i
PROBLEMATIKA HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM UNDANG-UNDANG YAYASAN
TESIS
OLEH :
NAMA MHS. : AHMAD PROBO SULISTIYO NO POKOK MHS. : 15921039
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2017
ii
iii
iv
HALAMAN MOTO
"Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali.
Ingat hanya pada Allah apapun dan di manapun kita berada kepada Dia-lah tempat meminta dan memohon"
“Kuolah kata, kubaca makna, kuikat dalam alinea, kubingkai dalam bab sejumlah lima, jadilah mahakarya, gelar sarjana kuterima, orang tua, calon istri dan calon mertua pun bahagia”
“Walladziina jaahaduu fiinaa, lanahdiyannahum subulanaa..”
“Dan orang-orang yang berjihad di jalan kami/ bersungguh-sunnguh dalam mencari keridhaan Kami, sungguh Kami beri petunjuk mereka pada jalan Kami.”
Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja.
Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi.
Enest Newman -
v
vi
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum.wr.wb,
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah S.W.T, yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya berupa kekuatan lahir dan batin, sehingga tesis yang insyaallah berjudul “PROBLEMATIKA HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM UNDANG-UNDANG YAYASAN” Alhamdulillah dapat penulis selesaikan. Tesis ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Megister Kenotariatan pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Kendala dan hambatan banyak sekali penulis hadapi dalam proses penyusunan tesis ini. Namun, atas bimbingan, dorongan, dan bantuan dari semua pihak, tesis dapat selesai disusun pada waktunya walau lewat dari perkiraan penulis. Untuk itu, terima kasih banyak dan penghargaan yang setinggi-tingginya serta rasa hormat kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tesis ini, utamanya kepada:
1. Allah SWT terimakasih banyak yang sudah memberikan kemudahan dan kelancaran serta mendengar do‟a-do‟a hamba.
2. Kedua Bapak dan Ibu saya tercinta Chabib, S.Sos, M.M, dan Mien Hayati, S.H, yang tidak henti – hentinya memberikan do‟a dan dukungan dalam setiap langkah serta didikan yang setiap saat selalu diberikan tanpa mengenal lelah.
3. Kakak Perempuan saya Yurista Avianti Hanum, S.Farm, Apt. Dan Kakak Laki-laki Laksamana , yang selalu memberikan semangat, dukungan dan hiburannya.
vii
4. Untuk sahabat Saya, Akbar Taufik. A, S.H., M.Kn., Aldi Sofyandi, S.H., M.Kn., Rian Samudra, S.H.,M.Kn., Nugroho Satya Utomo, S.H, Nugroho Satya Basuki, S.H., Haidar Noor H. Elzulba, S.H., Rahmad Robuwan, S.H., M.H. Fandy Setyo W, S.H., Hendra Kusuma, S.H., dan yang belum saya sebutkan, yang selalu menemani hari-hari baik suka maupun duka, serta bersedia menjadi motivator dan memberikan semangat, bantuan dalam berbagai hal.
5. Untuk Saudara beserta Pakde atau Tante, Pakde Hamid, Pakde Hamdi, Tante Tanti, Maman, Mas Asmi, Om Ridwanto dan yang belum saya sebutkan. Yang selalu support dari jauh untuk memberikan semangat, bantuan dalam berbagai hal.
6. Untuk teman sekontrakan Ceria, Aditya S. P, Dendi Prasetyo dan Andi, yang bersedia menjadi motivator dan memberikan semangat, bantuan dalam berbagai hal.
7. Untuk yang terspesial dr. Ika Puti Karina, yang selalu memberikan suport, memberikan kesabaran dan doa tanpa lelah dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Bapak. Dr. Mulyoto, S.H., M.Kn. dan Bapak. Dr. Ridwan H.R., S.H., M.Hum. beserta Dr. Bambang Sutiyoso, S.H, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing dan Penguji yang telah meluangkan waktu guna memberikan bimbingan, saran, petunjuk, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
9. Bapak Nandang Sutrisno,S.H.,M.Hum.,LLM.,Ph.D. selaku Rektor Universitas Islam Indonesia
viii
10. Bapak Aunur Rahim Faqih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia beserta Para dosen Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.Terimakasih atas ilmu yang diberikan.
11. Bapak Drs. Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Hukum UII.
12. Seluruh dosen Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang telah banyak membantu terselenggaranya proses pendidikan serta memberi bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama kuliah.
13. Seluruh Kepala dan staff Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang telah banyak membantu terselenggaranya proses pendidikan selama kuliah.
14. Bapak Rasyid Kurniawan, S.H Staff SubBid. Pelayanan umum Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Yogyakarta, yang telah memberikan cerita dan ilmu pengetahuannya demi melancarkan Tesis ini.
15. Fauzi Raharjo, S.H, Notaris Kabupaten Magelang yang telah Memberikan Cerita dan Ilmu Pengetahuannya demi melancarkan Tesis ini.
16. Ibu Diana Hexa Dewi, S.H,. Yogyakarta yang telah Memberikan cerita dan Ilmu Pengetahuannya demi melancarkan Tesis ini, dan menjadi sumber wawancara penelitian tesis ini.
ix
17. Untuk Yayasan-yayasan berserta organnya yang telah memberikan cerita dan ilmu pengetahuan demi melancarkan tesis ini, dan menjadi sumber wawancara penelitian tesis ini.
18. Teman-teman seperjuangan MKn Angkatan 3 Universitas Islam Indonesia, yang telah bersedia membantu dan menemani selama diperkuliahan Magister Kenotariatan.
19. Keluarga Besar Magister Kenotariatan Universitas Islam Indonesia, yang tetap selalu menjaga Almamater UII.
20. dan semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu-persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya.
Dan akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis persembahkan tesis ini. Semoga Tesis dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan serta penulis sendiri. Penulis menyadari sepenuhnya tiada hasil tanpa usaha dan doa. Demikian pula Tesis ini, terdapat begitu banyak kekurangan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Penulis sangat mengahargai setiap masukan dan koreksi yang konstruktif dari berbagai pihak demi penyempurnaan Tesis ini.
