• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL INVENTARISASI SATWA LIAR DI LOKASI P2EH

N/A
N/A
20@163 Supri Alwin

Academic year: 2023

Membagikan "HASIL INVENTARISASI SATWA LIAR DI LOKASI P2EH"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL INVENTARISASI SATWA LIAR DI LOKASI P2EH

4.1 Pendahuluan

Perlindungan spesies satwa liar merupakan pilar penting dalam perlindungan dan pengelolaan alam dan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya. Keberadaan spesies endemik di suatu cagar alam atau kawasan lain dapat menjadi indikator bahwa perlindungan dan pengelolaan kawasan tersebut berhasil dan lestari. Indonesia dikenal sebagai pembangkit tenaga keanekaragaman hayati. Menurut catatan Pusat Pemantauan Konservasi Dunia, kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia mencakup 3.305 spesies amfibi, burung, mamalia, dan reptil. Dari jumlah tersebut, 31,1% endemik, artinya hanya terjadi di Indonesia. dan 9,9% berisiko. Luas laut Indonesia sekitar 5,8 juta km2, dan keanekaragaman hayatinya mencakup 590 spesies terumbu karang, yang secara bersama-sama merupakan 37% spesies laut dunia dan 30% spesies mangrove. Perlindungan satwa liar dan satwa liar saat ini diatur oleh Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pelaksanaannya mengatur tentang perlindungan satwa dan satwa liar di Indonesia (Hanif 2015).

Keanekaragaman hayati flora dan fauna Indonesia telah menarik perhatian dan kekaguman dari berbagai pemangku kepentingan di Indonesia dan di seluruh dunia. BAPPENAS (2003) mencatat tidak kurang dari 515 spesies mamalia (terbanyak di dunia), 1531 spesies burung (terbanyak ke empat), 270 spesies amfibi (terbanyak ke lima), 600 spesies reptil (terbanyak ke tiga), 1600 spesies kupu-kupu (terbanyak) dan 20.000 spesies tumbuhan berbunga (terbanyak ke tujuh) menghuni habitat-habitat daratan dan perairan di kepulauan Indonesia yang luas ini. Belum lagi spesies invertebrata, ikan, moluska, dan terumbu karang lainnya yang tidak terdokumentasi dengan baik. Undang-Undang Republik Indonesia (RI) No. 41 Tahun 1998 menyatakan bahwa hutan dan isinya (fauna dan tumbuhan) merupakan satu kesatuan ekologis yang tidak dapat dipisahkan oleh karena itu pentingnya menjaga kelestarian ekosistemnya agar tetap terjaga.

(Mellawati et al. 2010).

(2)

Satwa liar adalah semua hewan yang hidup di darat dan/atau di air dan/atau udara dan masih menunjukkan sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya). Keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan dan sumber daya air Indonesia sangat tinggi, beberapa di antaranya endemik, Indonesia termasuk dalam negara super-biodiversity, keanekaragaman hayati Indonesia yang terdiri dari mamalia 515 species (12 % dari jenis mamalia dunia), reptilia 511 species (7,3 % dari jenis reptilia dunia), burung 1.531 jenis ( 17 % dari jenis burung dunia ), ampibi 270 jenis, binatang tidak bertulang belakang 2.827 jenis dan tumbuhan ± 38.000 jenis, diantaranya 1.260 jenis yang bernilai medis (Abdullah 2016).

Metode garis transek adalah metode pengamatan satwa liar melalui pengambilan contoh dengan bentuk unit contoh berupa jalur pengamatan dengan lebar jalur tidak ditentukan, Metode garis transek dilakukan dengan berjalan sepanjang garis transek dan pengamatan dilakukan pada kedua sisi transek, kemudian jarak antara lokasi satwa yang terlihat dengan pengamat ditentukan panjangnya (Soegianto, 1994). Pengamatan satwa dilakukan sebanyak 2 kali untuk setiap transeknya, yaitu pada pagi hari pukul 06.00–10.00 dan sore hari pada pukul 14.00–17.00. Pemilihan waktu ini diambil dengan pertimbangan bahwa puncak aktivitas satwa terjadi pada pagi hari ketika mencari makan dan akan kembali ke sarangnya pada sore hari. Pengamatan dimulai dengan berjalan mengikuti arah jalur atau transek secara perlahan-lahan. Dalam pengamatan, setiap kali ada perjumpaan dengan satwa maka dicatat spesies satwa tersebut (Asrianny et al. 2018).

