BAGIAN OBSETRI DAN GINEKOLOGI REFARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN APRIL 2025
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
SUBINVOLUSI UTERI
Oleh:
Husnul Hatima 105501111422
Pembimbing:
dr. Dwi Andina Farzani, M. Kes, Sp. OG
(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik Bagian Obgyn)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2025
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:
Nama : Husnul Hatima
NIM : 105501110422
Universitas : Muhammadiyah Makassar Judul Referat : Subinvolusi Uteri
Telah menyelesaikan refarat dalam rangka Kepaniteraan Klinik di Bagian Obgyn, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 3 April 2025 Pembimbing,
dr. Dwi Andina Farzani, M.Kes, Sp. OG
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur ataskehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, Kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga refarat dengan judul “Subivolusio Uteri” dapat terselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya
Pada kesembatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dr. Dwi Andina Farzani, M.Kes, Sp.OG yang telah memberikan arahan dan nasehat yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya refarat ini, baik dari isi maupun penulisannya. Kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi penyempurnaan referat ini.
Demikian, semoga refarat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan penulis secara khususnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 03 April 2025
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
BAB II PEMBAHASAN ... 3
A. Masa Nifas... 3
B. Anatomi dan Fisiologi Uterus ... 3
C. Definisi Subinvolusi Uteri... 6
D. Epidemiologi Subinvolusi Uteri... 6
E. Etiologi dan Faktor Risiko SubInvolusio Uteri... 7
F. Patofisiologi ... 10
G. Manifestasi Klinis ... 11
H. Diagnosis ... 11
I. Tatalaksana ... 13
J. Komplikasi ... 13
K. Prognosis ... 13
BAB III KESIMPULAN ... 14
DAFTAR PUSTAKA... 15
1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi. Asuhan selama periode nifas perlu mendapat perhatian karena sekitar 60% Angka Kematian Ibu terjadi pada periode ini. Perdarahan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian ibu pada masa nifas, dimana 50%-60% karena kegagalan uterus berkontraksi secara sempurna1.
World Health Organization (WHO) menyatakan angka kematian ibu sangat tinggi. Sekitar 830 wanita meninggal karena komplikasi kehamilan atau persalinan di seluruh dunia setiap hari. Diperkirakan pada tahun 2015 , sekitar 303.000 wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan. Rasio kematian ibu di Negara berkembang pada tahun 2015 adalah 239 per 100.000 KH1.
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari. Namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan1.
Masa nifas merupakan masa yang perlu perhatian khusus karena proses involusi uterus sangat penting dan harus berjalan dengan baik. Pada masa nifas terjadi proses involusi uterus yaitu kembalinya uterus kedalam keadaan sebelum hamil dan terjadi kontraksi pada uterus. Masa nifas, ibu membutuhkan latihan latihan tertentu yang dapat mempercepat proses involusi. Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/ endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat
2 serta perubahan lokasi uterus yang ditandai dengan warna dan jumlah lokia.
Apabila proses involusi uterus tidak berjalan dengan baik maka akan menimbulkan suatu keadaan yang disebut subinvolusi, dimana uterus gagal untuk mengikuti pola normal involusi atau proses involusi uterus tidak berjalan dengan baik sehingga proses kontraksi uterus terhambat. Penyebab sub involusi uteri yang paling sering adalah tertahannya fragmen plasenta, infeksi, dan perdarahan lanjut (late postpartum haemorrhage), Selain itu ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya subinvolusi uterus salah satunya adalah sisa uri (plasenta), mioma uteri, ibu tidak menyusui bayinya, kurang mobilisasi, terdapat bekuan darah yang tidak keluar, terdapat sisa plasenta dan selaput plasenta dalam uterus, tidak ada kontraksi infeksi tonus otot perineum sudah lemah dan lain sebagainya2.
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya mobilisasi dini1.
3 BAB II
PEMBAHASAN A. Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir berakhir setelah alat- alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas biasanya berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih selama 3 bulan3.
