SYMBOLIC-EXPERIENTAL FAMILY THERAPY MAKALAH KELOMPOK
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling Keluarga
Dosen pengampu: Azni Nurul Fauzi, M.Pd
Disusun oleh:
Alma Nurul Fajar 21010076 Deliana Lestari 21010072 Najmi Kamila
Ulfah syifa syahrani
21010074 21010055 Wawar Nuraisyah 21010048 Widya
Yunidarnengsih
21010208
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) SILIWANGI CIMAHI
2024
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Symbolic-Experiental Family Therapy” tepat pada waktunya.Makalah ini di buat untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Bimbingan dan Konseling Keluarga pada program studi Bimbingan dan Konseling Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Siliwangi Cimahi. Tak lupa penyusun sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu penyusun terbuka terhadap kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi para pembaca.
Akhir kata, penyusun sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai usaha kita semua.
Cimahi, 30 Mei 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 1
1.3. Tujuan Masalah ... 1
BAB II PEMBAHASAN ... 2
2.1. Sejarah Symbolic Experiental Family Therapy... 2
2.2. Konsep Symbolic Experiental Family Therapy... 3
2.3. Aspek Symbolic Experiental Family Therapy... 3
2.4. Tujuan Symbolic Experiental Family Therapy... 3
2.5. Peran dan karakteristik konselor dalam pendekatan Symbolic Experiental Family Therapy...4
2.6. Teknik Symbolic Experiential Family Therapy...5
2.7. Tahapan Symbolic Experiental Family Therapy...7
BAB III PENUTUP ... 9
Kesimpulan ... 9
DAFTAR PUSTAKA ...10
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Terapi keluarga eksperiensial merupakan perkembangan dari teknik fenomenologis (terapi Gestalt, psikodrama, terapi berpusat pada klien Rogerian, gerakan kelompok perjumpaan) yang populer dalam pendekatan terapi individu pada awal tahun 1960an. Psikoterapi fenomenologis berkaitan dengan pengalaman atau studi subjektivitas, yaitu pengalaman unik individu (atau keluarga).
Susan Johnson dan Leslie Greenberg, yang menjalani terapi pasangan yang berfokus pada emosi (EFCT) yang menekankan keterlibatan emosional di antara pasangan, mengidentifikasi perasaan yang menentukan kualitas hubungan mereka, dan membantu mereka menciptakan ikatan keterikatan yang aman. Pendekatan ini lebih menerima tempat teori daripada pengalaman bagi para beruang, sambil terus menekankan kesadaran klien akan pengalaman batin.
Psikoterapi, baik dengan individu atau dengan keluarga, harus merupakan pertemuan antarpribadi di mana terapis dan klien berusaha untuk menjadi nyata dan otentik. Mendapatkan kepekaan, mendapatkan akses terhadap perasaan dan ekspresi mereka, dan belajar menjadi lebih spontan dan kreatif (dengan terlibat dalam pengalaman nonrasional) adalah jalan yang biasa diambil klien untuk mencapai tujuan mereka. Jika intervensi terapeutik berhasil, hasilnya akan memfasilitasi pertumbuhan bagi peserta, klien, dan terapis.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah symbolic experiental family therapy?
2. Bagaimana konsep symbolic experiental family therapy?
3. Apa saja aspek symbolic experiemtal family therapy?
4. Apa tujuan symbolic experiental family therapy?
5. Bagaimana Peran dan karakteristik konselor dalam pendekatan Symbolic Experiental Family Therapy?
6. Bagaimana tahapan symbolic experiental family therapy?
1.3. Tujuan Masalah
1. Mengetahui sejarah symbolic experiental family therapy 2. Mengetahui konsep symbolic experiental family therapy 3. Mengetahui aspek symbolic experiemtal family therapy 4. Mengetahui tujuan symbolic experiental family therapy
5. Mengetahui Peran dan karakteristik konselor dalam pendekatan Symbolic Experiental Family Therapy
6. Mengetahui tahapan symbolic experiental family therapy
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Symbolic Experiental Family Therapy
Terapi keluarga eksperiensial merupakan perkembangan dari teknik fenomenologis (terapi Gestalt, psikodrama, terapi berpusat pada klien Rogerian, gerakan kelompok perjumpaan) yang populer dalam pendekatan terapi individu pada awal tahun 1960an. Psikoterapi fenomenologis berkaitan dengan pengalaman atau studi subjektivitas, yaitu pengalaman unik individu (atau keluarga). Memperluas pengalaman, membuka blokir impuls dan perasaan yang tertekan, mengembangkan kepekaan yang lebih besar, memperoleh akses yang lebih besar terhadap diri sendiri, belajar mengenali dan mengekspresikan emosi, mencapai keintiman dengan pasangan.
