i
TESIS
STRATEGI GURU-GURU PONDOK PESANTREN THOHIR YASIN DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA MADANI
Oleh
Munawir Ismail Thohir NIM: 170402010
Tesis ini ditulis untuk memenuhi sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar magister
PROGRAM STUDI AHWAL-SYAKHSIYAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MATARAM 2019
ii
STRATEGI GURU-GURU PONDOK PESANTREN THOHIR YASIN DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA MADANI
Pembimbing:
Dr. H. Miftahul Huda, M.A.g.
Dr. Hj. Teti Indrawati,
Oleh
Munawir Ismail Thohir NIM: 170402010
Tesis ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Ahwal Syahsiyah
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MATARAM 2019
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis oleh: Munawir Ismail Thohir, NIM: 170402010
dengan judul Manajemen Program Unggulan Di Pondok Pesantren Thohir Yasin Lendang Nangka Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur telah
memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.
Disetujui pada tanggal: 27 Desember 2019
iv
PENGESAHAN PENGUJI
Proposal tesis oleh MUNAWIR, NIM: 170402010 dengan judul “Strategi Guru- guru Pondok Pesantren Thohir Yasin dalam Mewujudkan Keluarga Madani di Lombok Timur” telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pascasarjana UIN Mataram pada tanggal: __________________________
DEWAN PENGUJUI
Moh. Abdun Nasir, M.A., Ph.D.
(Penguji) _______________________________
Tanggal:
Dr. Fathurrahman Muhtar, M.Ag.
(Ketua Sidang) _______________________________
Tanggal:
Dr. H. Miftahul Huda, M.Ag.
(Pembimbing I/Penguji) _______________________________
Tanggal:
Dr. Hj. Teti Rahmawati, M.Hum.
(Pembimbing II/Penguji) _______________________________
Tanggal:
Mengetahui,
Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Mataram
Prof. Dr. Suprapto, M.Ag.
NIP. 1972027202000031002
vi
vii ABSTRAK
Munawir Ismail Lc, 2019. Thesis. Ahwal Assyahsiyah universitas Islam Negeri Mataram. Pembimbing. (1) dan (2)
Kata kunci. Keluarga Madani, Problem dan Mewujudkan Keluarga.
Menurut konsep sosiologi, tujuan keluarga adalah mewujudkan kesejahteraan lahir (fisik, ekonomi) dan batin (sosial, psikologi, spiritual, dan mental) bagi para guru Pondok Pesantren Thohir Yasin. Kesejahteraan fisik sangat mendukung terbentuknya keberfungsian sosial keluarga, sedangkan kesejahteraan mental-spiritual mendukung terbentuknya ketenangan batin dan kesiapan mental dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sosial dalam keluarga. Keluarga itu adalah amanah sekaligus nikmat dari Allah yang harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Keluarga, lanjut mereka, bukan persoalan lahirnya generasi baru, terjalinnya kehidupan yang baik, serta terpenuhinya kebutuhan hidup, melainkan perintah syar‟i yang harus dijalankan. Artinya, atas nama perintah, mereka bekerja penuh untuk menjalankan amanah tersebut serta berupaya memenuhi hak-hak anggota keluarganya, tanpa merugikan satu sama lain. Selanjutnya, Pertama bagaimana strategi strategi guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin dalam mewujudkan keluarga madani?
Kedua apa problem dan solusi guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin dalam mewujudkan keluarga madani.
Dalam mewujudkan keluarga Madani, beberapa hal mendasar yang harus terpenuhi dimana kesemua ini terlihat jelas sudah dilaksanakan dan tercermin dalam keluarga Guru pondok pesantren Thohir yasin,diantaranya: Pertama Terpenuhinya Aspek keagamaan didalam keluarga kedua Terpenuhinya Aspek Sosial Kemasyarakatan Ketiga terpenuhinya Aspek pendidikan dan sikap keempat Terpenuhinya Aspek Ekonomi sedangkan dalam praktik pelaksaan dalam rangka mewujudkan keluarga madani dilingkungan pesantren Thohir Yasin hampir bisa dikatakan tidak didapatkan kendala atau problem yang mendasar
viii
MOTTO
ِنَّزَي ََٖٓٝ
ََّللّٱ َُّٚ ََؼ َغَي ب ٗعَو َقَٓ ۥ
ٚ َه ى َوَيَٝ ٢ ُۚ تََِز َؾَي َلَ شَيَؽ َِٖٓ
٣
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”
Q.S at-Talaq ayat 2-3
ix
PERSEMBAHAN
Tesis ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku; TGH. Isma‟il Thohir dan Hj.
Khairani, istriku tercinta Rabi‟atul „Adawiyah, anakku tercinta Hurul Jinan, saudara-saudariku tercinta dan segenap keluarga serta teman-teman seperjuangan
Ahwal Sakhsiyah UIN Mataram.
x
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا الله مسب
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata‟ala yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad Shallallahu‟alaihi Wasallam beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian tesis ini tidak akan sukses tanpa bantuan dan keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu mereka antara lain:
1. Dr. H. miftahul Huda, M.Ag. dan Dr. Hj. Teti Indrawati, M.Hum., selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan koreksi mendetail, terus menerus dan tanpa bosan di tengah kesibukannya dalam suasana keakraban menjadikan tesis ini lebih matang dan selesai.
2. Bapak Dr. Hj. Teti Indrawati, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ahwal Syakhsiyah yang selalu memberikan dorongan semangat dalam mengemban ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
3. Bapak Prof. Dr. Suprapto, M.Ag., selaku Direktur Pascasarjana UIN Mataram serta seluruh civitas akademik yang telah memberikan izin dan kemudahan kepada penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan penulisan tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. H. Mutawali, M.Ag., selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram yang telah memberi tempat bagi penulis untuk menuntut ilmu
xi
dan member bimbingan dan peringatan untuk tidak berlama-lama di kampus tanpa pernah selesai.
