SKRIPSI
PERBEDAAN KEPERCAYAAN TERHADAP PASANGAN MENIKAH YANG MENJALIN HUBUNGAN
LONG DISTANCE MARRIAGE BERDASARKAN JENIS KELAMIN
DIAJUKAN OLEH :
LUKAS KONDO TANDIALLO 4513091008
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2019
PERBEDAAN KEPERCAYAAN TERHADAP PASANGAN MENIKAH YANG MENJALIN HUBUNGAN
LONG DISTANCE MARRIAGE BERDASARKAN JENIS KELAMIN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
DIAJUKAN OLEH:
LUKAS KONDO 4513091008
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR 2019
PERNYATAAN
Dengan ini saya atas nama Lukas Kondo Tandiallo menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “perbedaan tingkat kepercayaan terhadap pasangan menikah yang menjalin hubungan long distance marriage berdasarkan jenis kelamin” dibuat oleh peneliti yang bersangkutan. Adapun seluruh referensi telah dikutip langsung dari sumber yang sesuai dengan kaidah ilmiah. Begitupun dengan data-data penelitian yang diambil merupakan data asli dari responden tanpa rekayasa.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, saya bertanggung jawab secara moril sebagai insane akademik atas skripsi ini.
Makassar, 21 Maret 2020 Peneliti
Lukas Kondo Tandiallo
PERSEMBAHAN
Skripsi ini
merupakan persembahan istimewa untuk orang yang saya cintai
Terima kasih atas dukungan kebaikan
perhatian dan kebijaksanaan
. Terima kasih karena memberi tahu saya cara hidup
dengan jujur dan bahagia.
MOTTO
“Hidup Itu Bagai Naik Sepeda, Tak Akan Jatuh
Sampai Berhenti Mengayuh”
„Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau bijak dimasa depan.
Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan tuhan-lah yang terlaksana.‟
Amsal 19;20
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha pengasih dan Maha Penyayang, atas limpahan Rahmat dan Karunianya-Nya sehingga penulis dapat merampungkan serta menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Hal ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Hasil kerja keras dalam menyelesaikan skripsi ini, saya mendapatkan banyak pengalaman dan juga pengetahuan serta mengenal banyak orang-orang baru.Penyelesaian skripsi ini saya dedikasikan kepada orang tua yang tidak henti-hentinya memberikan perhatian dan kasih saying, serta perhatian yang berupa moril maupun materil.Begitupun untuk saudara-saudara saya yang selalu memberikan dukungan.Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, kesehatan, dan keberkahan di dunia dan di akhirat atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Hasil kerja keras penyelesaian skripsi inipun saya dedikasikan kepada pembimbing saya yaitu Ibu Sulasmi Sudirman S.Psi., M.A selaku Pembimbing 1 saya dan Ibu Sri Hayati, M.Psi., Psikolog selaku Pembimbing 2 saya yang tidak pernah menyerah ataupun berhenti dalam membimbing dan mengajari saya tentang penulisan skripsi ini, serta selalu memberikan pengetahuan-pengetahuan baru yang membuat pemikiran saya menjadi lebih kritis. Untuk itu saya sangat berterima kasih dan sangat bersyukur memiliki pembimbing yang dapat membuat saya bisa mendapatkan banyak ilmu. Selain itu, ucapan terima kasih saya ucapkan kepada:
1. Kedua orang tua dan saudara-saudari kandung saya, yang tidak henti memberikan support dan doa kepada penulis dalam hal apapun sehingga mampu menyelesaikan penelitian yang telah dikerjakan oleh peneliti.
2. Kepada bapak Musawwir, S.Psi., M.Pd, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Bosowa sekaligus pembimbing akademik yang tidak hentinya memberikan masukan untuk saya menjadi lebih baik dan semangat dengan caranya yang tidak biasa. Sehat selalu pak.
3. Ibu Titin Florentina, S.Psi., M.Psi., Psikologi selaku ketua Prodi Fakultas Psikologi Universitas Bosowa yang selalu mengingatkan peneliti dalam menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai mahasiswa. Sehat selalu ibu.
4. Untuk dosen-dosenku yang saya cintai Bapak A. Budhy Rakhmat, S.Psi., M.Psi., Psikolog, Ibu Patmawaty Taibe, S.Psi., M.A., M.Sc, , S.Psi., M.A, Ibu Minarni, S.Psi., M.A., Pak Syahrul Alim, S.Psi., M.A, ibu Syawaliah Gismin., M.Psi., Psikolog, pak Arie Gunawan M.Psi., Psikolog dan ibu Hasniar AR., S.Psi., M.Si terima kasih banyak telah memberikan ilmu dan pengalaman-pengalaman yang sangat berharga dan tidak ternilai bagi saya. Tanpa dukungan dan pembelajaran semua dosen Fakultas Psikologi Universitas Bosowa yang diberikan, saya tidak mampu dan tidak berhak menyandang gelar Sarjana Psikologi ini. Semoga sehat selalu Ibu dan Bapak dosen.
5. Buat Bapak Jufri, Kak Indah, Ibu Ira, Ibu Jerni, dan terkhusus letting Wulandari terima kasih atas bantuan-bantuan yang selalu diberikan kepada penulis. Dan waktu yang selalu diluangkan dari segala kesibukan untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga selalu diberikan keberkahan dan kesehatan.
6. Buat sahabat saya Lenni S.psi, Agnes marioga Tandiboro S.Psi, Martha Djara Mira yang tidak henti-henti memberikan dukungan dan masukan, terima kasih atas segala kebersamaan, kebahagiaan, kesedihan, yang sudah dialami bersama-sama penulis. Kalian adalah saudari terbaikku.
7. Buat sahabat “ Geng The Brother” Andi Muhammad tofan, fardi davidzon, mabrur nandar pratama, accing. Terima kasih sudah selalu mengingatkan saya dalam mengerjakan tugas-tugas, membantu menyebar skala penelitian saya sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
8. Untuk sahabat terbaruku yang juga ikut berperan dalam memberikan masukan dalam penyusunan skripsi yakni Muhammad fadlan, Rafsanjani, wahyu. Terima kasih suda menjadi teman sekaligus saudara bagi saya.
9. Buat 13orfomology yang dari awal bersama memasuki dunia baru yang sangat luas demi mencapai tujuan masing-masing. Mulai mengenal satu sama lain, melakukan kegiatan bersama dan menyelesaikan akademik walaupun waktunya berbeda-beda. Terima kasih buat semua pengalamannya, jangan sampai apa yang kita bangun berakhir. Tetap menjaga silaturahmi. Semangat.
10. Teruntuk kakak-kakak mulai angkatan ,2010,2011, dan 2012 yang saya tidak bisa sebutkan namanya satu persatu, terima kasih banyak bantuannya dari awal masuk kampus sampai dengan sekarang. Semoga sukses dengan apa yang dikerjakan dan tidak melupakan adik-adik yang ada dikampus.
11. Teruntuk adik-adik angkatan 2014, dan 2015 yang telah memberikan informasi terkait dengan penyusunan proposal hingga skripsi terima kasih.
Semoga kalian banyak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman selama di kampus.
12.Buat teman-teman yang bahkan saya tidak kenal tetapi tetap dengan baiknya membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih.
Bantuan kalian sangat besar dalam pencapaian saya di bidang akademik ini.
Akhirnya, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak dan apabila ada yang tidak tersebutkan penulis mohon maaf.Besar harapan penulis semoga skripsi yang ditulis ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.Dan untuk orang-orang baik yang bersedia membantu apapun dan kapanpun untuk kesuksesan skripsi ini, semoga segala amal dan kebaikannya mendapat balasan yang lberlimpah dari Allah SWT, Amin.
Makassar, 21 Maret 2020 Penulis
Lukas Kondo Tandiallo
ABSTRAK
PERBEDAAN KEPERCAYAAN TERHADAP PASANGAN MENIKAH YANG MENJALIN HUBUNGAN LONG DISTANCE MERRIAGE
BERDASARKAN JENIS KELAMIN
LUKAS KONDO TANDIALLO 4513091008
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BOSOWA [email protected]
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan tingkat kepercayaan terhadap pasangan menikah yang menjalin hubungan long distance marriage berdasarkan jenis kelamin. Penelitian dilakukan kepada 300 subjek yakni 150 subjek yang berjenis kelamin laki-laki dan 150 untuk subjek yang berjenis kelamin perempuan. Skala tingkat kepercayaan terhadap pasangan menikah yang menjalin hubungan long distance marriage berdasarkan jenis kelamin, di buat sendiri oleh peneliti yang berlandasan pada pandangan Rempel, J., Holmes (1985) mengenai tingkat kepercayaan yang terdiri dari tiga aspek yaitu prediktabilitas, ketergantungan, keyakinan. Data dianalisis dengan bantuan Software Statistical Product And Service Selution (SPSS) dan LISREL (Linier Structural Relations). Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa tingkat kepercayaan terhadap pasangan menikah yang menjalin hubungan long distance marriage berdasarkan jenis kelamin termasuk dalam kategori sedang dengan maksud bahwa sebagai individu yang berperan baik dalam menjalin hubungan, tidak mengacu pada hal yang mengara negatif dalam hubungannya. Individu mampu menyesuaikan situasi dan kondisi dengan pasangannya walaupun dengan jarak yang jauh, baik itu sifat, karakter dan perilaku pada pasangan sehingga mampu menjaga hubungannya dengan baik.
