PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Istinbâṭ diperlukan untuk melihat pertimbangan ulama dalam menetapkan hukum menjaga isteri yang nusyûz, sedangkan maqāṣid asy-syarī‟ah diperlukan untuk mencari pandangan ulama tentang tujuan syariat yang terkandung dalam lingkungan. undang-undang. Berdasarkan pendapat di atas, istinbâṭ boleh dilakukan melalui beberapa kaedah iaitu: kaedah linguistik, maqāṣid syarī‟ah dan penyelesaian hujah yang taarud. Kaedah makāṣid syarī‟ah merangkumi istinbāṭ melalui kajian tujuan syariah dari segi Ḍarûriyat , Hajiat dan tehsiniyat.
Berdasarkan huraian di atas, maqāṣid esh-Syariah ialah niat Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan syariat Islam. Ini menggalakkan perkembangan perbincangan makāṣid esh-syarī‟ah dan menjadi tumpuan ulama dalam perbincangan usul fiqh. Memahami petikan di atas, maqāṣid esh-syarī‟ah terlibat dalam penentuan hukum berdasarkan Naș al-Qur'an dan Hadis.
Internalisasi Maqāṣid Al-Shari'ah dalam Istinbâṭ Hukum Syafi`yah Mengenai Nafkah Isteri Nusyûz. Qiyâs adalah injap keselamatan untuk melindungi maqāṣid asy-syarī‟ah dalam masalah moden yang Shari` tidak menyebut naș. Berdasarkan petikan di atas, qiyâs dan maqāṣid asy-syarī‟ah dalam hukum istinbâṭ tidak boleh berdiri sendiri, tetapi harus digabungkan dalam mencari hukum untuk masalah kontemporari.
Hal inilah yang menjadi perhatian mujtahid dalam proses istinbâṭ yang tidak ditemukan usul naș dalam Al-Qur'an dan Hadits.
Pertanyaan Penelitian
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui istinbâṭ Syafi`yyah dan hukum Ẓahiriyah tentang nafkah isteri-isteri yang nusyûz . ))) ]
Manfaat Penelitian
Penelitian Relevan
Perspektif Hukum Perkawinan Islam”.11 Penekanan karya tulis ilmiah ini adalah pada nusyûz yang dilakukan oleh suami, sedangkan penelitian ini berfokus pada kajian hak nafkah istri, dimana nusyûz menggunakan pendekatan hukum istinbâṭ berbanding yang dikembangkan oleh Syafiyyah dan Ẓahiriyah Disertasi Subhan, mahasiswa pascasarjana IAIN Metro, berjudul “Konsep Nusyûz Menurut Hukum Islam” 12 Fokus penelitian ini adalah mengkaji sebab-sebab nusyûz dan solusinya. mendalami hak-hak wanita yang nusyûz dengan menggunakan pendekatan hukum perbandingan Istinbâṭ yang digunakan oleh Syafiyyah dan Ẓahiriyah.
Metodologi Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data literatur yang berkaitan dengan metode Istinbâṭ Syafi`iyyah dan hukum Ẓahiriyah. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, “sebatas mengungkapkan suatu masalah dan keadaannya, jadi hanya pengungkapan fakta”. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu sumber data sekunder dan tersier karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan bukan penelitian lapangan sehingga penelitian ini tidak memiliki sumber data primer.
Adapun materi buku Tersiaer dalam kajian ini, Kebangkitan Ushul Fiqh dalam Proses Hukum Islam oleh Imam Nahe'i, dan Wawan Juandi, Maslahah Sebagai Cita-Cita Moral Penegakan Hukum Islam oleh Abd. Pengumpulan data kepustakaan baik dari bahan hukum primer maupun sekunder dilakukan dengan teknik pendokumentasian data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku, naskah dinas, terbitan dan hasil penelitian. Dokumentasi penelitian digunakan untuk mencari data yang berkaitan dengan hukum Istinbâṭ Syafi`yyah dan Ẓahiriyah. Berdasarkan teknik di atas, dalam penelitian ini peneliti membandingkan data yang diperoleh dari bahan hukum primer dengan data yang diperoleh dari bahan hukum sekunder.
Dalam hal ini, peneliti membandingkan data sastra Syafi`iyyah dan Ẓahiriyah terkait pemeliharaan wanita nusyûz dengan sastra ulama kontemporer, sehingga konsistensi pendapat Syafi`iyyah dan Ẓahiriyah dalam kasus wawancara istri nusyûz diketahui. Analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan sosiologis historis, pendekatan ini digunakan untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa dari masa lalu yang akan terungkap aspek-aspek sosial dari peristiwa-peristiwa yang diteliti.
Sistematika Penelitian
- Pengertian Nafkah Istri
- Dasar Hukum Nafkah Istri
Kewajiban suami menafkahi merupakan anugerah Tuhan berupa kekuatan jasmani dan kemampuan untuk memberikan perlindungan yang dimiliki oleh suami, yang tidak dimiliki oleh istri. Pembebanan kewajiban kepada suami sesuai dengan ruang lingkup hak yang diterima suami dan tidak dimiliki istri. Memahami syarat-syarat wajib nafkah di atas, dapat dikemukakan bahwa hanya dengan adanya akad nikah saja tidak menjadi syarat bagi seorang suami untuk menghidupi istrinya.