Tujuan

Tujuan dari Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) yang berjudul

“Inventarisasi Satwa Liar” ini adalah untuk mengidentifikasi satwa liar yang terdapat di KHDTK Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan , Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara dengan metode Line Transects (Garis Transek/Jalur) dan mengidentifikasi satwa liar melalui kemungkinan adanya jejak ataupun kotoran atau feses satwa liar.

(3)
(4)

4.2 Metode Praktik Inventarisasi Satwa Liar 4.4.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan Praktikum Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) yang berjudul

“Inventarisasi Satwa Liar” dilaksanakan pada pagi dan sore hari. Inventarisasi Satwa Liar pagi hari dilaksanakan pada hari Jumat, 07 Juli 2023, pukul 06.00- 08.00 WIB, sedangkan pada sore hari dilaksanakan pada pukul 15.00-17.00 WIB.

Kegiatan ini dilakukan di KHDTK Pondok Buluh yang terletak di Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

4.4.2Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada kegiatan Inventarisasi Satwa Liar adalah teropong, kamera, kompas dan alat tulis. Bahan yang digunakan pada kegiatan Inventarisasi Satwa Liar adalah kawasan KHDTK Pondok Bulu , tally sheet, dan semen putih.

4.4.3 Metode Pengamatan

A. Metode Line Transects (Garis Transek/Jalur)

Salah satu teknik inventarisasi satwaliar secara langsung (dengan melihat obyeknya) adalah dengan metode garis transek/jalur. Metode ini dapat digunakan untuk sensus berbagai jenis satwaliar, seperti: burung (Bibby, 1992), primata dan herbivora besar (Alikodra, 1983). Garis transek merupakan suatu petak contoh, di mana seorang petugas berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap jenis satwaliar yang dilihat, baik jumlah (Z) maupun jaraknya dengan pencatat (D).

Jarak terpendek (perpendicular distance) (Y) adalah jarak antara garis transek dengan posisi satwa liar.

Prosedur kerja:

1. Menentukan arah jalur/garis transek, dengan menentukan titik awal jalur terlebih dahulu. Selama perintisan, hendaknya sering memeriksa kompas untuk menentukan ketepatan arah jalur.

2. Tim pengamat terdiri dari 3 orang, satu orang perintis jalur, satu orang pengamat dan satu orang pencatat.

3. Pengamat dan pencatat berjalan sepanjang jalur contoh dengan mencatat jenis dan jumlah yang terlihat, serta jaraknya terhadap pengamat/pencatat.

4. Menghitung populasi satwaliar pada petak contoh

(5)

4.4 Hasil dan Pembahasan Inventarisasi Satwa Liar

Hasil yang diperoleh dari Praktikum Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) dari kegiatan Inventarisasi Satwa Liar tertera pada Tabel 1 sampai Tabel 2 adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Pengamatan Inventarisasi Satwa Liar Pada Pagi Hari

N

o Lokasi Pengama

tan

Koordinat Jarak Penemuan Satwa Liar Ju

ml ah

Keterang

X Y D an

(Terhadap pencatat)

Y (Jarak terpende

k)

Kelompo

k satwa Jenis

satwa Nama

Lokal/nama ilmiah

Jenis Kelamin 1. Jalur

Portal

98059’

6

2046’5 15 17 Aves Aves Burung Pleci

(Zosterops)

Jantan, Betina 9

Direkam suara 2. Jalur

Portal 98059’

1 2046’9 12 15 Aves Aves Kutilang Perak

(Pycnonotus melanicterus)

Jantan, Betina

4

Direkam suara 3. Jalur

Portal 98058’