Kata Kunci : Perbedaaan, Tingkat Kepercayaan, Pasangan Yang Menjalin Long Distance Merriage
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL --- HALAMAN PENGESAHAN --- HALAMAN PERNYATAAN --- PERSEMBAHAN --- MOTTO --- DAFTAR ISI --- DAFTAR LAMPIRAN --- BAB I PENDAHULUAN ---
A. Latar Belakang --- 1
B. Rumusan Masalah --- 12
C. Tujuan Penelitian--- 12
D. Manfaat Penelitian --- 12
1. Manfaat teoritis --- 12
2. Manfaat praktis --- 12
BAB II LANDASAN TEORI --- A. KEPERCAYAAN --- 13
a. Defenisi Kepercayaan --- 13
b. Aspek-Aspek kepercayaan --- 16
c. Prinsip-prinsip Kepercayaan--- 17
B. PERNIKAHAN --- 18
a. Defenisi Pernikahan --- 18
b. Usia Pernikahan --- 20
c. Alasan Menikah --- 24
d. Tujuan Pernikahan --- 25
e. Prinsip-Prinsip pernikahan --- 27
f. Pernikahan dalam tinjauan teori perkembangan --- 28
g. Perbedaan tingkat kepercayaan pasangan menikah yang menjalin hubungan jarak jauh berdasarkan jenis kelamin --- 31
h. Kerangka pikir --- 35
i. Hipotesis Penelitian --- 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian --- 39
B. Variabel Penelitian --- 39
C. Populasi dan Sampel --- 39
D. Defenisi Variabel --- 41
E. Teknik pengumpulan data --- 42
F. Teknik uji instrumen penelitian --- 43
G. Teknik analisis data --- 45
H. Uji Hipotesis --- 46
I. Jadwal penelitian --- 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Data --- 53
B. Demografi Responden --- 56
1. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin --- 57
2. Distribusi Berdasarkan Usia --- 59
3. Distribusi Berdasarkan Usia Pernikahan --- 61
4. Distribusi Berdasarkan Usia Long Distance Marriage --- 63
C. Gambaran Tingkat Kepercayaan LDM Berdasarkan Aspek --- 64
D. Hasil Analisis Uji Hipotesis --- 67
E. Pembahasan --- 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan --- 77
B. Saran--- 78
DAFTAR PUSTAKA --- 80
LAMPIRAN --- 84
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue print skala kepercayaan ... 44
Tabel 3.2 Blue print skala kepercayaan setelah uji coba ... 47
Tabel 3.3 Jumla SME ... 48
Tabel 3.4 Nilai tingkat reliabilitas ... 49
Tabel 3.5 Tabel uji normalitas ... 50
Tabel 3.6 Uji homogenitas ... 52
Tabel 3.7 rancangan jadwal penelitian ... 53
Tabel 4.1 Hasil analisis deskriptif ... 54
Tabel 4.2 Norma kategorisasi penelitian ... 55
Tabel 4.3 Berdasarkan frekuensi kategori pada tingkat kepercayaan ... 56
Tabel 4.4 Frekuensi responden jenis kelamin ... 58
Tabel 4.5 Frekuensi responden berdasarkan usia LDM ... 64
Tabel 4.6 hasil uji asumsi kepercayaan ... 68
Tabel 4.7 hasil uji hipotesis tingkat kepercayaan ... 70
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Diagram kategori perbedaan kepercayaan ... 57
Gambar 4.2 Diagram kategori kepercayaan berdasarkan JK ... 59
Gambar 4.3 Diagram kategori berdasarkan usia ... 61
Gambar 4.4 Diagram kategori berdasarkan usia pernikahan ... 63
Gambar 4.5 Diagram kategori berdasarkan usia LDM ... 65
Gambar 4.6 Diagram kategori tingkat kepercayaan ... 67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 blue print ... 84
Lampiran 2 skala ... 87
Lampiran 3 hasil uji validitas tampang ... 93
Lampiran 4 hasil uji validitas konstrak ... 95
Lampiran 5 hasil uji reliabilitas skala kepercayaan ... 100
Lampiran 6 tabulasi data ... 102
Lampiran 7 Riwayat hidup penulis ... 147
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi pada zaman sekarang ini telah membuat kebanyakan orang berusaha mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik demi kelangsungan hidup hingga di masa yang akan datang. Adanya kondisi tersebut dapat menyebabkan hubungan romantik antar pasangan ini harus dihadapkan dengan masalah perpisahan baik secara fisik, jarak, waktu maupun letak yang berjauhan yang kerap sekali sering memiliki hambatan dalam berkomunikasi karena sulitnya menjangkau komunikasi yang cukup jauh. Kondisi ini membuat hubungan jarak jauh kemungkinan besar akan mengalami konflik, yang mengakibatkan menurunnya kepercayaan seseorang (Rempel, 1985).
Bekerja untuk mencari rezeki biasanya dilakukan oleh salah satu pasangan dan umumnya dikerjakan oleh suami sebagai kepala keluarga yang menafkahi istri dan anak-anaknya. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi istri untuk bekerja membantu pendapatan suami agar kebutuhan rumah tangganya dapat terpenuhi. Memilih pekerjaan yang sesuai dengan kondisi ekonomi dan kondisi keluarga N tidaklah mudah.
Salah satunya karena alasan sulitnya lapangan pekerjaan yang tersedia.
Belakangan ini semakin banyak pasangan suami istri yang tinggal terpisah dan harus menjalani pernikahan jarak jauh karena alasan pekerjaan (Rempel, 1985).
Pernikahan merupakan momen penting dan sakral bagi seluruh pasangan pria dan wanita. Tanpa adanya sebuah pernikahan tentu tidak
akan tercipta sebuah keluarga dan tidak akan mampu melahirkan keturunan-keturunan baru. Pernikahan diartikan sebagai komitmen yang sah antara dua orang untuk saling berbagi keintiman baik secara fisik maupun emosi, berbagi tugas, dan berbagi sumber penghasilan.
Pasangan yang memutuskan untuk menikah pasti memiliki harapan dan tujuan yang ingin dicapainya. Selain untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan memperoleh keturunan, tujuan lainnya yaitu untuk menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal dan memperbesar rasa tanggung jawab (Andjariah, S, 2005).
Undang-Undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, menjelaskan bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, pernikahan memerlukan adanya persamaan visi dan misi antara pasangan agar dapat mencapai tujuan pernikahan (Walgito, 2017).
Dalam hal ini, upaya dalam mempertahankan keutuhan hubungan pasangan suami istri merupakan suatu hal yang sakral serta menjadi dambaan dan harapan hampir setiap orang yang berkeinginan untuk membentuk sebuah rumah tangga dan keluarga yang bahagia dengan orang yang dicintainya (Dariyo, 2011).
Andjariah, S. (2005) pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna perkawinan berbeda-beda, tetapi praktek-prakteknya perkawinan dihampir semua kebudayaan cenderung sama perkawinan menunujukkan
pada suatu peristiwa saat sepasang calon suami-istri dipertemukan secara formal dihadapan ketua agama, para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi dengan upacara dan ritual-ritual tertentu.
Permasalahan yang ada dalam sebuah pernikahan merupakan hal yang biasa, seperti halnya pada pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh yang mana banyak hal dapat menyebabkan terjadinya permasalahan, salah satunya disebabkan karena tidak mampu mewujudkan kepuasan dalam pernikahan dalam segala aspek, seperti tidak terpenuhinya kebutuhan materil dan kebutuhan seksual pasangan hal ini selaras dengan hasil penelitin yang dilaksanakan oleh Kusumowardhani (2012) yang 3 menyatakan bahwa pasangan yang berhubungan jarak jauh mendapatkan kepuasan dalam aspek psikologis dan materil namun merasa kurang pada hal kebutuhan seksual.
