 2021).
pesan antar makanan secara online mengharuskan konsumen dalam pemesanannya untuk mengirimkan permintaan bentuk pemesanan makanan kepada driver. Banyak fenomena yang membutuhkan aspek perlindungan konsumen dalam layanan pemesanan makanan dan minuman online yang tentunya berdampak, misalnya ada masalah hukum yang perlu kita semua perhatikan. Tesis ini berfokus pada bagaimana perlindungan konsumen pada layanan pemesanan makanan dan minuman online berlangsung dan apa saja hambatan perlindungan hukum bagi pengguna layanan pemesann makanan dan minuman online. Metode penelitian yang digunakan ialah observational research atau sosiologis empiris yang dilkukan secar survei.
Hasil dari penelitian ini adalah perlindungan konsumen jasa pemesanan makanan dan minuman online, yaitu perlindungan konsumen pada kondisi makanan atau minuman yang dipesan, perlindungan hukum terhadap perbedaan harga yang tercantum dalam aplikasi, dan perlindungan hukum terhadap kualitas atau kelayakan konsumsi memesan makanan dan minuman online. Kendala perlindungan hukum bagi konsumen dalam penggunaan jasa memesan makanan dan minuman online antara lain tanggung jawab pengemudi sebagai mitra (pengangkut), tanggung jawab PT Gojek sebagai mitra (komunikasi antara pengemudi dan konsumen) dan segala tindakan yang dilakukan konsumen dianggap telah memenuhi ketentuan PT Gojek Indonesia (konsumen bebas bertindak). Dan tidak ada pengawasan yang dilakukan oleh otoritas terkait
24
peningkatan konsumsi produk makanan dan minuman yang diperdagangkan secara online.
Persamaan dengan skripsi peneliti ialah keduanya sama membahas perlindungan konsumen layanan secara online. Perbedaannya terletak pada metode penelitian. Kemudian, dalam penelitian ini mendeskripsikan perlindungan konsumen bagi pengguna layanan Grab Food.
B. Kajian Teori
1. Informasi Kehalalan Produk Sebagai Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
a. Definisi Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen menurut ekonomi Islam ialah gerakan yang terorganisir untuk melindungi kepentingan ekonomi semua konsumen (Muslim dan non-Muslim) yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah dengan tujuan untuk menjamin hak-hak konsumen dalam kaitannya dengan jasa atau barang yang benar dan berguna mencakup informs yang diinginkan dan sesuai dengan legitimasi.25
Perlindungan konsumen pada Pasal 1 angka (1) Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ialah
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Sedangkan menurut Pasal 1 angka
25 Mitta Muthia Wangsi dan Rais Dera Pua Rawi, “Perlindungan Konsumen Dalam Pelabelan Produk Menurut Ekonomi Islam”, Sentralisasi Volume 7, no. 1 (Januari, 2018): 3.
(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwasannya pengertian konsumen ialah “setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarganya, orang lain, dan makhluk hidup lainnya, dan tidak untuk diperdagangkan.”
Dapat disimpulkan bahwa makna dari konsumen ialah setiap pengguna suatu barang atau jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya sendiri dan tidak untuk diperjual belikan lagi.
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
1) Perlindungan Konsumen Preventif dan Represif
Pengertian perlindungan hukum secara preventif ialah perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah untuk mencegah suatu pelanggaran sebelum terjadi. Sedangkan, pengertian perlindungan hukum secara represif ialah perlindungan hukum yang memberikan sanksi kepada pelaku untuk mengembalikan hukum kepada keadaan sebenarnya.
a) Undang-Undang Perlindungan konsumen secara preventif Makna dalam pengertian perlindungan konsumen dan perlindungan hokum memiliki keterkaitan yang sama antara keduanya, maka perlindungan konsumen harus mencakup unsur atau aspek hukum. Materi yang dilindungi tidak berupa
26
fisik saja, tetapi juga hak yang bersifat abstrak. Oleh karena itu, perlindungan konsumen sangat identik dengan perlindungan yang diberikan oleh Undang-Undang Hak Konsumen.26
Umumnya diketahui ada empat hak dasar konsumen yakni hak atas keamanan (the right to safety), hak untuk memperoleh informasi (the right to be informed), dan hak untuk memilih (the right to choose), dan terakhir hak untuk didengar (the right to be heard).
Pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berisi tentang hak-hak konsumen, ada beberapa hak-hak konsumen yang akan peneliti tulis seperti berikut:
(1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Artinya, konsumen berhak atas jaminan dalam mengonsumsi produk dan jasa dengan raasa nyaman dan aman, serta bebas dari segala aspek ancaman resiko baik saat bertransaksi maupun mengkonsumsi barang atau jasa tersebut.27 Hak atas keamanan menjadi penting karena berkembangnya filosofi pemikiran bahwa konsumen ialah
26 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakrta: Sinar Grafika, 2008), 30.