5. Segenap Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Thohir Yasin Lendang Nangka Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur yang telah berjasa memberikan informasi yang akurat tentang keluarga madani para guru Pondok ini.
6. Kedua orang tua kami TGH. Isma‟il Thohir dan Hj. Khairani serta istri tercinta Rabi‟atul „Adawiyah yang telah memberikan motivasi selama masa studi di Pascasarjana UIN Mataram.
7. Sahabat-sahabat di Pascasarjana UIN Mataram yang selalu memberikan motivasi dalam terselesaikannya tesis ini.
8. Kepada dewan Asatiz yang telah memberikan motivasi dan dukungan moral sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT, dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semesta. Amin.
Mataram, 18 Desember 2019 Penulis,
Munawir Isma‟il Thohir
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Konsonan
Konsonan
Transliterasi
Akhir Tengah Awal Tunggal
بــــ ا
Tidak dilambangkanتــــ ــــجــــ ــــث ة
bذــــ ـــزــــ ـــر د
tشـــ ـــضـــ ـــص س
thظــــ ـــغـــ ـــع ط
jؼـــ ـــؾـــ ـــؽ ػ
ḥــــ ـــقـــ ـــف ؿ
khلـــ ك
dنـــ م
dhوـــ ه
rيـــ ى
zٌـــ ـــَـــ ـــٍ ً
sِـــ ـــْــــ ـــّ ُ
shٔـــ ـــٖـــ ـــٕ ٓ
ṣ٘ـــ ـــٚـــ ـــٙ ٗ
ḍٜـــ ـــطـــ ـــٛ ٛ
ṭعـــ ـــظـــ ـــظ ظ
ẓغـــ ـــؼـــ ـــػ ع
„ؾــــ ـــــــ ـــؿ ؽ
ghقـــ ـــلـــ ـــك ف
fنـــ ـــوـــ ـــه م
qيـــ ـــٌـــ ـــً ى
kَـــ ـــِـــ ـــُ ٍ
lْـــ ـــٔـــ ـــٓ ّ
mٖـــ ـــ٘ـــ ـــٗ ٕ
nٚـــ ـــٜـــ ـــٛ ٙ
hٞـــ ٝ
wيـــ ـــيـــ ـــي ي
yxiii Vokal dan Diftong
ََ
= aا ََ
= āي َِ
= īَ
= uٟ ََ
= ‡ٝ ََ
= awَِ
= iٝ َ
= ūي ََ
= ayxiv DAFTAR ISI
KOVER LUAR ... i
LEMBAR LOGO ... ii
KOVER DALAM ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN PENGUJI ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PENGECEKAN PLAGIARISME ... vii
ABSTRAK (Indonesia, Arab dan Inggris) ... viii
MOTTO ... ix
PERSEMBAHAN ... x
KATA PENGANTAR ... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN ... xiii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Signifikansi dan Manfaat Penelitiann ... 13
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 14
F. Kerangka Teori ... 18
G. Metode Penelitian ... 37
H. Sistematika Pembahasan ... 43
xv
BAB II. KELUARGA MADANI GURU PONDOK PESANTREN THOHIR YASIN
A. Profil Pesantren Thohir Yasin ... 45
1. Latar Belakang Pendirian Pondok Pesantren Thohir Yasin ... 45
2. Pendirian Pondok Pesantren Thohir Yasin ... 47
3. Profil Pondok Pesantren Thohir Yasin ... 50
B. Guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin ... 53
C. Keluarga Madani Guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin ... 54
BAB III. PROBLEMATIKA MEWUJUDKAN KELUARGA MADANI GURU-GURU PONDOK PESANTREN THOHIR YASIN A. Strategi Mewujudkan Keluarga Madani ... 79
1. Aspek Keagamaan ... 79
2. Aspek Sosial-Kemasyarakatan ... 89
3. Aspek Pendidikan dan Sikap ... 101
4. Aspek Ekonomi ... 106
B. Keluarga Madani dan Tantangan Modernitas ... 114
C. Problematika dan Solusi dalam Mewujudkan Keluarga Madani ... 117
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 124
B. Saran ... 127
DAFTAR PUSTAKA ... 128
LAMPIRAN ... 130 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara
Lampiran 2. Foto Kegiatan Pelaksanaan Program Unggulan Lampiran 3. Rekomendasi Penelitian
Lampiran 4 Lembar Konsultasi Bimbingan Tesis
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga menurut sejumlah ahli adalah sebagai unit sosial-ekonomi terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi, merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal. Ia bisa dikatakan sebagai satu-satunya lembaga yang paling efektif dalam pembentukan kepribadian, tidak hanya secara fisik, melainkan secara psikologis, mental dan spiritual.1
Keluarga terdiri dari atas orang-orang yang hidup dalam satu rumah tangga yang merupakan susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan- ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Pertalian antara suami dan istri adalah perkawinan dan hubungan antara orang tua dan anak biasanya adalah darah atau kadangkala adopsi.2
Pendapat lain menegaskan bahwa ciri keluarga itu terbagi menjadi empat bagian yaitu: (a) keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan (pertalian antar suami dan istri), darah (hubungan antara orangtua dan anak) atau adopsi; (b) Anggota-anggota keluarga ditandai
1Hal ini sesuai dengan peraturan undang-undang RI Nomor 10 tahun 1992 yang menyatakan bahwa “Keluarga merupakan wahana pertama seorang anak mendapatkan penge- tahuan dan keterampilan yang diperlukan bagi kelangsungan hidupnya.” Radiah, Himpunan Undang-undang tentang Keluarga, (Yogyakarta: Semesta, 2013), 20.
2Handayani, Konseling Keluarga, (Yogakarta: Binafsi Publisher, 2015), 8.