Dalam menjalani hubungan jarak jauh, pasangan tidak selalu dapat bertemu dan melakukan kontak fisik sesering yang individu inginkan, sehingga menyebabkan individu jarang melalukan aktivitas bersama- sama, dan jarang dapat mengungkapkan ekspresi non-verbal. Rasa setia terhadap pasangan menjadi lebih sulit untuk diungkapkan, dimana individu tidak bisa melihat pasangan secara fisik dan tidak tahu keseharian pasangannya. Sulitnya pasangan untuk bertemu ketika saling membutuhkan, dapat mempengaruhi hubungan pasangan dan mengakibatkan pasangan sulit untuk saling mempertahankan hubungan.
Hal tersebut sudah menjadi suatu masalah. Perasaan cemas, khawatir,
curiga, kangen, kesepian dan kecemburuan dirasakan oleh wanita yang menjalani hubungan jarak jauh.
Pada awal pernikahan biasanya masing-masing pihak mengharapkan secara berlebihan mengenai tampilannya sikap dan tindakan yang ideal dari pasangannya. Namun kenyataannya, hal tersebut hampir tidak pernah terjadi, karena biasanya masing-masing pihak pada suatu saat akan menunjukkan beberapa sikap, tindakan, dan ucapan yang tidak disenangi atau tidak disetujui oleh pasangan. Pasangan-pasangan yang awet biasanya menerima kenyataan ini secara realistis yang disadari kesadaraan, kesediaan, dan pengalaman orang lain. Seperti yang di kemukakan oleh luhman (1979) kepercayaan dapat membantu kita memahami banyak hal lain, artinya kepercayaan saya kepada orang lain tergantung pada hubungan individu.
Pihak yang dipercaya memiliki insentif untuk dapat dipercaya, insentif yang didasarkan pada nilai dapat mempertahankan hubungan ke masa depan. Artinya, jika seseorang mempercayai orang lain, maka berarti bahwa Anda memiliki minat dalam memenuhi kepercayaan orang tersebut. Kenyataan inilah yang membuat kepercayaan lebih dari sekadar harapan tentang perilaku individu. Secara lebih umum, pada dasarnya mereka yang memiliki hubungan berkelanjutan yang di percayai. Selain itu, semakin kaya hubungan berkelanjutan dan semakin berharga bagi kita, semakin dapat dipercaya kita cenderung berada dalam hubungan itu (Luhmann, N. 1979).
Fahturochman (2010). Mencatat bahwa kepercayaan adalah hal penting dalam kehidupan sosial untuk saling bekerjasama dengan orang
lain atau seperti kedekatan hubungan personal yang merupakan bagian dari membentuk kehidupan yang baik. Kepercayaan merupakan kemampuan untuk memberikan penilaian yang cukup untuk memperlihatkan tindakan orang lain. Tentu saja, orang-orang akan memasukkan faktor internal dan eksternal mereka dalam memberikan penilaian terhadap yang diperlihatkan. Faktor internal merupakan kesanggupan dan keyakinan memberikan kepercayaan kepada orang lain. Faktor eksternal memasukkan kualitas internal orang lain dalam satu huungan. Hal ini berhubungan pada pengambilan keuntungan dalam satu hubungan.
Gagasan akal sehat ini yang memelihara kepercayaan membutuhkan lingkungan tanpa ketidakpastian sosial dimiliki oleh banyak orang seperti pemahaman umum lainnya bahwa kepercayaan memainkan peran sebagai pelicin hubungan sosial. Dalam memperoleh kepercayaan dari individu sebagai salah satu bentuk untuk membangun komitmen dalam hubungan adalah percaya sebagai minat percaya akan kepentingan untuk mengambil kesimpulan yang relevan secara serius. Fahturohman (2018) mengatakan Kurangnya kepercayaan individu terhadap seseorang dapat menghasilkan limbah atau masalah, serta membuat kehidupan menjadi sulit.
Dalam relasi menjalin hubungan, sifat wanita lebih emosional dibandingkan dengan pria. Wanita memberikan respon-respon yang lebih kuat dan lebih emosional terhadap masalah yang dihadapi. Kartono (dalam Devito, 1997), menyatakan bahwa dibandingkan laki-laki wanita lebih banyak menunjukkan tanda-tanda emosional. Hal ini terlihat bahwa
wanita lebih cepat bereaksi dengan hati yang penuh ketegangan, lebih cepat berkecil hati, bingung, takut, cemas, dan curiga (Devito, 1997).
Kurangnya kepercayaan didalam hubungan dapat berdampak bagi individu yang menjalin hubungan jarak jauh. Komunikasi yang terjalin dengan apik antara pasangan pria dan wanita, akan menghasilkan kekompakan, saling pengertian dan hubungan lebih terjalin harmonis dalam suatu hubungan. Berbeda dengan orang yang tidak pernah menjaga hubungan atau bahkan tidak berkomunikasi secara interpersonal dengan orang di lingkungannya. Seperti yang dikemukakan oleh (Supratman 2016 ) dimana seorang individu yang memiliki keluarga yang harmonis lebih bersifat baik, karena sebagian besar dari dalam dirinya ingin di perhatikan oleh orang lain. Kurangnya kepercayaan dari individu yang menjalin hubungan jarak jauh dapat berdampak dalam hubungannya.
Salah satu dampaknya dalam hubungan yaitu dampak psikologis.
dampak psikologis yang terjadi pada pasangan yang menikah berdasarkan hasil wawancara awal yang di lakukan oleh peneliti yaitu subjek merasa kepikiran yang berlebihan kemudian subjek merasa sepi akan lingkungannya kemudian subjek merasa cemas dan depresi. Subjek mengatakan bahwa kondisi long distance marriage juga menunda kehamilan bagi mereka dan di sisi lain subjek harus menghadapi hari-hari berat tanpa ada tempat berkeluh kesah. Kecemasan merupakan rasa khawatir, cemas juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu (Gunarsa, 2008).
Berdasarkan fenomena dan hasil wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti pada 5 individu yang menjalin hubungan jarak jauh subjek pertama mengatakan bahwa dalam menjalin hubungan jarak jauh sangatla tidak gampang mereka harus memberikan kabar satu dengan yang lainnya, subjek merasa cemas dan khawatir dengan keadaan suaminya hal ini dapat berdampak pada diri individu seperti tidak fokus dengan pekerjaan karena pikiran. Subjek kedua mengatakan bahwa kadang dia merasa khawatir tentang keadaan suaminya disana seperti siapa yang akan memberikan makan dan sebagainya, kemudian subjek mengatakan bahwa tingkat kepercayaannya mencapai 100% dengan alasan telah menikah, namun di balik itu suami dari subjek memiliki kepercayaan yang menurun dengan alasan suami subjek melihat kilas balik sebelumnya, di mana subjek sering bepergian tanpa memberikan kabar.
Selanjutnya subjek ketiga mengatakan bahwa subjek sangat sulit untuk percaya dengan suaminya dengan alasan jarak dan beberapa masalah yang muncul sebelumnya di dalam hubungan mereka, namun karena rasa sayang yang besar kepada suami subjek berusaha untuk mempercayai suaminya, subjek juga mengatakan bahwa sudah sering terjadi konflik dalam hubungannya, suaminya sering menuduh istrinya melakukan tindakan yang tidak seharusnya terjadi. Suami subjek sering mencurigai subjek seperti keluar malam bersama dengan laki-laki lain, alasan suami subjek mengatakan hal tersebut karena adanya bukti yang dia ketahui seperti cerita subjek di salah satu media akun sosialnya.
pada pasangan adalah salah satu bentuk yang dapat menjaga hubungan
dengan pasangan mereka. Selanjutnya 2 subjek laki-laki dari hasil wawancara mengatakan bahwa mau tidak mau mereka harus mempercayai sepenuhnya dengan istrinya, mereka menjawab dengan jawaban yang sama, dimana mereka sangat percaya dengan istrinya namun LDM. Walaupun mereka tidak tahu apa yang dilakukan oleh oleh pasangannya di sana. Subjek mengatakan tingkat kepercayaan suami lebih besar kepada istrinya karena mereka harus mencukupi kebutuhan istri dan anak-anaknya sehingga tidak kepikiran untuk melakukan hal yang tidak seharusnya di lakukan, kemudian satu subjek mengatakan bahwa subjek kadang merasa gelisa akan kondisi istrinya dimana istri dari subjek sering sakit-sakitan sehingga subjek gelisa akan keadaan istrinya.
Dari hasil wawancara tersebut peneliti memberikan kesimpulan dimana kepercayaan dalam menjalin hubungan jarak jauh sangatla penting, individu yang menjalin hubungan jarak jauh mereka sangat mengalami kekhawatiran hingga cemas dengan pasangannya karena jarak. Namun, pengalaman buruk di masa lalu juga memicu kurangnya kepercayaan pada individu. Hal ini dapat berdampak bagi mereka seperti mereka tidak fokus dengan keadaanya dalam bekerja setiap waktu memikirkan pasangannya karena khawatir soal kesehatan dan kondisi.