Yogyakarta, 27 Desember 2017 Penulis
AHMAD PROBO SULISTIYO
x DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
ORISINALITAS PENULISAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
ABSTRAK ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Orisinilitas Penulisan ... 8
E. Kerangka Teori ... 12
1. Teori Badan Hukum ... 12
2. Teori Akibat Perbuatan Hukum ... 14
3. Teori Perlindungan Hukum ... 16
F. Metode Penelitian ... 18
1. Objek dan Subjek Penelitian ... 18
2. Data Penelitian ... 19
3. Teknik Pengumpulan Data ... 21
4. Pendekatan Penelitian ... 22
5. Teknik Analisis Data ... 23
G. Sistematika dan Kerangka Tulisan ... 24
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN HUKUM, YAYASAN, DAN NOTARIS ... 26
A. Tinjauan Umum tentang Badan Hukum ... 26
B. Yayasan ... 34
1. Sejarah Yayasan di Indonesia ... 34
xi
2. Proses Pendirian Yayasan ... 43
3. Yayasan Sebagai Badan Hukum ... 48
4. Organ Yayasan ... 54
5. Harta Kekayaan Yayasan ... 59
6. Perubahan Anggaran Dasar Yayasan ... 62
C. Pengertian Umum tentang Notaris ... 64
1. Pengertian Notaris ... 64
2. Tugas dan Wewenang Notaris... 69
3. Peranan Notaris ... 76
4. Kewajiban dan Larangan Notaris ... 79
5. Akta Notaris ... 80
BAB III PROBLEMATIKA HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM UNDANG-UNDANG YAYASAN ... 86
A. Penyelesaian Problematika Pada Penyesuaian Akta Pendirian / Anggaran Dasar Yayasan yang Didirikan Sebelum Undang- undangYayasan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 ... 86
B. Peran Notaris untuk Yayasan yang Didirikan Sebelum Undang-Undang Yayasan Agar Tetap Eksis dan Sah ... 96
BAB IV PENUTUP ... 114
A. Kesimpulan ... 114
B. Saran ... 115 DAFTAR PUSTAKA
xii ABSTRAK
Studi ini bertujuan mengetahui dan memahami penyelesaian dan upaya notaris dalam menanggapi problem dalam penyesuaian akta pendirian/anggaran dasar Yayasan yang didirikan sebelum Undang-Undang Yayasan Rumusan masalah yang diiajukan yaitu: 1.Bagaimana penyelesaian dari problematika pada penyesuaian akta pendirian/anggaran dasar yayasan yang didirikan sebelum Undang-Undang Yayasan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013?; 2.Bagaimana upaya yang harus diambil oleh Notaris bagi Yayasan yang didirikan sebelum Undang-Undang Yayasan agar Yayasan tetap eksis dan sah?
Analisis dilakukan dengan pendekatan perundang – undangan, Pendekatan Perundang – undangan ialah menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani atau diteliti,dipadukan dengan Pendekatan Kasus.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa: Pertama, Problematika utama pada yayasan yang belum melakukan penyesuaian adalah kurang adanya kesadaran hukum dan adanya konflik internal para pengurus yayasan yang berdampak pada lambatnya penyesuaian sesuai Pasal 71 ayat (3) UU pada UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan, dan Pasal 15A PP No.2 Tahun 2013 menjadi solusi penyelesaiannya; Kedua, notaris memiliki upaya penting untuk membantu sebuah yayasan, baik berfungsi sebagai syarat adanya sesuatu (formalitas causa) sesuai Pasal 11 ayat (2) UU No.28 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan juga berkewajiban melaksanakan Pasal 15 ayat (2) huruf e UU No.30 Tahun 2004 yaitu memberikan memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
Saran Penulis, sebaiknya pemerintah membatalkan PP Nomor 2 Tahun 2013 tersebut karena bertentangan dengan Undang-undang Yayasan dan melakukan perubahan terhadap Pasal 71 UU Yayasan tersebut.
Kata Kunci: Problematika Hukum terhadap Kedudukan Yayasan
1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Keberadaan Yayasan di Indonesia, bukanlah sesuatu hal yang baru, Yayasan di Indonesia telah diakui sejak jaman Belanda. Istilah Yayasan dapat kita jumpai pada Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900, Pasal 1680, Pasal 1852, Pasal l854 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mana dengan penyebutan yang berbeda- beda antara lain “Stichting”, “Stichngen”,“Gesticnen” dan“Armenenrichtingen”.1Di Belanda sendiri, Yayasan ini barulah pada tahun 1956 diatur dengan Wet op Stichtingen van 31 Mei 1956 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1957, dan juga di dalam Het Nieuw Burgelijke Wet Boek (NBW Nederland). Di Inggris Yayasan ini telah dikenal sejak Tahun 1601 yang diatur dalam Charitable Uses Acts Of 1601.
Di Amerika Serikat Yayasan sebagai organisasi nirlaba juga diatur dalam Nonprofit Corporation Act. Dalam Revised Nodel Nonprofit Corporation Act 1987 (Act 1987) yang menggantikan The Old Model Act (Old Act) 1964. Demikian pula halnya di Jepang, Yayasan dan badan hukum untuk kepentingan publik lainnya telah diatur di dalam Undang-Undang Hukum Perdata Jepang.2
Dewasa ini perkembangan Yayasan di Indonesia, terlihat dalam aspek kegiatannya, Yayasan tampak menonjol di sektor sosial, pendidikan dan agama.
Keberadaan Yayasan juga tak luput dari keinginan masyarakat untuk memiliki suatu
1Cartamarasdjid Ais, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha bertujuan Laba, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,2000.hlm.2
2Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan Di Indonesia,Kencana, Jakarta,, 2010, hlm.2.
2
wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
Oleh karena itu terbentuklah Yayasan yang dalam menjalankan roda kegiatannya diharap dapat memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi masyarakat banyak.
Menurut C.S.T Kansil dan Christie S.T. Kansil adalah Yayasan atau Stichting (Belanda), suatu badan hukum yang melakukan kegiatan dalam bidang sosial.3 Subekti, menyatakan bahwa Yayasan adalah Badan Hukum di bawah pimpinan suatu badan pengurus dengan tujuan sosial dan tujuan tertentu yang legal.4 Dari pengertian di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa yayasan merupakan suatu organisasi yang melakukan kegiatan sosial (amal) yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.
Apabila kita cermati lebih jauh di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), kita menjumpai ada beberapa pasal yang menyebut nama/istilah lembaga amal/Yayasan, yaitu yang terkait dengan perwalian dan tentang kecakapan untuk keuntungan dari surat wasiat, tetapi tidak ada pengaturan lebih jauh tentang lembaga amal atau yayasan ini.5
Di dalam KUH Perdata disamakan antara pengertian lembaga amal dengan Yayasan, hal ini terlihat di dalam ketentuan pasal 331a ayat 4e yang menyebutkan “Jika suatu perhimpunan, Yayasan atau lembaga amal, tidak atas permintaan atau kesanggupan sendiri, diangkat menjadi wali, pada saat merdeka
3 C.S.T. Kansil dan Christine S.T., Kamus Istilah Aneka Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm.198.
4 Subekti, Kamus Hukum, Pradya Paramita,hlm.156.
5 H. Subekti, SH dan DR. Mulyoto, SH, Mkn, Yayasan Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang Yayasan dan PP. No. 63 Tahun 2008, Cakrawala Media, Yogyakarta, 2011, hlm.5.
menyatakan sanggup menerima pengangkatan ini”. Selanjutnya di dalam pasal 365 KUH Perdata juga menyebutkan “Dengan segala hal, bilamana hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada suatu perkumpulan/perhimpunan yang berbadan hukum yang bertempat kedudukan di Indonesia, kepada suatu Yayasan atau lembaga amal yang bertempat kedudukan disini pula yang mana menurut Anggaran Dasarnya, akta-akta pendiriannya atau reglemen-reglemennya berusaha memelihara anak-anak belum dewasa untuk waktu yang lama”. Pasal 900 KUHPerdata menyebutkan “Tiap-tiap pemberian hibah dengan surat wasiat untuk keuntungan badan-badan amal/Yayasan, lembaga-lembaga keagamaan, gereja atau rumah sakit tak akan mempunyai akibatnya, melainkan sekedar kepada Pengurus badan-badan tersebut, oleh Presiden atau oleh suatu penguasa yang ditunjuk Presiden telah diberi kekuasaan untuk menerimanya”.