Para pendukung awal hanya bertujuan pada kepuasan pribadi, berbeda dengan apa yang mereka anggap sebagai tujuan psikoanalitik yang menonjol pada saat itu, yakni menyelesaikan neurosis yang terbentuk pada masa kanak- kanak. Pemikirannya kurang sistematis dibandingkan kebanyakan terapis keluarga generasi pertama lainnya, dan jelas tidak sejalan dengan pendekatan konstruksionis sosial dan berbasis kognitif yang lebih populer saat ini seperti terapi yang berfokus pada solusi dan terapi naratif. terapis keluarga penting memusatkan perhatian pada emosi “saat ini”. Pandangan ini mengalami kemunduran serius dengan meninggalnya dua pemimpin termasyhur dalam satu dekade terakhir, Carl Whitaker dan Virginia Satir.
Psikoterapi, baik dengan individu atau dengan keluarga, harus merupakan pertemuan antarpribadi di mana terapis dan klien berusaha untuk menjadi nyata dan otentik. Mendapatkan kepekaan, mendapatkan akses terhadap perasaan dan ekspresi mereka, dan belajar menjadi lebih spontan dan kreatif (dengan terlibat dalam pengalaman nonrasional) adalah jalan yang biasa diambil klien untuk mencapai tujuan mereka. Jika intervensi terapeutik berhasil, hasilnya akan memfasilitasi pertumbuhan bagi peserta, klien, dan terapis.
Terapis keluarga yang berpengalaman berusaha untuk berperilaku sebagai orang yang nyata dan autentik. Dengan melakukan pertemuan langsung dengan klien, mereka berusaha untuk memperluas pengalaman mereka sendiri, seringkali harus menghadapi kerentanan mereka sendiri dalam prosesnya (yang, jika diperlukan, kemungkinan besar akan mereka bagikan dengan klien). Intervensi terapeutik mereka berusaha untuk bersifat spontan, menantang, dan, karena dipersonalisasi, sering kali bersifat istimewa, ketika mereka berupaya membantu klien mendapatkan kesadaran diri (pikiran, perasaan, pesan tubuh), tanggung jawab diri, dan pertumbuhan pribadi.
Terapis keluarga berpengalaman mengemban tugas memperkaya pengalaman
keluarga dan memperbesar kemungkinan setiap anggota keluarga untuk mewujudkan potensi unik dan luar biasa mereka.
2.2. Konsep Symbolic Experiental Family Therapy
Terapi keluarga berdasarkan pengalaman simbolik (S-EFT), yang dipelopori oleh Carl Whitaker, adalah pendekatan multigenerasi yang menggunakan terapi untuk mengatasi pola hubungan individu dan keluarga.
Berorientasi pada pertumbuhan pribadi dan keterhubungan keluarga, terapis mengambil peran penting dalam membantu anggota keluarga menghilangkan cara berinteraksi yang kaku dan berulang dengan mengganti cara yang lebih spontan dan fleksibel dalam menerima dan menangani impuls mereka.
