• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Kekerasan Dalam Rumah Tangga Akibat Dispensas Kawin di Pengadilan Agama Jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Potensi Kekerasan Dalam Rumah Tangga Akibat Dispensas Kawin di Pengadilan Agama Jember"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh:

M. IRWAN ZAMRONI ALI NIM : 213206050018

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

PASCASARJANA UIN KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

2023

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H)

NIM : 213206050018

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

PASCASARJANA UIN KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER 2023

Oleh:

M. IRWAN ZAMRONI ALI

(3)

Tesis yang berjudul “Potensi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Akibat Praktik Dispensasi Kawin Di Pengadilan Agama Jember” yang ditulis oleh M.

Irwan Zamroni Ali ini, telah disetujui untuk diuji dan dipertahankan di depan dewan penguji tesis.

Jember, 20 Juni 2023 Pembimbing I

Dr. Ishaq, M.Ag

NIP. 19710213 200112 1 001

Jember, 20 Juni 2023 Pembimbing II

Dr. Muhammad Faisol. S.S., M.Ag.

NIP. 19770609 200801 1 012

(4)

Dewan Penguji

1. Ketua Penguji : Dr. Kun Wazis, S.Sos, M.I.Kom. (...………) 2. Anggota

a. Penguji Utama : Dr. H. Ahmad Junaidi, S.Pd., M.Ag. (…….………) b. Pembimbing I : Dr. Ishaq, M.Ag (………) c. Pembimbing II : Dr. Muhammad Faisol. S.S., M.Ag. (...………..)

Jember, 23 Juni 2023 Mengesahkan

Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Direktur,

Tesis dengan judul “Potensi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Akibat Praktik Dispensasi Kawin Di Pengadilan Agama Jember” yang ditulis oleh M.

Irwan Zamroni Ali, telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Tesis UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Pada Rabu, 14 Juni 2023 dan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Hukum (M.H).

(5)

(KDRT) Akibat Praktik Dispensasi Kawin Di Pengadilan Agama Jember.

Tesis. Program Studi Hukum Keluarga Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. Pembimbing I: Dr. Ishaq, M. Ag. Pembimbing II:

Dr. Muhammad Faisol. S.S., M.Ag.

Kata Kunci: Dispensasi Kawin, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Pengadilan Agama Jember.

Hakim ketika memeriksa perkara dispensasi kawin berada pada posisi dilematis dalam mempertimbangkan antara 2 (dua) hal kemudaratan, yaitu kemudaratan akibat perkawinan dini jika permohonan diizinkan dan kemudaratan jika ditolak. Mengabulkan permohonan dispensasi kawin pada satu sisi dapat menyelesaikan masalah. Namun, pada sisi lain, akibat buruk dari praktik perkawinan anak akan sulit dihindari. Salah satunya, potensi KDRT hingga berujung perceraian.

Penelitian ini memiliki 2 (dua) fokus penelitian, yaitu: 1) Bagaimana praktik dispensasi kawin di Pengadilan Agama Jember 2) Bagaimana implikasi praktik dispensasi kawin di Pengadilan Agama Jember terhadap terjadinya KDRT hingga berakhir cerai?

Penelitian ini menganalisis praktik dispensasi kawin di Pengadilan Agama Jember dan implikasinya terhadap potensi KDRT khususnya yang berakhir cerai.

Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan deskriptif kualitatif yang berlokasi di Pengadilan Agama Jember. Metode pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Proses analisis data menggunakan model Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil analisis ditemukan bahwa: 1) Secara umum praktik dispensasi kawin di Pengadilan Agama Jember telah menjalankan Perma No. 5 Tahun 2019 sebagai pedoman pemeriksaan. Strategi yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Jember untuk mempercepat proses pemeriksaan yaitu dengan menugaskan salah satu hakim yang fokus untuk menangani perkara dispensasi. Selain itu, angka dispensasi kawin di Pengadilan Agama Jember sangatlah tinggi. Umumnya, masyarakat yang mengajukan dispensasi, karena telah berpacaran atau bertunangan dalam waktu yang lama. 2) Praktik dispensasi kawin di Pengadilan Agama Jember tidak berdampak terhadap jumlah perceraian dengan alasan KDRT. Umumnya, pasangan dispensasi yang bercerai karena alasan ekonomi, perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus, dan meninggalkan salah satu pihak. Dari data direktori putusan Mahkamah Agung khususnya di Pengadilan Agama Jember, perkara cerai dengan alasan KDRT didominasi oleh pasangan yang menikah di usia cukup umur dan masa perkawinan telah berlangsung lama, bahkan perkawinan tersebut telah menghasilkan keturunan.

(6)

Law Study Program Postgraduate State Islamic University Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. Advisor I: Dr. Ishaq, M. Ag. Advisor II: Dr.

Muhammad Faisol. S.S., M.Ag.

Keywords: Marriage Dispensation, Domestic Violence, Jember Religious Court.

When examining the marriage dispensation case, the judge is in a dilemma in considering 2 (two) disadvantages, namely disadvantages due to early marriage if the application is permitted and disadvantages if it is rejected. On the one hand, granting a marriage dispensation request can solve the problem. However, on the other hand, the harmful consequences of child marriage will be difficult to avoid.

One of them is the potential for domestic violence to lead to divorce.

This study focused on: 1) How is the practice of marriage dispensation in the Jember Religious Court 2) What are the implications of the practice of marriage dispensation in the Jember Religious Court for the occurrence of domestic violence until it ends in divorce?

This study analyzes the practice of dispensation of marriage in the Jember Religious Court and its implications for the potential for domestic violence, especially those that end in divorce. Therefore, this research is field research with a qualitative descriptive approach located at the Jember Religious Court. Methods of data collection using interview techniques, observation, and documentation.

Data analysis uses the Miles and Huberman model: data reduction, presentation, and conclusion.

The analysis results found that: 1) In general, the practice of dispensation for marriage in the Jember Religious Court has implemented Perma No. 5 of 2019 as a guideline for inspection. The strategy adopted by the Jember Religious Court to speed up the examination process is to assign one of the judges to focus on handling dispensation cases. In addition, the rate of dispensation for marriage in the Jember Religious Court is very high. Generally, people apply for a dispensation because they have been dating or engaged for a long time. 2) marriage dispensation at the Jember Religious Court does not impact the number of divorces on the grounds of domestic violence. Generally, dispensation for couples divorcing for economic reasons is disputed and fought continuously. It left one of the parties. From the data of the Supreme Court decision directory, especially in the Jember Religious Court, divorce cases on the grounds of domestic violence are dominated by couples who marry at an old age and have been married for a long time, and the marriage has even produced offspring.

(7)

ث ٍّٟؼٌا شؾجٌا .شجّغث خ١ٕ٠ذٌا خّىؾٌّا ٟف طاٚضٌا ُغم

خ١صخؾٌا ياٛؽلأا

خ١ِٛىؾٌا خ١ِلاعلاا ك٠ذص ذّؽأ طبؽ ٟ٘ب١و خؼِبع ب١ٍؼٌا دبعاسذٌا ظِبٔشجث شجّع . ( :فاشؽلاا ذؾر سٛزوذٌا ) 1

قبؾعأ (ٚ ،ش١زغعبٌّا

سٛزوذٌا ) 2 محمد

ًص١ف .ش١زغعبٌّا

:ةيسيئرلا تاميلكلا خصخس

طاٚضٌا ، فٕؼٌا ٟف شعلأا ح ، خ١ٕ٠ذٌا خّىؾٌّا

خ١عل ٟظبمٌا غٌبط٠ بِذٕػ خصخس

طاٚضٌا خٌبؽ ٟف ْبو

خٍعؼِ

ٟف سبجزػلاا ٟف ٓ١ث

بّ٘ ،داسبعٌّا ِٓ ٓ٠شِأ سشعٌا

سشعٌاٚ ٗث بًؽّٛغِ تٍطٌا ْبو ارإ شىجٌّا طاٚضٌا تجغث

تٍطٌا ْبو ارإ بظٛفشِ

. تٍغ ؼِٕ ْإ خصخس

ِٓ ،هٌر غِٚ .خٍىؾٌّا ًؾ٠ ْأ ٓىّ٠ طاٚضٌا

ع ،ٜشخأ خ١ؽبٔ

فٛ

اٛؼٌا تٕغر تؼصٌا ِٓ ْٛى٠ .يبفغلأا طاٚضٌ خئ١غٌا تل

بِٕٙ

ْأ يبّزؽا ،

فٕؼٌا ٞدؤ٠ حشعلأا ٟف

.قلاطٌا ٌٝإ

١فٍخٌا ٍٝػ بعبعأ

ٟ٘ شؾجٌا از٘ خٍئعأ ْئف خمثبغٌا خ (

1 ْٛىر ف١و )