Masa nifas terbagi menjadi beberapa tahapan. Tahapan pertama immediate postpartum yaitu tahapan yang dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
Tahapan kedua earaly postpartum yaitu tahapan yang terjadi setelah 24 jam setelah persalinan sampai akhir minggu pertama. postpartum. Tahapan ketiga late postpartum yaitu tahapan yang terjadi pada minggu kedua sampai minggu keenam setelah persalinan(Azizah and Rosyidah, 2021)4.
Banyak perubahan-perubahan anatomi pada ibu masa nifas, misalnya serviks uteri, vagina, perineum, organ otot panggul, dan uterus. Khususnya untuk uterus akan terjadi proses fisiologi berupa, involusio uteri. Proses involusi uteri dapat dilihat dari penurunan tinggifundus uteri atau TFU, pengeluaran lokhea dan adanya kontraksi uterus5. Jika dua minggu setelah melahirkan uterus belum juga masuk panggul, perlu dicurigai adanya subinvolusi. Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling sering adalah tertahannya fragmen plasenta, infeksi, dan perdarahan lanjut (late postpartum haemorrhage) (Ineke, 2016)6.
B. Anatomi dan Fisiologi Uterus
Uterus merupakan organ yang berdinding tebal, muskular, bentuknya seperti buah pir yang sedikit gepeng ke arah depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri dari otot – otot polos. Ukuran panjangnya 7-7,5cm, lebar di atasnya 5,25cm tebal 2,5cm dan tebal dindingnya 1,25cm. Uterus normal memiliki berat kurang lebih 57 gram.
Uterus terletak di pelvis minor, antara kandung kencing di depan dan rektum di
4 bagian belakang. Di tutupi oleh dua lembar peritonium, yang di sebelah kanan dan kiri membentuk ligamentum latum. Uterus terdiri dari 3 lapisan jaringan yaitu lapisan terluar berupa perimetrium, lapisan tengah miometrium dan lapisan paling dalam adalah endometrium. Miometrium adalah lapisan yang paling tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga yaitu yang disebeah luar longitudinal, yang disebelah dalam sirkuler dan diantara kedua lapisan ini beranyaman7.
Sebagai organ reproduksi, uterus sangat berperan pada berbagai fungsi seperti kehamilan, menstruasi, dan persalinan8.
Gambar 2.1 Anatomi Uterus
Uterus akan membesar pada saat kehamilan akibat peningkatan kadar estrogen dan progesteron pada bulan-bulan pertama. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertropi otot polos uterus, disamping itu serabut- serabut kolagen yang ada menjadi higroskopi akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat mengikuti pertumbuhan janin.
Pada masa Nifas, uterus secara fisiologi juga mengalami proses involusi, pengertian involusi adalah kembalinya uterus pada ukuran, tonus dan 14 posisi
5 sebelum hamil. Adapun mengenai proses terjadinya involusidapat digambarkan sebagai berikut :
• Iskemia, otot uterus berkontraksi dan beretraksi, membatasi aliran darah di dalam uterus.
• Fagositosis, jaringan elastik dan fibrosa yang sangat banyak dipecahkan.
• Autolisis, serabut otot dicerna oleh enzim-enzim proteolitik (lisosim).
• Semua produk sisa masuk ke dalam aliran darah dan dikeluarkan melalui ginjal.
• Lapisan desidua uterus terkikis dalam pengeluaran darah pervaginam dan endometrium yang baru mulai terbentuk dari sekitar 10 hari setelah kelahiran danselesai pada minggu ke 6 pada akhir masa nifas.
• Ukuran uterus berkurang dari 15 cm x 11 cm x 7,5 cm menjadi 7,5 cm x 5 cm x 2,5 cmpada minggu keenam.
• Berat uterus berkurang dari 1000 gram sesaat setelah lahir, menjadi 50- 60 gram pada minggu ke-6.