Setelah 56 tahun Indonesia merdeka, tepatnya 6 Agustus 2001 barulah dapat dibuat Undang-Undang yang mengatur tentang yayasan yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. Sebelumnya itu, belum ada perUndang-Undangan yang mengatur secara khusus tentang yayasan di Indonesia, tetapi secara sporadic terdapat di dalam beberapa Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang yayasan.6 Selain itu, Yayasan juga diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) penerangan Republik Indonesia No. 01/Per/Menpen/1969, tentang pelaksanaan ketentuan- ketentuan mengenai perusahaan pers. Di dalam ketentuan perpajakan juga disebutkan tentang Yayasan. Demikian pula dalam Peraturan perUndang-Undangan Agraria,
6Said Natzir, Hukum Perusahaan di Indonesia, Alumni, Bandung, 1987, hlm.2
4
seperti : kemungkinan bagi yayasan mempunyai hak atas tanah, serta pembentukan Yayasan dana landreform.7 Pada tahun 1993, di dalam keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 227/KMK.017/1993, juga telah dikenal yayasan dana pension.8
Dari bunyi pasal-pasal tersebut, Undang-Undang mengakui bahwa kedudukan Yayasan itu adalah sebagai subyek hukum yang mandiri yang dapat melakukan hal dan kewajiban dan melakukan kegiatan sosial/kemanusiaan atau dengan perkataan lain bahwa Undang-Undang mengakui Yayasan sebagai badan hukum. Dikarenakan tidak ada satupun Undang-Undang yang mengatur keberadaan Yayasan dengan tegas, maka keberadaan Yayasan pada waktu itu mendasarkan pada kebiasaan, pendapat para (doktrin) dan yurisprudensi, dan sebagai konsekwensi tidak adanya ketentuan yang mengatur secara tegas, maka berdirinya Yayasan pada waktu itu juga dapat dilakukan dengan bebas, artinya akta pendiriannya dapat dilakukan berdasarkan akta Notaris maupun akta dibawah tangan9.
Setelah keluarnya Undang-Undang Yayasan, maka secara otomatis penentuan status badan hukum yayasan-yayasan yang sudah berdiri sebelum adanya UU Yayasan harus mengikuti ketentuan yang ada di dalam UU Yayasan tersebut.
Kepastian dan ketertiban hukum dalam menjalankan yayasan mulai dapat dirasakan oleh masyarakat. Dalam Undang-Undang Yayasan disebutkan bahwa yayasan
7 Rudhi Prasetya, Keduduakan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm.35.
8 A. Setiadi, Dana Pension Sebagai Badan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm.241.
9 Ibid, hlm.7.
memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri (Pasal 11 ayat (1)). Undang-Undang Yayasan juga menentukan bahwa pendirian yayasan dilakukan dengan akta Notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia (Pasal 9 ayat(2))
Berdasarkan ketentuan Pasal 71 Perubahan UU Yayasan, terdapat 2 (dua) macam status hukum untuk yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan, yaitu:
1. Yayasan lama yang tetap diakui sebagai badan hukum 2. Yayasan lama yang tidak diakui sebagai badan hukum
Yayasan yang tetap diakui sebagai badan hukum mempunyai kewajiban untuk melakukan penyesuaian Anggaran Dasarnya terhadap Undang-Undang Yayasan dalam jangka waktu selambat-lambatnya sampai dengan tanggal 6 Oktober 2008 (pasal 71 (3)). Apabila kewajiban-kewajiban telah terpenuhi, maka status badan hukum Yayaasan akan tetap dimiliki. Pengertian kata “penyesuaian “ didalam kaitannya dengan kewajiban Yayasan yaitu didasarkan adanya keputusan rapat Pengurus Yayasan yang bermaksud untuk melakukan penyesuaian, sehingga akta yang harus dibuat adalah berita acara pleno pengurus, yang memuat penyesuaian Anggaran Dasarnya dengan cara merubah seluruh ketentuan Anggaran Dasar Yayasan lama dengan ketentuan yang diatur didalam Undang-Undang Yayasan, serta diperlukan bukti salinan akta pendirian yayasan dimasa lalu telah didaftarkan di Pengadilan Negeri.
Yayasan yang tidak diakui sebagai badan hukum diberi kesempatan untuk
6
melakukan penyesuaian Anggaran Dasarnya terhadap Undang-Undang Yayasan selambat-lambatnya 1 tahun setelah diberlakukannya Undang-Undang Yayasan.
Dalam penyesuaian yang terkait dengan kewajiban yaitu didasarkan atas kesepakatan antara seluruh pendiri dan pengurus Yayasan yang ada, dan kehendak tersebut dituangkan didalam bentuk akta perubahan Anggaran Dasar, sedangkan perubahan yang dimaksud perubahan yang menyangkut seluruh ketentuan Anggaran Dasar yang lama yang selanjutnya atas akta perubahan wajib disahkan oleh Menteri.
Yayasan lama yang berstatus badan hukum dan yayasan lama yang belum berstatus badan hukum yang tidak melakukan penyesuaian seperti yang ditentukan dalam pasal-pasal tersebut tidak dapat menggunakan kata yayasan didepan namanya dan dapat dibubarkan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 71 ayat (4) UU Yayasan, yaitu :
Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata Yayasan didepan namanya dan dapatdibubarkan berdasarkan keputusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yangberkepentingan.
Kewenangan Notaris sangatlah penting, Yayasan yang berdiri sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan Notaris membuat akta penyesuaian Anggaran Dasar Yayasan, karena dalam ketentuan Undang-Undang Yayasan diterangkan bahwa Yayasan yang berdiri sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan maka Yayasan tersebut harus dibuat akta penyesuaian yang bertujuan agar Yayasan tersebut tetap eksis dan absah dalam keberadaannya.
Dalam prakteknya Notaris tidak memahami sehubungan dengan perUndang-Undangan Yayasan kemudian kebanyakan walaupun seharusnya aktanya yang dibuat adalah penyesuaian dengan Undang-Undang Yayasan tetapi sebatas dibuat akta pendirian baru yang tidak mencantumkan asset Yayasan yang telah dimiliki sebelumnya karena akatanya sebatas pendirian Yayasan baru yang berakibat dirugikanya pengurus Yayasan.
Agar notaris tidak melakukan mal praktik, yang dapat berakibat merugikan organ Yayasan, dan memahami dengan baik dan benar periodisasi dalam pembuatan akta sehubungan dengan Yayasan, yaitu harus mendasarkan perundang- undangan sehubungan dengan Yayasan, yaitu harus mendasarkan perundang- undangan sehubungan dengan Yayasan pada saat klien menghadap pada Notaris. Dari permasalahan tersebut peniliti mengganggap bahwa permasalahan ini perlu dikaji secara mendalam untuk menumukan titik terang dari kasus tersebut. Maka penulis mengangkat permasalahan ini dalam bentuk karya ilmiah tesis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penyelesaian yang menjadi problem dalam penyesuaian akta pendirian / anggaran dasar yayasan yang didirikan sebelum Undang-Undang Yayasan dengan mendasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013?