خصخس

طاٚضٌا

شجّغث خ١ٕ٠ذٌا خّىؾٌّا ٟف (ٚ ؟

2 ِٓ شصلأا ف١و )

خصخس

طاٚضٌا

شجّغث خ١ٕ٠ذٌا خّىؾٌّا ٟف

ٍٝػ

فٕؼٌا

؟قلاطٌا ٌٝإ ٞدؤ٠ ٞزٌا حشعلأا ٟف

شؽبجٌا َذخزعا

ٟف

شؾجٌا از٘

ٌا ٟٔاذ١ّ

ٌا ٟف١ىٌا ًخذٌّبث ٟفصٛ

ٚ غم٠ شؾجٌا ْبىِ

ٟف

ٌا .شجّع خ١ٕ٠ذٌا خّىؾّ

ٚ شغ ٠م خ دبٔب١جٌا غّع يلاخ ِٓ

.ك١صٛزٌاٚ خظؽلاٌّاٚ خٍثبمٌّا اٚ

َذخزع

شؽبجٌا دبٔب١جٌا ً١ٍؾر

ٌا طرّٕٛ

ْبِشثٛ٘ٚ ظٍ١ِ ِٓ

،

ٟٕؼ٠ ط١فخر دبٔب١جٌا ضشػٚ دبٔب١جٌا

ٚ زعا .طبزٕ

:ٟٙف شؽبجٌا بٙ١ٍػ ًصؽ ٟزٌا ظئبزٌٕا بِأ 1 (

ٟف طاٚضٌا خصخس ْأ َبػ ًىؾث )

خ١ٕ٠ذٌا خّىؾٌّا ْٛٔبمٌا ٍٝػ بعبعأ

خ١ٕ٠ذٌا خّىؾٌّا ُلس

6 خٕغٌٍ

2112 .ؼ١زفزٌا ٍٝػ ً١ٌذو

ٚ بٙرذّزػا ٟزٌا خ١غ١راشزعلاا

ٌا خ١ٕ٠ذٌا خّىؾّ

ث

ٌا خ١ٍّػ غ٠شغزٌ شجّغ ؼ١زفز

ٟٕؼ٠ ف١ظٛر ذؽأ

ب٠بعل خغٌبؼِ ٍٝػ ض١وشزٌبث حبعمٌا خصخشٌا

يذؼِ ْئف ،هٌر ٌٝإ خفبظلإبث . خصخشٌا

ِٓ

ٟف طاٚضٌا

ٌا خ١ٕ٠ذٌا خّىؾّ

ث شجّغ ْٛى٠ ؼفرشِ

ب اذع .

ْأ ،شضولأاٚ

ِْٛذمز٠ ٓ٠زٌا ؿبخؽلأا

تٍطث خصخشٌا اٛٔبو ُٙٔلأ ،

خ١جؾٌا خللاؼٌا ٟف ٚأ

طجرشِ

ٓ١ ث خ١طخٌب خٍ٠ٛغ حشزفٌ

(ٚ ؛ 2 ْأ )

طاٚضٌا خصخس ْأ ٟف

ٌا خ١ٕ٠ذٌا خّىؾّ

ث شجّغ صؤِ ٓىر ٌُ

تجغث قلاطٌا دذػ ٍٝػ حش

فٕؼٌا

ْأ َبؼٌا ً١جع ٍٝػ ٓىٌٚ ،حشعلأا ٟف

طاٚضٌا خصخس

ةبجعلأ لاا

ٚ خ٠دبصزل حشعبؾٌّا

ٌا

ٓ١فشطٌا ذؽأ نشرٚ ،حشّزغّ

دبٔب١ث ٍٝػ بعبعأ . بّ١ع لا ،ب١ٍؼٌا خّىؾٌّا داساشل ً١ٌد ِٓ

ٟف

ٌا خ١ٕ٠ذٌا خّىؾّ

ث شجّغ ، شضوأ ْأ قلاطٌا ب٠بعل

تجغث فٕؼٌا

،حشعلأا ٟف

ُ٘

اٛعٚضر ٓ٠زٌا

خٍ٠ٛغ حشزفٌ طاٚضٌا شّزعاٚ خخٛخ١ؾٌا ٓع ٟف ش١ؽ

نبٕ٘ ذعٛ٠

.ًغٌٕا

(8)













































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” al-Nisa‟ (3) : 191

1 Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahannya.

(9)

karunia-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

“Potensi Kekerasan Dalam Rumah (KDRT) Akibat Praktik Dispensasi Kawin Di Pengadilan Agama Jember”.

Tingginya angka perkawinan di bawah umur di Indonesia, telah menjadi momok yang mengerikan di negara ini. Meski negara telah menetapkan umur 19 tahun sebagai usia minimal untuk bisa kawin, tingginya angka dispensasi kawin di pengadilan sudah menunjukkan bahwa masyarakat tidak mengindahkan aturan tersebut. Sudah jamak diketahui, perkawinan di bawah umur memiliki sejumlah dampak negatif, seperti: putusnya pendidikan, kemiskinan berkelanjutan, kesehatan organ reproduksi, perselisihan, hingga potensi KDRT.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar akademik Magister Hukum (M.H) di Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember tahun 2023. Maka dari itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak terlibat dalam proses penyusunan Tesis ini, di antaranya:

1. Rektor UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M.

2. Direktur Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, Prof. Dr. Moh Dahlan, M.Ag.

3. Pembimbing I sekaligus Koordinator Prodi Hukum Keluarga Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, Dr. Ishaq, M.Ag. dan Pembimbing II,

(10)

Utama, Dr. H. Ahmad Junaidi. S.Pd., M.Ag. atas masukan yang telah diberikan kepada penulis demi kesempurnaan Tesis ini.

5. Segenap civitas akademika UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis agar dapat mengenyam pendidikan di kampus ini.

6. Terakhir, kepada Keluarga Besar Pengadilan Agama Jember yang telah menginjinkan penulis untuk dapat belajar dan berdiskusi bersama untuk penyusunan Tesis ini.

Akhirnya, tiada gading yang tak retak. Tesis ini masih jauh dengan kata sempurna. Oleh karena itu, segala kekurangan dan kesalahan dalam Tesis ini, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat dan menjadi nilai ibadah bagi penulis di dunia dan di akhirat.

Jember, 22 Maret 2023 Penulis,

M. Irwan Zamroni Ali

(11)

hidayah Allah Swt, sehingga karya sederhana ini dapat terselesaikan dengan baik.

Sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar.

Sebuah karya tulis sederhana ini, bukanlah berjalan tanpa hambatan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghormatan setinggi- tingginya atas support, motivasi, tenaga dan pikiran yang diberikan untuk membantu menyelesaikan Tesis ini, kepada:

Pertama, segenap keluarga besar penulis khususnya kedua orang tua saya, yaitu bapak Moh. Ali Muhsin dan Ibu Hamidah serta adik kandung M. Hamdani Ali. Termasuk pula keluarga dari Bapak dan Ibu, atas sambungan doa dan dukungan dalam setiap waktunya.

Kedua, para kiai/guru/ustad/ustazah dari semua lembaga pendidikan yang telah penulis tempuh, mulai dari TK Darissalam, SDN Ban-Ban, MI Raudhatul Mubtadiin, MTsN Sumber Bungur Pakong, MA Sumber Bungur Pakong, Pondok Pesantren Sumber Bungur Pakong Pamekasan, hingga segenap para dosen/tenaga pendidik di UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Ketiga, segenap sahabat dan relasi yang terus memberikan dukungan dan menjadi tempat untuk berdiskusi dalam proses menyelesaikan tesis ini.