6 2045’3 10 7 Aves Aves

Kelelawar (Chiroptera)

Jantan 1

Ditunjuk kan pemandu 4. Jalur

Portal 98058’

5 2045’4 14 12 Aves Aves

Pelatuk (Picus)

Jantan 1

Direkam suara 5. Jalur

Portal 98058’

6 2045’8 10 16 Aves Aves Murai

Batu(Copsychus malabaricus)

Jantan, Betina

12

Direkam suara 6. Jalur

Portal 98058’

3 2045’7 13 10 Mamalia Mam

alia Kera Putih (White collar)

Jantan, Betina

2

Ditunjuk kan pemandu 7. Jalur

Portal 98059’

9 2046’7 16 12 Aves Aves Panca Warna

(Hydrornis guajana)

Jantan, Betina

3

Direkam suara 8. Jalur

Portal

98058’

6

2046’9 7 6 Mamalia Mam

alia Tupai

(Scandentia)

Jantan 2

Ditunjuk kan pemandu 9. Jalur

Portal 98057’

5 2045’2 14 16 Aves Aves Kutilang Mas

(Pycnonotus melanicterus)

Betina 1

Direkam suara 10

. Jalur

Portal 98058’

6 2046’6 13 10 Aves Aves Tekukur

(Streptopelia chinensis)

Jantan, Betina

7

Direkam suara 11

. Jalur

Portal 98059’

7 2046’8 14 11 Aves Aves Siri – Siri (Ixos

virescens)

Jantan, Betina 15

Direkam suara 12

. Jalur

Portal 98057’

5 2046’9 18 16 Aves Aves Elang Rajawali

(Clanga clanga)

Jantan 1

Direkam suara 13

. Jalur

Portal 98057’

6 2045’4 16 12 Aves Aves

Rangkong (Bucerotidae)

Jantan, Betina 6

Direkam suara

Total 64

Perhitungan

a. Indeks shanon – Wienner 1. Burung Pleci (Zosterops)

(6)

H’= -Σ[(ni/N) ln (ni/N)]

= -Σ[(9/64) In (9/64)] = 0,275

2. Kutilang Perak (Pycnonotus melanicterus) H’= -Σ[(4/64) In (4/64)] = 0,172

3. Kelelawar (Chiroptera)

H’= -Σ[(1/64) In (1/64)] = 0,062 4. Pelatuk (Picus)

H’= -Σ[(1/64) In (1/64)] = 0,062 5. Murai Batu (Copsychus malabaricus)

H’= -Σ[(12/64) In (12/64)] = 0,313 6. Kera Putih (White collar)

H’= -Σ[(2/64) In (2/64)] = 0,107 7. Panca Warna (Hydrornis guajana)

H’= -Σ[(3/64) In (3/64)] = 0,141 8. Tupai (Scandentia)

H’= -Σ[(2/64) In (2/64)] = 0,107

9. Kutilang Mas (Pycnonotus melanicterus) H’= -Σ[(1/64) In (1/64)] = 0,062

10. Tekukur (Streptopelia chinensis) H’= -Σ[(7/64) In (7/64)] = 0,241 11. Siri – Siri (Ixos virescens)

H’= -Σ[(15/64) In (15/64)] = 0,339 12. Elang Rajawali (Clanga clanga)

H’= -Σ[(1/64) In (1/64)] = 0,062 13. Rangkong (Bucerotidae)

H’= -Σ[(6/64) In (6/64)] = 0,220 b. Indeks Kemerataan Jenis

1. Burung Pleci (Zosterops) E = H’/ In (s)

= 0,275/ ln (13) = 0,107

2. Kutilang Perak (Pycnonotus melanicterus) E = 0,172/ ln (13) = 0,067

3. Kelelawar (Chiroptera) E = 0,062/ ln (13) = 0,024 4. Pelatuk (Picus)

E = 0,062/ ln (13) = 0,024

5. Murai Batu (Copsychus malabaricus) E = 0,313/ ln (13) = 0,122

(7)