Kemudian dampak yang timbul selain itu adalah terjadinya konflik dalam hubungan karena kurangnya kepercayaan masing-masing. Setiap individu sangat mengharapkan yang terbaik dalam hubungannya namun karena jarak dan alasan pekerjaan mereka harus terpisah dan tidak tinggal dengan seatap.
Long distance marriage menggambarkan tentang situasi pasangan yang berpisah secara fisik, salah satu mungkin pasangan harus pergi ke tempat lain demi suatu kepentingan atau suatu alasan. Keadaan berpisah bedah tempat dengan pasangan ini dapat menyebabkan individu mengalami berbagai kondisi psikologis yang di rasakan seperti stres karena terlalu banyak berfikir, sangat merasakan kesepian, cemas, kemudian cenderung emosi yang kurang stabil dan ragu terhadap pasangannya (Santrock 2002).
Kondisi seseorang yang menjalani hubungan jarak jauh ini terbilang tidak mudah terutama kaum wanita. Beberapa penelitian tentang LDM menyebutkan, bahwa hubungan semacam ini sebenarnya bisa memberikan dampak negatif terhadap kondisi psikologis seseorang.
Beberapa hasil penelitian menyebutkan, hubungan LDM sangat rawan akan konflik, serta dapat memicu stress baik secara biologis maupun psikologis. LDM juga menimbulkan kecemasan yang tinggi pada individu yang menjalaninya, yang terbukti dapat mengurangi kepuasan seksual yang berdampak pada keharmonisan hubungan (Arnett, 2006).
Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Maines (“Marriage and Family Encyclopedia,” 2009) yang menyatakan bahwa dalam perkawinan jarak jauh atau commuter marriage, trust dan komitmen cenderung dinilai tinggi bagi pasangan hubungan pernikahan jarak jauh. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Rempel dkk (1985) yang menyatakan bahwa keyakinan termasuk aspek yang paling penting untuk membangun sebuah kepercayaan pasangan dalam pengambilan resiko untuk keputusan bersama-sama dan membangun hubungan yang mendalam.
Berdasarkan Penelitian pernikahan jarak jauh juga dilakukan oleh Amanah (2014) tentang Trust pada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter marriage Tipe Adjusting dengan Usia Pernikahan 0-5 tahun.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan sebanyak 86% pasutri commuter marriage memiliki trustyang tinggi, sedangkan 14% pasangan lainnya memiliki trust sedang. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh pasangan commuter marriage tipe adusting yakin bahwa istri dan suaminya akan memunculkan perilaku positif seperti bisa diandalkan, peduli, dan tanggap akan kebutuhannya baik sekarang maupun di masa depan. Meskipun pasangan ini pernah mengalami kejadian-kejadian yang menurunkan trust-nya, tetapi mereka mampu menegosiasikannya dengan cara memperbaiki frekuensi dan kualitas komunikasi, saling instrospeksi diri, dan memahami satu sama lain. Tinggal terpisah dengan pasangannya tidak membatasi pasangan commuter marriage tipe adjustingini untuk tetap merespon positif, peduli dan tanggap akan pasangannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Made Ayu Yuli Pratiwi (2011), bahwa keempat subjek merupakan wanita dewasa awal yang mampu menjalin hubungan relasi dengan lawan jenis dan berhasil mempertahankan kepercayaan, komitmen dalam hubungan mereka walaupun harus menjalani hubungan jarak jauh. Keempat subjek telah memenuhi aspek-aspek komitmen berupa satisfaction (kepuasan), quality of alternatives (perbandingan pasangan dengan alternatif lain diluar hubungan) dan insvestment size (investasi yang tidak dikeluarkan dalam hubungan). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga komponen
trust muncul pada ketiga partisipan. Ketiga partisipan sama-sama memiliki keyakinan serta perilaku yang mencerminkan trust masing- masing terhadap suami, namun juga terdapat beberapa keyakinan dan perilaku yang berbeda. Penyebab munculnya keyakinan dan perilaku pada tiap partisipan juga bervariasi. Keyakinan yang dimiliki terhadap pasangan ini berperan dalam memperkuat hubungan pernikahan, khususnya dalam pernikahan jarak jauh. Hal ini membuktikan bahwa ketiga partisipan tersebut berhasil menjalani pacaran jarak jauh sampai ke jenjang pernikahan, dan setelah menikah ketiga partisipan pun juga mengalami pernikahan jarak jauh yang didasari oleh keyakinan masing- masing diri individu.
Dari beberapa penelitian dan penjelasan yang telah dipaparkan diatas terkait dengan kepercayaan pada pasangan menikah dan menjalin hubungan jarak jauh dapat di simpulkan bahwa kepercayaan merupakan salah satu hal yang sangat membantu pasangan dalam menjalin hubungan jarak jauh bagi individu. Hanya saja, dari penelusuran literature yang sudah dilakukan oleh peneliti, belum ada yang melakukan penelitian tentang perbedaan kepercayaan terhadap pasangan menikah yang menjalin hubungan jarak jauh. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Perbedaan Kepercayaan Terhadap Pasangan Menikah Yang Menjalin Hubungan long distance marriage Berdasarkan Jenis Kelamin.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil uraian latar belakang di atas telah dikemukakan, maka rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu apakah terdapat perbedaan kepercayaan terhadap pasangan menikah yang menjalin hubungan Long Distance merriage?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan kepercayaan terhadap pasangan menika yang menjalin Long Distance marriage berdasarkan jenis kelamin?.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis sebagaimana berikut ini:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk penelitian-penelitian terutama pada pasangan- pasangan yang harus menjalani hubungan jarak jauh. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan dan ilmu psikologi.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pasangan menikah yang sedang menjalani hubungan jarak jauh serta bagaimana bentuk komunikasi yang baik dengan pasangannya sehingga dapat bertahan dengan lama.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kepercayaan
1. Defenisi kepercayaan
Rempel, dkk (1985) menyatakan bahwa trust merupakan sebuah keyakinan, kepedulian terhadap pasangan dan kekuatan suatu hubungan.
Keyakinan ini tidak hanya mencerminkan penilaian intelektual dari kemungkinan bahwa pasangan akan bertindak seperti yang diharapkan, tetapi juga pengalaman emosional dan jaminan pada perilaku dan motif pasangan.
Kepercayaan membutuhkan kemauan untuk menempatkan diri dalam posisi berisiko dan kepercayaan itu tidak mungkin muncul di awal suatu hubungan karena akan ada sedikit dasar dalam pengalaman masa lalu untuk perkembangannya. Di luar bidang khusus hubungan dekat, Rotter (1980), (dalam Rempel dkk, 1985) telah menganggap kepercayaan sebagai variabel kepribadian individu. Dia mendefinisikan kepercayaan sebagai "harapan umum yang dimiliki oleh seseorang bahwa kata, janji, atau pernyataan dari individu lain dapat diandalkan.
Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang- orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai Moorman (dalam baron, 2005).
Kepercayaan merupakan salah satu modal sosial yang sangat penting dalam membangun relasi sosial. Banyak ahli telah melakukan penelitian dan kemudian mengemukakan pendapat mengenai kepercayaan.
Kepercayaan bergantung pada tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan tertentu yang penting baginya meskipun ia tidak memiliki kemampuan untuk memantau atau mengendalikan pihak lain mayer dan schoorman (dalam faturochman, 2017).
Kepercayaan adalah wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perilaku yang baik dari orang lain. Kepercayaan konsumen didefinisikan sebagai kesediaan satu pihak untuk menerima resiko dari tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan penting untuk pihak yang mempercayainya, terlepas dari kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan tindakan pihak yang dipercaya Mayer et al, (dalam baron, 2005).
Kepercayaan antar pasangan (Mate Trust) adalah perasaan saling percaya tanpa menaruh kecurigaan akan membantu tercapainya tujuan komunikasi, pernyataan, pendapat, atau komitmen pasangan yang secara meyakinkan dapat dipercaya dan diandalkan, dapat membuat kedua pihak lebih tenag dalam menjalankan aktivitas mereka masing-masing untuk lebih solid membangun rumah tangga (Rusydi,2007).
Sadarjoen (dalam Rusydi, 2007), menyatakan bahwa kepercayaan antar pasangan merupakan hal utama dalam keintiman dan kepekaan
sangat mendasar pada sejauh mana kejujuran yang mendasari relasi antar kedua pasangan.
Kepercayaan interpersonal suatu dimensi yang mendasari gaya kelekatan yang melibatkan keyakinan bahwa orang dapat dipercaya, dapat diharapkan, dan dapat diandalkan atau lawannya, yaitu keyakinan bahwa orang lain tidak dapat dipercaya, tidak dapat diharapkan, dan tidak dapat di andalkan (Baron, 2005).