Terakhir, segenap keluarga besar Pengadilan Agama Jember yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan ilmu yang berharga dalam penelitian ini.

(12)

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

MOTTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

PERSEMBAHAN ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Istilah ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Penelitian Terdahulu ... 13

B. Kajian Teori ... 19

1. Perkawinan Dini dalam Hukum Positif dan Hukum Islam ... 19

(13)

5. Dasar Hukum Dispensasi Kawin ... 29

6. Alasan atau Faktor Penyebab Dispensasi Kawin ... 30

7. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ... 35

8. Bentuk-Bentuk KDRT Pada Pasangan Suami Istri ... 36

9. Faktor Penyebab KDRT Pada Pasangan Suami Istri ... 38

10. Dampak KDRT Pada Pasangan Suami Istri ... 41

11. Solusi Kasus KDRT Pada Pasangan Suami Istri ... 43

12. Kewenangan Pengadilan Agama ... 46

C. Kerangka Konseptual ... 50

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 52

B. Lokasi Penelitian ... 52

C. Kehadiran Peneliti ... 53

D. Subjek Penelitian ... 53

E. Sumber Data ... 54

F. Teknik Pengumpulan Data ... 55

G. Analisis Data ... 56

H. Keabsahan Data ... 57

I. Tahap-Tahap Penelitian ... 58

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS ... 60

(14)

A. Praktik Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Jember ... 93

B. Implikasi Praktik Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Jember Terhadap Potensi KDRT Hingga Berakhir Cerai... 104

BAB VI PENUTUP ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

(15)

Tabel 5.1 Permohonan Dispensasi di Pengadilan Agama Jember

Tahun 2020 ... 95 Tabel 5.2 Permohonan Dispensasi di Pengadilan Agama Jember

Tahun 2021 ... 95 Tabel 5.3 Permohonan Dispensasi di Pengadilan Agama Jember

Tahun 2022 ... 96 Tabel 5.4 Rekapitulasi Data Perkara Dispensasi Kawin Pengadilan Agama

Jember Tahun 2017, 2018 dan 2019 ... 97 Tabel 5.5 Data Pengajuan Perkara Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Jember Tahun 2022 ... 102 Tabel 5.6 Data Perkara Perceraian (Cerai Talak, Cerai Gugat) Di Pengadilan

Agama Jember Tahun 2020, 2021, dan 2022 ... 109 Tabel 5.7 Beberapa Penyebab Terjadinya Perceraian di Kabupaten Jember

Tahun 2020, 2021 dan 2022. ... 110

(16)

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jember ... 61

(17)

1

ا „

Komadi

atas

غ t}

te dgtitik

dibawah

2

ة B

Be

ظ Z

Zed

3

د T

Te

ع „

Komadi atas terbalik

4

س Th

te ha

ؽ Gh

ge ha

5

ط J

Je

ف F

Ef

6

ػ h}

ha dengan

titikdibawah

ق Q

Qi

7

ؿ Kh

ka ha

ن K

Ka

8

د D

De

ي L

El

9

ر Dh

de ha

َ M

Em

10

س R

Er

ْ N

En

11

ص Z

Zed

ٚ W

We

12

ط S

Es

ٖ H

Ha

13

ػ Sh

es ha

ء „

Koma

Di atas

14

ؿ s}

es dgtitik

di bawah

ٞ Y

es dg titik

dibawah

15

ض d}

de dgtitik

di bawah

- -

de dg titik

di bawah

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Angka perkawinan di bawah umur di Indonesia sudah sangat tinggi.

Data UNICEF telah menunjukkan di mana negara Indonesia menduduki peringkat ke-2 ASEAN setelah negara Kamboja dan peringkat ke-8 di tingkat dunia sebagai negara dengan angka perkawinan anak terbanyak.1

Melihat fenomena tersebut, pemerintah membuat beberapa kebijakan strategis, salah satunya merevisi Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi Undang-Undang No.16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

Dalam undang-undang tersebut diatur bahwa batas usia minimum untuk melakukan perkawinan adalah 19 tahun bagi pihak perempuan dan pihak laki- laki. Sedangkan sebelum direvisi, yaitu pada UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, diatur batas minimum usia untuk melangsungkan perkawinan adalah 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun untuk pria.2

Semangat untuk menekan perkawinan di bawah umur tersebut kandas setelah Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Angka perkawinan anak naik sampai 300 persen jika dibandingkan dengan angka pada tahun 2019 lalu.

Data tersebut sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang

1 Pranita, Ellyvon. 2021. Peringkat ke-2 ASEAN, Begini Situasi Perkawinan Anak di Indonesia.

KOMPAS. Lihat: https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/20/190300123/peringkat-ke-2-di- asean-begini-situasi-perkawinan-anak-di-indonesia?page=all

2 Pasal 7 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

(19)

Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy pada Senin, 27 Juni 2022.3

Dalam revisi UU Perkawinan tersebut disebutkan bahwasanya pasangan calon suami istri yang belum cukup umur dapat menikah melalui jalur dispensasi ke pihak pengadilan. Ketentuan ini sudah sangat jelas, dimana pihak mempelai yang tidak cukup umur untuk menikah, maka orang tua pihak laki-laki atau pihak perempuan harus mengajukan permohonan dispensasi ke pengadilan karena adanya alasan mendesak dengan bukti pendukung yang cukup.4 Demikian ini tertulis jelas pada Pasal 7 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2019 tentaang Perkawinan.

Istilah „mendesak‟ memiliki arti bahwa tidak ada alasan lain kecuali melangsungkan pernikahan tersebut. Maka dari itu, diksi mendesak tersebut tidak diberikan batasan khusus, sehingga pertimbangan majelis hakim adalah satu-satu penentu boleh tidaknya perkawinan tersebut untuk dilangsungkan.

Menjadi tanggung jawab hakim untuk ekstra hati-hati dalam menggali hukum agar unsur mendesak tersebut benar-benar ditemukan.5

Sayangnya, undang-undang perkawinan tersebut justru menjadi celah bagi pasangan di bawah umur untuk dapat menikah melalui jalur dispensasi tersebut. Jalan keluar berupa dispensasi kawin ini mengakibatkan institusi perkawinan diserbu pasangan di bawah umur beserta orang tuanya agar bisa melangsungkan nikah melalui jalur dispensasi. Bahkan, angka permohonan

3 https://www.inews.id/news/nasional/menko-pmk-angka-perkawinan-anak-naik-hingga-300- persen-saat-pandemi, diakses terakhir pada 4 September 2022.

4 Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

5 Arief Budiono, Praktik Profesional Hukum Gagasan Pemikiran Tentang Penegakan Hukum (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2022), 108.

(20)

dispensasi semakin tinggi dari pada sebelum terjadinya perubahan undang- undang perkawinan.

Laporan Komnas Perempuan menunjukkan hasil dari data BADILAG pada tahun 2019 terdapat dispensasi kawin yang dikabulkan sebanyak 23.126 kasus, kemudian di tahun 2020 mengalami kenaikan menjadi 64.211 kasus dan di tahun 2021 menurun 7,01% atau turun 4.502 kasus.6 Meski di tahun 2021 angkanya turun, secara umum data tersebut masih tinggi dari pada tahun 2019. Jelasnya, tahun 2019 merupakan tahun di mana berlakunya undang- undang perkawinan No. 16 tahun 2019.

Dispensasi kawin adalah jalan keluar satu-satunya bagi mempelai laki- laki dan perempuan yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan. Namun, perkawinan yang dilakukan di masa usia yang belum matang dapat menimbulkan sejumlah masalah, dikarenakan tingkat emosional yang labil, sehingga sangat mudah terjadi pertengkaran hingga putusnya perkawinan. Usia dewasa dan jiwa yang matang menjadi bagian dari unsur terciptanya keluarga yang kekal dan bahagia.7

Kendatipun perkawinan dini dilakukan melalui jalur dispensasi di pengadilan, semua dampak yang terjadi akibat dari perkawinan di bawah umur tetap berpotensi dialami bagi mereka yang melangsungkan perkawinan dini.