2
dengan hidup bersama di bawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga. Tempat kos dan rumah penginapan bisa saja menjadi rumahtangga, tetapi tidak akan dapat menjadi keluarga, karena anggota-anggotanya tidak dihubungkan oleh darah, perkawinan atau adopsi, (c) Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi si suami dan istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan saudara perempuan;
Peranan-peranan tersebut diperkuat oleh kekuatan tradisi dan sebagian lagi emosional yang menghasilkan pengalaman; dan (d) Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum.
Dalam Islam, pembentukan keluarga merupakan sebuah keharusan yang telah diwajibkan kepada setiap orang dengan memilih pasangan yang terbaik di antara sesamanya. Hal ini didasarkan pada dua Firman Allah yang relevan yaitu:
َٖيِنَُّٱبَُّٜيَأَٰٓ َي بَٛ كٞ هَٝ ا ٗهبَٗ َْ ٌيََِِٛأَٝ َْ ٌََ لَٗأ ْا َٰٓٞ ه ْاٞ َ٘ٓاَء
ًبَُّ٘ٱ َٝ
حَهبَغِؾَُٱ
َٕٞ ٖ َؼَي َّلَ ٞكاَلِّ ٞظ َلَِؿ ٌخٌَِئ َٰٓ ََِٓ بََٜيََِػ ََّللّٱ
بَٓ َٕٞ َِؼَلَيَٝ َْ َٛوََٓأ َٰٓبَٓ
َٕٝ وَٓ َؤ ي ٦
Arttinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(Q,S. at-Tḥrīm [66]: 6).3
Sebagai salah satu bentuk kewajiban, keluarga berkewajiban untuk memenuhi segala kebutuhan anggota keluarganya yang meliputi kebutuhan
3 Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemah, (Jakarta: Depag RI, 2015)
3
agama, ekonomi, psikologi, social serta menyangkut kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi para anggota keluarganya.
Keluarga sejahtera dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mapan secara ekonomi dan social serta mental spiritual. Hal ini juga selaras dengan apa yang ditegaskan BKKBN yang menyatakan bahwa keluarga yang sejahtera diartikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga, dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya.
Keluarga yang pada awalnya hanya mempersatukan dua orang, selanjutnya dengan izin Allah berkembang menjadi beberapa anggota yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Dari anggota tersebut diharapkan lahirnya generasi yang berkualitas; sehat, kuat, dan energik; tidak hanya secara fisik, melainkan secara mental. Sedangkan berkualitas, ditandai dengan terbangunnya mekanisme kehidupan yang teratur, seimbang, dan bertransformasi. Setiap individu diharuskan untuk tidak meninggalkan generasi lemah di belakang hari, sebagaimana difahami dalam Q.S. an-Nisā‟ [4]: 9 yang menyatakan;
َِ َقَيََُٝ
َٖيِنَُّٱ ْاٞ وَّزَيََِك ََِْٜيََِػ ْاٞ كبَف بًل َؼِٙ ٗخَّيِّه م َِِْٜلََِف َِٖٓ ْاٞ ًَوَر ََُٞ
ََّللّٱ
اًليِلٍَ ٗلَ ََٞه ْاٞ ُٞ وَيََُٝ
٩
Artinya:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
4
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”4
Lebih jauh lagi dalam pandangan Islam bahwa tujuan dibangunnya keluarga itu adalah untuk memperoleh kebahagiaan hidup yang diliputi oleh cinta dan kasih. Atau membentuk keluarga sakinah yang dilandasi oleh mawaddah dan rahmah. Hal ini sesuai dengan firman Allah, Q.S. ar-Rūm (30): 21 yang menegaskan bahwa terciptanya pasangan suami-istri dari jenis kalian sendiri adalah agar kalian merasa cenderung dan tentram bersamanya.5
Secara social, tujuan keluarga adalah mewujudkan kesejahteraan lahiriah berupa penampilan fisik dan kesejahteraan ekonomi serta kesejahteraan batiniah berupa kematangan social, psikologi dan mental- spiritual.
Menurut konsep sosiologi, tujuan keluarga adalah mewujudkan kesejahteraan lahir (fisik, ekonomi) dan batin (sosial, psikologi, spiritual, dan mental). Tujuan tersebut tertuang dalam beberapa hal di bawah ini, bahwa;
1) Keluarga memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan anggota keluarganya, baik kebutuhan fisik, psikologi, maupun spiritual. Tujuan tersebut diarahkan semata-mata untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan bagi para anggotanya serta melestarikan keturunan dan budaya suatu bangsa. Namun demikian, landasan keluarga tersebut tetap didasarkan atas
4 Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemah, (Jakarta: Depag RI, 2015)
5Ada beberapa pendapat menegaskan bahwa ketenangan yang dimaksud ayat di atas adalah lebih pada ketenangan psikologis dan spiritual atau yang bersipat rohani/batin, bukan fisik. Hal ini ditandai oleh penggunaan partikel “ila” setelah kata yaskunu. Di samping itu, redaksi litaskunu juga mengindikasikan adanya gejolak jiwa yang sangat menggelisahkan. Ibn Asyur, Tafsīr at- Tanwīr wa at-Tahwīr, jilid ke-8,(Tunisia: Daruttunisisyah, 1984), 3234.
5
perkwaninan yang sah, mampu memenuhi kewajiban ekonominya serta bertakwa kepada Allah SWT.
2) Pendapat lain mengatakan bahwa tujuan dari terbentuknya keluarga adalah mewujudkan suatu struktur yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis para anggota keluarganya. Termasuk juga memelihara kebiasaan atau budaya masyarakat yang lebih luas.
3) Menurut rumusan BKKBN yang terbaru, bahwa untuk disebut sebagai keluarga yang berkualitas, harus memenuhi ciri-ciri berikut, yaitu; a) keluarga yang sejahtera, sehat, maju dan mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Allah SWT. Sejahtera berarti keluarga tersebut dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara wajar. Sehat berarti sehat jasmani, rohani, dan sehat secara sosial.