8
2. Bagaimana upaya yang harus diambil oleh Notaris bagi Yayasan yang didirikan sebelum Undang-Undang Yayasan agar Yayasan tetap eksis dan absah ?
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan seperti yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui penyelesaian yang menjadi problem dalam penyesuaian akta pendirian / anggaran dasar Yayasan yang didirikan sebelum Undang-Undang Yayasan dengan mendasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013.
2. Untuk mengetahui dan memahamiupaya yang harus diambil oleh Notaris bagi Yayasan yang didirikan sebelum Undang-Undang Yayasan agar Yayasan tetap eksis dan absah.
D. Orisinilitas Penelitian
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis dari beberapa penelitian sebelumnya, penulis belum menjumpai penelitian yang membahas terkait problematika hukum terhadap Yayasan yang didirikan sebelum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Walaupun demikian ada beberapa kajian atau tinjauan yuridis yang terkait, diantaranya :
1. Tesis Nur Azzani yang berjudul “Peranan Notaris Terhadap Perubahan Anggaran Dasar Yayasan Yang Berbadan Hukum Setelah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Di Tanjung Pinang Kepulauan Riau”.
Di dalam penelitian ini penulis bertujuan mengetahui peranan Notaris terhadap
perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang berbadan hukum setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan kendala yang dihadapi oleh Yayasan yang berbadan hukum dalam melakukan perubahan anggaran dasar Yayasan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.Metode penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian yuridis normative yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan kepustakaan guna mendapatkan data sekunder dibidang hukum dan penelitian hukum empiris yaitu penelitian yang mengutamakan penelitian lapangan guna mendapatkan data primer, data yang telah ada diseleksi, kemudian dianalisis secara kualitatif dan selanjutnya disusun dalam laporan penelitian bersifat deskriptif. Dari hari kesimpulan bahwa peran notaris dalam Perubahan Anggaran Dasar Yayasan Yang Berbadan Hukum Setelah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan adalah Notaris di dalam melakukan perubahan anggaran dasar hanya mengikuti keinginan dari pihak Yayasan, ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu Berita Acara Rapat atau Pernyataan Keputusan Rapat, dan kendala yang dihadapi pihak Yayasan dalam melakukan yaitu masalah tarif atau biaya yang dirasakan terlalu besar dan sulitnya mencari orang yang bias diajak masuk kedalam kepengurusan Yayasan karena tidak bolehnya jabatan rangkap dalam Organ Yayasan10
10Nur Azzani yang berjudul “Peranan Notaris Terhadap Perubahan Anggaran Dasar Yayasan Yang Berbadan Hukum Setelah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Di Tanjung Pinang Kepulauan Riau”, Tesis, Magister Kenotariatan, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010
10
2. Tesis I Gusti Ayu Intan Wulandari yang berjudul “Eksistensi dan Akibat Hukum dari Akta Perubahan Anggaran Dasar Yayasan berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013 terhadap Yayasan lama yang tidak berbadan Hukum Lagi berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Yayasan”. Di dalam tesis ini penulis menguraikan mengenai eksistensi dari Yayasan lama yang dengan berlakunya PP Nomor 2 Tahun 2013 yang mana PP tersebut bertentangan dengan Pasal 71 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Permasalahan dalam tesis yaitu bagaimana eksistensi dari Yayasan lama dengan berlakunya PP Nomor 2 Tahun 2013 yang bertentangan dengan Undang-Undang Yayasan. Yang kedua mengenai tentang akibat hukum dari akta perubahan anggaran dasar yayasan yang berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013 dari Yayasan lama yang tidak berbadan hukum lagi berdasarkan Undang-Undang Yayasan. Landasan teori yang digunakan adalah Konsep Negara Hukum, Teori Jenjang, Norma Hukum, Teori Badan Hukum, Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik, dan Asas Preferensi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normative yang beranjak dari adanya konflik norma antara PP Nomor 2 Tahun 2013 dengan Undang-Undang Yayasan.11
3. Tesis Basuki Juni Nugraha yang berjudul “Pelaksanaan Pendirian Yayasan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Dan Undang-Undang
11I Gusti Ayu Intan Wulandari, Eksistensi dan Akibat Hukum dari Akta Perubahan Anggaran Dasar Yayasan berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2013 terhadap Yayasan lama yang tidak berbadan Hukum Lagi berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Yayasan”, Tesis, Magister
Kenotariatan, Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar, 2015.
Nomor 28 Tahun 2004 Di Denpasar”, di dalam tesis ini penulis meneliti untuk mengetahui proses pengesahan Yayasan dan pencegahan terjadinya kesamaan nama Yayasan di Denpasar serta tanggung jawab Pendiri dan Pengurus Yayasan baik sebelum maupun setelah Yayasan disahkan sebagai badan Hukum. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis empiris, spesifikasi penelitian secara deskriptif analitis, dan penarikan sample secara purposive non random sampling.
Hasil penelitian yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 28, wewenang pengesahan Yayasan berada di tangan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Notaris wajib mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia dalam jangka waktu 10 hari sejak Yayasan ditandatangani. Guna mencegah kesamaan nama Yayasan maka dalam Pasal 15 ayat (1) ditentukan bahwa Yayasan tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain. Serta menanyakan secara langsung pada Kanwil Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 tidak mengatur tentang tanggung jawab Pendiri Yayasan, sebelum Yayasan didirikan. Setelah Yayasan didirikan, jelas Pendiri menjadi hilang tidak ada Pendiri Yayasan dapat menduduki jabatan sebagai Pembina. Namun pihak lainpun dapat menjadi Pembina sepanjang memenuhi ketentuan yang diisyaratkan. Tanggung jawab terhadap tindakan yang diambil Yayasan sebelum disahkan sebagai badan hukum berada di tangan Pengurus.
12
Karena semua tindakan yang dilakukan atas nama Yayasan setelah Yayasan didirikan dilakukan oleh Pengurus.12
Penelitian di atas berbeda dengan penelitian yang akan diteliti, yakni mengenai Problematika hukum terhadap kedudukan Yayasan yang didirikan sebelum Undang-Undang Yayasan belum ada yang meneliti, Dengan demikian penelitian ini memiliki perbedaan yang signifikan dengan penelitian sebelumnya
E. Kerangka Teori
1. Teori Badan Hukum
a. Pengertian Teori Badan Hukum
Untuk mengetahui apa hakikat badan hukum tersebut, para ahli hukum telah mengemukakan teori-teori, baik dengan jalan penafsiran secara dogmatis ataupun dengan penafsiran teleogis.13Dalam memberikan pengertian teori hukum terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda diantara para pakar hukum perdata antara lain seperti dikemukakan oleh Soenawar Soenawati yaitu bahwa teori-teori dari badan hukum itu memperbincangkan persoalan-persoalan yang tidak hakiki, kemudian menurut Maijers yaitu teori-teori badan hukum tersebut telah menimbulkan masalah-masalah yang semu, sedangkan Menurut Achman Ichsan, badan hukumyaitu penggunaan dua cara
12Basuki Juni Nugraha, “Pelaksanaan Pendirian Yayasan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Di Denpasar”,Tesis, Magister Kenotariatan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2006
13C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm.29.
analisa tersebut dalam hubungan dengan pembahasan mengenai badan hukum tidak akan memberi penyelesaian yang meyakinkan, karena persoalannya bukan berkisar pada persoalan teori melainkan pada cara mengadakan approach.14
Dalam kamus bahasa Indonesia Teori Badan Hukum diartikanmerupakan sebuah organisasi atau perkumpulan yang didirikan dengan akta otentik dan dalam hukum diperlakukan sebagai orang yang memiliki hak dan kewajiban atau disebut juga dengan subyek hukum.