Secara umum, terdapat beberapa dampak yang berpotensi terjadi bagi pasangan di bawah umur, meski sudah mendapat dispensasi dari pengadilan.

6 Komnas Perempuan, Lembar Fakta dan Poin Kunci Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2022, 6. lihat: https://komnasperempuan.go.id/download-file/736 diakses terakhir pada 12 November 2022.

7 Susi Dwi Bawarni & Arin Mariana, Potret Keluarga Sakinah (Surabaya: Media Idaman Press, 1993), 10.

(21)

Dari segi psikologis, pasangan di bawah umur tidak memiliki mental yang cukup ketika menjalani perannya dalam berumah tangga. Sehingga mudah timbul pertengkaran, percekcokan, termasuk juga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan bahkan perceraian. Psikologis yang tidak siap dalam berumah tangga, sangat mudah mengalami stress, depresi, trauma dan gangguan kejiwaan lainnya. Gangguan tersebut dapat ditimbulkan misalnya akibat ketidaksiapan melakukan hubungan seksual dan tidak siap memenuhi kebutuhan keluarga.8

Pada aspek sosial, perkawinan dini cenderung terjadi perceraian. Hal ini karena pasangan muda belum memiliki pola pikir yang matang dan emosi yang belum stabil, sehingga mudah terjadi pertengkaran, masalah kebutuhan ekonomi, perselingkuhan bahkan sekali lagi termasuk juga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tidak mudah untuk dihindari. 9

Mengabulkan permohonan dispensasi memang pada satu sisi dapat menyelesaikan masalah. Namun, pada sisi lain akibat buruk dari perkawinan dini tetap berpotensi terjadi dan sulit untuk dihindari. Salah satunya potensi perselisihan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) hingga berujung perceraian.10

Setiap perbuatan tentunya memiliki dampak positif dan negatif, begitu juga dengan pernikahan yang dilakukan melalui dispensasi yang berdampak

8 Djamilah dan Reni Kartikawati, “Dampak Perkawinan Anak di Indonesia”, Jurnal Studi Pemuda, 3/1, (Mei, 2014), 13-14.

9 Mughniatul Ilma “Regulasi Dispensasi Dalam Penguatan Aturan Batas Usia Kawin Bagi Anak Pasca Lahirnya UU No. 16 Tahun 2019”, Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, 2/2, (Juli-Desember, 2020), 144.

10 Pasal 12 ayat (2) huruf (e) Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin

(22)

pada fisik, biologis dan psikologis. Salah satu diantaranya yaitu sering terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dikarenakan daya pikir yang belum matang.11

Oleh karenanya dapat kita lihat bahwa praktik dispensasi nikah oleh hakim secara umum menyisakan banyak problem, salah satunya potensi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) khususnya yang berakhir cerai sehingga kemudian menjadi isu utama dalam penelitian ini. Terjadinya KDRT hingga berujung perceraian akibat praktik dispensasi telah menunjukkan tidak terpenuhinya tujuan dari Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan itu sendiri, yaitu terwujudnya perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian.12

Di Jember, di tahun 2022 menurut data laporan Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPT PPPA) Kabupaten Jember memiliki 135 kasus KDRT. Menurut Koordinator UPT PPPA Kabupaten Jember, Solehati, KDRT yang terjadi meliputi KDRT fisik dan psikis. Menurutnya, KDRT di Jember dialami oleh pasangan muda yang baru menikah dan umumnya kebutuhan ekonomi bergantung pada suami.13

Data laporan Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPT PPPA) Kabupaten Jember telah menunjukkan bahwa Kabupaten Jember memiliki angka yang tidak sedikit pada kasus KDRT. Lain lagi halnya dengan data kasus KDRT yang berakhir cerai di

11 Wahyu Wibisana, “Perkawinan Wanita Hamil Di Luar Nikah Serta Akibat Hukumnya Perspektif Fikih Dan Hukum Positif”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, 15/1, (2017), 65.

12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

13 https://k-radiojember.com/berita/read/kasus-kdrt-di-jember-masih-tinggi

(23)

Pengadilan Agama Jember, tentu akan semakin menguatkan bahwa kasus KDRT di Kabupaten Jember cukup kompleks.

Berkaitan dengan itu, Kabupaten Jember pada khususnya memiliki sejumlah masalah sosial, yaitu angka dispensasi kawin atau perkawinan di bawah umur sangat tinggi. Tidak hanya itu, menurut Humas Pengadilan Agama Jember, Achmad Nabani dalam suatu kesempatan menyebutkan angka perceraian pada tahun 2022 sudah tembus 4.786 per hari Selasa, 10 Oktober 2022. Angka tersebut, sudah menunjukkan kenaikan 6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.14

Oleh karena itu, ditemukan urgensi, kelayakan dan relevansi untuk kemudian dilakukan sebuah penelitian dengan judul “Potensi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Akibat Praktik Dispensasi Kawin Di Pengadilan Agama Jember”.

B. Fokus Penelitian

Untuk menentukan kajian yang mendalam, maka perlu dirumuskan suatu fokus penelitian yang akan menjadi inti pembahasan dalam penelitian ini. Maka fokus penelitian dalam karya tulis ini terdiri dari:

1. Bagaimana praktik dispensasi kawin di Pengadilan Agama Jember?

2. Bagaimana implikasi praktik dispensasi kawin di Pengadilan Agama Jember terhadap terjadinya KDRT hingga berakhir cerai?

14 Tim, Tahun 2022, Angka Perceraian di Kabupaten Jember Tembus 4.786 Kasus. 2022. Lihat:

https://suaraindonesia.co.id/news/peristiwa-nasional/6346104439932/Tahun-2022-Angka- Perceraian-di-Kabupaten-Jember-Tembus-4786-Kasus

(24)

C. Tujuan Penelitian

Setelah menentukan fokus kajian, maka penelitian ini bertujuan untuk menjawab persoalan berikut ini:

1. Untuk menganalisis praktik dispensasi kawin di Pengadilan Agama Jember

2. Untuk menganalisis implikasi praktik dispensasi kawin di Pengadilan Agama Jember terhadap terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) hingga berakhir cerai

D. Manfaat Penelitian

Secara umum, terdapat 2 (dua) manfaat dalam penelitian ini, yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Akademis

Secara akademis diharapkan dapat mendorong perkembangan khazanah keilmuan, khususnya pada bidang hukum secara umum dan hukum keluarga/hukum perdata secara khusus. Dispensasi nikah telah diatur secara tegas dalam undang-undang perkawinan, namun banyaknya permohonan dispensasi yang dikabulkan oleh hakim, tidak dapat menutup kemungkinan atas dampak yang berpotensi terjadi bagi pasangan usia dini, salah satunya potensi terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Kemudian, pada selanjutnya penulis berharap agar hasil karya ilmiah ini bisa menjadi sumber referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya guna mengembangkan ilmu pengetahuan di masa yang akan

(25)

datang. Termasuk menjadi bagian dari koleksi perpustakaan di seluruh dunia, khususnya perpustakaan UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember dalam bidang hukum keluarga tentang dispensasi kawin.

2. Manfaat Praktis

Dari segi praktis, penulis berharap hadirnya penelitian ini dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat bahwa praktik perkawinan dini memiliki dampak negatif yang sangat luas, salah satunya potensi KDRT hingga berujung putusnya perkawinan.

Kemudian, bagi para praktisi hukum, yakni profesi hakim pada khususnya sebagai pihak yang dapat menolak dan mengabulkan permohonan dispensasi kawin, untuk senantiasa berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam hukum yang berlaku pada saat memberikan putusan terhadap kasus dispensasi kawin, guna menghindari terhadap potensi-potensi negatif yang akan terjadi pada perkawinan dini.

E. Definisi Istilah

Pada bagian ini menjelaskan istilah-istilah yang dipakai dan menjadi titik kajian dalam penyusunan penelitian ini. Untuk menghindari kesalahpahaman pengertian antara peneliti dengan pembaca, maka diperlukan pemaparan para ahli di bidangnya dalam memberikan makna terhadap suatu konsep dalam judul penelitian ini.