6. Kera Putih (White collar) E = 0,107/ ln (13) = 0,041

7. Panca Warna (Hydrornis guajana) E = 0,141/ ln (13) = 0,054

8. Tupai (Scandentia) E = 0,107/ ln (13) = 0,041

9. Kutilang Mas (Pycnonotus melanicterus) E = 0,062/ ln (13) = 0,024

10.Tekukur (Streptopelia chinensis) E = 0,241/ ln (13) = 0,093 11. Siri – Siri (Ixos virescens) E = 0,339/ ln (13) = 0,132 12. Elang Rajawali (Clanga clanga)

E = 0,062/ ln (13) = 0,024 13. Rangkong (Bucerotidae)

E = 0,220/ ln (13) = 0,085 c. Indeks Kekayaan Jenis (Ri)

Ri = (S-1)/ In (N)

= (13-1)/ ln (64) = 2,885

Tabel 2. Hasil Pengamatan Inventarisasi Satwa Liar Pada Sore Hari

N o

Lokasi Pengama

tan

Koordinat Jarak Penemuan Satwa Liar Ju

mla h

Keterang an

X Y D

(Terhadap pencatat)

Y (Jarak terpende

k)

Kelompok

satwa Jenis

satwa Nama

Lokal/nama ilmiah

Jenis Kelami

n 1. Camping

ground 98058’7 2046’

5 15 17 Aves Aves Rangkong

Klihitan (Bucerotidae)

Jantan, Betina

3 Direkamsuara 2. Camping

ground

98058’5 2045’

4

12 15 Aves Aves Kutilang

Merah (Neochmia

phaeton)

Jantan, Betina

2 Direkamsuara 3. Camping

ground 98058’4 2045’

6 10 7 Aves Aves Punai Tanah

(Chalchopas indica L.)

Jantan

1 Direkamsuara 4. Camping

ground 98058’9 2045’

8 14 12 Reptil Reptil

Ular (Serpentes) Jantan

1 Ditemukan jejak 5. Camping

ground 98058’8 2045’

3 10 16 Aves Aves Janggut

(Alophoixus bres)

Jantan, Betina

2 Direkamsuara 6. Camping

ground 98058’3 2046’

7 13 10 Aves Aves Srigunting

Antena (Pycnonotus

aurigaster)

Jantan, Betina

4 Direkamsuara

Total 13

(8)

Perhitungan

a. Indeks shanon – Wienner

1. Rangkong Klihitan (Bucerotidae) H’= -Σ[(ni/N) ln (ni/N)]

= -Σ[(3/13) In (3/13)] = 0,338 2. Kutilang Merah (Neochmia phaeton)

H’ = -Σ[(2/13) In (2/13)] = 0,287 3. Punai Tanah (Chalchopas indica L.)

H’ = -Σ[(1/13) In (1/13)] = 0,195 4. Ular (Serpentes)

H’ = -Σ[(1/13) In (1/13)] = 0,195 5. Janggut (Alophoixus bres)

H’ = -Σ[(2/13) In (2/13)] = 0,287 6. Srigunting Antena (Pycnonotus aurigaster)

H’ = -Σ[(4/13) In (4/13)] = 0,362 b. Indeks Kemerataan Jenis

1. Rangkong Klihitan (Bucerotidae) E = H’/ In (s)

= 0,338/ ln (13) = 0,131

2. Kutilang Merah (Neochmia phaeton) E = 0,287/ ln (13) = 0,111

3. Punai Tanah (Chalchopas indica L.) E = 0,195/ ln (13) = 0,076

4. Ular (Serpentes)

E = 0,195/ ln (13) = 0,076 5. Janggut (Alophoixus bres)

E = 0,287/ ln (13) = 0,111

6. Srigunting Antena (Pycnonotus aurigaster) E = 0,362/ ln (13) = 0,141

d. Indeks Kekayaan Jenis (Ri) Ri = (S-1)/ In (N)

= (6-1)/ ln (13) = 1,949 Pembahasan

Dalam melakukan kegiatan Inventarisasi Satwa Liar di kawasan Hutan Diklat Pondok Bulu, Kami menggunakan dua metode yaitu metode line transek di

(9)

jalur portal pintu masuk dan metode pengamatan diam di jalur Camping Ground.