Waktu Berat Uterus Tinggi Fundus Uteri Bayi baru lahir 1000 gram Setinggi pusat
1 Minggu 750 gram Setengah pusat simphisis 2 Minggu 500 gram Tidak teraba diatas simpisis
6 Minggu 50 gram Normal
8 Minggu 30 gram Normal seperti ibu hamil Tabel 2.1 TFU sesuai masa nifas
• Kecepatan involusi: terjadi penurunan bertahap sebesar 1 cm/hari. Di hari pertama, uteri berada 12 cm di atas simfisis pubis dan pada hari ke- 7 sekitar 5 cm di atas simfisispubis. Pada hari ke-10, uterus hampir tidak dapat dipalpasi atau bahkan tidak terpalpasi.
6 Gambar 2.2 Ilustrasi TFU sesuai masa nifas
• Involusi akan lebih lambat setelah seksio sesaria.
• Involusi akan lebih lambat bila terdapat retensi jaringan plasenta atau bekuan darah terutama jika dikaitkan dengan infeksi (Kemenkes RI, 2018: 38).
Setelah Menopause, uterus pada wanita nulipara maupun multipara, mengalami atrofi dan kembai ke ukuran pada masa predolesen.
C. Definisi Subinvolusi Uteri
Subinvolusi uterus didefinisikan sebagai penutupan fisiologis yang tertunda atau tidak memadai dan peluruhan arteri spiral superfisial di lokasi plasenta (proses involusi normal yang gagal). Dilaporkan pada tahun 1910 untuk pertama kalinya dalam literatur oleh Küster, dan hanya pada tahun 1945 Rutherford dan Hertig menjelaskan temuan klinis dan patologis 'Non-involution of the Placental Bed'9.
D. Epidemiologi Subinvolusi Uteri
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2020 mengenai status kesehatan nasional pada capaian target Sustainable Development Goals
7 (SDGs) menyatakan secara global sekitar 830 wanita meninggal setiap hari karena komplikasi selama kehamilan dan persalinan, dengan tingkat AKI sebanyak 216 per 100.000 kelahiran hidup. Sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah kehamilan, persalinan atau nifas terjadi di negara-negara berkembang. Rasio AKI masih dirasa cukup tinggi sebagaimana ditargetkan menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (Kemenkes RI, 2021)6.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2020 jumlah kasus kematian ibu mencapai 4.627 jiwa. Angka tersebut meningkat 10,25% dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya 4.197 jiwa6. Insidensi subinvolusi uterus yang menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum pada negara maju sekitar 5% dari persalinan sedangkan negara berkembang bisa mencapai 28% dari persalinan dan menjadi masalah utama dalam kematian ibu. Penyebab subinvolusi dan terjadinya perdarahan postpartum terbesar 90% adalah atonia uteri, 7% adalah robekan jalan lahir, dan sisanya karena retensio plasenta serta gangguan pembekuan darah2.
E. Etiologi dan Faktor Risiko SubInvolusio Uteri
Pada beberapa keadaan, terjadi proses involusi uterus tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilannya terlambat. Penyebabnya adalah infeksi endometrium, terdapat sisa plasenta dan selaputnya, terdapat bekuan darah, atau mioma uteri (Manuaba, 2013)10. Involusi uterus yang tidak normal dapat disebabkan oleh ganguan kehamilan seperti hipertensi dalam kehamilan sebesar 254 (31.87%), infeksi sebesar 33 (4.14%), ganguan sistem peredaran darah (jantung, Stroke, dll) sebesar 129 (16,18%) (Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2017)10.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses involusi diantaranya menyusui, mobilisasi dini, status gizi, paritas dan usia :
8
• Menyusui :
Laktasi adalah produksi dan pengeluaran ASI, laktasi ini dapat dipercepat dengan memberiksan rangsangan puting susu (isapan bayi). Pada puting susu terdapat saraf – saraf sensorik yang jika mendapat rangsangan (isapan bayi) maka timbul impuls menuju hipotalamus kemudian disampaikan pda kelenjar hipofisi bagian depan dan belakang. Pada kelenjar hipofisis bagian depan akan mempengaruhi pengeluran hormon prolaktin yang berperan dalam peningkatan produksi ASI, sedangkan kelenjar hipofisis bagian belakang akan mempengaruhi pengeluaran hormon oksitosin yang berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar serta memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi uterus berlangsung lebih cepat.