(26)

1. Potensi

Kata potensi berasal dari bahasa Inggris dengan tiga kata yang mempunyai makna tersendiri, yaitu potency, maknanya tenaga, kemampuan, daya dan kekuatan; potential artinya kemampuan yang terpendam dan dimungkinkan dapat terjadi secara nyata;15 potentiality adalah ciri khas yang memiliki daya untuk bertingkah laku di masa depan yang dilakukan dengan cara tertentu.16

Adapun istilah potensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang kemungkinan dapat terjadi. Artinya kemungkinan yang dimaksud adalah potensi atau kemungkinan terjadinya KDRT dalam praktik dispensasi kawin di Pengadilan Agama Jember.

2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan adalah tindakan penyerangan dan bentuk pelanggaran berupa penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan dan semacamnya yang dapat mengakibatkan seseorang tersiksa atau menderita. Sedangkan rumah tangga adalah ikatan perkawinan antara perempuan dan laki-laki untuk membangun sebuah keluarga. Maka, yang dimaksud dengan KDRT jika dilihat pada UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 adalah segala tindakan kepada seorang perempuan khususnya yang dapat mengakibatkan penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan kesengsaraan, termasuk

15 Kartono, dkk, Kamus Psikologi (Bandung: Pionir Jaya, 2000), 364.

16 James P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 378.

(27)

penelantaran rumah tangga, serta tindakan pemaksaan atau merampas kemerdekaan seseorang secara ilegal di lingkup rumah tangga.17

3. Dispensasi Kawin

Dispensasi sendiri secara harfiah bermakna pengecualian terhadap suatu aturan karena hal tertentu, atau merdeka dari larangan dan kewajiban atau perintah.18 Lebih jelasnya yaitu keringanan dari pengadilan sebagai pihak yang berwenang untuk mengizinkan pasangan di bawah agar dapat menikah di usia yang dilarang oleh Undang-Undang Perkawinan.

UU Perkawinan pasca revisi, berlaku ketentuan antara pria dan wanita agar dapat menikah, sekurang-kurangnya berumur 19 (sembilan belas) tahun, demikian disebut dalam Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan.

Kemudian dilanjutkan pada ayat (2) di ketentuan yang sama disebutkan, jika telah terjadi penyimpangan sebagaimana ketentuan ayat (1), orang tua laki-laki dan atau orang tua perempuan wajib mengajukan dispensasi ke pengadilan.19

4. Pengadilan Agama

Pengadilan Agama disingkat PA merupakan lembaga peradilan bagi orang Islam. Lembaga ini berfungsi untuk menjalankan kekuasaan kehakiman bagi umat Islam dalam perkara tertentu.20 PA pada tingkatannya merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa,

17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).

18 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), 325.

19 Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

20 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

(28)

memutus dan menyelesaikan perkara Muslim tentang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan sedekah menurut hukum Islam.21

F. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan: adalah bab yang di dalamnya menjelaskan tentang konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi istilah.

Bab II Kajian Pustaka: adalah bab yang mengulas tentang penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tema penelitian. Ini penting untuk melihat sejauh mana tingkat kebaruan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Selain itu, pada bagian ini juga akan memaparkan beberapa teori-teori yang dipakai untuk membantu menjawab fokus penelitian yang telah ditentukan sebelumnya, seperti teori tentang KDRT, dispensasi kawin dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini.

BAB III Metodologi Penelitian: adalah bab yang mengulas tentang metode penelitian yang akan dipakai untuk menjawab fokus penelitian dalam penelitian ini. Dalam bab ini akan ditentukan jenis dan pendekatan penelitian, termasuk juga menjelaskan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik keabsahan data, termasuk juga tahapan penelitian.

21 Cik Hasan Basri, Peradilan Agama Di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 3.

(29)

BAB IV Paparan Data dan Analisis: dalam bab ini akan dijadikan mengenai gambaran objek penelitian dalam penelitian ini, penyajian temuan yang di dalamnya berisi tentang hasil wawancara, observasi dan dokumentasi selama melakukan penelitian, termasuk juga pada bab ini akan disajikan analisis data.

BAB V Pembahasan: pada bab ini menjadi inti dari penelitian ini karena di dalamnya akan memaparkan hasil temuan dari analisis data yang dilakukan pada bab sebelumnya. Analisis hasil temuan tersebut disimpulkan sesuai dengan teori pendukung yang berkaitan dengan isu penelitian.

BAB VI Penutup: dalam bab ini memaparkan kesimpulan dari pembahasan dan saran-saran dari hasil penelitian tersebut.

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Secara umum, pembahasan tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan dispensasi kawin telah banyak dikaji oleh para peneliti dari berbagai lintas disiplin ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa isu KDRT dan dispensasi kawin masih terus menarik dan penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Terlebih di Indonesia sendiri tindak KDRT dan praktik dispensasi kawin masih cukup marak terjadi di tengah masyarakat. Maka peneliti memandang perlu untuk menguraikan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, guna memastikan tingkat orisinalitas karya yang akan dibuat, termasuk juga posisi penelitian yang akan dilakukan.

1. Disertasi karya Khoiri dengan judul “Dispensasi Nikah Ditinjau Menurut Maqâshid Syarîah: Studi Analisis Tentang Putusan Hakim Pengadilan Agama Bengkalis” Pascasarjana UIN Syarif Kasim Riau tahun 2021.22 Disertasi adalah penelitian lapangan yang berlokasi di PA Bengkalis, populasi dan sampel adalah perkara dispensasi kawin tahun 2018, sumber penelitian primer adalah putusan dan wawancara, sedangkan sumber sekunder berupa buku. Penulis menemukan bahwa hakim mengabulkan dispensasi kawin dengan pertimbangan; 1) calon pengantin telah hamil; 2) pacaran lama dan dikhawatirkan berzina; 3) pertimbangan kemaslahatan.

Selain itu, putusan dikabulkan permohonan dispensasi mengakibatkan; 1)

22 Khoiri, “Dispensasi Nikah Ditinjau Menurut Maqâshid Syarîah: Studi Analisis Tentang Putusan Hakim Pengadilan Agama Bengkalis”, (Disertasi, UIN Syarif Kasim Riau, Riau, 2021).

(31)

calon pengantin bisa menikah secara resmi; 2) jumlah dispensasi yang disetujui semakin meningkat; 3) putusan dispensasi menjadi yurisprudensi;

4) putusan menjadi bahan penelitian. Penelitian ini juga menemukan bahwa dispensasi ditinjau dari konsep maqashid syariah dapat menjaga keturunan (hifdzun nasl); menjaga kehormatan (hifdzun al-ardh); menjaga jiwa (hifdzun nafs); dan menjaga akal (hifdzun aql).

2. Penelitian Tesis yang disusun oleh Fatullah dengan judul “Dilema Pengaturan Dispensasi Kawin Di Indonesia (Analisis Hukum Islam Terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan PERMA No 5 Tahun 2019)” Program Pascasarjana IAIN Bengkulu tahun 2021.23 Tesis ini merupakan penelitian normatif atau penelitian kepustakaan (Library Research). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa; UU No. 16 Tahun 2019 sejalan dimaksudkan agar calon mempelai benar-benar matang jiwa dan raganya; Perma No. 5 Tahun 2019 menjadi penjelas hukum acara dispensasi kawin; Dalam Islam tidak diatur secara detail usia kawin bagi laki-laki dan perempuan, hanya saja undang-undang memberikan batasan umur demi kemaslahatan rumah tangga.

3. Penelitian Tesis tahun 2020 yang ditulis oleh Oktari Dwiyaja dengan judul

“Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perkara Dispensasi Nikah Dalam Keadaan Hamil (Studi Kasus di PA Sengeti)”.24 Dalam penelitian normatif ini, penulis menganalisis putusan hakim perkara Nomor.