Hal ini dilakukan guna untuk mengetahui hubungan antara satwa liar dengan habitatnya yang sangat penting karena dapat digunakan untuk memprediksi dampak perubahan habitat terhadap populasi satwa liar yang berada di kawasan Hutan Diklat Pondok Bulu. Adapun hasil yang diproleh dari pengamatan yang dilakukan di kawasan Hutan Diklat Pondok Bulu dengan metode line transek yang dilakukan di pagi hari pada jalur portal pintu masuk yaitu burung pleci (Zosterops), kutilang perak (Pycnonotus melanicterus), kelelawar (Chiroptera), pelatuk(Picus), murai batu (Copsychus malabaricus), kera putih (White collar), panca warna (Hydrornis guajana), tupai (Scandentia), kutilang mas (Pycnonotus melanicterus), tekukur (Streptopelia chinensis), siri – siri (Ixos virescens), elang rajawali (Clanga clanga), rangkong (Bucerotidae). Sedangkan hasil yang diproleh dengan metode pengamatan diam yang dilakukan di sore hari pada jalur camping ground yaitu rangkong klihitan (Bucerotidae), kutilang merah (Neochmia phaeton), punai tanah (Chalcophas indica L.) ular (Serpentes), janggut (Alophoixus bres) dan srigunting antena (Pycnonotus aurigaster).

Dalam mengamati satwa liar, ada beberapa aspek yang harus dikuasai yaitu aspek morfologi satwa liar, aspek ekologis, aspek ethologis (perilaku hewan). Ketiga aspek tersebut merupakan modal awal dalam melakukan pengamatan satwa liar. Pengenalan ini dapat dilakukan dengan metode langsung, camera trap, dan metode tidak langsung langsung. Metode pengumpulan data dalam melakukan pengamatan satwa liar dilakukan dengan cara menggunakan metode diam dan metode bergerak. Metode bergerak apabila ruang lingkup cenderung sempit dan satwa yang diteliti cenderung diam. Sedangkan metode diam biasanya digunakan apabila ruang lingkup luas dan satwa cenderung bergerak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Albert (2014), bahwa pengamatan satwa sangat berpengaruh atau bergantung pada peluang perjumpaan satwa dengan pengamat. Waktu optimum diperlukan dalam pengamatan satwa guna untuk mengetahui kapan populasi maksimal dan kapan populasi minimal jumlahnya.

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa sedikitnya satwa liar yang berhasil diamati. Hal ini disebabkan karena pengamat yang telalu

(10)

ramai sehingga membuat satwa merasa terganggu dan juga karena perilaku manusia yang banyak memburu satwa liar seperti burung yang membuat keragaman satwa di kawasan tersebut berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh Arief (2014), bahwa manusia melakukan perburuan satwa liar pada dasaenya antara lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehai-hari, tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman ataupun kebudayaan, maka perburuan satwa liar kini juga dilakukan sebagai hobi yang bersifat eksklusif.

Perilaku harian adalah aktivitas yang terarah yang merupakan respon individu terhadap kondisi dan sumber daya lingkungan. Menurut Tanudimadjo (2018), perilaku satwa liar diartikan sebagai ekspresi suatu hewan yang ditimbulkan oleh semua faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku satwa ini disebut rangsangan yang berhubungan erat dengan fisiologisnya.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengamatan, jenis satwa yang paling banyak ditemukan adalah jenis burung. Dimana pada setiap pengamatan di pagi hari dan sore hari selalu ditemukan saat melakukan aktivitas nya. Jumlah burung yang ditemukan dari tiap spesies adalah sebanyak 14 ekor. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syamal (2018), yang menyatakan bahwa pergerakan burung lebih banyak di pagi hari dariapada sore hari karena pada pagi hari jenis-jenis burung memulai aktivitas hariannya, terutama mencari makan. Sedangkan jenis satwa yang ditemukan selain burung yaitu kelelawar (Chiroptera) berjumlah 1 ekor, kera putih (White collar) berjumlah 2 ekor, tupai (Scandentia) berjumlah 2 ekor, punai tanah (Chalcophas indica L.) berjumlah 1 ekor dan ular (Serpentes) berjumlah 1 ekor. Maka kesluruhan jumlah sebanyak 7 ekor.