Beberapa generasi dalam sebuah keluarga biasanya dilibatkan dalam proses terapeutik, karena praktisi S-EFT menganggap pengaruh keluarga besar, dulu dan sekarang, ada di mana-mana dalam pengalaman simbolik keluarga yang tidak diungkapkan secara verbal
2.3. Aspek Symbolic Experiental Family Therapy
Terapis keluarga berbasis pengalaman simbolik menegaskan bahwa faktor kuratif yang nyata dan simbolis berperan dalam terapi. Meskipun tidak tampak di permukaan, apa yang ada di bawah jalan dan bangunan adalah hal yang memungkinkan kehidupan di permukaan tetap hidup (Whitaker &
Bumberry, 1988). Mitten dan Connell mengidentifikasi enam aspek S-EFT a) Menghasilkan perangkat interpersonal yang menghilangkan
gagasan tentang pasien yang teridentifikasi model yang menggeser kecemasan secara merata di antara seluruh anggota keluarga b) Menciptakan suprasistem
c) Merangsang konteks simbolis d) Mengaktifkan stres dalam sistem e) Menciptakan pengalaman simbolis f) Keluar dari system
2.4. Tujuan Symbolic Experiental Family Therapy
Menurut pandangan S-EFT, adalah membantu keluarga tiga generasi (anggota keluarga asal serta orang dewasa dan anak-anak dalam keluarga saat ini) untuk secara bersamaan menjaga rasa kebersamaan bersama. dengan rasa pemisahan dan otonomi yang sehat. Peran keluarga, meskipun sebagian besar ditentukan oleh generasi, harus tetap fleksibel, dan anggota harus didorong untuk mengeksplorasi, dan kadang-kadang bahkan bertukar peran, peran keluarga. Keluarga yang sehat, menurut Whitaker dan Keith (1981), mengembangkan struktur “seolah-olah” yang memungkinkan keleluasaan dalam bermain peran, seringkali memungkinkan setiap anggota keluarga
untuk mencoba peran baru dan mendapatkan perspektif baru Bagi praktisi S- EFT, pertukaran ini merupakan kesempatan untuk mengembangkan komunikasi yang sehat dan lugas, di mana seluruh anggota keluarga mampu melihat dirinya sendiri dan tumbuh baik sebagai individu maupun sebagai keluarga. Konsisten dengan perspektif pengalaman ini, Whitaker memandang kesehatan keluarga sebagai proses yang berkelanjutan, di mana setiap anggota didorong untuk mengeksplorasi berbagai peran keluarga untuk mengembangkan otonomi maksimal. Pertumbuhan sebagai tujuan lebih diutamakan daripada mencapai stabilitas atau solusi spesifik yang direncanakan, dan terapis pengalaman simbolik mungkin menghentikan terapi namun meninggalkan keluarga yang tidak yakin akan arah masa depan, namun dengan alat yang lebih baik untuk menemukan jalan mereka sendiri.
Tujuan dari terapi jenis ini adalah untuk memperkaya, memperluas, dan kadang-kadang mengubah dunia simbolis keluarga dan sistem keluarga disfungsional yang terkait dengannya. Mereka menerima premis bahwa manusia menciptakan simbol-simbol untuk mewakili satu sama lain, objek, ide, dan pengalaman dan bahwa simbol-simbol ini berkembang sebagai hasil dari pengalaman.
2.5. Peran dan karakteristik konselor dalam pendekatan Symbolic Experiental Family Therapy
Peran dan karakteristik konselor yang penting dalam pendekatan ini yaitu melalui kepribadian (karakteristik internal dan kekuatan) dari konselor.
Whitaker percaya bahwa proses konseling didasarkan pada hubungan, dan konselor harus menjadi kunci utama dalam melakukan perubahan (Whitaker &
Bumberry, 1988). Oleh karena itu, konselor harus menemukan makna pribadi untuk apa individu dan apa yang membuat individu bertindak seperti yang mereka lakukan.
Whitaker percaya bahwa individu hanya fragmen dari keluarga asal mereka (Whitaker & Bumberry, 1988). Pada dasarnya, konselor harus mampu mengatasi kecemasan, penderitaan, dan ambiguitas dalam kehidupan konseli (keluarga) ketika melaksanakan konseling. Kepribadian dari konselor adalah materi inti dari pendekatan ini (Connell, Mitten, & Whitaker, 1993).
Sebagian besar keterampilan dalam menggunakan model SEFT ini dapat sepenuhnya dikembangkan hanya melalui pengalaman dan disiplin diri.