27 Arief Safari et al., Unboxing Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bogor: IPB Press,
2020), 71.
pihak yang harus diwaspadai atau berhati-hati, bukan pelaku usaha.
Menurut Shidarta, konsumen berhak atas rasa aman atas barang dan jasa yang ditawarkan kepada mereka. Tidak boleh ada Produk barang dan jasa yang membahayakan saat dikonsumsi sehingga secara jasmani maupun rohani konsumen tidak merasa dirugikan. Menurut Ahmad Miru, maksud dari hak keamanan dan keselamatan ini ialah untuk menjamin keselamatan dan keamanan konsumen pada saat menggunakan produk dan/atau jasa sehingga konsumen terhindar dari kerugian (fisik dan psikis) pada saat mengkonsumsi produk.
(2) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Menurut Troelstrup, konsumen saat ini membutuhkan jauh lebih banyak informasi yang relevan daripada yang mereka lakukan 50 tahun yang lalu.
Pasalnya, kini (a) semakin meningkatnya produk, merek, dan tentunya penjual, (b) pembelian pada konsumen bertambah, dan (c) semakin bertambahnya model merek yang beredar di pasaran sehingga banyak masyarakat belum mengetahuinya, (d) model produk berubah lebih cepat, dan (e) mudahnya sarana transportasi dan komunikasi
28
dalam membuka akses yang lebih besar sehingga dapat menjangkau produsen atau penjual yang lebih beragam.
Menurut Shidarta, sehubungan dengan hak atas informasi yang benar, setiap produk yang diedarkan kepada konsumen harus disertai dengan informasi yang benar.
Informasi ini dibutuhkan untuk memastikan bahwa konsumen tidak salah dalam memilih produk barang dan jasa. Informasi ini dapat disampikan kepada konsumen dengan berbagai cara, antara lain secara lisan, melalui iklan di berbagai media, dan mencantumkan deskripsi atau penjelasan pada kemasan produk (barang).
Menurut Profesor Hans W. Micklitz, pakar hukum konsumen asal Jerman, hak atas informasi memiliki perbedaan konsumen berdasarkan hak ini. dia berkata, sebelum lebih rinci mengenai perlindungan konsumen, terlebih dahulu kita harus memiliki kesadaran umum tentang jenis-jenis konsumen yang akan dilindungi.
Menurut dia, secara garis besar, ada dua macam konsumen yang dapat dibedakan: konsumen yang mengetahui informasi atau terinformasikan dan konsumen yang tidak mengetahui informasi atau tidak terinformasikan.
Pasal 3 huruf d Undang-Undang Perlindungan
Konsumen menyatakan bahwa “perlindungan konsumen bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengndung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses terhadap informasi.”
Dalam unsur keterbukaan informasi dan sistem perlindungan konsumen terdapat hak yang harus dijanjikan oleh pelaku usaha dalam melindungi konsumen, yakni konsumen berhak atas keterbukaan informasi yang jujur dan benar tentang jaminan dan keadaan pada barang atau jasa yang dikonsumsi oleh konsumen.
Keterbukaan informasi dan akses informasi menjadi penting mengingat ada dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana hal ini tercantum dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hal ini saling berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 7 huruf b Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, serta kewajiban pelaku usaha untuk memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan termasuk dalam hak konsumen. Ketiadaan Informasi yang susah atau informasi tidak mencukupi akan
30
sangat merugikan konsumen. Pentingnya penyampaian sebuah informasi yang benar tentang suatu produk kepada konsumen agar tidak salah paham dengan deskripsi produk tertentu. Informasi bisa berupa representasi, peringatan atau instruksi.28
b) Undang-Undang Perlindungan konsumen secara represif (1) Sanksi administratif
Sanksi administratif terdapat dalam pasal 60. Sanksi administratif ini adalah suatu “hak khusus” yang diberikan oleh undang-undang kepada Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) atas tugas dan kewenangan yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen kepada Badan Penyelesaian Sengketa untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 60 angka (2) jo. Pasal 60 angka (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sanksi administratif yang dapat dikenakan Badan Penyelesian Sengketa yakni berupa penetapan ganti rugi paling banyak sampai dengan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
28 Siti Muslimah, “Label Halal Pada Produk Pangan Kemasan Dalam Perspektif
Perlindungan Konsumen Muslim”, Yustisia Jurnal Hukum 1, no. 2 (Mei 2012): 90.