Menurut Soegianto (2019), keanekaragaman adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya, sehingga dapat digunakan untuk menyatakan struktur suatu komunitas pada habitatnya. Indeks keanekaragaman dapat dihitung dengan menggunakan rumus persamaan indeks Shannon Wienner Adapun hasil perhitungan nilai indeks keanekaragaman metode shanon – Wienner yaitu siri – siri (Ixos virescens) satwa yang paling memiliki nilai paling tinggi dengan besaran 0,339, sedangkan perhitungan di tabel 2, satwa yang memiliki nilai keanekaragaman paling tinggi ialah rangkong klihitan (Bucerotidae) dengan nilai sebesar 0,338. Teruntuk hasil perhitungan indeks

(11)

kemerataan jenis pada tabel 1 satwa yang memproleh nilai paling tinggi yaitu siri – siri (Ixos virescens) dengan nilai sebesar 0,132, sedangkan pada tabel 2 satwa yang memproleh nilai paling tinggi yaitu srigunting antena (Pycnonotus aurigaster) dengan nilai sebesar 0.141.

Keanekaragaman jenis satwa yang diproleh pada hasil pengamatan di tempat dan waktu yang berbeda akan mendapati nilai indeks kekayaan jenis yang berbeda pula seperti di tunjukan pada tabel 1 dan 2. Pada tabel 1, nilai indeks kekayaan jenis yang diproleh yaitu sebesar 2,885, sedangkan pada tabel 2 nilai indeks kekayaan jenis yang diproleh yaitu sebesar 1,949. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soendjoto (2016), bahwa keanekaragaman jenis mempunyai sejumlah komponen yang dapat memberikan reaksi berbeda terhadap faktor geografis, perkembangan atau fisik. Satu komponen utama keanekaragaman dapat disebut sebagai kekayaan jenis dan komponen utama kedua dari keanekaragaman adalah kemerataan.

(12)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Ada beberapa metode pengumpulan data dalam melakukan pengamatan satwa liar diantaranya yang digunakan dalam praktikum ini ialah dengan cara menggunakan metode diam dan metode bergerak.

2. Pada hasil pengamatan di pagi hari dan sore hari ditemukan jenis burung yang berbeda di lokasi yang berbeda pula dengan jumlah kesluruhan sebanyak 14 ekor, sedangkan satwa selain burung dengan jumlah keseluruhan sebanyak 7 ekor.

3. Hasil perhitungan nilai indeks keanekaragaman metode shanon – Wienner pada tabel 1. yaitu Siri – Siri (Ixos virescens) dengan nilai keanekaragaman paling tinggi sebesar 0,339. Sedangkan pada tabel 2. satwa yang memiliki nilai keanekaragaman paling tinggi ialah Rangkong Klihitan (Bucerotidae) dengan nilai sebesar 0,338.

4. Hasil perhitungan indeks kemerataan jenis pada tabel 1 diproleh satwa yang memiliki nilai paling tinggi yaitu siri – siri (Ixos virescens) dengan nilai sebesar 0,132, sedangkan pada tabel 2 satwa yang memproleh nilai paling tinggi yaitu srigunting antena (Pycnonotus aurigaster) dengan nilai sebesar 0.141.

5. Hasil perhitungan indeks kekayaan jenis yang diproleh pada tabel 1 yaitu sebesar 2,885, sedangkan pada tabel 2 nilai indeks kekayaan jenis yang diproleh yaitu sebesar 1,949.