23 Fatullah, “Dilema Pengaturan Dispensasi Kawin Di Indonesia (Analisis Hukum Islam Terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan PERMA No 5 Tahun 2019)”, (Tesis, IAIN Bengkulu, Bengkulu, 2021).

24 Oktari Dwijaya, “Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perkara Dispensasi Nikah Dalam Keadaan Hamil (Studi Kasus di PA Sengeti)”, (Tesis, UIN Sulthan Thaha Saifuddin, Jambi, 2020).

(32)

48/Pdt.P/2018/PA.Sg. Dalam temuannya, disebutkan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam permohonan dispensasi kawin di PA Sengeti yaitu, melihat usia pemohon apakah betul masih di bawah umur; melihat kedua calon pasangan apakah memiliki hubungan darah/kekeluargaan yang menyebabkan perkawinannya tidak sah; mempertimbangkan kemaslahatan dan kemudharatan. Kemudian, ditemukan pula proses penetapan izin dispensasi kawin di PA Sengeti telah sesuai dengan hukum acara yang berlaku.

4. Artikel jurnal karya Ahmad Muqaffi, dkk dengan judul “Menilik Problematika Dispensasi Nikah Dalam Upaya Pencegahan Pernikahan Anak Pasca Revisi UU Perkawinan” terbit pada tahun 2021. Adalah penelitian normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undang (statue approach). Dalam karyanya, penelitian ini mencoba mensinkronkan antara ketentuan dispensasi perkawinan dalam UU Perkawinan dengan ketentuan orang tua yang wajib menjauhi anaknya dari praktik perkawinan pada usia anak atau dini sebagaimana dalam UU No.

35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 25

5. Artikel jurnal yang ditulis oleh Sonny Dewi Judiasih, dkk dengan judul,

“Kontradiksi Antara Dispensasi Kawin Dengan Upaya Meminimalisir Perkawinan Bawah Umur Di Indonesia”,26 terbit tahun 2020. Dalam

25 Ahmad Muqaffi, Rusdiyah, Diana Rahmi, “Menilik Problematika Dispensasi Nikah Dalam Upaya Pencegahan Pernikahan Anak Pasca Revisi UU Perkawinan”, Journal of Islamic and Law Studies, 5/3 (2021).

26 Sonny Dewi Judiasih, Susilowati S. Dajaan & Bambang Daru Nugroho, “Kontradiksi Antara Dispensasi Kawin Dengan Upaya Meminimalisir Perkawinan Bawah Umur Di Indonesia”, ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 3/2 (Juni 2020).

(33)

penelitian ini menyebutkan bahwa UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan mengatur agar dispensasi kawin hanya dilakukan di pengadilan. Keadaan ini sebagai upaya untuk mempersulit dan meminimalisir praktik perkawinan anak. Namun, realitas yang terjadi, permohonan dispensasi kawin banyak yang dikabulkan oleh hakim. Hal ini dikarenakan tidak adanya batasan dalam unsur alasan mendesak yang terdapat pada UU Perkawinan.

6. Jurnal penelitian terbit Tahun 2018 dengan judul “Resiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Pada Pernikahan Usia Anak Di Kawasan Marginal Surabaya (Studi Kasus di Kelurahan Nyamplungan, Paben Cantikan, Surabaya)” ditulis oleh Aristiana Prihatining Rahayu & Waode Hamsia.27 Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case study). Sampel diambil secara purposive, yaitu wanita yang berumur 12-35 tahun, yang kawin pada usia 12-18 tahun. Dalam hasil penelitiannya disebutkan bahwa wanita yang menikah pada usia dini, sangat rentan terjadi KDRT dengan pasangannya.

Kekerasan fisik paling banyak kedua setelah kekerasan psikis.

Berdasarkan gambaran dari penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian di atas pada umumnya banyak mengulas tentang pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memberikan izin dispensasi kawin di Pengadilan Agama. Sedangkan penelitian yang berkaitan dengan topik

27 Aristiana Prihatining Rahayu & Waode Hamsia, “Resiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Pada Pernikahan Usia Anak Di Kawasan Marginal Surabaya (Studi Kasus di Kelurahan Nyamplungan, Paben Cantikan, Surabaya)”, PEDAGOGI: Jurnal Anak Usia Dini dan Pendidikan Anak Usia Dini, 4/2 (Agustus, 2018).

(34)

KDRT, hanya sekadar meneliti pada kasus KDRT yang terjadi pada perkawinan anak. Inilah kemudian yang menjadi kekurangan pada penelitian sebelumnya di mana hanya fokus pada pertimbangan hakim dalam mengadili kasus dispensasi kawin dan risiko KDRT pada perkawinan dini.

Berbeda dengan penelitian yang disusun oleh penulis, yang akan mengulas tentang potensi KDRT akibat praktik dispensasi kawin di pengadilan hingga berakhir cerai. Bagi penulis, penelitian ini akan mengulas pada dua isu hukum, yaitu KDRT dan Dispensasi Kawin, sehingga lebih fokus, relevan dan menarik untuk diteliti lebih lanjut.

Untuk memahami secara cermat terkait persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini, maka penulis membuat tabel sebagaimana berikut:

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

No. Nama, Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

1

Khoiri, “Dispensasi Nikah Ditinjau Menurut Maqâshid Syarîah: Studi Analisis Tentang Putusan Hakim Pengadilan Agama Bengkalis”

Penelitian ini sama-sama membahas dispensasi nikah.

Penelitian ini mengkaji dispensasi nikah dimana Maqâshid Syarîah sebagai pisau analisisnya. Penelitian ini juga mengkaji PA Bengkalis, sedangkan penulis mengkaji potensi KDRT pada dispensasi kawin di PA Jember.

2

Fatullah, “Dilema Pengaturan Dispensasi Kawin Di Indonesia (Analisis Hukum Islam Terhadap Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan PERMA No 5 Tahun 2019)”

Penelitian ini sama-sama membahas dispensasi kawin.

Penelitian ini menganalisis peraturan dispensasi kawin ditinjau dari hukum Islam terhadap UU Perkawinan dan Perma No. 5 Tahun 2019, sedangkan penulis mengkaji potensi KDRT pada dispensasi kawin di PA Jember.

3 Oktari Dwiyaja, Penelitian ini Penelitian ini menganalisis

(35)

No. Nama, Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

“Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perkara Dispensasi Nikah Dalam Keadaan Hamil (Studi Kasus di PA Sengeti)”

sama-sama membahas dispensasi kawin.

pertimbangan hakim PA sengeti pada kasus

dispensasi yang telah hamil, sedangkan penulis fokus pada potensi KDRT akibat dari dispensasi kawin tersebut yang ada di PA Jember.

4

Ahmad Muqaffi, dkk,

“Menilik Problematika Dispensasi Nikah Dalam Upaya Pencegahan Pernikahan Anak Pasca Revisi UU Perkawinan”

Penelitian ini sama-sama membahas dispensasi kawin.

Penelitian ini hanya fokus pada dispensasi kawin yang pada tataran praktiknya terdapat problem kaitannya dengan pencegahan

perkawinan anak, sedangkan penulis pada penelitian ini hanya fokus pada potensi KDRT akibat dari dispensasi kawin tersebut yang ada di PA Jember.

5

Sonny Dewi Judiasih, dkk, “Kontradiksi Antara Dispensasi Kawin

Dengan Upaya Meminimalisir Perkawinan Bawah Umur Di Indonesia”

Penelitian ini sama-sama membahas dispensasi kawin.

Penelitian mengkorelasikan antara dispensasi kawin dengan upaya

meminimalisir perkawinan yang mengalami problem, sedangkan penulis pada penelitian ini hanya fokus pada potensi KDRT akibat dari dispensasi kawin tersebut yang ada di PA Jember.

6

Aristiana Prihatining Rahayu & Waode Hamsia, “Resiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Pada Pernikahan Usia Anak Di Kawasan Marginal Surabaya (Studi Kasus di Kelurahan

Nyamplungan, Paben Cantikan, Surabaya)”

Penelitian ini sama-sama membahas KDRT

Penelitian ini hanya

mengkaji risiko KDRT pada perkawinan anak di wilayah Surabaya, sedangkan

penulis pada penelitian ini hanya fokus pada potensi KDRT akibat dari

dispensasi kawin tersebut yang ada di PA Jember.