• Status Gizi :
Pada masa nifas dibutuhkan tambahan energi sebesar 500 kkal per hari, kebutuhan tambahan energi adalah untuk menunjang proses kontraksi uterus pada proses involusi menuju normal. Kekurangan energi pada ibu nifas dapat menyebabkan proses kontraksi tidak maksimal, sehingga involusi uterus terus berjalan lambat.
• Paritas :
Parietas mempengaruhi proses involusi uterus. Parietas pada ibu multipara cenderung menurun kecepatannya dibandingkan ibu primipara karena pada primipara kekuatan kontraksi uterus lebih tinggi dan uterus terasa lebih keras, sedangkan pada multipara kontraksi uterus dan retraksi uterus berlangsung lebih lama begitu juga ukuran uterus pada primiparaataupun multipara memiliki perbedaan sehingga memberikan pengaruh terhadap proses involusi. Setiap kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot – otot rahim selama 9 bulan kemudian. Semakin sering ibu hamil dan melahirkan, semakin dekat jarak kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin terganggu akibatnya uterus tidak akan berkontraksi secara sempurna
9 dan mengakibatkan lamanya proses pemulihan organ reproduksi (involusi) pascasalin.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa parietas ibu mempengaruhi lamanya pengeluaran lokia, semakin tinggi paritas semakin cepat proses pengeluaran lokia. Akan tetapi karena kondisi otot rahim pada ibu bersalin multipara cenderung sudah tidak terlalu kuat maka proses involusi berjalan lebih lambat.
• Usia
Proses involusi uterus sangat dipangaruhi oleh usia ibu yang melahirkan. Usai 20 – 30 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang baik. Hal ini disebakan karena faktor elastisitas dari otot uterus mengingat ibu yang telah berusia 35 tahun lebih elastisitas ototnya berkurang. Pada usia kurang dari 20 tahu elastisitasnya belum maksimal karena organ reproduksi yang belum matang. Sedangkan usia diatas 35 tahun sering terjadi komplikasi saat sebelum dan setelah kelahiran dikarenakan elastisitas otot rahimnya sudah menurun, menyebabkan kontraksi uterus tidak maksimal. Pada ibu yang usianya lebih tua proses involusi banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan lemak.
Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan mengahambat proses involusi uteri.
• Mobilisasi
Faktor mobilisasi dini dapat membantu untuk mempercepat pengembalian rahim ke bentuk semula karena adanya pergerakan yang dilakukan oleh ibu yang membantu untuk memperlancar peredaran darah dan pengeluaran lochea sehingga membantu mempercepat proses involusi uterus10.
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat nafas dalam, dan mestimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal. Dengan mobilisasi dini kotraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan
10 yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi menyempitkan pembuluh darah yang terbuka.
F. Patofisiologi
Kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama, tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah yang menuju ke uterus di dalam perut ibu hamil, karena uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus dapat mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa. Demikian dengan adanya hal-hal tersebut uterus akan mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot –otot uterus mengalami atrofi kembali ke ukuran semula5.
Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun mengakibatkan pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi terus menerus, menyebabkan permasalahan lainnya baik itu infeksi maupun inflamasi pada bagian rahim terkhususnya endromatrium.
Sehingga proses involusi yang mestinya terjadi setelah nifas terganggu karena akibat dari permasalahan di atas3.
Jadi, setelah plasenta dikeluarkan, endometrium harus mengalami regenerasi dan miometrium harus berkontraksi untuk menutup pembuluh darah di tempat implantasi, jika masih ada sisa jaringan plasenta, maka: proses kontraksi terganggu karena miometrium tetap teregang., fibrinoid dan sisa jaringan menyebabkan reaksi inflamasi menghambat proses normal nekrosis dan reepitelisasi endometrium dan risiko infeksi meningkat, memperparah hambatan involusi, perdarahan berlanjut dan menyebabkan → subinvolusi.
11 G. Manifestasi Klinis
Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4-6 minggu pasca nifas10.
• Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen atau pelvis dari yang diperkirakan atau penurunan fundus uteri lambat dan tonus uterus lembek. ‘
• Keluaran lochia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa, lalu kebentuk lochia alba.