Saran

Sebaiknya pengamatan satwaliar dilakukan menggunakan metode camera trap agar dapat mengidentifikasi perilaku satwa liar yang lebih mendalam.

(13)

Abdullah S. 2016. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perburuan Dan Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi Di Wilayah Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi (Analisis Kasus NO. 644/PID.

SUS/PN. JMB). Legalitas: Jurnal Hukum. 8(2): 48-72.

Asrianny A, Saputra H, Achmad A. 2018. Identifikasi keanekaragaman dan sebaran jenis burung untuk pengembangan ekowisata bird watching di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Perennial. 14(1): 17-23.

Hanif F. 2015. Upaya Perlindungan Satwa Liar Indonesia Melalui Instrumen Hukum dan Perundang-undangan. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia.

2(2): 29-48.

Mellawati J, Fepriadi F, Susilo YSB, Laddade T. 2010. Identifikasi keanekaragaman flora dan fauna Berau Kalimantan Timur pada kegiatan pra survei tapak PLTN. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. 12(2).

Albert WR, Rizaldi, Nurdin J. 2014. Karakteristik Kubangan dan AktivitasBerkubang Babi Hutan (Sus scrofa L.) di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas. Jurnal Biologi, Universitas Andalas, 3(3): 195-201.

Arief H, Rahman A, Mijiarto J. 2015. Studu Kenakeragaman Satwa Liar di Areal Konservasi Pt. Pertamina Talisman Jambi Merang. Jurnal Media Konservasi, 20(1): 69-76.

Syamal FM, Sugeng P, Harianto. 2018. Studi Populasi Burung Bangau Bluwok (Mycteria cinera) di Rawa Pacing Desa Kibang Pacing, Kecamatan Menggala Timur, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 6(2): 1-6.

Tanudimadjo ML. 2018. Analisis Stakeholder dalam Pengembangan Ekowisata Di Taman Nasional Betung Kerihun Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 8(1): 55-61.

Soegianto. 2019. Konservasi Keanekaragaman Hayati Flora dan Fauna Pada Site Plant Pt Polytama Propind. Jurnal Rekayasa, Teknologi, dan Sains, 2(2):

67-109.Destaranti N, Sulistyani, Yani D. 2017.Struktur dan Vegetasi Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Pinus di RPH Kalirajut dan RPH B aturraden Banyumas.Jurnal Scripta Biologica, 3(4): 12.

Soendjoto. 2016. Struktur dan Vegetasi Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Pinus di RPH Kalirajut dan RPH B aturraden Banyumas.Jurnal Scripta Biologica, 3(4): 12.

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu nilai sikap (AB) pada tabel 4.10 sebesar 17,415 sebagaimana dinyatakan perhitungan sebelumnya menunjukkan nilai yang positif (>0) maka dapat dinyatakan

Dari hasil perhitungan pada Tabel 8 diperoleh Simple ROI untuk SIMTU sebesar -9,67 % sehingga nilai Simple ROI yang akan digunakan dalam perhitungan Information Economics adalah

Dari hasil perhitungan yang telah didapat maka diketahui nilai interval sebesar 12 sehingga dapat dilihat distribusi frekuensi nilai pretest kelas kontrol

Ternyata t hitung > t tabel sehingga terdapat hubungan yang positif dan nilai koefisien korelasi antara jarak dan biaya sebesar 0,942.Berdasarkan

memiliki indeks nilai penting paling tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya sebesar 44,49% (Tabel 11) dan jenis Kandelia Candel merupakan mangrove yang memiliki

Sementara berdasarkan perhitungan uji keberartian diperoleh nilai t sebesar 5,00 lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel sebesar 2,021 yang artinya variabel X

Hasil penelitian ditemukan jenis Arthropoda yang teridentifikasi sebagai predator sebanyak 19 spesies, Nilai indeks keanekaragaman sebesar 2,73 yang termasuk dalam

Berdasarkan analisis efisiensi penggunaan sumber daya, IK. 5 menunjukkan efisiensi sebesar 0% dengan nilai efisiensi 0% sebagaimana perhitungan pada Tabel 14..