Terlepas dari pengertian secara bahasa didalam hukum positive Indonesia khususnya dalam KUHPerdata tidak menyebutkan secara rinci apa arti dari badan hukum tersebut, sehingga mengakibatkan kerancuan didalam memberikan definisi bagi kaum akademisi.
b. Macam-macam Teori Badan Hukum
Dalam teori badan hukum terbagi dalam beberapa macam teori, diantara lain:15
1) Teori Fiksi yaitu sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya dalam bayangannya untuk menerangkan sesuatu hal.
2) Teori Organ yaitu badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang tidak
14 Chidir Ali, S.H., Badan Hukum, P.T. Alumni, Bandung, 2014, hlm. 29
15 Chidir Ali, S.H, Op cit,hlm.31.
14
bersubjek, tetapi badan hukum itu organisme yang riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa.
3) Teori Kekayaan Bersama yaitu badan hukum bukan abstraksi dan bukan organism dan harta kekayaan badan itu dimiliki bersama seluruh anggota.
4) Teori Kekayaan Bertujuan yaitu bahwa kekayaan badan hukum itu tidak terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya (ada yang menjadi pendukung hak-hak tersebut, manusia)
5) Teori kenyataan Yuridis yaitu wujud yang riil, sama riilnya dengan manusia dan lain-lain perikatan (verbintenis).
2. Teori Akibat Perbuatan Hukum
a. Pengertian Akibat Perbuatan Hukum
Dalam memberikan pengertian teori perbuatan hukum terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda diantara para pakar hukum perdata antara lain seperti dikemukakan oleh Menurut Sudarsono yaitu setiap perbuatan yang akibatnya menjadi kehendak dari melukan perbuatan itu, kemudian menurut R. Soeroso yaitu setiap perbuatan subjek hukum (manusia atau badan hukum) yang akibatnya diatur oleh hukum dank arena akibat tersebut dapat dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum, sedangkan Chainur Arrasjid mengumukakan Perbuatan Hukum yaitu setiap perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum dan akibat itu dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan. Dan menurut Marwan Mas pengertian teori
perbuatan hukum adalah setiap perbuatan dan tindakan subjek hukum yang mempunyai akibat hukum dan akibat hukum itu memang dikehendaki oleh subjek hukum.16
Dari pengertian teori perbuatan hukum yang diungkapkan para pakar di atas, dapat di simpulkan Pengertian Perbuatan Hukum yaituakibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum.
Tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang dilakukan guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki hukum.17
b. Bentuk dari Perbuatan Akibat Hukum
Dalam teori perbuatan akibat hukum terbagi dalam beberapa bentuk, diantara lain:
1) Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum.
2) Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua atau lebih subyek hukum, di mana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.
3) Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum.
4) Akibat hukum yang timbul karena adanya kejadian-kejadian darurat oleh hukum yang bersangkutan telah diakui atau dianggap sebagai akibat
16 Yunasril Ali, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.34.
17 Ahmad Rifai, Akibat Hukum, blogspot, http://ahmad-rifai- uin.blogspot.co.id/2013/04/akibat-hukum.html.
16
hukum, meskipun dalam keadaan yang wajar tindakan-tindakan tersebut mungkin terlarang menurut hukum.
3. Teori Perlindungan Hukum
a. Pengertian Teori Perlindungan Hukum
Dalam memberikan pengertian teori perlindungan hukum terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda diantara para pakar hukum perdata antara lain seperti dikemukakan Menurut Satjito Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut,18 kemudianmenurut Setiono perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia,19sedangkan menurut Muchsin perlindungan hukum adalah kegiatan untuk melindung individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antara
18 Satjipro Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003, hlm.121.
19 Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004. hlm. 3
sesama manusia,20selanjutnya menurut Hetty Hasanah perlindungan hukum yaitu merupakan segala upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum.21
Dari Pengertian Teori Perlindungan Hukum diatas dapat disimpulan pengertian Teori Perlindungan Hukum yaitu segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai sbentuk, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.22
b. Sarana Perlindungan Hukum
Dalam menjalankan dan memberikan perlindungan hukum dibutuhkannya suatu tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang sering disebut dengan sarana perlindungan hukum. Sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam yang dapat dipahami, sebagai berikut:23
20 Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, hlm.14.
21 Hetty Hasanah, Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumenatas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia, artikel diakses pada 1 Juni 2015 dari
http://jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html.
22Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, Ui Press, Jakarta,1984, hlm 133.
23 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta 1988, hlm.102.
18
1) Sarana Perlindungan Hukum Preventif, Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa.
2) Sarana Perlindungan Hukum Represif, Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Peradilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini.
F. Metode Penelitian
1. Objek dan Subjek Penelitian a. Obejek Penelitian
Berdasarkan judul dalam penelitian ini maka objek penelitian yang di jadikan fokus adalah ”PROBLEMATIKA HUKUM TERHADAP KEDUDUKAN YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM UNDANG-UNDANG YAYASAN”
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah semua pihak yang terkait dan berhubungan dengan masalah penelitian ini yaitu :
a) Yayasan yang berdiri sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan b) Notaris
c) Kementrian Hukum dan Ham Profinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Data Penelitian
Pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun data yang relevan, serta memberi gambaran tentang objek yang diteliti, baik dengan penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan.24 Penulis mengawali penelitian ini dengan menggunakan data primer, dan selanjutnya ditunjang dengan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden dan narasumber yang berkompeten untuk memberikan penjelasan yang sesuai dengan tema penelitian ini. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap :
a) Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data sekunder dengan membaca dan mempelajari bahan hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, permasalahan-permasalahan tersebut dipelajari dengan bantuan literatur-literatur maupun peraturan perundang-undangan yang terdiri atas:
1) Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mengikat25 yang terdiri dari :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
24 Bohar Soehato, Menyiapkan Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi-Tesis), Tarsito, Bandung, 1989, hlm.156.
25Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Pres, Jakarta, 1986, hlm.52.
20
c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Yayasan yang dihubungkan dengan status yayasan – yayasan yang lahir sebelum Undang-Undang Yayasan dan belum sempat melakukan penyesuaian.
f. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
g. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
h. Akta Pendirian Yayasan.
2) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,26 terdiri dari:
a. Buku-buku atau literatur tentang Teori Hukum, b. Buku-buku atau literatur tentang Badan Hukum, c. Buku-buku atau literatur tentang Hukum Perdata, d. Buku-buku atau literatur tentang Yayasan,
e. Buku-buku atau literatur tentang Penelitian Hukum, f. Buku-buku atau literatur tentang Kenotariatan.