• Lochia bisa tetap dalam bentuk rubra dalam waktu beberapa hari postpartum atau lebih dari 2 minggu pasca nifas
• Lochia bisa lebih banyak daripada yang diperkirakan
• Leukore dan lochia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi
• Pucat, pusing, dan tekanan darah rendah
• Bisa terjadi perdarahan postpartum dalam jumlah yang banyak (>500 ml)
• Nadi lemah, gelisah, letih, ektrimitas dingin H. Diagnosis
1. Anamnesis
• Identitas pasien Data pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record, dll.
• Keluhan yang dirasakan ibu saat ini : pengeluaran lochia yang tetap berwarna merah (dalam bentuk rubra dalam beberapa hari postpartum atau lebih dari 2 minggu postpartum adanya leukore an lochia berbau menyengat)
• Riwayat penyakit
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, mioma uteri, riwayat preeklamsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, sisa plasenta.
12
• Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah/sedang menderita hiertensi, penyakit jantung dan preeklamsia, penyakit keturunan hemofilia dan penyakit menular.
• Riwayat obstetric
Riwayat menstruasi meliputi : menarche, lama siklusnya, banyaknya, baunya, keluhan waktu haid.
Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.
• Riwayat perkawinan meliputi : usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai hamil.
2. Pemeriksaan fisik
• Keadaan ibu
• Tanda – tanda vital meliputi: suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan
• Kulit dingin, berkeringat, pucat, kering, hangat, kemerahan
• Payudara Dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum
• Uterus Meliputi: fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya Pada pemeriksaan bimanual subinvolusi uteri ditemukan uterus lebih besar dan lebih lembek daripada seharusnya, mengingat lamanya mas nifas.
• Lochia Meliputi: warna, banyaknya dan baunya
• Perineum Diobservasi untuk melihat apakah ada tanda infeksi dan luka jahitan
• Vulva Dilihat apakah ada edema atau tidak
• Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun / berkurang 3. Pemeriksaan penunjang
• USG
• Radiologi
• Laboratorium ( Hb, golongan darah,eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit, CT, Bleeding time )
• Pemeriksaan patologi jaringan endometrium
13 I. Tatalaksana
Terapi subinvolusi ialah pemberian ergometrin per-oral atau suntikan intramuskular. Pada subinvolusi karena tertinggalnya sisa plasenta, perlu dilakukan kerokan ronggarahim (kuretase). Seringkali, transfusi darah dan unit plasma diperlukan. Terapi yang tepat harus dilakukan ketika subinvolusi ditemukan hanya sebagai tanda dari beberapa patologi local adalah antibiotik pada endometritis, eksplorasi uterus pada produk yang tertahan, pessarium dalam prolaps atau retroversi. Methergine, begitu sering diresepkan untuk meningkatkan proses involusi11.
J. Komplikasi
Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Perdarahan postpartum (PPH) merupakan perdarahan vagina yang lebih dari 24 jam setelah melahirkan. Penyebab utama adalah subinvolusi uterus. Yakni kondisi dimana uterus tidak dapat berkontraksi dan kembali kebentuk awal. Ketika miometrium kehilangan kemampuan untuk berkontraksi, pembuluh rahim mungkin berdarah secara luas dan menyajikan situasi yang mengancam jiwa mengharuskan histerektomi 9,10
K. Prognosis
Prognosisnya dubia ad bonam jika dapat di diagnosis secara dini dan dilakukan penatalaksanaan yang adekuat. Prognosis cepat memburuk jika tidak segera ditangani11
14 BAB III
KESIMPULAN
Setelah melahirkan, tubuh ibu mengalami berbagai perubahan untuk kembali ke kondisi sebelum hamil. Salah satu proses penting yang terjadi adalah involusi uterus, yaitu kembalinya ukuran dan kondisi rahim ke keadaan sebelum kehamilan.
Proses ini melibatkan kontraksi otot rahim, pengurangan jumlah dan ukuran sel otot rahim (bukan penghancuran), serta proses autolisis—di mana protein otot rahim dipecah dan diserap kembali oleh tubuh.