Namun, berikut adalah beberapa keterampilan dasar bagi konselor pemula dalam menggunakan pendekatan ini:
a. Kemampuan untuk mengatasi rasa sakit, ambiguitas, dan kecemasan, baik secara pribadi dan professional
b. Landasan hubungan konselor-konseli terhadap kepedulian c. Kemampuan untuk mendengarkan intuisi pribadi
d. Disiplin diri
e. Kemampuan untuk menjadi orang tua asuh keluarga dan keseimbangan antara pengasuhan dan ketangguhan secara dualism
f. Percaya akan pertumbuhan pribadi yang terus-menerus
g. Kemampuan untuk menjalin rasa kepercayaan, asumsi, dan bias dalam konseling (Connell, Mitten, & Whitaker, 1993).
2.6. Teknik Symbolic Experiential Family Therapy
Whitaker (1989) dalam Mujiyati (2019) percaya bahwa dalam banyak kasus, pendekatan tidak langsung (non-direktif) dapat lebih menguntungkan daripada metode direktif dalam membantu keluarga, dan keyakinan ini mendasari banyak dari teknik yang digunakan dalam SEFT, seperti simbol, intuisi, kegilaan, spontanitas, kebingungan, fantasi, dan pertumbuhan. Konsep ini didasari oleh penggunaan teknik bermain, humor, dan kepedulian.
a. Simbol
Bahasa simbolik dapat membantu konselor bergabung dengan dunia simbolik keluarga. Konselor perlu melihat keluarga dari “dalam melihat keluar" (Connell, Mitten, & Whitaker, 1993). Dengan perspektif ini, konselor dapat membentuk kembali simbol keluarga dari dalam sistem.
Pendekatan ini menggunakan tiga tipologi bahasa: (a) bahasa kesakitan dan ketidakmampuan, (b) bahasa inferensi (kesimpulan), dan (c) bahasa pilihan (Connell, Mitten, & Whitaker, 1993). Misalnya, jika sebuah keluarga datang kepada konselor dengan berbicara tentang rasa sakit mereka (bahasa kesakitan dan ketidakmampuan), konselor akan merespon dengan cara yang menantang irasionalitas keluarga (bahasa inferensi).
Bahasa tersebut mungkin tampak tidak pantas, akan tetapi konselor SEFT mendengarkan kata-kata "harapan" dan menggunakannya untuk membantu rencana keluarga. Bahasa simbolik menawarkan saran kepada keluarga agar kreatif sehingga memungkinkan mereka berpikir di luar realitas mereka.
b. Intuisi
Intuisi didasarkan pada alam bawah sadar. Konseling dengan teknik bermain sering membantu meningkatkan intuisi karena merupakan pendekatan non-logikal untuk komunikasi, dan menggunakan simbol- simbol untuk berkomunikasi. Intuisi seorang konselor akan membantu meningkatkan stres keluarga dan memperluas gejala. Meskipun hal ini mungkin terdengar berlawanan dengan intuisi, dalam konseling ini, kecemasan tinggi yang bermanfaat; membantu keluarga lebih bersedia untuk mundur dan pada akhirnya mengalami realitas yang lebih kreatif dan fleksibel. Intuisi tersebut diungkapkan oleh seorang konselor guna menawarkan kepada keluarga kesempatan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka dengan cara yang lebih nyaman.
c. Kegilaan
Penggunaan kegilaan dalam proses konseling memungkinkan konselor untuk menjadi lebih spontan dan simbolik. Seorang konselor
akan menyarankan pada keluarga yang putrinya mengalami tekanan emosi. Konselor membantu ibu dengan terfokus pada menjaga anaknya, bukan pernikahannya. Konselor bahkan secara terang-terangan mengatakan bahwa ibu harus berbicara dengan ayah dan mengatakan bahwa putrinya harus terus tertekan, karena itu satu-satunya cara ibu dapat merasakan kedekatan pada anak. Refleksi ini tidak masuk akal dan kegilaan dari konselor kepada konseli untuk memberi mereka pengalaman baru.
Whitaker percaya bahwa ada tiga jenis kegilaan: didorong gila, gila, dan bertindak gila. Ketiga jenis kegilaan memiliki tiga motivasi yang berbeda: mencari keintiman, mengalami keintiman, dan melarikan diri (Neill & Kniskern, 1982). Orang yang didorong gila telah diusir dari dunia keintiman. Orang yang akan gila ingin mengalami keintiman.