Suami baru wajib memberikan nafkah kepada istrinya setelah isteri menyerahkan lahir dan batinnya kepada suami. Jadi, jika istri tidak mau menyerahkan diri kepada suaminya, maka suami tidak wajib menafkahinya. Syarat pertama yang wajib dipenuhi oleh seorang laki-laki bagi istrinya adalah penyerahan diri istri kepada suaminya, yaitu istri tidak menolak suaminya dari berbagai aspek kenikmatan yang diwajibkan bagi istrinya.
Sekiranya wanita menolak lelaki itu, walaupun dari beberapa aspek kesenangan, maka lelaki itu tidak wajib menyokongnya. Isteri wajib mentaati suaminya dalam perkara yang tidak bertentangan dengan agama, sedangkan suami wajib menyaranya dan memberi nafkah kepada isterinya. 46 Menurut Imam Syafi`i, wajib bagi suami memberi nafkah setelah isterinya tunduk kepada suami Lihat Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Shafi`i (al-Fiqhuasy-Syafi`i al-Muyassar), Jilid 3, terjemahan. oleh Muhammad Afifidan Abdul Aziz, (Jakarta: Almahira, 2010), hlm.
Solusi pamungkas dalam menghadapi wanita nusyûz adalah memukulnya dengan pukulan yang tidak melukai.
Istinbâṭ dan Maqāṣid asy- Syarīah dalam Penetapan Hukum Islam 56
Maqāṣid asy- Syarī‟ah
- Pembagian Maqāṣid asy-Syari‟ah
Maqāṣid Syarī‟ah secara etimologi (bahasa) terdiri daripada dua perkataan, iaitu maqāṣid dan syari‟ah. Kemudian orang Arab menggunakan perkataan syariah untuk maksud jalan yang lurus (ةميقتسملا ةقي رطلا) Adapun pengertian maqāṣid syariah dari segi istilah yang dikemukakan oleh beberapa ulama dengan lafaz yang berbeza.
Seterusnya, Maliki Shihab al-Din al-Qarafi menambah prinsip asas syarī'ah dengan prinsip menjaga kehormatan (al-Ird). Kajian maqāṣid asy-syarī'ah kemudiannya dikembangkan secara meluas dan sistematik oleh Abu Ishaq al-Syathibi. Menurut al-Syathibi, kajian maqāṣid asy-syarī'ah ini adalah berdasarkan andaian bahawa semua
Maqāṣid asy-syarīʼah lyk soos ander sharia-wetenskappe nie spontaan tot stand nie, maar gaan deur stadiums. 27 Abu Ishaq al-Syathibi, al-Muwafaqad fi Ushulal-Syarīʼah, (Beiroet: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), Jil. 28 Muhammad Sa'ad al-Yubi, Maqāṣid Ash-Syarī'ah Al-Islamiyyah Wa'Alaqotuha Bil Adillah Ash-Syarī'ah, (Riyadh: Dar al-ijrah, 1998), hlm.
Orang yang meneliti sejarah maqāṣid asy-syarī‟ah sebelum muncul dalam perbincangan ushul akan mendapati beberapa hukum maqāṣid asy-syarī‟ah dalam Al-Quran dan Sunnah, pendapat sahabat dan kitab-kitab yang ma’rifat. Untuk memahami maksud di atas, maqāṣid asy-syarī‟ah sebelum ini muncul dalam pembahasan ushul fiqh, yang pada dasarnya sudah ada dalam kandungan nas al-Quran dan Hadis, pendapat para sahabat dan kitab-kitab ulama. Keperluan mencari jawapan kepada pelbagai masalah yang berkembang mendorong para ulama untuk memahami maqāṣid asy-syarī‟ah dalam nas al-Quran dan Hadis, yang kemudiannya dijadikan rujukan apabila ada tujuan bersama.
Sesungguhnya ulama telah menggunakan maqāṣid ash-syarī'ah sebagai asas dalam ijtihad sejak zaman awal Islam. Tetapi maqāṣid asy-syarī‟ah sudah diketahui dan menjadi hukum syara` dalam hati, yang kemudiannya dikemukakan oleh ulama salaf dalam bentuk kefahaman, ijtihad dan keputusan hukum mereka. Namun, mencari maqāṣid ash-syarī'ah memerlukan pemikiran yang mendalam kerana tujuan penentuan hukum tidak dinyatakan secara jelas dalam nas.
Implementasi Maqāṣid asy-Syarī‟ah dalam Istinbâṭ Hukum
ISTINBÂṬ HUKUM SYAFI`YYAH DAN ẒAHIRIYAH
Metode Istinbâṭ Hukum Mazhab Syafi`i
Internalisasi Maqāṣid asy-Syarī‟ah dalam Istinbâṭ Hukum
Internalisasi Maqāṣid asy-Syarī‟ah dalam Istinbâṭ Hukum
PENUTUP
Berdasarkan pendapat di atas, kajian hukum (istinbâṭ) diperlukan untuk mencari jawapan kepada pelbagai masalah hukum yang berkembang dalam masyarakat dan jawapannya tidak terdapat dalam al-Quran dan hadis. Bagi pengikut Adh-Ẓahiri, nas al-Qur'an umum sudah cukup untuk menjawab segala cabaran dan kesukaran. 15 Hisyam Azhar, Maqāṣid Syarī‟ah wa Aśaruha fi Tasarrufat al Maliyyah, (Riyadh: Maktabah ar-Rusyd, 2010), hlm.
Meskipun penggunaan qiyâs lebih menonjol dalam dalil Syafi`iyyah dalam persoalan hilangnya hak nafkah istri nusyûz, bukan berarti mengabaikan aspek kemaslahatan sebagai bagian dari maqāṣid asy-syarī'ah.