Secara normal, proses involusi berlangsung selama sekitar 6 minggu. Dalam kurun waktu ini, berat uterus yang saat segera setelah melahirkan sekitar 1000 gram akan menurun secara bertahap menjadi sekitar 50-100 gram.
Namun, dalam beberapa kasus, proses ini tidak berjalan dengan normal. Bila terjadi keterlambatan atau gangguan dalam kembalinya rahim ke ukuran normal, kondisi ini disebut subinvolusi uterus. Subinvolusi merupakan penyimpangan dari proses involusi normal dan dapat menjadi indikator adanya komplikasi pascapersalinan, seperti infeksi atau sisa plasenta yang tertinggal.
Subinvolusi uterus merupakan kondisi yang tidak boleh diabaikan karena dapat berujung pada komplikasi serius, seperti perdarahan nifas sekunder dan infeksi.
Mengingat tingginya angka kejadian subinvolusi, khususnya di fasilitas kesehatan dengan keterbatasan sumber daya, maka deteksi dini, evaluasi menyeluruh, dan tatalaksana yang tepat menjadi sangat penting. Penanganan yang cepat dan efektif tidak hanya meningkatkan keselamatan ibu, tetapi juga berperan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu pascapersalinan.
15 DAFTAR PUSTAKA
1. Fahriani M, Ningsih DA, Kurnia A, Mutiara VS. The Process of Uterine Involution with Postpartum Exercise of Maternal Postpartum. J Kebidanan.
2020;10(1):48-53. doi:10.31983/jkb.v10i1.5460
2. Mazidah AN, Mulyaningsih E. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Selama Proses Involusi Uteri Di BPM Ny. Yuni Widaryanti Amd. Keb Desa Sumber Mulyo Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang: Midwifery Care Postpartum During the process of involution uteri In BPM Ny. Yuni Widaryanti Amd.
Keb Desa. J Ilm Kebidanan (Scientific J Midwifery). 2019;1(2):1-8.
https://journal.stikespemkabjombang.ac.id/index.php/jikeb/article/view/63/
62
3. Novfrida Y, Lawarni R, Pusmaika R, Kebidanan A, Tangerang BH.
Hubungan Status Gizi dan Mobilisasi Dini Terhadap Involusi Uteri. Indones
Heal Issue. 2023;2(2):54-62.
https://inhis.pubmedia.id/index.php/inhis/article/view/42
4. Rika A. Pemberian Konseling Pada Ibu Nifas Hari Ke 29-42 Menggunakan Abpk Di Pmb Ernita Kota Pekanbaru Tahun 2022. J Kebidanan Terkini (Current Midwifery Journal). 2023;2:1-6. Downloads/Elza+Fitri.pdf
5. Kustini K. PERBEDAAN PENURUNAN TFU PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS DAN IBU NIFAS POST SC DI RUANG MELATI RSUD Dr.SOEGIRI KABUPATEN LAMONGAN. J Kebidanan. 2018;10(1):11.
doi:10.30736/midpro.v10i1.61
6. Aprilliani R, Magdalena M. Efektivitas Senam Nifas Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri (Tfu) Pada Ibu Postpartum Normal 1-7 Hari Di Puskesmas Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun 2023. SENTRI J Ris Ilm.
2023;2(10):4374-4386. doi:10.55681/sentri.v2i10.1675
7. Febriyani AI. Analisis Faktor Risiko Terhadap Kejadian MIoma Uteri Di RSUD Tugurejo Semarang. Published online 2015:6-21.
8. Britannica E. Sumber: Encyclopedia Britannica , 2019 Gambar 1. Uterus / rahim. Published online 2021.
9. Deae X a D. Subinvolusi Uterus: Laporan Kasus. Bunseki Kagaku (Japan Anal. 2007;56(Icte):143-150.
10. Siti Fatimah. Literature Review: Pengaruh Pijat Oksitosin terhadap Involusi Uterus pada Ibu Postpartum. Indones J Midwifery. 2024;7(1):51-62.
doi:10.35473/ijm.v7i1.3048
11. Dewi I, Soemiarno S, Poerbasari A, Meinarno E. Buku Ajar Obstetri Dan Ginekologi.; 2015.