26 Ibid. hlm.52.
3) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan primer dan bahan sekunder. Bahkan hukum tersier yang digunakan untuk penelitian ini adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Ensiklopedia.27
b) Penelitian Lapangan
Untuk menunjang dan melengkapi data maka dilakukan penelitian lapangan sebagai upaya mengumpulkan bahan pelengkap guna penyempurnaan penelitian. Penelitian lapangan adalah suatu cara pengumpulan data primer yang dilakukan dengan cara terjun kelapangan untuk memperoleh data yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pada suatu penelitian umumnya dikenal tiga jenis teknik pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview. Ketiga teknik tersebut dapat dipergunakan masing- masing, atau bersama-sama.28
Pengumpulan data primer pada penelitian ini adalah dengan cara melakukan wawancara, sedangkan alat yang penulis gunakan untuk kegiatan wawancara tersebut adalah daftar pertanyaan yang bersifat terstruktur, dimana
27Mukti Fajar dan Yulianto Ahnad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pusataka Pelajar¸ Yogyakarta, 2010, hlm.156.
28 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2014, hlm.21.
22
terdapat sistematika yang logis tentang urutan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan agar mendapatkan data yang lengkap berhubungan dengan penelitian ini. Pengumpulam data sekunder pada penelitian ini adalah dengan pengumpulan data dari hukun primer dan sekunder sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Alat yang digunakan untuk pengumpulan data sekunder adalah Peraturan Perundang-Undangan, literature yamg sifatnya menerangkan Peraturan Perundang-Undangan.
4. Pendekatan Penelitian
Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman, tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan- lingkungan yang dihadapinya29. Peran metodologi dalam ilmu penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.30
Penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai Problematika Hukum terhadap kedudukan Yayasan yang didirkan sebelum Undang-Undang Yayasan ini menggunakan perpaduan antara metode yuridis empiris dan Yuridis normatif. Metode yuridis empiris dilakukan untuk menjawab permasalahan pertama yaitu kedudukan status yayasan yang didirikan sebelum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, adapun metode yuridis normatif untuk menjawab permasalahan mengenai upaya yayasan yang telah didirikan sebelum
29 Ibid. hlm.6.
30 Ibid. hlm.7.
Undang-Undang No 16 Tahun 2001 untuk menjadi badan hukum. Laporan hasil daripada penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan, merefleksikan secara jelas, terperinci dan sistematis dengan berdasarkan data yang diperoleh. Penelitian ini didasarkan pada penelitian lapangan (field research) untuk memperoleh data primer di bidang hukum. Data primer diperoleh dengan cara memberikan pertanyaan kepada responden dan narasumber dalam bentuk wawancara. Guna menunjang dan melengkapi data yang diperoleh dari penelitian lapangan dilakukan penelitian keustakaan untuk memperoleh data sekunder, data sekunder diperoleh bahan- bahan hukum primer, sekunder dan tersier.31
Yuridis karena penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti asas-asas hukum, sistem hukum dan sinkronisasi hukum dengan jalan menganalisanya. Empiris karena menitikberatkan pada penelitian lapangan secara menyeluruh, sistematis, faktual, mengenai fakta-fakta yang berhubungan dengan penulisan ini. Disamping penelitian lapangan juga ditunjang dengan penelitian kepustakaan (library research) untuk melengkapi data yang diperoleh dari penelitian lapangan.
5. Teknik Analisis Data
Data dari hasil penelitian dikumpulkan, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, dikelompokkan dan dianalisis secara kualitatif yaitu
31Sunarti Hartono, Penelitian hukum di Indonesia pada akhir abad ke 20, Alumni, Bandung, 1994, hlm. 134.
24
suatu metode analisis data dengan cara melakukan seleksi data yang diperoleh dari penelitian menurut kualitatif dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga ditemui jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini, kemudian dibuat dalam bentuk laporan hasil penelitian yang bersifat deskriptif yang memuat suatu kerangka konseptual mengenai problematika hukum terhadap yayasan yang didirikan sebelum berlaku Undang-Undang Yayasan, sehingga terpaparkan apakah yang menjadi kendala bagi pemilik Yayasan dalam melakukan perbuatan hukum selanjutnya setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tersebut\
G. Sistematika dan Kerangka Penulisan
Tesis ini tersusun atas empat bab dengan sub bab pada masing-masing babnya, dimana masing-masing bab tersebut saling terkait. Adapun sistematika dan kerangka penulisan secara keseluruhan tesis ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, orisinalitas penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Untuk memberikan arahan yang jelas agar tidak terjadi penyimpangan dalam pengumpulan data dan mencegah terjadinya pembahasan yang bias, maka penelitian dibatasi dan difokuskan dalam pokok-pokok permasalahan yang diuraikan dalam rumusan masalah.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan diuraikan tentang teori dan konsep yang relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Teori dan konsep diperoleh dari sumber- sumber kepustakaan yang nantinya menjadi landasan teoritis guna untuk menganalisa permasalahan dalam penelitian ini. Dalam bab ini diuraikan mengenai tinjauan umum tentang perlindungan hukum, pengertian dan ruang lingkup Yayasan.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan yang menghubungkan data yang diperoleh dari penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan, untuk kemudian diolah dan dianalisis serta dikaitkan dengan tujuan pustaka yang terdapat dalam Bab II. Pembahasan Bagaimana kedudukan status yayasan yang didirikan sebelum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, danBagaimana upaya yayasan yang telah didirikan sebelum Undang- Undang No 16 Tahun 2016 untuk menjadi badan hukum. Pembahasan yang dikemukakan tersebut merupakan orientasi dari pokok-pokok permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dari pembahasan secara keseluruhan permasalahan dalam tesis ini dan kemudian diberikan saran sebagai bahan masukan yang dianggap perlu oleh penulis. Saran tersebut merupakan pendapat penulis berkaitan dengan tesis ini.
26 BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN HUKUM, YAYASAN, DAN NOTARIS
A. Tinjauan Umum tentang Badan Hukum
Suatu badan dikatakan mempunyai atribut sebagai badan hukum apabila Undang-Undang menetapkan atau menyatakan demikian. Ada beberapa syarat agar suatu badan usaha atau perkumpulan dapat disebut sebagai badan hukum terkait dengan sumber hokum khususnya sumber hukum formal, yaitu :
1. Syarat berdasarkan ketentuan perUndang-Undangan 2. Syarat berdasar pada hukum kebiasaan dan yurisprudensi 3. Syarat berdasar pada pandangan doktrin
Syarat berdasarkan ketentuan perUndang-Undangan yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 1653 KUHPerdata terdapat 2 (dua) cara yaitu :32
1. Dinyatakan dengan tegas bahwa suatu organisasi adalah merupakan badan hukum 2. Tidak dinyatakan secara tegas tetapi dengan peraturan sedemikian rupa bahwa badan itu adalah badan hukum. oleh karena itu, dengan peraturan dapat ditarik kesimpulan bahwa badan itu adalah badan hukum
Berdasarkan Pasal 1653 KUHPerdata tersebut semua perkumpulan swasta dianggap sebagai badan hukum dan untuk itu diperlukan pengesahan akta dengan meninjau tujuan dan aturan-aturan lainnya dari perkumpulan tersebut. Pengesahan merupakan syarat formal yang harus dipenuhi oleh perkumpulan yang berbadan hukum. Jadi pengesahan pemerintah mutlak diperlukan untuk mendirikan suatu badan
32Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan di Indonesia : Eksistensi, Tujuan, dan Tanggung Jawab Yayasan, Kencana, Jakarta, 2010, hal.23.
hukum. “Dalam perkembangan yurisprudensi Indonesia dicapai suatu pendapat Pengadilan Negeri yang menyatakan bahwa pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri Kehakiman adalah syarat mutlak bagi berdirinya suatu perseroan terbatas sebagaimana tertera dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang No.