Kepercayaan antarpribadi merupakan ekspentansi umum yang dipegang individu bahwa kata-kata, janji, pernyataan lisan, atau tulisan individu kelompok individu lain dapat diandalkan. Kepercayaan tidak mengacu pada kepercayaan bahwa manusia pada hakikatnya baik atau mereka tinggal didunia yang paling baik, tidak juga rasa percaya ini bias disertakan dengan keluguan (qullibility). Rotter melihat kepercayaann sebagai kepercayaan terhadap komunikasi orang lain. Sedangkan keluguan adalah mempercayai secara bodoh atau naïf kata-kata orang lain (feist, 2008).
Kepercayaan berkembang dari pengalaman masa lalu dan interaksi sebelumnya, artinya kepercayaan berkembang bila hubungan sudah matang. Kepercayaan merupakan prasyarat bagi pasangan perkawinan agar keduanya dapat saling terbuka dalam kehidupan perkawinan.
Kepercayaan yang merupakan hal utama dalam keintiman dan kepekaan sangat berdasar pada sejauh mana kejujuran mendasari relasi antara kedua pasangan. Akan tetapi tingkat kepercayaan antar pasangan tidak hanya terkait dengan kejujuran salah satu pasangan atau kedua belah pihak pasangan, namun juga tergantung sejauh mana pasangan dapat
menunjukkan perilaku terpercaya. Kepercayaan memiliki aspek dinamika yang spesifik dalam interaksi antar pasangan dalam perkawinan dan menentukan keberlangsungan perkawinan secara menyeluruh (Sadarjoen, 2009).
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa kepercayaan merupakan salah satu bentuk yang dapat menumbuhkan hubungan dan menjaga relasi sosial bagi individu yang menjalin hubungan jarak jauh.
Seperti yang dikemukakan oleh Rempel, dkk (1985) menyatakan bahwa trust merupakan sebuah keyakinan, kepedulian terhadap pasangan dan kekuatan suatu hubungan. Keyakinan ini tidak hanya mencerminkan penilaian intelektual dari kemungkinan bahwa pasangan akan bertindak seperti yang diharapkan, tetapi juga pengalaman emosional dan jaminan pada perilaku dan motif pasangan.
2.Aspek-Aspek Kepercayaan
Terdapat tiga Aspek-Aspek kepercayaan yang dikemukakan oleh Rempel, dkk (1985) yaitu :
a. Predictability (Prediktabilitas)
Merupakan keyakinan individu bahwa perilaku pasangan dapat diprediksi dan konsisten dalam sejumlah interaksi yang dicapai seiring berjalannya waktu melalui pengalaman-pengalaman yang telah dilewati dalam hubungan.
b. Dependability (Ketergantungan)
Merupakan Keyakinan individu bahwa pasangan merupakan seseorang yang dapat diandalkan dan sebagai tempat untuk bergantung. Hal ini didasarkan pada pasangan yang lebih memilih untuk
menanggapi kebutuhan individu dalam situasi yang sulit dan bergantung pada respon pasangan di masa lalu.
c. Faith (Keyakinan)
Merupakan keyakinan individu bahwa pasangan akan selalu menjaga komitmen dan kesetiaan meskipun situasi di masa mendatang tidak dapat diperkirakan. Keyakinan ini tidak didasarkan pada pengalaman masa lalu dalam hubungan, namun lebih cenderung pada kepercayaan dalam diri individu terhadap komitmen pasangan
3. Prinsip-prinsip Kepercayaan
Menurut Baron (2005), ada empat prinsip dalam kepercayaan, antara lain yaitu :
a. Individu mengukur sejauh mana mereka percaya terhadap mitra dengan mengamati apakah perubahan motivasi mitra dalam situasi kepercayaan diagnostik (situasi kepercayaan, dimana mitra membuat keputusan yang bertentangan kepentingan pribadi mereka sendiri dan mendukung kepentingan terbaik dari individu atau hubungan).
b. Situasi kepercayaan diagtostik sering terjadi secara alami dan tidak sengaja selama kehidupan sehari-hari. Tergantung pada keadaan situasional. Bagaimanapun, individu mungkin masuk, mengubah atau kadang-kadang membuat situasi kepercayaan diagnostik untuk menguji apakah seseorang saat ini berada pada tingkat kepercayaan yang benar terhadap pasangan.
c. Perbedaan individu dalam orientasi hubungan, harga diri, self- diferensiasi mempengaruhi pertumbuhan atau penurunan kepercayaan dari waktu ke waktu dalam hubungan. Orang yang lebih berpasangan
memiliki harga diri yang lebih tinggi, atau memiliki konsep diri yang lebih berbeda akan lenih mungkin memiliki kepercayaan serta mengalami penigkatan kepercayaan dalam hubungan sepanjang waktu.
d. Baik tingkat maupun lintasan kepercayaan dalam hubungan dapat sepenuhnya dipahami tanpa mempertimbangkan disposisi dan tindakan dari kedua mitra hubungan, terutama disituasi kepercayaan diagnostik.
B. PERNIKAHAN
1. Defenisi Pernikahan
Pernikahan merupakan gerbang pertama yang biasanya dilewati oleh periode dewasa muda untuk memulai kehidupan. Pernikahan di usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan ataupun salah satu pasangannya masih dikategorikan remaja yang berusia kurang dari 19 tahun (WHO, 2006) atau pernikahan yang dilakukan sebelum usia 20 tahun (BKKBN, 2012). Menurut BKKBN (2012) Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia muda yang tinggi di dunia (rangking 37). Beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya pernikahan di usia muda adalah status sosial dan ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah, adanya budaya nikah muda, pernikahan yang dipaksa, dan seks bebas.
Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia.Seperti halnya sebuah baju, pernikahan mempunyai tren mode yang terus berubah.Pada masa lalu kita mengenal kisah Siti Nurbaya
sebagai suatu penggambaran perjodohan di masa lalu sebagai sesuatu yang umum dilakukan. Sekarang mungkin kita akan mencibir jika ada orang tua yang menjodohkan anak‐anaknya karena sekarang tren telah berubah. Muda‐mudi jaman sekarang pada umumnya berpacaran sebelum memasuki jenjang pernikahan.
Ensiklopedia Indonesia (dalam Walgito 2017) memaparkan bahwa pernikahan adalah bersatunya dua orang sebagai suami istri. Menurut Khavari (2006) memaparkan perkawinan adalah sesuatu yang baik.
Sebagaimana hal-hal baik lainnya, perkawinan membutuhkan biaya.
Dalam hal ini pernikahan adalah bersatunya perempuan dan laki-laki dalam ikatan pernikahan yang bahagia.
Penjelasan lainnya oleh Latif (1996) memaparkan pernikahan adalah hubungan suci yang dimulai dengan aqad syar’i, dalam hal ini bukan saja terkandung kehalalan istimta’ yang diperkenankan syariat islam, tetapi juga mengandung hal-hal dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi mereka yang menikah. Selain itu, Ulfiah (2006) memaparkan pernikahan dalam pandangan Islam adalah salah satu syarat penyempurna keagamaan seseorang. Walaupun seseorang itu memiliki kesalehan keagamaan yang tinggi, namun jika belum menikah, maka orang tersebut baru menjalani separuh kewajiban agama.
Pernikahan dan agama karenanya identik dan saling melengkapi satu sama lainnya.
Undang-Undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Walgito, 2017). Hal ini juga didukung oleh Hornby (dalam Walgito, 2017) memaparkan bahwa marriage: the union of two person as husband and wife, yang menjelaskan bahwa pernikahan adalah bersatunya dua orang sebagai suami dan istri yang bahagia. Selain itu, Kartono (2006) memaparkan pernikahan adalah suatu peristiwa dipertemukannya sepasang calon suami istri secara formal dihadapan kepala agama tertentu. Sehingga dapat diketahui, perkawinan merupakan suatu bentuk proklamasi yaitu secara resmi suami dan istri dinyatakan saling memiliki satu dengan yang lain, dan dua pribadi yang berlainan jenis dipatrikan untuk menjadi dwitunggal.
Dalam sebuah pernikahan, bahagia adalah dambaan bagi semua pasangan suami istri. Keinginan tersebut dapat terwujud jika disertakan dengan usaha sungguh-sungguh dari pasangan suami istri, dan apabila tidak terdapat upaya bersama maka kebahagiaan pernikahan akan mustahil dapat terwujud (Gotman, 1998). Pernikahan oleh Gotman (1998) meliputi pengetahuan yang dimiliki masing-masing pasangan, perasaan suka dan kagum yang terjaga, kedekatan, sikap terbuka terhadap pasangan, kemampuan memecakan masalah dan kemampuan menciptakan makna kebersamaan.