(36)

Jika dilihat secara umum, cukup banyak penelitian baik berupa jurnal, disertasi, tesis, skripsi dan semacamnya yang membahas tentang dispensasi kawin dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Namun dari sekian banyak penelitian di atas, belum terdapat penelitian satupun yang mengulas tentang potensi KDRT akibat dari praktik dispensasi kawin di Pengadilan Jember hingga berujung cerai. Maka dari itu, sudah jelas bahwa penelitian ini dapat teruji tingkat orisinalitasnya dan tidak mengandung unsur plagiasi di dalamnya.

B. Kajian Teori

1. Perkawinan Dini Dalam Hukum Positif dan Hukum Islam

Perkawinan dini juga dikenal dengan istilah perkawinan anak atau juga dikenal dengan perkawinan dini adalah ikatan lahir dan batin seorang suami istri yang masih muda atau remaja. Masa remaja adalah waktu di mana seseorang mengalami perubahan yang sangat cepat, baik dari segi tingkah laku, psikologis dan sikap.28

Salah satu organisasi internasional, UNICEF menyebut pernikahan anak atau child marriage merupakan pelanggaran HAM dan Hak Anak, yaitu hak kebebasan untuk menikah dengan pilihannya. Menurut UNICEF, seseorang disebut sebagai pelaku perkawinan anak jika masih berusia 18 tahun.29

Secara yuridis, suatu perkawinan akan disebut sebagai perkawinan anak jika dilakukan pada usia di bawah umur 19 Tahun. Hal ini

28 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), 25-26.

29 Adrian dan Kuntoro, “Abortus Spontan pada Pernikahan Usia Dini”, Jurnal Biometrika dan Kependudukan, 2, (2013), 2.

(37)

berdasarkan pada ketentuan UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu pada Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa perkawinan hanya boleh bagi lelaki dan perempuan sudah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun.30

Selain merendahkan status seorang perempuan, perkawinan juga dapat membahayakan pada saat melakukan persalinan. Risiko berbahaya ini disebabkan karena belum matangnya fisik untuk melahirkan.31

Kompilasi Hukum Islam (KHI) membatasi usia perkawinan di dalam Pasal 15 ayat 1 demi kebaikan keluarkan dan rumah tangganya, yakni semua komponen rumah tangga meliputi istri dan suami telah matang jiwa dan raga, sehingga tujuan pernikahan tercapai dengan baik tanpa adanya perceraian, ditambah keturunan yang baik dan sehat.32

Pada dasarnya Islam tidak membatasi umur seseorang untuk dapat menikah. Dalam Islam klasik juga dijelaskan tentang dibolehkannya pernikahan pada anak-anak di bawah umur, sebagaimana pendapat ulama salaf klasik, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Hanafi dan Imam Hambali.

Bagi mereka, mumayiz bukanlah ukuran dibolehkannya menikah, akil balig sudah cukup memenuhi kriteria seseorang untuk berumah tangga, sebagaimana Nabi Muhammad Saw menikah Aisyah di usia muda.33

30 Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

31 Suryati Romauli dan Anna Vida Vindari, Kesehatan Reproduksi buat Mahasiswa Kebidanan (Yogyakarta: Nuha Media, 2012), tt.

32 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 77.

33 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, Ja‟fari, Hanafi, Maliki, Syafi`I, Hambali, terj. Masykur. A.B. dkk (Jakarta: PT Lentera Baristama, 2003), 317-318.

(38)

Meski demikian, juga terdapat pendapat fukaha seperti Utsman al- Batti, Ibnu Syubrumah dan Abu Bakr al-Asham yang tidak membolehkan anak di bawah umur untuk menikah. Menurutnya, anak di bawah umur, baru dapat dinikahkan ketika sudah balig dan mendapat persetujuannya secara eksplisit. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah surat An-Nisa (4):6.



























Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya….” (QS. An-Nisa (4):6).

Batas usia untuk dapat melangsungkan perkawinan dapat diintegrasikan ke dalam rukun nikah. Namun, pada dasarnya Islam sejatinya tidak memberikan batasan umur minimal kawin bagi umat manusia. Hanya saja, jika dikaitkan dengan fase tingkatan kemampuan menerima dan menjalankan hukum (ahliyyah al-wujub wa al-ada‟), maka fase menikah yaitu berada pada fase balig dan rusyd.34

Standarisasi usia untuk melangsungkan perkawinan dihubungkan dengan kata rusyd, terdapat dalam Al-Qur`an Surah An-Nisa‟ ayat 6:



























 ...

34 Ali Hasballah, Usul at-Taasyri‟ al-Islam (Kairo: Dar al-Ma‟arif, tt), 395-396.

(39)

Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya…”

Ayat di atas menjelaskan bahwa harta seorang anak yatim dapat diberikan jika telah memasuki umur untuk menikah, yakni memasuki usia dewasa dan mempunyai sifat rusyd.35 Ulama mujtahid pada saat memberikan tafsir pada pengertian memasuki usia menikah, mereka memaknainya sebagai cukup usia atau pandai. Terdapat pula pendapat yang menyebut balig, yaitu ketika mimpi basah.36

Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam, tidak menjelaskan secara detail tentang usia menikah, al-Quran hanya memberikan gambaran berupa isyarat atau tanda-tanda, sehingga fiqih dan umat Muslim sendirilah yang menentukan batasan usia menikah tersebut sesuai dengan isyarat dan tanda yang telah ada dengan menyesuaikan waktu dan tempat hukum tersebut diberlakukan.37

Maka dari itu, tidak terdapat penjelasan dalam Islam yang menyebut terkait batas usia minimal dibolehkannya menikah, hanya berupa tanda balig atau dewasa saja. Di mana dewasa sendiri memiliki ketidaksamaan antara manusia dengan manusia yang lainnya, karena bersifat elastis.38

35 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar (Mesir: Al-Manar, 1325 H), 387.

36 Ibnu Kasir, al-Tafsir al-Qur`an (Beirut: Nurul Ilmiyyah, 1991), 425.

37 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 44.

38 Sofia Hardani, “Analisis Tentang Batas Umur Untuk Melangsungkan Pernikahan Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia”, Jurnal Pemikiran Islam, 40/2, (2015), 10.

(40)

Fenomena perkawinan anak akan selalu menimbulkan persoalan dan dampak negatif yang tidak kunjung usai. Isu pro kontra di tengah masyarakat terus menguat jika tingkat kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif perkawinan di bawah umur masih rendah. Padahal, ada banyak dampak negatif yang tersembunyi di balik perkawinan ini, baik dari segi ekonomi, psikis, sosial, pendidikan, dan masih banyak lainnya.

2. Dampak Perkawinan Dini

Untuk lebih jelasnya terkait dampak perkawinan dini, berikut penulis uraikan beberapa dampak positif dan negatif perkawinan di bawah umur, antara lain:39

a. Dampak positif 1) Menghindari Zina

Dengan melakukan perkawinan di bawah umur, orang tersebut lebih terjamin dari perbuatan keji atau zina yang disebabkan oleh lingkungan dan pergaulan bebas.

2) Belajar Tanggung Jawab

Pasangan suami istri akan berusaha untuk saling melengkapi kekurangan dari pasangan masing-masing. Salah satunya dengan bersikap penuh tanggung jawab demi bertahan hidup.

b. Dampak Negatif 1) Melanggar Hukum

39 Catur Yunianto, Pernikahan Dini Dalam Perspektif Hukum Perkawinan (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2018), 45-47.

(41)

Seseorang yang tetap melangsungkan perkawinan di usia muda, maka pada dasarnya ia telah melanggar UU No. 16/2019 tentang Perkawinan. Oleh karenanya, ia wajib mendapatkan izin dari pengadilan agar mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara.

2) Hilangnya Masa Remaja

Seseorang yang melakukan perkawinan di bawah umur, tidak dapat menikmati masa-masa remaja, yaitu di masa seseorang untuk mendapatkan pengalaman dan pendidikan yang tidak bisa didapatkan selain di masa remaja. Hal itu karena pelaku perkawinan anak memiliki tanggung jawab untuk mengurus rumah tangganya.