Maju berarti memiliki keinginan untuk terus mengembangkan kemampuan dan kemampuan diri dan keluarganya guna meningkatkan kualitas hidupnya. Selanjutnya berjiwa mandiri berarti memiliki wawasan, kemampuan, sikap, dan perilaku yang tidak ingin memiliki ketergantungan pada orang lain. Kemudian jumlah anak yang ideal adalah jumlah anak dalam yang diinginkanitu sesuai dengan kemampuan keluarga. Selanjutnya berwawasan berarti memiliki pengetahuan dan pandangan yang luas sehingga mampu, peduli, dan kreatif dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan masyarakat secara luas. Sedangkan harmonis berarti
6
mencerminkan kondisi keluarga yang utuh dan mempunyai hubungan yang serasi di antara semua anggota keluarga serta memahami dan menjalankan hak dan kewajiban. Adapun bertakwa berarti taat beribadah dan melaksanakan ajaran agamanya.6
Guna mewujudkan tujuan keluarga di atas, maka harus dipahami lebih jauh mengenai fungsi-fungsi dasar sebuah keluarga dan fungsi tersebut harus berjalan dengan baik agar generasi berikutnya lebih berkualitas, yaitu:
a) Fungsi keagamaan, yaitu menmgacu pada perintah agama untuk membina keluarga sebagai tertuang dalam salah hadis sohih riwayat Bukhari yang menegaskan bahwa mereka yang tidak mau membina rumah tangga, berarti mereka tidak mau menjadi bagian dari umatnya.
b) Fungsi biologis yaitu keluarga memberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dengan carta keluarga dijadikan sebagai tempat sumber pemenuhan kebutuhan primer para anggota keluarganya.
c) Fungsi ekonomis. Hal ini juga masih berkaitan dengan fungsi biologis, dimana masing-masing anggota keluarga dapat mengatur dan menjyesuaikan diri antara pemenuhan dengan ketersediaan sumber-sumber keluarga secara efektif dan efisien.
d) Fungsi pendidikan yaitu keluarga harus menjadi lembaga pertama dan utama yang memberikan nilai-nilai agama dan budaya. Hal
6www.keluargasehat.com (Senin, 2 September 2019)
7
tersebut mereka peroleh pertama kali melalui imitasi langsung dari lingkungan keluarganya.
e) Fungsi social yaitu keluarga mempunyai tugas untuk mengantarkan anggotanya ke dalam masyarakat luas; bagaimana ia harus bergaul dengan saudaranya, tetangga, dan anggota masyarakat umumnya.
Selain itu, bagaimana ia ringan tangan memberi pertolongan kepada orang lain yang memerlukan.
f) Fungsi komunikasi yaitu bahwa keluarga harus menjamin komunikasi dengan lancer, sehat, dan beradab antar sesama anggota keluarga.
g) Fungsi penyelamatan yaitu keluarga berkewajiban menjaga keselamatan para nggota keluarganya dengan tiak meninggalkan mereka dalam keadaan lemah, baik secara fisik, psikososial, dan mental-spiritual. Fungsi ini relevan dengan Q.S. at-Tḥrīm [66]: 6).7 Apabila fungsi-fungsi di atas berjalan dengan baik, maka dan harmonis, maka masyuaraklat akan menjadi baik dan harmonis pula. Karena keluarga adalah unit terkecil dalam daro komunitas masyarakat. Setiap anggota dari suatu komunitas masyarakat selain bertindak untuk dirinya sendiri sebagai individu, juga harus bertindak secara social, seperti melakukan interaksi, menolong, saling menasihati dalam kebaiklan, dan sebagainya.
Citra keluarga sebagaimana disinggung ayat di atas, belakangan sering diistilahkan dengan keluarga madani yakni sebuah keluarga yang disandarkan
7 Departemen Agama RI, Tafsir al-Qur‟an Tematik, (Jakarta: Lajnah Pentashihan al- Qur‟an, 2008), III: 6.
8
pada bagaimana cara-cara Rasulullah dalam membina rumah tangganya. Oleh Bassam menegaskan bahwa standar minimal keluarga madani sebagaimana praktek Rasulullah itu adalah tercermin dari terpenuhinya kebutuhan standar kehidupan minimal, baik dalam bidang agama, pendidikan, sosial, ekonomi, dan moral.8
Kaitannya dengan hal di atas, terdapat salah satu komunitas guru di Pondok Pesantren Thohir Yasin, Lendang Nangka yang mempraktekkan bagaimana perwujudan keluarga madani tersebut. Berdasarkan hasil survei awal, komunitas guru tersebut menampilkan sebuah citra keluarga yang dapat disebut sebagai keluarga madani dari aspek terpenuhinya standar minimal kebutuhan hidup, baik lahir dan batin.9
Beberapa hal yang mencirikan hal tersebut adalah pertama masing- masing guru tersebut mampu menjadikan anggota keluarganya untuk patuh dan taat pada agamanya; beriman dan bertakwa serta beribadah secara terartur. Kedua, dilihat dari aspek ekonomi, mereka merupakan keluarga di bawah standar. Akan tetapi, mereka mampu memenuhi hak-hak pendidikan anak-anaknya, mulai dari standar wajib sekolah hingga jenjang perguruan tinggi; Satrata Satu, dan Strata Dua. Hal ini juga sesuai perintah mencari pengetahuan, sebagaimana dalam sabda Rasulullah yang menegaskan bahwa setiap muslim berkewajiban penuh mencari pengetahuan.10
8Bassam, Rasūlullah fī al-Madīnah, (Qahirah: Ma‟arif, 2016), 99.
9Survei dilakukan pada tanggal 24 – 27 Juni 2018 dengan langsung terjun ke lokasi. Proses survei dilakukan secara professional tanpa memberi kesan bahwa mereka sedang diamati. Di samping langsung mengamatinya di sekolah, peneliti juga mengunjungi rumah mereka satu persatu, guna memperoleh data yang akurat sebagaimana yang diharapkan.
10Hamzah, al-Arba‟ūn Al-Huqūq fī al-Islām, (Qahirah: t.t, 2015), 10.