(2) Sanksi pidana pokok
Sanksi pidana pokok ialah sanksi yang dapat dilayangkan dan dijatuhkan oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntut umum kepada pelaku usaha yang melanggarnya. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengharuskan penuntutan pidana terhadap pelaku usaha dan/atau pengurus yang ada di dalamnya. Hal itu tercantum pada Pasal 62.
Secara teoritis, berdasarkan pada Pasal 62 angka (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen bentuk dalam peraturan sanksi pidana di atas ada pada sistem alternatif.
Artinya, norma dalam hukum ditunjukkan dengan kata
“atau”. Oleh karena itu, sikap memilih pidana denda di sini sebenarnya didasarkan pada pertimbangan hakim secara bijaksana, objektif dan praktis daripada pidana penjara, atau karena mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan pidana denda dibandingkan pidana penjara.29
Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga mengatur ketentuan pidana yang dapat dikenakan dengan menipu konsumen mengenai dengan kualitas, salah
29 Rindi Maya Arintika, “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadp Sanksi Pidana Ats
Pengedaran Makanan Tidak Layak Konsumsi Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2015), 64.
32
mengartikan jaminan atau garansi, berisi informasi yang salah, keliru atau tidak pantas, dan memanfaatkan dalam suatu kejadian tanpa izin dari orang tersebut, yang tercantum pada pasal 62 angka (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen “dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima (5) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) jika ada masalah hukum dengan produk yang dipromosikannya”.
Sebagaimana yang termaktub dalam pasal 62 angka (2) bahwa produk yang dipromosikan bermasalah secara hukum terkait tidak memuat informasi mengenai dampak penggunaan dan melanggar etika mengenai periklanan , maka “akan dipidana dengan pidana penjara paling lama dengan dua (2) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”30 (3) Sanksi pidana tambahan
Selain adanya sanksi pidana pokok yang terdapat dalam pasal 62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, juga terdapat ketentuan pada pasal 63 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengaharuskan adanya
30 Ayu Atha Diva Daniswara dan I Wayan Novy Purwanto, “Perlindungan Hukum
Terhadap Pengguna Produk Bermasalah Promosi Iklan: Pendekatan Tanggung Jawab Penyedia Jasa Iklan”, Jurnal Kertha Semaya 8 no. 5 (2020): 796.
sanksi pidana tambahan.31 Selain itu, pada Pasal 63 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan
“hukuman tambahan bagi pelaku usaha berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hukum, dan pembayaran ganti rugi kepada pelaku usaha”.
Menurut David Tench, penerapan hukum pidana dalam upaya mewujudkan dan menegakkan hak-hak konsumen adalah langkah yang ampuh dalam menanggulangi perilaku-perilaku curang par pelaku ekonomi, khususnya berkaitan dengan hak-hak konsumen. Bahkan, lebih jauh, bahwa kehadiran hukum pidana merupakan keharusan dalm menegakkan hak-hak konsumen.
Sanksi dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sebenarnya sudah cukup berat. Sebenarnya masih banyak ditemukan aksi pelanggaran hak konsumen. Penegakan hokum perlindungan konsumen bisa berjalan dengan baik jika didukung dengan badan aparat hukum yang tegas dalam memberikan sanksi/hukuman terhadapat para pelaku usaha yang melanggar hak konsumen. Pelanggaran terhadap hak konsumen perlu dibuktikan secara hukum.32
31 Butje Tampi, Karya ilmiah “Penyelesaian Sengketa Konsumen Berdasarkan Hukum
Acara Pidana”, 23.
32 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan (Jakarta Selatan: Transmedia
Pustaka, 2008), 42.
34
2. Informasi Kehalalan Produk Sebagai Perlindungan Konsumen Dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal
a. Definisi Produk Halal
Menurut pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Produk halal ialah “produk yang dinyatakan halal menurut hukum Islam.” Dalam Pasal 1 angka (1) bahwasannya pengertian produk ialah “barang dan/atau jasa yang berhubungan dengan makanan, minuman, obat, kosmetika, produk kimia, produk biologi, produk rekayasa genetika, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.”33
Proses Produk Halal atau (PPH) ialah tahap kegiatan dalam menjamin produk halal, melingkupi penyediaan bahan, pengelolaan, penyimpanan, pengemasan, pengiriman, penjualan dan penyajian produk bahan ialah suatu hal yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan suatu produk. Jaminan Produk Halal atau (JPH) ialah kepastian hukum mengenai produk halal dengan bukti menetapkan sertifikat halal.34
33 Sekretriat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, Pasal 1 ayat (1).
34 Tri Rizki Damai Yanti, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Peredaran Makanan Non Halal Di Tinjauan Dari Undang-Undang RI No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal”, (Skripsi, Universitas Muhammadiah Sumatera Utara Medan, 2018), 14.
b. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal
1) Perlindungan Konsumen Secara Preventif dan Represif a) Undang-Undang Jaminan Produk Halal secara preventif
Menurut ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Jaminan Produk Halal, badan usaha yang mengajukan sertifikasi halal harus memberikan informasi yang benar dan jujur, mengklasifikasikan setiap rangkaian proses produksi antara produk halal dan non halal, memiliki penyelia halal, dan melaporkan perubahan komposisi bahan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yakni konsekuensi dari ketentuan pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Klausul ini menyiratkan kewajiban untuk menyampaikan symetric information ketika memperoleh sertifikat halal.35
Menurut ketentuan Pasal 25, pengaturan bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajibannya kepada pelaku usaha yang sudah mendapatkan sertifikat halal berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Jaminan Produk Halal akan dikenakan sanksi administratif seperti peringatan tertulis, denda administratif atau pencabutan sertifikat halal. Selain ketentuan berupa denda
35 Ahmad Yusuf Didik, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Pemalsuan
Sertifikasi dan Pencantuman Label Halal (Studi Terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen” (Tesis, UIN Raden Fatah Plembang, 2019), 19.
36
administrtif dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal, sebagaimana pula yang mengatur dalam ketentuan pidana bagi pelaku usaha yang terdapt pada Pasal 56 yakni “pelaku usaha yang tidak menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 huruf b dipidana dengan pidana penjara maksimal lima (5) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”36
Menurut ketentuan Pasal 38 Undang-Undang Jaminan Produk Halal mengatur bahwa pada produsen yang sudah mendapatkan sertifikat halal dalam Pasal 25 huruf a Undang- Undang Jaminan Produk Halal diharuskan untuk pencantuman label, namun terkait dengan pencantuman label pada Pasal 38 Undang-Undang Jaminan Produk Halal terkait label halal tidak ada pengaturan khusus mengenai label halal untuk pelaku usaha bukan industri karena produk yang dihasilkan tidak dikemas dan tidak diproduksi secara massal, maka asas kepastian hokum pada Undang-Undang Jaminan Produk Halal mengenai pencantuman label masih belum terpenuhi.
Kewajiban pelaku usaha untuk mencantumkan label dengan keterangan bahwa produk yang dihasilkan adalah
36 Asri, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Pangn Yang Tidak
Bersertifikat Halal”, Jurnal IUS 4, no. 2 (Agustus 2016): 14.
produk halal, yang terdapat pada Pasal 38 Undang-Undang Jaminan Produk Halal pencantuman label halal pada kemasan, memastikan pencantuman label halal pada bagian tertentu dari produk, dan tempat pada produk. Undang-undang Jaminan Produk Halal mengatur pencantuman label halal tidak ada ketentuan khusus mengenai pencantuman label untuk produk yang bukan hasil industri atau tidak bentuk kemasan. Peraturan Pemerintah Nomor 39 tentang Penyelenggaraan Bidang jaminan Produk Halal memberikan kemudahan yang mana pengaturan pengecualian terhadap label halal dalam Pasal 91 Angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 39 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, bahwa produk yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak dijelaskan dalam memuat semua keterangan maka akan dikecualikan dalam pencantuman label halal, produk yang dijual atau dikemas secara langsung di depan konsumen dalam jumlah sedikit, dan produk yang dijual dalam bentuk curah. Pengecualian pencantuman label yakni pelaku usaha perlu pembuktian dari sertifikat halal yang mana terdapat dalam pasal 91 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal yakni
38
pencantuman label halal tersebut dapat dibuktikan dengan dokumen sertifikat halal. 37
b) Undang-Undang Jaminan Produk Halal secara represif (1) Sanksi administratif
Menurut ketentuan pasal 27, pelanggaran kewajiban pelaku usaha untuk mencantumkan informasi tidak halal berdasarkan Pasal 26 angka 2 Undang-Undang Jaminan Produk Halal akan dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 angka 2. Sanksi administratif yang dikenai terhadap pelaku usaha yakni teguran lisan, peringatan tertulis, dan denda administratif. Tata cara penerapan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal yang menjelaskan bahwa pengenan sanksi administratif dilakukan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, juga dapat diberikan secara bertahap, dan kumulatif. Setiap dugaan pelanggaran administratif yang dihasilkan dari laporan atau temuan menjadi kewenangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk
37 Dhea Shakilla dan Tatty Aryani Ramli, “Kewajiban Pedagang Kaki Lima Menyatakan
Kehalalan Produk sebagai Jaminan Keselamatan Konsumen menurut Hukum Positif”, Bandung Conference Series: Law Studies 2, no. 1 (2022): 440.