Akhirnya, orang yang bertindak gila adalah menggunakan kegilaan sebagai cara melarikan diri dari hubungan. Kegilaan tidak patologi, melainkan hanya gejala seseorang mencari cara untuk memajukan proses pertumbuhan.
d. Spontanitas
Spontanitas berakar pada intuisi dan penggunaan kegilaan.
Spontanitas adalah fungsi otak kanan dan dianggap sebagai proses bawah sadar. Konselor dapat berbagi pengalaman atau fantasi pada saat tertentu, jika mungkin simbolis berguna. Spontanitas adalah penangkal kesendirian dan membantu menjaga hubungan psikologis (Connell, Mitten, &
Whitaker, 1993). Spontanitas biasanya lebih banyak digunakan oleh konselor profesional, tetapi juga dapat digunakan oleh konselor pemula.
Spontanitas adalah aspek kunci untuk interaksi pribadi dalam konseling SEFT.
e. Kebingungan
Kebingungan adalah cara simbolis untuk membuka infrastruktur di dalam keluarga (Whitaker & Bumberry, 1988). Kebingungan adalah cara mengganggu pola keluarga dan membentuk kembali simbol. Hal ini membantu individu dan keluarga melupakan pola lama dan mempelajari cara baru untuk beradaptasi dan hidup dengan kecemasan. Seorang konselor dapat membuat pernyataan yang membingungkan tentang peran anggota keluarga untuk mendorong pemikiran kreatif keluarga (Whitaker
& Bumberry, 1988).
Konselor dapat menawarkan solusi masuk akal yang menantang keluarga untuk mengandalkan kekuatan mereka sendiri. Konselor dapat menggunakan bahasa metafora atau makna ganda, pesan ganda, atau sindiran, menunjukkan pernyataan eksplisit tanpa mengatakan hal tersebut. Mengatakan kepada istri bahwa kebutuhan suaminya untuk mencari kasih sayang mungkin berarti dia harus membuka lebih banyak peluang untuk menikah lagi. Konselor harus berhati-hati untuk memastikan kebingungan digunakan secara konstruktif dan simbolis untuk membantu menghasilkan perubahan dan efektif.
f. Fantasi
Konselor dapat mendorong keluarga untuk berbagi fantasi tentang cara mereka menangani kehidupan (marah, geram, seks, dan lain-lain) untuk mendapatkan akses ke dunia simbolik keluarga (Mitten & Piercy, 1993). Fantasi adalah bentuk bermain yang memungkinkan konselor dan keluarga mengatasi dunia simbolik dan makna yang terpisah. Dengan berbagi fantasi, keluarga dapat mengalami intensitas emosi mereka dan mengurangi kecemasan mereka (Neill & Kniskern, 1982). Fantasi menyediakan cara bagi konselor untuk menantang sifat idealis dari fantasi, seperti bahagia akan berakhir bahagia. Dengan demikian, fantasi akan memungkinkan konselor mengajarkan pengalaman pada keluarga untuk lebih kreatif dan tidak dibatasi oleh stereotip sosial.
g. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah motivasi utama dari pendekatan ini untuk konseling keluarga. John Warkentin menggunakan istilah "sisi pertumbuhan" untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi dalam konseling (Haley & Hoffman, 1967). Pertumbuhan diartikan sebagai pembelajaran yang diperoleh melalui bermain. Orang mempelajari dasar- dasar tentang struktur keluarga sebagai bayi melalui penggunaan bermain.
Whitaker menggunakan konsep bermain di samping anak, atau bermain paralel (Zeig, 1992). Oleh karena itu, dalam proses konseling, konselor bermain bersama keluarga. Konselor melakukan hal ini dengan menjadi anggota keluarga, sehingga tidak dilihat sebagai ahli. Konselor akan bercanda, membujuk, berbicara terus terang, dan mengambil sikap dengan hanya mengamati cara keluarga berinteraksi, menunjukkan pengamatan di sepanjang proses konseling.