9
Ketiga, hasil kinerja keprofesiannya sebagai guru, rata-rata berada di atas standar, baik dilihat dari aspek kedisiplinan, keteladanan, dan ketekunan.
Di samping itu, mereka selalu menampilkan citra fisik yang energik, semangat dan giat bekerja. Keempat, di tengah masyarakat, relasi dan interaksi sosialnya juga terjalin dengan baik, bahkan mereka dijadikan panutan dan teladan di kampung masing-masing.
Fenomena keluarga para guru di atas, relevan dengan visi dan misi pembangunan keluarga dalam Islam yang kemudian peneliti sebut dengan keluarga madani. Bahwa dalam keluarga madani tersebut, kepala keluarga dituntut secara agama maupun sosial untuk memerankan fungsi dan tugasnya dengan baik, benar dan tepat. Masing-masing saling bersinergi satu sama lain, bersikap terbuka, toleran, dan bermusyawarah di setiap persoalan yang terjadi.11 Dengan kata lain, delapan fungsi umum dalam keluarga, tercermin dalam kehidupan keluarga mereka, seperti fungsi pengaturan seksual, reproduksi, perlindungan dan pemeliharaan, pendidikan, sosialisasi, afeksi, ekonomi, dan status sosial.
Karim Bakar dalam bukunya at-Tawāsul al-„Usriy menegaskan bahwa di antara hal terpenting dalam pembangunan keluarga berdasarkan perunjuk Rasulullah itu adalah berfungsinya peran masing-masing anggota keluarga;
saling memahami, bertanggungjawab, dan disiplin; rukun, tentram dan saling
11 Rahmawan, Prinsip-prinsip Masyarakat Madani, (Yogyakarta: Semesta, 2015), 71-73.
10
kasih mengasihi; patuh pada Agama, patuh pada hokum dan nilai moral serta kepada kedua orang tua.12
Bagi para guru Pondok Pesantren Thohir Yasin, keluarga itu adalah amanah sekaligus nikmat dari Allah yang harus dijalankan dan dikelola dengan baik.13 Keluarga, lanjut mereka, bukan persoalan lahirnya generasi baru, terjalinnya kehidupan yang baik, serta terpenuhinya kebutuhan hidup, melainkan perintah syar‟i yang harus dijalankan.14 Artinya, atas nama perintah, mereka bekerja penuh untuk menjalankan amanah tersebut serta berupaya memenuhi hak-hak anggota keluarganya, tanpa merugikan satu sama lain.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melihat lebih jauh bagaimana strategi para guru Pondok Pesantren Thohir Yasin dalam mewujudkan keluarga madani. Penelitian ini penting dilakukan mengingat beberapa hal signifikan, di antaranya:
Pertama, keluarga merupakan pilar utama dalam kehidupan masyarakat Muslim.
Kedua, kemajuan teknologi dan informasi yang begitu pesat ini, mempengaruhi pola pikir sebagian masyarakat tentang arti keluarga itu sendiri, dimana keluarga dijejali dengan berbagai pasilitas teknologi, namun lupa terhadap nilai dan karakter yang harus dibentuk di dalamnya.
12Karim Bakar, at-Tawāsul al-„Usriy, (Riyad: Mamlakah al-Arabiyah, 2011), 29.
13Salah satunya tercermin dalam firman Allah, Q.S. az-Zāriyāt (51): 56 yang menegaskan bahwa tujuan terciptanya manusia itu (termasuk melalui lembaga keluarga) adalah untuk beribadah pada Allah. Ibrahim Khalil, Makānatul Usrah fī al-Islām, (Qahiro: Darusysyuruq, 2011), 100.
14Wawancara dengan salah satu informan, 28 Juni hingga 30 Juli 2019.
11
Ketiga, emage keluarga bahagia dan sejahtera seringkali dikesankan dengan adanya kekayaan materi dan berbagai asesoris fisik lainnya, sehingga mereka yang berada di bawah ekonomi standar merasa seakan tidak bahagia, meskipun semua kebutuhan standar minimalnya telah terpenuhi.
Keempat, komunitas guru di Pondok Pesantren Thohir Yasin, rata-rata berada di bawah ekonomi standar, namun mereka mampu memenuhi segala kebutuhan pokok para anggota keluarganya, mulai dari kebutuhan dalam agama, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan topik latar belakang penelitian, dapat diidentifikasi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
a. Keluarga madani dalam konteks ilmiahnya sebagaimana dimaksud dalam penelitian ini masih belum banyak ditemukan, meskipun di satu sisi tidak jauh beda dengan keluarga sakinah yang menjadi acuan umum.
b. Guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin memiliki banyak keunikan yang menjadikan mereka berbeda di satu sisi dengan yang lain.
c. Setting lingkungan kehidupan guru-guru di Pondok Pesantren Thohir Yasin didominasi oleh perilaku religius, sehingga memungkinkan efektifitas terbetuknya keluarga madani.
12
d. Citra keluarga yang ditampilkan rata-rata di atas standar keluarga bahagia dan harmonis; segala kebutuhan tercukupi, baik primer, skunder dan tersiernya. Bahkan seringkali ia menjadi tempat bergantung sejumlah anggota masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi.
e. Masing-masing keluarga dapat memenuhi hak-hak pendidikan atas anak-anaknya, mulai dari jenjang Strata Satu hingga Strata Dua.
f. Salah satu kendala yang dihadapi para guru adalah biaya pendidikan yang semakin mahal, sementara pengahsilannya sangat kecil.
g. Terjadinya kesenjangan antara upaya memenuhi hak-hak anggota keluarga dengan kondisi yang ada.
2. Batasan Masalah
Peneliti membatasinya dengan tiga persoalan utama, yakni;
a. Bentuk keluarga madani yang dimaksud oleh para guru Pondok Pesantren Thohir Yasin.
b. Tentang strategi para guru Pondok Pesantren Thohir Yasin dalam mewujudkan keluarga madani.
c. Hambatan yang dihadapi dan cara penyelesaiannya.