224/1950/Perdata, tertanggal 17 Maret 1951.” 33
Syarat berdasarkan hukum kebiasaan dan yurisprudensi digunakan apabila tidak ditemukan syarat-syarat badan hukum dalam peraturan perundang- undangan dan doktrin karena hukum kebiasaan dan yurisprudensi merupakan sumber hukum formal. Menurut hukum kebiasaan dan yurisprudensi, suatu badan hukum dikatakan ada apabila terdapat pemisahan kekayaan, ada penunjukan suatu tujuan tertentu, dan ada penunjukan suatu organisasi tertentu.
Salah satu contoh tentang penentuan badan hukum melalui yurisprudensi adalah yayasan. Putusan Mahkamah Agung No. 124K/Sip/1973 tanggal 27 Juni 1973 tentang kedudukan suatu yayasan sebagai badan hukum dalam kasus Yayasan Dana Pensiun HMB. Keputusan lainnya adalah Putusan Mahkamah Agung No. 476 K/Sip/1975 tanggal 8 Mei 1975 tentang kasus perubahan Wakaf Al Is Af menjadi Yayasan Al Is Af. Sehingga berdasarkan hukum kebiasaan dan yurisprudensi suatu badan dikatakan sebagai badan hukum apabila memenuhi syarat materiil dan syarat formil. Syarat materiil agar dikatakan sebagai badan hukum adalah harus adanya pemisahan kekayaan, tujuan, dan pengurus, sedangkan syarat formil adalah didirikan
33 Ibid. hlm24.
34 Ibid. hlm25.
28
dengan akta autentik. Setelah adanya Undang-Undang Yayasan, pengesahan dan pengumuman merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh yayasan.
Syarat berdasarkan doktrin atau pandangan para ahli juga dapat menentukan suatu badan sebagai badan hukum. Ada beberapa doktrin atau pandangan para ahli yang menyebutkan syarat badan hukum, yaitu:
a. Menurut Maijers34
Suatu badan untuk dapat disebut sebagai badan hukum harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :
1. terdapat harta kekayaan terpisah lepas dari kekayaan anggotanya, 2. ada kepentingan bersama yang diakui dan dilindungi oleh hukum,
3. kepentingan tersebut haruslah stabil atau tidak terikat pada suatu waktu yang pendek saja, namun juga untuk waktu yang panjang,
4. harus dapat ditunjukkan harta kekayaan tersebut tersendiri, yang tidak hanya untuk obyek tuntutan saja, tetapi juga untuk pemeliharaan kepentingan tertentu yang terlepas dari kepentingananggotanya.
b. Menurut Sri Soedewi Masychun Sofwan:35
Suatu status badan hukum dapat diberikan untuk wujud-wujud tertentu, yaitu : 1. Perhimpunan atau kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk
mendirikan suatu badan, dan
2. kumpulan harta kekayaan yang dipisahkan untuk tujuan tujuan tertentu.
c. Munurut Ali Rido:36
Suatu perkumpulan/perhimpunan harus memenuhi 4 (empat) syarat untuk dapat dikatakan sebagai badan hukum, yaitu :
34 Lisman Iskandar, Aspek Hukum Yayasan Menurut Hukum Positif Di Indonesia, Majalah Yuridika No. 5 & 6 Tahun XII, September-Desember 1997, hlm.24.
35 Sri Soedewi Masychun Sofwan, Hukum Badan Pribadi, Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada, Yogyakarta, halm.29
36 Anwar Borahima, op.cit., hlm.27.
1. Ada Harta Kekayaan yang terpisah, 2. Memiliki tujuan tertentu,
3. Memiliki kepentingan sendiri, 4. Adanya organisasi yang teratur d. Menurut Soeroso37
Suatu badan hukum ikut serta dalam pergaulan hukum harus memenuhi syarat- syarat yang telah ditentukan oleh hokum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah darianggota-anggotanya
2. Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban anggotanya e. Menurut Rudhi Prasetya38
Atribut badan hukum pada suatu badan atau perkumpulan hanya ada apabila Undang-Undang menentukan demikian dan Undang-Undang menentukan demikian apabila dipandang perlu. Ada 2 (dua) teknik yang dilakukan oleh Undang-Undang yaitu Undang-Undang secara tegas menyatakan suatu badan adalah badan hokum dan karakteristik yang diberikan oleh ketentuan Undang- Undang atas suatu badan.
Dari pendapat para ahli atau doktrin tersebut dapat disimpulkan bahwa para ahli menekankan adanya pemisahan harta dalam suatu badan hukum. Kemudian adanya tujuan tertentu dan adanya organisasi sangat diperlukan. Sementara syarat formal yaitu adanya akta tidak ada satu pun para ahli yang mempersyaratkannya. Hal ini dikarenakan “Meijers menempatkan badan hukum diluar hukum perjanjian.
Menurut Meijers badan hukum tidak terjadi karena persetujuan tetapi karena
37Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hlm.147.
38Rudhi Prasetya, Dana Pensiun sebagai Badan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm.35.
30
perbuatan hukum”39. “Selain dengan akta, ada pula beberapa yayasan yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah, seperti yayasan yang diperuntukkan untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Indonesia, serta yayasan yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden (keppres) seperti yayasan yang didirikan oleh Soeharto”40.
Menurut Subekti, badan hukum adalah “suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia serta memiliki kekayaan sendiri dapat digugat atau menggugat didepan hakim”41. Kemudian menurut Rachmat Soemitro mendefinisikan badan hukum (rechtpersoon) sebagai “suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak, serta kewajiban seperti orang pribadi”42. Wirjono Projodikoro berpendapat bahwa badan hukum adalah “badan yang disamping manusia perseorangan juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban, dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain43.
Menurut J.J. Dormeier istilah badan hukum dapat diartikan sebagai berikut :
a. Persetujuan orang-orang yang didalam pergaulan hukum bertindak selaku seorang saja
39Meijers, E.M., De Algemene Begrippen van het Burgerlijk Recht, Leiden Universitaire Press, 1948, hlm.47.
40Anwar Borahima, Op. cit., hlm.29.
41Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Inter Masa, Jakarta, 1987, hlm. 182
42Rachmat Soemitro, Penuntutan Perseroan Terbatas dengan Undang- undang Pajak Perseroan, PT. Eresco, Bandung, 1979, hlm.36.