2. Usia Pernikahan
a. Pengertian Usia Pernikahan
Vaillant & Vaillant (1993) menjelaskan usia pernikahan adalah sebagai jumlah tahun sepasang suami istri yang telah menikah.
Menurut Igho, Grace &Ekojo (2015) usia pernikahan atau lamanya
pernikahan adalah waktu antara hari, bulan, dan tahun ketika pasangan menikah hingga pada saat sekarang ini. Durasi pernikahan sering diungkap dalam tahun.
Berdasarkan defenisi yang sudah dijelaskan diatas, dapat diketahui bahwa usia pernikahan digambarkan sebagai lamanya waktu antara hari, bulan dan tahun sepasang suami istri setelah menikah.
b. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Usia Pernikahan
Bastman (1995) memaparkan ada 7 (tujuh) faktor yang memengaruhi usia pernikahan pada pasangan suami istri yang berhasil mempertahankan perkawinan mereka secara baik dan bahagia dan menyatakan bahwa pernikahan mereka juga mengalami suka dan duka seperti pernikahan pada umumnya. Hanya saja dalam menjalani hidup pernikahan tersebut, mereka mengembangkan hal-hal seperti berikut ini:
1. Komitmen
kamus besar Indonesia (KBBI) online memaparkan komitmen adalah perjanjian (Keterikatan) untuk melakukan sesuatu kontrak, dimana niat dan tekad untuk mempertahankan rumah tangga mereka walaupun kuatnya masalah yang sedang dihadapi.
Sedangkan Setiono (2012) memaparkan bahwa komitmen adalah salah satu aspek keluarga yang kuat, komitmen tersebut mencakup kejujuran, kepercayaan, kebergantungan, kesetiaan, dan berbagi.
Komitmen yang kuat tidak hanya membuat orang untuk tetap bersama pasangannya, tetapi juga mendukung berbagai perilaku
pemeliharaan hubungan seperti kesediaan berkorban untuk kebaikan hubungan.
2. Harapan-harapan realistis
Pada awal pernikahan biasanya masing-masing pihak mengharapkan secara berlebihan mengenai tampilanya sikap dan tindakan yang ideal dari pasangannya. Namun kenyataannya, hal tersebut hampir tidak pernah terjadi, karena biasanya masing- masing pihak pada suatu saat akan menunjukkan beberapa sikap, tindakan, dan ucapan yang tidak disenangi atau tidak disetujui oleh pasangan. Pasangan-pasangan yang awet biasanya menerima kenyataan ini secara realistis yang disadari kesadaraan, kesediaan, dan pengalaman orang lain.
3. Keluwesan
Lestari (2012) memaparkan keluwesan adalah kesediaan suami dan istri untuk menyesuaikan diri dan meningkatkan toleransi terhadap perbedaan-perbedaan pada pasangan. Perbedaan- perbedaan tersebut yaitu dalam hal sikap, minat, sifat, kebiasaan- kebiasaan, serta pandangan masing-masing pasangan menggambarkan kemampuannya untuk berubah dan beradaptasi saat diperlukan. Hal tersebut berkaitan dengan tugas dan peran yang muncul dalam relasi suami-istri perlu adanya kejelasan dalam pembagian peran yang menjadi tanggung jawab suami dan menjadi tanggung jawab istri. Namun, pembagian peran tersebut sebaiknya tidak bersifat kaku dan dapat disesuaikan melalui kesepakatan yang
dibuat bersama berdasarkan situasi yang dihadapi oleh pasangan suami istri.
4. Komunikasi
Komunikasi merupakan kesediaan dan keberhasilan untuk memberi dan menerima pendapat, tanggapan, ungkapan, keinginan, saran, umpan balik dari satu pihak kepada pihak lain secara baik tanpa menyakitkan hati salah satu pihak. Lestari (2012) memaparkan bahwa komunkasi adalah aspek yang paling penting karena berkaitan dengan hampir semua aspek dalam hubungan pasangan. Ia menjelaskan bahwa hasil dari semua diskusi dan pengambilan keputusan dikeluarga yang mencakup keuangan, anak, karir, agama bahkan dalam setiap pengungkapan perasaan, hasrat, dan kebutuhan akan tergantung pada gaya, pola, dan ketrampilan komunikasi.
5. Menyisikan waktu untuk berduaan
Lestari (2012) memaparkan bahwa memanfaatkan waktu luang menjadi saran untuk melakukan aktivitas jeda (time out) dari rutinitas, baik rutinitas kerja maupun rutinitas pekerjaan rumah tangga. Runitas, terutama dengan tingkat stress yang tinggi, biasanya akan menimbulkan kejenuhan yang dapat menyebabkan berkembangnya emosi negatif. Pemanfaatan waktu luang ini berguna untuk memberikan energi dan semangat yang baru pada masing-masing pasangan.
6. Hubungan seks
Pada pasangan dengan pernikahan yang awet, ternyata hubungan seks tetap dilakukan dan dipertahankan.Dengan kesadaran masing-masing pasangan bahwa hal itu merupakan salah satu bentuk komunikasi dan kebersamaan yang paling intim dalam hubungan pernikahan. Hal tersebut yang akan membentuk komunikasi dalam pernikahan tetap positif.
7. Kemampuan untuk menghadapi berbagai kesulitan
Saat terjadi kesulitan dan masalah-masalah yang melanda rumah tangga, pasangan yang awet ini ternyata kompak menghadapinya. Mereka tetap saling berbagi duka dengan pasangannya. Menurut mereka, hal ini menyebabkan hubungan mereka semakin erat. Karena pada umumnya masing-masing pasangan memiliki kemampuan dan cara yang berbeda dalam menyikapi serta mengatasi kesulitan dalam keluarga mereka. Oleh karena itu, sikap yang kita lakukan sebaiknya tidak sekedar menghadapi kesulitan tetapi juga mengelola masalah-masalah tersebut dengan cara yang bijak dan cerdas agar tidak terulang lagi dikemudian hari.
3. Alasan Menikah
Alasan untuk melakukan pernikahan ada macam-macam Kartono(2006) menyatakan beberapa alasan orang menikah, yaitu:
a.
Distimulir oleh dorongan-dorongan romantikb.
Hasrat untuk mendapatkan kemewahan hidupc.
Ambisi besar untuk mencapai status sosial tinggid.
Keinginan untuk mendapatkan asuransi hidup dimasa tuae.
Keinginan untuk mendapatkan kepuasan seks dengan pasanganf.
Dorongan cinta terhadap anakg.
Keinginan untuk mengabadikan nama leluhurh.
Malu kalau sampai disebut gadis tuai.
Motif-motif tradisional, dan berbagai macam alasan lainnyaKartono (2006) memaparkan bahwa alasan-alasan diatas bisa dikatakan sebagai alasan kecil jika dibandingkan dengan alasan mendasar yaitu hasrat berdampingan hidup bahagia dengan pribadi yang dicintainya.Dengan menikah orang mengharapkan bisa mendapatkan pengalaman hidup bersama-sama dengan seseorang yang secara khusus menjadi miliknya untuk mendapatkan pengakuan social dan jaminan hidup sepanjang hayat. Dalam masyarakat modern yang materialistis pada zaman sekarang, motif-motif ekonomis memiliki peran dalam menentukan proses pernikahan. Pernikahan sering diekonomisasikan atau dikomersialkan, dijadikan suatu usaha yang secara ekonomis menguntungkan.
Pernikahan bisa menunjukan kehidupan yang intim pada suami- istri mengenai kehidupan dengan seseorang yang paling dicintai, dan didukung oleh pengakuan sosial serta sanksi-sanksi tertentu oleh masyarakat. Selanjutnya dengan menikah seseorang tidak hanya akan mendapatkan pengakuan sosial serta status sosial, akan tetapi juga jaminan keamanan material dan sosial. Dan yang paling mutlak diperlukan ialah: jaminan cinta kasih dari pribadi yang dicintai. Inilah yang menjadi alat pengkokoh perkawinan.Selain itu, orang menikah
juga bisa didorong oleh (1) sayang anak dan (2) naluri ingin melanggengkan generasi manusia sepanjang jaman (Kartono, 2006).
4. Tujuan Pernikahan
Pernikahan memiliki tujuan dan maksud-maksud tertentu. Jika dilaksanakan dengan penuh hati-hati, akan dapat menyelesaikan banyak masalah kehidupan yang cinta, kasih sayang dan keikhlasan.