3. Rumusan Masalah
Berangkat dari tiga batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitain ini adalah:
a. Bagaimana strategi strategi guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin dalam mewujudkan keluarga madani?
13
b. Apa problem dan solusi guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin dalam mewujudkan keluarga madani?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Memahami strategi guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin dalam Mewujudkan Keluarga Madani.
2. Menjelaskan apa saja problem dan solusi Guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin dalam Mewujudkan Keluarga Madani.
D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis:
a. Terumusnya pokok-pokok pikiran mengenai strategi guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin dalam mewujudkan keluarga madani, berikut problem dan solusinya.
b. Tersedianya informasi ilmiah mengenai strategi keluarga madani yang diwujudkan oleh guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin.
c. Meninkatnya pemahaman teoritik bagi para guru sebagai individu maupun bagi masyarakat secara kolektif dalam mewujudkan keluarga madani.
2. Manfaat Pragmatis:
14
a. Hasil riset ini dapat membantu para indvidu guru dalam mengatasi problematika keluarga, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang.
b. Bagi para peneliti dan pemerhati studi ahwal syahsiaah secara khusus, hasil riset ini menjadi pedoman dasar dalam merumuskan kembali konsep yang lebih ideal tentang keluarga madani.
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan 1. Hasil Penelitian
Sepanjang penelusuran peneliti, judul penelitian “Strategi Guru-guru Pondok Pesantren Thohir Yasin dalam Mewujudkan Keluarga Madani ini, relatif sedikit dan belum menemukan kajian utuh. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti.
Namun demikian, terdapat sejumlah hasil penelitian yang relevan sebagai acuan landasan untuk melakukan penelitian ini, sekaligus sebagai penjelas distingsi studi yang akan dilakukan. Di antaranya sebagai berikut:
a. Tesis dengan judul “Konstruksi Islam tentang Keluarga Sakinah;
Studi atas Tafsir al-Musbah” oleh Bahri.
Penelitian tersebut menegaskan bahwa keluarga sakinah adalah keluarga yang memperoleh ketenangan hidup secara lahir dan batin.
Keluarga itu sendiri adalah organisasi pembelajaran dimana masing- masing anggota memiliki peran, fungsi dan tanggungjawab. Selain atas nama anggota keluarga, mereka adalah mitra kerja bagi yang lain.
15
Di antara nilai pokok yang harus diterapkan di dalamnya adalah tanggungjawab, kesetaraan, penghormatan serta musyawarah dalam setiap persoalan.15
b. Tesis dengan judul “Strategi Guru-guru Sekolah Dasar Muhammadiyah Selamn, Yogyakarta dalam Mengatasi Konflik dalam Keluarga” oleh Rahmawadi.
Penelitian tersebut menegaskan bahwa strategi penting dalam mengatasi konflik dalam keluarga adalah peningkatan kesadaran amanah bahwa pernikahan itu adalah amanah Allah. Kesadaran tersebut akan memperkokoh komitmen untuk memperbaiki diri secara terus-menerus, sehingga setiap persoalan terjadi, dapat diselesaikan secara tepat tanpa membiarkannya berlarut-larut.16
c. Lapoan penelitian individu dengan judul “Signifikansi Pesantren dalam Pengembangan Keluarga Madani(Studi Kasus di Pondok Pesantren Maslahul Huda, Kajen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah) oleh Muslihah.
Dalam penelitian tersebut diakatakan bahwa nilai dan karakteristik keluarga madani itu dicerminkan oleh tiga hal pokok;
transformatif, berwawasan ke depan, dan menjadikan keluarga sebagai organisasi pembelajaran.
15Bahri, Konstruksi Islam tentang Keluarga Sakinah; Studi atas Tafsir al-Musbah, (Tesis:
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011), 60.
16Rahmawadi, Strategi Guru-guru Sekolah Dasar Muhammadiyah Selamn, Yogyakarta dalam Mengatasi Konflik dalam Keluarga, (Tesis: UIN Suska Riau, 2015), 89.
16
d. Tesis dengan judul Konsep Sakinah Mawaddah dan Rahmah dalam Perspektif al-Qur‟an dan Penafsirannya” tahun 2015, oleh A.M.
Ismatullah.
Dalam penelitaian tersebut ditegaskan bahwa konsep keluarga sakinah merujuk pada Q.S. ar-Rūm [30]: 21, yang berarti tentram.
Selanjutnya term mawaddah dan rahmah merujuk pada adanya jalinan cinta kasih dan sayang di dalamnya.17
Keempat kajian di atas, belum mengarah pada apa yang hendak peneliti lakukan. Dari objek dan subyek penelitiannya juga berbeda, dimana peneliti dalam hal ini menjadikan guru-guru pondok pesantren Thohir Yasin sebagai objek penelitian. Dengan kata lain, fokus penelitian ini strategi guru-guru pondok pesantren Thohir Yasin dalam mewujudkan keluarga madani.
2. Persamaan
Persamaan penelitin ini dengan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:
a. Pada penelitian pertama, persamaannya terletak pada teknis dan langkah dalam upaya mewujudkan keluarga sakinah;
b. Pada penelitian kedua, persamaannya teletak pada wilayah strategi menyangkut problem dan konflik dalam sebuah keluarga;
c. Pada penelitian ketiga, persamaannya terletak pada pada upaya pengembangan keluarga madani;
17A.M. Ismatullah, Konsep Sakinah Mawaddah dan Rahmah dalam Perspektif al-Qur‟an dan Penafsirannya, MAZAHIB, Jurnal Pemikiran Islam, vol. 1 No. 1, (Juni, 2015), 63-64.
17
d. Pada penelitian keempat, persamaannya pada upaya menemukan konsep keluarga mawaddah.