43Wirjono Projodikoro, Azas-azas Hukum Perdata, Sumur Bandung, Bandung, 1966, hlm84.
b. Yayasan, yaitu suatu harta atau kekayaan, yang dipergunakan untuk suatu maksud yang tertentu, yayasan itu diperlukan sebagai oknum
Menurut E. Utrecht dalam Kansil, badan hukum (recht persoon) yaitu
“badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan bahwa badan hukum ialah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa atau lebih tepat yang bukan manusia”44. Sedangkan menurut Sri Soedewi Maschun Sofwan menerangkan bahwa manusia adalah badan pribadi (itu adalah manusia tunggal). Selain dari manusia tunggal dapat juga oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan pribadi kepada wujud lain yang disebut badan hukum yaitu
“kumpulan dari orang-orang bersama mendirikan suatu badan (perkumpulan) dan kumpulan harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan tertentu (yayasan) kedua- duanya merupakan badan hukum”45.
Berdasarkan rumusan tersebut maka badan hukum diartikan sebagai : a. Badan atau perkumpulan
b. Memiliki harta kekayaan sendiri c. Pendukung hak dan kewajiban
d. Dapat bertindak dalam hukum atau disebut juga dengan subyek hukum e. Dapat digugat dan menggugat didepan Pengadilan
Dalam ilmu hukum, subyek hukum ada dua yakni orang (natuurlijkpersoon) dan badan hukum (rechtpersoon). Suatu badan hukum atau orang disebut sebagai subyek hukum karena menyandang hak dan kewajiban hukum.
Sebagai subyek hukum, badan hukum juga memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana subyek hukum orang atau individu.
44Kansil, C.S.T. dan Christine Kansil, Op.cit, hlm.2.
45Kansil, C.S.T. dan Christine Kansil, Op.cit, hlm.9.
32
Kondisi perkembangan masyarakat saat ini dapat dikatakan cakap untuk bertindak dalam hukum tidak hanya terbatas pada orang saja tetapi juga hal lain yang disebut badan hukum (rechtperson). Chaidir Ali memberikan definisi subyek hukum sebagai berikut :
“Subyek hukum adalah manusia yang berkepribadian (legal personality) dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan. Masyarakat oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.”46
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa subyek hukum terdiri dari : a. Manusia (naturlijke person) yang disebut orang dalam bentuk manusia atau
manusia pribadi
b. Rechts Persoon yang disebut orang dalam bentuk badan hukum atau orang yang diciptakan hukum secara fiksi atau personaficta
Badan hukum diberi status oleh hukum sebagai “persoon” yang mempunyai hak dan kewajiban badan hukum sebagai pembawa hak dapat melakukan tindakkan sebagai pembawa hak manusia yaitu badan hukum dapat melakukan persetujuan.
Persetujuan tersebut memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggotanya47.
Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan mengenai adanya 3 jenis badan hukum, yaitu :
1. Yang diadakan oleh kekuasaan atau pemerintah atau negara 2. Yang diakui oleh kekuasaan
3. Yang diperkenankan dan yang didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak
46Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1997, hlm.7.
47C.S.T. Kansil dan Christine Kansil, Op.cit, hlm.9
bertentangan dengan Undang-Undang atau kesusilaan biasa juga disebut dengan badan hukum dengan konstruksi keperdataan
Secara umum badan hukum dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu badan hukum publik dan badan hukum privat yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau orang banyak dan bergerak di bidang publik atau yang menyangkut kepentingan negara atau umum, badan hukum ini merupakan badan negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perUndang-Undangan, yang dijalankan oleh pemerintah atau badan yang ditugasi untuk itu, contohnya :
a) Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD1945
b) Daerah Provinsi dan daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda tersebut telah mengalami revisi sebanyak dua kali)
c) Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
d) Pertamina didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara
2. Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirikan atas dasar hukum perdata atau hukum sipil yang bergerak dibidang privat atau menyangkut kepentingan orang atau individu-individu yang termasuk dalam badan hukum tersebut. Badan hukum ini merupakan badan swasta yang didirikan oleh sejumlah orang untuk tujuan tertentu seperti mencari laba, sosial/ kemasyarakatan, politik, dan ilmu pengetahuan dan teknologi contohnya :
34
a. Perseroan Terbatas (PT), pendiriannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PerseroanTerbatas
b. Koperasi, pendiriannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi
c. Yayasan, pendiriannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
d. Partai Politik, pendiriannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Parpol jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
Badan Hukum harus memenuhi 2 syarat, yaitu :
1. Syarat Materiil yaitu adanya pemisahan harta kekayaan, adanya tujuan tertentu, ada pengurus
2. Syarat formil yaitu didirikan dengan akta autentik untuk mendapatkan pengesahan Menteri dengan terpenuhinya syarat tersebut, maka suatu badan hukum akan diakui eksistensinya oleh Negara
B. Tinjauan Umum tentang Yayasan 1. Sejarah Yayasan di Indonesia
Yayasan sudah lama ada dan telah dikenal oleh manusia sejak awal sejarah. Sejak semula yayasan dikenal sebagai suatu badan hukum yang bersifat nirlaba di mana telah dipisahkan suatu harta dari harta kekayaan pribadi seseorang yang kemudian dipergunakan untuk suatu tujuan sosial dan keagamaan, dan pengurusannya diserahkan kepada suatu badan pengurus untuk dikelola dengan
baik dan penuh tanggung jawab. Amerika Serikat dan Inggris yayasan disebut Foundation, sedangkan di Belanda disebut Stichting.
Yayasan dengan tujuan khusus seperti “keagamaan dan pendidikan”
sudah sejak lama pula ada. Lebih dari seribu tahun sebelum lahirnya Nabi Isa, para Pharaoh telah memisahkan sebagian kekayaannya untuk tujuan keagamaan.
Xenophon mendirikan yayasan dengan cara menyumbangkan tanah dan bangunan untuk kuil bagi pemujaan kepada Artemis, pemberian makanan dan minuman bagi yang membutuhkan, dan hewan-hewan korban. Plato, pada saat menjelang kematiannya pada tahun 347 sebelum masehi, memberikan hasil pertanian dari tanah yang dimilikinya untuk disumbangkan selama-lamanya bagi academia yang didirikannya. Ini mungkin merupakan yayasan pendidikan pertama di dunia48.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari seribu tahun sebelum masehi tokoh-tokoh sosial dan kemanusiaan di masa lalu telah menerapkan prinsip-prinsip universal yayasan. “Di Belanda yayasan (stichtingen) ini pada tahun 1956 barulah diatur dengan Wet op Stichtingen van 31 Mei 1956, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1957”49. “Namun pada tahun 1882 Belanda telah memiliki yurisprudensi tentangyayasan”50.
48Chatamarrasyid, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.1.
49 Pitlo, Het, Nederlands Burgelijke Wet Boek deel 1 A, Het Rechts Personenrecht, Gouda Quint, B.V. Arnhem, 1986, hlm.7.
50 Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm.3.
36
Dari sejak awal yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan, melainkan bertujuan untuk membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup orang lain. Di Indonesia, sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan, yayasan telah diakui sebagai badan hukum berdasarkan atas kebiasaan dan Yurisprudensi. Yayasan saat itu berdiri dan menjalankan kegiatannya menggunakan hukum kebiasaan yang ada dalam praktik.
Yurisprudensi yang digunakan untuk mengatur mengenai yayasan sebagai badan hukum adalah Putusan Mahkamah Agung. Salah satu contoh yurisprudensi tentang yayasa