3) Risiko Kesehatan

Ketidaksiapan fisik untuk melangsungkan kehamilan di usia muda, dapat membahayakan calon ibu. Tidak hanya itu, tingkat kesehatan calon ibu dan anak dipertaruhkan dari ketidakmatangan fisik untuk mengalami masa kehamilan.

4) Hilangnya Masa Pendidikan

Umumnya, seseorang yang melakukan perkawinan di bawah umur, akan memilih untuk putus sekolah. Tingginya angka putus sekolah di suatu negara justru akan meningkatkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di negara tersebut.

(42)

5) Lemah Mental

Perkawinan di bawah umur akan mengakibatkan seseorang memiliki mental yang lemah. Hal ini karena masa-masa tersebut seseorang perlu mendapatkan pendidikan mental yang cukup.

Akibatnya pasangan perkawinan anak lebih bersikap labil dalam menghadapi persoalan hidupnya.

3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Dini

Terjadinya perkawinan di bawah umur tidak terlepas dari faktor- faktor yang juga mempengaruhinya, antara lain:40

a. Faktor Hamil di Luar Nikah

Pergaulan yang tidak terkontrol ditambah rendahnya akhlak seseorang dapat menjerumuskan ke dalam lingkaran perzinahan.

Akibatnya, hamil di luar nikah tidak dapat dihindari. Guna menghilangkan aib keluarga, seseorang kadang memilih untuk melakukan perkawinan anak dengan memohon izin kepada Pengadilan Agama.

b. Faktor Lingkungan

Bagaimanapun lingkungan juga memberikan peran dari penyebab terjadinya perkawinan di bawah umur. Lingkungan yang memiliki tingkat perkawinan anak yang tinggi akan mempengaruhi anak-anak lainnya di lingkungan tersebut. Tidak hanya itu, lingkungan

40 Yanti, Hamidah, Dan Wiwita, “Analisis Faktor Penyebab Dan Dampak Pernikahan Dini Di Kecamatan Kandis Kabupaten Siak”, Jurnal Ibu Dan Anak, 6/2 (2018), 100-101.

(43)

yang memiliki kebiasaan nikah di masa muda, juga memberikan pengaruh seseorang melakukan perkawinan anak.

c. Faktor Orang Tua dan Keluarga

Tidak sedikit orang tua yang memilih untuk menikahkan anaknya di masa muda. Baik hal itu disebabkan karena faktor perjodohan atau bisa jadi pada masa mudanya, orang tuanya juga melakukan perkawinan di masa muda. Selain itu, anak yang mulai aktif berpacaran di usia muda, terkadang orang tua segera menikahkan anaknya dengan pacarnya guna menghindari dari perbuatan zina.

d. Faktor Pendidikan

Umumnya pelaku perkawinan di bawah umur memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Akibatnya anak tersebut tidak banyak mengetahui bahaya di balik perkawinan anak. Padahal, seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dengan mudah dapat menerima segala perubahan sosial yang mengarah kepada kebaikan.

e. Faktor Ekonomi

Selain banyak terjadi pada masyarakat berpendidikan rendah, perkawinan di bawah umur juga banyak dialami bagi orang dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah. Tidak sedikit orang tua memilih untuk menikahkan anaknya di usia dini agar anaknya dapat segera mandiri dan tidak menjadi tanggung jawab orang tuanya.

(44)

f. Faktor Individu

Ketidaksiapan mental atau mental yang labil cenderung mengakibatkan seseorang untuk melakukan perkawinan di usia muda.

Rasa saling mencintai pada lawan jenis di usia muda, dilampiaskan pada perkawinan di usia muda. Terlebih dukungan orang tua merestui anaknya untuk menikah di usia muda, dapat memperbesar keran perkawinan anak di negara ini.

4. Pengertian Dispensasi Kawin

Dispensasi merupakan pengecualian berlakunya hukum dikarenakan terdapat ketentuan khusus, sehingga terbebas dalam kewajiban ataupun larangan.41 Dispensasi adalah sejenis keringanan yang diberikan sebagai tanggapan atas larangan tertentu yang telah digariskan dalam undang-undang; termasuk dilarangnya pernikahan pada batasan umur tertentu. Namun karena terdapat hal tertentu, sehingga diberikan kebebasan.42

Dispensasi kawin merupakan situasi di mana pengadilan akan memberikan dispensasi nikah kepada calon suami atau istri, jika mereka belum berusia 19 (sembilan belas) tahun pada saat melangsungkan pernikahan.43 Bagi laki-laki dan perempuan yang belum mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun, Roihan A. Rasyid mendefinisikan dispensasi nikah sebagai dispensasi yang diberikan oleh Pengadilan Agama kepada calon

41 Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 102.

42 Soetomo, Pengantar Hukum Tata Pemerintahan (Malang: Universitas Brawijaya, 1981), 46.

43 Pasal 1 ayat 5, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Kawin.

(45)

pengantin yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan.

Maka dari itu, kedua orang tua calon mempelai mengajukan diri untuk meminta dispensasi ke pengadilan agama setempat.44

Dispensasi Perkawinan adalah penghapusan segala batasan (batasan umur) terhadap terjalinnya hubungan perkawinan antara lelaki dan perempuan dengan maksud untuk mewujudkan keluarga (rumah tangga) yang sejahtera dan langgeng berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.45

Dispensasi Perkawinan adalah keringanan yang diberikan oleh pengadilan kepada calon suami atau istri yang belum memenuhi syarat- syarat perkawinan yang sah, yaitu baik laki-laki maupun perempuan belum mencapai batas usia minimal 19 tahun.46

Dispensasi Perkawinan didefinisikan sebagai batas usia yang dapat dilihat dari pemuda yang berusia 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.

Sebagaimana dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pertimbangan hakim yang dituangkan dalam bentuk putusan berdasarkan bukti-bukti pemohon menjadi dasar bagi penafsiran gramatikal dispensasi nikah. Hakim kemudian membuat keputusan

44 Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 32.

45 R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum (Jakarta: PT Pradya Paramitha, 1996), 36.

46 Yolinda Eka Fania Setiawan dan Eko Wahyudi, “Implementasi Dispensasi Kawin Di Pengadilan Agama Surabaya”, Jurnal Revolusi Indonesia, 1/8 (Juli, 2021), 870.

(46)

„Contrario‟ mengenai dispensasi perkawinan, di mana teori hukum diterapkan untuk menangani masalah dengan sistem tertentu.47

5. Dasar Hukum Dispensasi Kawin

Calon pengantin harus memenuhi kriteria sah untuk menikah sebelum mereka dapat menikah. Salah satu persyaratannya yaitu berkaitan dengan usia maksimal calon

Gambar

Tabel 5.1 Permohonan Dispensasi di Pengadilan Agama Jember
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jember ......................   61
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu
Gambar 2.1  Kerangka Konseptual
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga peran yang dilakukan oleh para Pelayan Khusus (Pelsus) GMIM yang ada di GMIM Moria Kelurahan Girian Indah dalam kaitannya dengan penanganan kekerasan dalam rumah tangga

Berdasarkan dari uraian yang penulis paparkan di bab-bab sebelumnya, berkaitan dengan Perlindungan Hukum Bagi Istri terhadap Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di

Alvita Ega Mawarni, D0113005, “Sinergitas Stakeholder dalam Penanggulangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Surakarta”, Skripsi, Program Studi Ilmu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa para perempuan yang menikah pada usia anak dini, sangat beresiko mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan pelaku mayoritas

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yakni tindakan yang melanggar hak asasi manusia serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Dalam Islam tindakan KDRT ini

Laporan Khusus dari PBB mengenai “Kekerasan terhadap Wanita” telah mendefinisikan KDRT dalam bingkai gender sebagai “kekerasan yang dilakukan di dalam lingkup rumah tangga

Kesimpulan Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang baik dalam bentuk fisik,

Dokumen ini membahas tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pengertian, penyebab, bentuk-bentuk, dan peran konselor dalam proses