3. Perbedaan
Adapun perbedaan beberapa penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pada penelitian pertama fokus pada keluarga sakinah, maka penelitian sekarang ini lebih focus pada keluarga madani;
b. Pada penelitian kedua fokus pada strategi guru sekolah dasar Muhammadioyah dalam mengatasi konflik, maka penelitian sekarang ini focus pada upaya mengetahui problem dan solusi guru-guru Ponpes Thohir Yasin dalam mewujudkan keluarga madani;
c. Pada penelitian ketiga fokus pada signifikansi pesantren dalam pengembangan keluarga madani, maka penelitian saat ini focus pada guru-gurunya;
d. Pada penelitian keempat fokus pada upaya menemukan konsep sakinah, maka penelitian saat ini lebih focus pada keluarga madani.
Lihat bagan di bawah ini:
NO PENELITIAN TERDAHULU
PERSAMAAN DENGAN PENELITIAN
SEKARANG
PERBEDAAN DENGAN PENELITIAN
SEKARANG
1
Tesis Bahri dengan judul
“Konstruksi Islam tentang Keluarga Sakinah; Studi atas Tafsir al-Musbah, (Tesis: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011)
Persamaannya terletak pada teknis dan langkah dalam upaya mewujudkan keluarga sakinah
Jika penelitian terdahulu lebih focus pada keluarga sakinah, maka penelitian sekarang ini lebih focus pada keluarga madani
18 2 Tesis Rahmawadi
dengan judul Strategi Guru-guru Sekolah Dasar Muhammadiyah Selaman, Yogyakarta dalam Mengatasi Konflik dalam Keluarga, (Tesis: UIN Suska Riau, 2015)
Persamaannya teletak pada wilayah strategi menyangkut problem dan konflik dalam sebuah keluarga
Jika penelitian terdahulu lebih focus pada strategi guru sekolah dasar Muhammadioyah dalam mengatasi konflik, maka
penelitian sekarang ini focus pada upaya mengetahui probl;em dan solusi guru-guru Ponpes Thohir Yasin dalam mewujudkan keluarga madani 3 Laporan penelitian
individu oleh Muslihah dengan judul
“Signifikansi Pesantren dalam Pengembangan Keluarga Madani(Studi Kasus di Pondok Pesantren Maslahul Huda, Kajen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah)
Persamaannya terletak pada upaya
pengembangan keluarga madani
Jika penelitian terdahulu lebih focus pada signifikansi pesantren dalam pengembangan keluarga madani, maka penelitian saat ini focus pada guru- gurunya
4 Tesis oleh Ismatullah dengan judul Konsep Sakinah Mawaddah dan Rahmah dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Penafsirannya”
tahun 2015.
Persamaannyapada upaya menemukan konsep keluarga mawaddah
Jika penelitian terdahulu focus pada upaya menemukan konsep sakinah, maka penelitian saat ini lebih focus pada keluarga madani
F. Kerangka Teori 1. Strategi
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategos yang berarti „komandan militer pada zaman demokrasi Athena; keseluruhan usaha, termasuk perencanaan, cara yang digunakan oleh militer untuk mencapai kemenangan dalam peperangan.18Karena memang dikhususkan untuk kepentungan militer semata. Belakangan, istilah tersebut
18 L. Pasaribu dan B. Simandjuntak, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Tarsito Bandung, 1983), 76.
19
berkembang luas dan dipergunakan hampir oleh setiap disiplin keilmuan, seperti sosial, ekonomi, pendidikan, dan politik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah strategi dimaknai sebagai sebuah perencanaan yang cermat mengenai kegiatan yang mencapai sasaran khusus. Strategi juga dikaitkan dengan pengetahuan atau seni menggunakan semua sumber daya untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai.19
Menurut Craing dan Grant, strategi adalah yakni penetapan sasaran dan tujuan jangka panjang sebuah perusahaan dan arah tindakan serta alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan.20 Sedangkan menurut Wright, strategi adalah respon secara terus menerus dan adaftif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi.
Menurut Abuddin Nata, strategi pada intinya adalah langkah-langkah terencana yang bermakna luas dan mendalam yang dihasilkan dari sebuah proses pemikiran dan perenungan yang mendalam berdasarkan pada teori dan pengalaman”.21
Strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindakuntuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dalam hubungannya dengan perwujudan, trategi bisa diartikan sebagai pola
19Petter Salim dan Yenny, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (ttp: tnp, tt), 1463.
20Djamarah, dkk., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bineka Cipta, 2006), 6.
21 Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 206 .
20
umum kegiatan guru-guru Ponpes Thohir Yasin dalam mewujudkan keluarga madani.
2. Keluarga Madani a. Keluarga
Secara etimologis, kata keluarga berasal dari bahasa Sanskerta:
kulawarga; ras dan warga yang berarti anggota.Ia berasal dari rangkaian kata kawula dan warga. Kawula artinya abdi yakni hamba sedangkan warga berarti angggota.22 Artinya lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Dalam bahasa Arab keluarga biasa disebut ahlun yang artinya ahli rumah, keluarga, famili.
Keluarga secara biologis merupakan kumpulan dari laki-laki dan perempuan yang membentuk suatu ikatan suami isteri dengan atau tanpa anak untuk dapat hidup bersama.23 Dalam sebuah keluarga mempunyai suatu beban atau tugas untuk berkembang biak. Di samping itu adalah tempat di mana seseorang akan mendapatkan kebutuhan biologis yang dibutuhkan sebagai manusia.
Sementara secara psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dan bertempat tinggal sama yang masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin, sehinga terjadi saling mempengaruhi, dan saling memperhatikan.24
22Abu Ahmadi, IlmuPendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 176.
23Tohari Musnamardi, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UII Pers, 1992), 35. Lihat pula Sayekti Pujo Suwarno, Bimbingan Dan Konseling Keluarga, (Yogyakarta: Menara Mas Offset, 1994), 10.