Adapun tujuan-tujuan pernikahan yang terpenting sebagaimana dikemukakan Ali Qami (dalam Ulfiah 2016) sebagai berikut.
a. Memperoleh ketenangan
Tujuan pernikahan adalah memperoleh ketenangan jiwa, fisik, pikiran dan akhlak.Dalam kehidupan bersama, hendaklah suami-istri selalu berusaha meneguhkan keadaan tersebut, Sehingga memungkinkan keduanya tumbuh sempurna.
b. Saling mengisi
Pernikahan memberikan pengaruh yang sangat besar dan penting terhadap perilaku seseorang. Sejak itu, dimulailah fase kematangan dan kesempurnaan yang mampu menutupi ketidakharmonisan dalam beraktivitas dan bergaul didalam masing-masing pihak berusaha merelakan, meluruskan, dan menasehati satu sama lain. Sempurnalah hidup dalam rumah tangga kita, jika bisa melengkapi satu sama lainnya.
c. Memelihara agama
Pernikahan tidak hanya menyelamatkan seseorang dari lembah dosa. Bahkan lebih dari itu, memungkinkan dirinya
menghadap dan beribadah kepada Tuhan, sehingga menjadikan jiwanya tentram.
d. Kelangsungan keturunan
Tuhan telah menumbuhkan keinginan dalam diri seseorang untuk melanjutkan keturunan.Namun, ada kalanya manusia tidak mau direpotkan dengan anak.Oleh karena itu, dimensi spiritual dari pernikahan hendaknya dijadikan pegangan hidup agar rumah tangga dapat dibangun kejalan kesempurnaan.
5. Prinsip-Prinsip Pernikahan
Menurut Gottman (dalam Santrock, 2012) Berikut ini adalah prinsip-prinsip pernikahan, yaitu:
a. Membuat peta cinta
Dalam pernikahan yang baik, pasangan bersedia saling berbagi perasaannya satu sama lain. Mereka mengunakan peta cinta ini untuk mengekspresikan tidak hanya pemahamannya terhadap satu sama lain. Namun kasih sayang dan kekaguman mereka juga dibutuhkan dalam sebuah pernikahan.
b. Memelihara kasih sayang dan kekaguman
Dalam pernikahan yang berhasil, pasangan akan saling memberikan pujian. Lebih dari 90 persen, jika pasangan membuat sejarah pernikahan yang positif, maka pernikahan mereka juga cenderung memilki masa depan yang positif. Dan pernikahan dari masing-masing pasangan tetap awet dan selalu tercipta keharmonisan dari masing-masing pasangan suami istri.
c. Mengarahkan diri pada pasangan, bukan berpaling darinya Dalam pernikahan yang baik, pasangan mahir untuk mengarahkan diri satu sama lain secara teratur. Mereka melihat satu sama lain sebagai teman. Dalam persahabatan ini tidak berarti tidak terjadi perdebatan, namun perdebatan itu tidak sampai mendominasi relasi yang ada. Dalam pernikahan yang baik ini, pasangan saling menghormati satu sama lain dan menghargai sudut pandangan satu sama lain meskipun terjadi perbedaan pendapat hubungan pernikahan.
d. Membiarkan pasangan memengaruhi anda
Dalam pernikahan yang buruk, sering kali individu tidak bersedia membagikan kekuasaannya pada pasangannya.
Kesediaan untuk berbagi kekuasaan dan menghormati pandangan yang lain merupakan prasyarat untuk mencapai kompromi. Hal tersebut yang dibutuhkan dalam hubungan pernikahan.
e. Memecahkan konflik-konflik yang dapat dipecahkan
Ada dua tipe masalah yang terjadi dalam pernikahan: (1) masalah yang terus-menerus ada, dan (2) masalah yang dapat dipecahkan. Masalah yang terus menerus-menerus terjadi mencakup perbedaan pandangan tentang apakah ingin memiliki anak-anak atau tidak serta seberapa sering melakukan hubungan seks. Masalah yang dapat dipecahkan mencakup tidak saling membantu mengurangi stress seharian serta tidak
berbicara dengan hangat. Para terapis pernikahan telah menemukan bahwa pasangan sering kali tidak harus memacahkan masalah-masalah tersebut agar pernikahan mereka dapat terus berlangsung.
6. Pernikahan Dalam Tinjauan Teori Perkembangan
Vaillant (dalam Dariyo, 2004) mendeskripsikan tugas perkembangan pada masa dewasa awal salah satunya yaitu membentuk keluarga dengan pernikahan. Pada tahapan dewasa awal, merupakan masa dimana individu mulai mengkristalkan hubungan yang akrab dengan orang lain yang telah dibina sebelumnya baik itu persahabatan maupun rekan kerja. Mendukung hal itu, Papalia, Olds &
Feldman (dalam Dariyo, 2004) mengatakan bahwa terdapat tiga tipe dasar hubungan yang akrab, salah satunya adalah hubungan romantik atau pernikahan.
Berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) dijelaskan bahwa pasangan yang hendak melaksanakan pernikahan pada umumnya tergolong dalam masa dewasa awal (18-40 tahun).Pada tahap perkembangan ini, individu lazimnya mulai bekerja, memilih pasangan, membina keluarga, mengasuh anak, dan mengelola rumah tangga.
Selain itu, teori perkembangan Papalia, Old & Feldman (2011) mengatakan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang universal dan memenuhi kebutuhan dasar ekonomis, emosional, seksual, sosial, dan pengasuhan anak. Namun, terkadang pasangan suami istri juga memandang pernikahan mereka dengan sudut pandang yang berbeda- beda.
Pasangan yang menikah lebih sering melakukan hubungan seks dibandingkan dengan pasangan yang tidak hidup bersama (Santrock, 2012).Dalam hal ini, seks bebas lebih lazim dilakukan oleh individu yang beranjak dewasa dibandingkan dengan orang dewasa muda. Survei menunjukkan bahwa lebih dari 60% individu yang berada pada awal masa dewasa dengan rentang usia 18 tahun keatas, pernah melakukan hubungan seks. Oleh karena itu, masa beranjak dewasa awal adalah waktu dimana kebanyakan individu aktif secara seksual.Akan tetapi, orang dewasa kebanyakan melakukan aktivitas seksual dengan pasangannya dalam ikatan pernikahan (Santrock, 2012).
Pasangan yang menikahan adalah pasangan yang memiliki ketertarikan antara satu dengan yang lain. Jika ketertarikan mengawali suatu hubungan, maka akan timbul kemungkinan untuk memperdalam hubungan tersebut yaitu dengan beranjak ke tahap pernikahan.
ketertarikan adalah awal dari munculnya perasaan cinta kepada orang lain (Santrock, 2012). Cinta melibatkan wilayah perilaku manusia yang luas dan kompleks, menjangkau berbagai relasi yang mencakup persahabatan, cinta romantik, cinta efektif dan juga cinta yang sempurna.Diantara tipe tipe cinta tersebut hal yang paling penting adalah keintiman (Santrock, 2012).
Perkembangan dimasa dewasa awal sering kali melibatkan upaya untuk menyeimbangkan keintiman dan komitmen, karena pada masa tersebut individu berada pada upaya mengembangkan relasi yang intim dengan individu lain, yang biasa disebut dengan cinta bergairah atau cinta romantis. Cinta romantis memiliki komponen seksualitas dan
gairah yang kuat.Cinta yang romantis juga mengandung berbagai emosi yang saling bercampur seperti ketakutan, kemarahan, hasrat seksual, kegembiraan, dan cemburu (Regan dalam Santrock, 2012).
Terdapat tipe cinta yang lainya, yaitu cinta afektif.Tipe cinta ini memiliki sifat lebih dari sekedar gairah.Cinta afektif lebih dikenal dengan cinta karena kedekatan. Percintaan lebih banyak bernuansa romantik, bila cinta lebih matang maka perasaan cinta akan lebih afektif. Selain cinta romantis (bergairah) dan cinta afektif (kedekatan) terdapat tipe cinta yang sempurna.Tipe cinta yang sempurna mengandung unsur gairah, keintiman dan komitmen yang kuat. Pasangan yang menikah tergolong dalam tipe cinta yang sempurna.Karena memiliki daya tarik seksual terhadap pasangan, emosional yang mengandung kehangatan dan kedekatan terhadap pasangan serta memiliki komitmen untuk dapat mempertahankan hubungan meskipun hubungan itu memiliki masalah (Santrock, 2012).
Secara keseluruhan, pasangan yang menikah lebih banyak memiliki kesamaan dibandingkan dengan ketidaksamaan. Kesamaan- kesamaan tersebut meliputi sikap yang sama, nilai yang dianut, gaya hidup dan daya tarik fisik. Oleh karena itu, pasangan yang menikah merupakan orang yang saling memberikan cinta antara satu dan yang lainnya, seperti keromantisan maupun komitmen antar pasangan.