2.7. Tahapan Symbolic Experiental Family Therapy
Terapi keluarga berdasarkan pengalaman simbolik menetapkan tujuan untuk mendorong individuasi dan integritas pribadi semua anggota keluarga pada saat yang sama membantu anggota keluarga mengembangkan rasa kepemilikan keluarga yang lebih besar. Daripada memperhatikan gejala pada pasien yang teridentifikasi, di sini terapis keluarga segera melibatkan seluruh keluarga, memaksanya sebagai sebuah kelompok untuk memeriksa dasar keberadaan mereka sebagai satu unit keluarga.
Menurut Whitaker (1977), tahapan terapi keluarga dalam Symbolic Experiental Family Therapy yaitu:
1. Fase pra-perawatan atau keterlibatan di mana seluruh keluarga inti diharapkan berpartisipasi; terapis atau rekan terapis menetapkan bahwa merekalah yang bertanggung jawab selama sesi berlangsung, namun keluarga harus membuat keputusan hidupnya sendiri di luar kunjungan kantor tersebut (yang terakhir dimaksudkan untuk menyampaikan pesan bahwa seorang terapis tidak mempunyai gagasan yang lebih baik tentang bagaimana anggota keluarga harus menjalani kehidupan mereka daripada mereka sendiri).
2. Fase tengah dimana berkembangnya peningkatan keterlibatan antara terapis dan keluarga; perawatan dilakukan oleh terapis agar tidak terserap oleh sistem keluarga; gejala dilihat dan diberi label ulang bagi keluarga sebagai upaya menuju pertumbuhan; dan keluarga didorong untuk berubah melalui konfrontasi, berlebihan, anekdot, atau absurditas.
3. Fase akhir di mana peningkatan fleksibilitas dalam keluarga hanya memerlukan intervensi minimal intervensi dari terapis atau tim terapi.
4. Fase pemisahan di mana terapis dan keluarga berpisah, namun dengan pengakuan saling ketergantungan dan kehilangan. Pada fase terakhir, keluarga semakin banyak menggunakan sumber daya yang dimilikinya, dan memikul tanggung jawab yang semakin besar terhadap cara hidupnya
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Terapi keluarga berdasarkan pengalaman simbolik (S-EFT), yang dipelopori oleh Carl Whitaker, adalah pendekatan multigenerasi yang menggunakan terapi untuk mengatasi pola hubungan individu dan keluarga. Beberapa generasi dalam sebuah keluarga biasanya dilibatkan dalam proses terapeutik, karena praktisi S-EFT menganggap pengaruh keluarga besar, dulu dan sekarang, ada di mana-mana dalam pengalaman simbolik keluarga yang tidak diungkapkan secara verbal.
Tujuan dari terapi jenis ini adalah untuk memperkaya, memperluas, dan kadang-kadang mengubah dunia simbolis keluarga dan sistem keluarga disfungsional yang terkait dengannya. Mereka menerima premis bahwa manusia menciptakan simbol-simbol untuk mewakili satu sama lain, objek, ide, dan pengalaman dan bahwa simbol-simbol ini berkembang sebagai hasil dari pengalaman.
Peran dan karakteristik konselor yang penting dalam pendekatan ini yaitu melalui kepribadian (karakteristik internal dan kekuatan) dari konselor. Whitaker percaya bahwa proses konseling didasarkan pada hubungan, dan konselor harus menjadi kunci utama dalam melakukan perubahan.
3.2
DAFTAR PUSTAKA
Connell, G. M., Mitten, T. J., & Whitaker, C. A. (1993). Reshaping family symbols: A symbolic experiential perspective. Journal of Marital and Family Therapy, 19(3), 243– 251.
Mujiyati, M., & Adiputra, S. (2019). Symbolic-Experiential Family Therapy (SEFT) pada konseling keluarga. In Prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling (Vol. 3, No. 1, pp. 89-97).
Whitaker, C. A. (1977). Process tech niques of family therapy. Interac tion, 1, 4–19.
Whitaker, C. A., & Keith, D. V. (1981). Symbolic-experiential family therapy.
In A. S. Gurman & D. P. Kniskern (Eds.), Handbook of family therapy.
New York: Brunner/ Mazel.
Whitaker, C. A., & Bumberry, W. M. (1988). Dancing with the family. New York, NY: Brunner/Mazel.