7. Perbedaan tingkat kepercayaan pasangan menikah yang menjalin hubungan jarak jauh berdasarkan jenis kelamin
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat tingkat kepercayaan pasangan menikah yang menjalin hubungan jarak jauh. Menurut Undang-
Undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Walgito 2017). Selain itu juga Kartono (2006) memaparkan bahwa pernikahan adalah suatu peristiwa dipertemukannya sepasang calon suami istri secara formal dihadapan kepala agama tertentu, para saksi dan hadirin yang kemudian disahkan secara resmi sebagai suami dan istri dengan upacara tertentu.
Di balik itu kepercayaan merupakan salah satu tongkat yang dapat membantu pasangan dalam menjalin hubungan mereka. Seperti yang di kemukakan oleh (faturochman, 2018) bahwa kepercayaan merupakan salah satu modal sosial yang sangat penting dalam membangun relasi sosial. Dalam wacana ilmu sosial, kepercayaan sering kali dikaitkan sebagai keyakinan terhadap niat baik seseorang.
Seperti yang di kemukakan oleh Rempel, dkk (1985) menyatakan bahwa trust merupakan sebuah keyakinan, kepedulian terhadap pasangan dan kekuatan suatu hubungan. Keyakinan ini tidak hanya mencerminkan penilaian intelektual dari kemungkinan bahwa pasangan akan bertindak seperti yang diharapkan, tetapi juga pengalaman emosional dan jaminan pada perilaku dan motif pasangan.
Individu yang menjalin hubungan jarak jauh menggambarkan tentang situasi pasangan yang berpisah secara fisik, salah satu pasangan harus pergi ke tempat lain demi suatu kepentingan, sedangkan pasangan yang lain harus tetap tinggal di rumah (Pistole, 2010). Keadaan berpisah tempat tinggal ini menyebabkan individu mengalami berbagai kondisi
psikologis yang dirasakan seperti stres, merasa kesepian, cemas, emosi yang kurang stabil, dan ragu terhadap pasangan (Stafford, 2005).
Berdasarkan Penelitian pernikahan jarak jauh juga dilakukan oleh Amanah (2014) tentang Trustpada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter marriage Tipe Adjusting dengan Usia Pernikahan 0-5 tahun.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan sebanyak 86% pasutri commuter marriage memiliki trustyang tinggi, sedangkan 14% pasangan lainnya memiliki trust -sedang.
Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh pasangan commuter marriage tipe adusting yakin bahwa istri dan suaminya akan memunculkan perilaku positif seperti bisa diandalkan, peduli, dan tanggap akan kebutuhannya baik sekarang maupun di masa depan. Meskipun pasangan ini pernah mengalami kejadian-kejadian yang menurunkan trust-nya, tetapi mereka mampu menegosiasikannya dengan cara memperbaiki frekuensi dan kualitas komunikasi, saling instrospeksi diri, dan memahami satu sama lain. Tinggal terpisah dengan pasangannya tidak membatasi pasangan commuter marriage tipe adjustingini untuk tetap merespon positif, peduli dan tanggap akan pasangannya.
Hasil penelitian selanjutnya yang di kemukakan oleh Ratna Dyah Dharmawijati (2016) menunjukkan bahwa pada keempat subjek mempunyai ketiga aspek komitmen yaitu satisfaction, quality of alternatives, dan investment size. Pada subjek pertama DT, berkomitmen karena adanya kepuasan sudah merasa yakin dengan pasangannya, kemudian mengagumi sosok pacarnya, dan sudah memiliki tabungan bersama pasangannya. Subjek kedua EM, berkomitmen karena dirasa
sudah menjalani hubungan yang cukup lama, merasa nyaman dengan pasangannya, merasa hubungannya saat ini lebih baik dari sebelumnya, dan hubungannya sudah mengorbankan banyak waktu dan usaha.
Subjek ketiga RD, bekomitmen karena sudah merasa menemukan kecocokan dan menikmati hubungannya, sangat nyaman dan terbuka dengan pasangannya dibanding orang lain, berinvestasi berupa membuka rekening tabungan bersama untuk masa depan mereka. Subjek keempat HT berkomitmen karena merasa puas pasangannya telah menunjukkan keseriusan dengan ingin melamarnya, subjek berinvestasi berupa waktu yaitu qualitytime saat bertemu pasangannya, namun subjek pernah merasa tertarik dan mengagumi orang lain diluar hubungannya Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Made Ayu Yuli Pratiwi (2011), bahwa keempat subjek merupakan wanita dewasa awal yang mampu menjalin hubungan relasi dengan lawan jenis dan berhasil mempertahankan kepercayaan, komitmen dalam hubungan mereka walaupun harus menjalani hubungan jarak jauh. Keempat subjek telah memenuhi aspek-aspek komitmen berupa satisfaction (kepuasan), quality of alternatives (perbandingan pasangan dengan alternatif lain diluar hubungan) dan insvestment size (investasi yang tidak dikeluarkan dalam hubungan).
Berdasarkan hasil penelitian selanjutnya yang di paparkan oleh Yulastry Handayani (2016) yang Keempat subjek merupakan seorang wanita dewasa awal yang menjalani hubungan pernikahan jarak jauh dengan suaminya dan saling membentuk komitmen untuk menjaga hubungan mereka masing-masing. Dengan adanya komitmen yang
terbentuk dari para subjek, selain dapat menjaga hubungan tersebut, subjek juga saling membangun kepercayaan. Serta, para subjek juga dapat mengetahui mana yang harus dilakukan dan yang tidak dilakukan dalam hubungan mereka. Walaupun harus hidup terpisah dan intensitas pertemuan berkurang, para subjek menyampaikan jika mereka tetap dapat menjalani komitmen yang telah dibentuk dengan baik. Meskipun tidak jarang para subjek mengalami kesulitan, tetapi mereka tetap dapat menjalaninya.
Selain itu, para subjek mengatakan jika selama menjalani hubungan jarak jauh tidak jarang mereka mengalami kesulitan maupun konflik- konflik tertentu. Namun, para subjek membuktikan bahwa mereka dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cara dan kemampuannya masing-masing. Dari komitmen serta conflict resolution yang dilakukan para subjek, hal tersebut dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan yang mereka rasakan. Komitmen serta conflict resolution yang baik belum tentu membuat para subjek merasa puas dengan perkawinannya. Selain dua hal tersebut, terdapat faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan yang dirasakan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga komponen trust muncul pada ketiga partisipan. Ketiga partisipan sama-sama memiliki keyakinan serta perilaku yang mencerminkan trust masing-masing terhadap suami, namun juga terdapat beberapa keyakinan dan perilaku yang berbeda.
Penyebab munculnya keyakinan dan perilaku pada tiap partisipan juga bervariasi.Keyakinan yang dimiliki terhadap pasangan ini berperan dalam memperkuat hubungan pernikahan, khususnya dalam pernikahan jarak
jauh.Hal ini membuktikan bahwa ketiga partisipan tersebut berhasil menjalani pacaran jarak jauh sampai ke jenjang pernikahan, dan setelah menikah ketiga partisipan pun juga mengalami pernikahan jarak jauh yang didasari oleh keyakinan masingmasing diri individu.
h. Kerangka Pikir
Kepercayaan merupakan salah satu bentuk yang sangat diingankan oleh setiap pasangan yang menjalin hubungan jarak jauh dimana kepercayaan itu adalah sebuah modal sosial yang sangat penting dalam membangun relasi sosial. Kepercayaan bergantung pada tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa pihak pihak lain akan melakukan tindakan tertentu yang penting baginya meskipun ia tidak memiliki kemampuan untuk memantau atau mengendalikan pihak lain.
Namun pada kenyataannya tidak semua individu mampu percaya dengan pasangannya. Fakta lapangan menunjukkan bahwa individu yang menjalin hubungan jarak jauh mereka masih melakukan tindakan yang semestinya tidak di lakukan oleh individu itu sendiri.
Akan tetapi kepercayaan individu pada pasangannya itu terjadi begitu saja, hal tersebut di dapat dari usia pernikahan individu dan bagaimana subjek mampu menerimanya dan memahami bahwa mereka sedang menjalin hubungan jarak jauh, sehingga tidak terjadi permasalahan seperti perselingkuhan terkait dengan hubungan individu.
PASANGAN MENIKAH LDR
KEPERCAYAAN
Fenomena
Das sollen Das sein
Semakin lama usia
pernikahan pada pasangan menika yang menjalin hubungan jarak jauh, maka semakin tinggi rasa percaya terhadap pasangannya
Pasangan jarak jauh tidak berkeinginan untuk
melakukan perselingkuhan.
Angka perselingkungan meningk