24 Hasan Shadily, Dalam Rehani, Berawal dari Keluarga, (Jakarta: Hikmah, 2003), 12.
21
Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dariduapribadi yang tergabung karena hubungan darah,hubungan perkawinan atau pengangkatan,di hidupnyadalamsatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masingdan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Keluarga inti atau disebut juga dengan keluarga batih ialah yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga inti merupakan bagian dari lembaga sosial yang ada pada masyarakat. Bagi masyarakat primitif yang mata pencahariaannya adalah berburu dan bertani, keluarga sudah merupakan struktur yang cukup memadai untuk menangani produksi dan konsumsi.
Keluarga merupakan lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga lainnya berkembang karena kebudayaan yang makin kompleks menjadikan lembaga- lembaga itu penting.
Menurut para ahli psikolog, keluarga bisa diartikan sebagai dua orang yang berjanji untuk hidup bersama, memiliki komitmen atas dasar cinta, menjalankan tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan batin atau hubungan perkawinan yang kemudian melahirkan ikatan sedarah
Menurut Mattessich dan Hill bahwa keluarga merupakan suatu kelompok yang berhubungan kekerabatan, tempat tinggal, atau hubungan emosional yang sangat dekat yang memperlihatkan empat hal (yaitu interdepensi intim, memelihara batas-batas yang terseleksi, mampu untuk beradaptasi dengan perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu, dan melakukan tugas-tugas keluarga).
22
Dari aspek sosiologi hukumnya, keluarga merupakan akad kontrak atau perikatan.Dalam UU Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10 ditegaskan bahwa keluarga adalah suatu unit sosial-ekonomi terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi, merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan, dan adopsi.
b. Madani
Dalam konteks Indonesia, istilah madani pertama-tama dipahami sebagai sebuah istilah yang dihubungkan dengan masyarakat yang dibangun oleh Rasulullah di Madinah. Madani itu sendiri terambil dari nama kota Madinah dan/atau kata madīnah yang berarti civil, atau beradab.
Dawam Raharjo, menegaskan bahwa bermula dari istilah ad-dīn yang berarti agama, kemudian tamaddun yang berarti peradaban, dan hingga menjadi kata madīnah yang berarti kota. Dengan demikian madani mengandung tiga hal; agama, peradaban dan perkotaan. Jika agama adalah sumbernya, kemudian peradaban adalah prosesnya, maka masyarakat adalah hasilnya.25
Nurchalis Majid, dalam hal ini menegaskan bahwa madani itu merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Rasulullah di
25M. Dawam Raharjo, Masyarakat Madani; Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1990), 146.
23
Madinah yang memiliki ciri; kesederajatan, keterbukaan, toleransi, musyawarah, dan menghargai prestasi.26
Dalam konteks sosial modern, istilah madani lebih dihubungkan dengan struktur masyarakat dan kehidupannya. Karena itu ada istilah al- mujtama‟ al-madani (Arab) yang dipadankan dengan civil society atau masyarakat madani. Civil society itu sendiri diartikan sebagai sebuah masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupan.
Kajian kata madani ini semakin diperluas menyangkut nilai, prinsip, dan asas-asas pembangunan suatu masyarakat yang berkeadaban. Karena itu Dawam Raharjo menegaskan, madani adalah suatu proses penciptaan peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama berdasarkan suatu pedoman hidup untuk menciptakan persatuan dan integrasi sosial.
c. Keluarga Madani
Dalam gramatika Arab, istilah keluarga sepadan dengan kata al- usrah yang berarti baju besi atau juga sering diidentikkan dengan kerabat lelaki dan seluruh penghuni rumahnya.27 Penyematan kata usrah menjadi sebuah istilah keluarga, tidak semata dikhususkan karena adanya anak- anak dari anggota keluarga, melainkan adanya jalinan kasih sayang dan tali kekerabatan yang sangat dekat, dan itulah sebagai penguatnya.28
26 Nurcholis Majid, “Menuju Masyarakat Madani” dalam Jurnal Kebudayaan dan Peradaban Ulumul Qur‟an, 51.
27Ibn Manzur, Lisān al-„Arab, (Kairo: Darul Ma‟arif, t.t), lema “usrah”, 19-20.
28 Baqir Syarif, Niẓām al-Usrah fī al-Islām; Dirāsatun Muqāranah, (Beirut: Darulaswak, 1998), 21.
24
Keluarga sebagai suatu unit terkecil dalam masyarakat mempunyai nilai yang sangat tinggi dan secar anasional merupakan aset potensi untuk membangun bangsa. Kokohnya pondasi dalam mempertahankan suatu keluarga adalah adanya keberhasilan keluarga tersebut untuk selalu berupaya meningkatkan kesejahteraan lahir danbatin. Hal ini akan dapat dicapai apabila fungsi keluarga dapat dilaksanakan dengan baik oleh setiap keluarga secara serasi, selaras serta seimbang serta dibarengi dengan penuh rasa tanggung jawab.73
Kaitannya dengan keluarga madani, Jamal dalam bukunya al- Madany; al-Mujtama‟ wa al-Usrah menegaskan bahwa di antara nilai pokok yang harus terbangun dalam sebuah keluarga untuk mewujudkan keluarga madani adalah ditegakkannya nilai dan prinsip dalam lima aspek yaitu: 1) agama, 2) sosial, 3) hukum, 4) ekonomi, dan 5) moral.29
Al-Qaimi dalam bukunya Takwīn al-Usrah fī al-Islām menegaskan bahwa cara membangun keluarga yang paling ideal dalam Islam adalah cara Rasulullah, baik dari aspek agama dan mental serta keseimbangan dalam menempatkan sesuatu secara proporsional. Karena itu pula sering disebut dengan keluarga Nabawi (al-usrah an-nabawiy) atau keluarga madani (al-usrah al-madany).30
Jadi, keluarga madani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keluarga yang dinisbahkan pada cara-cara Rasulullah dalam membangun keluarga yang tercermin dengan terpenuhinya nilai dan prinsip dalam lima
29Abdul Jamal, al-Madany; al-Mujtama‟ wa al-Usrah, (Qahirah: Darul Ma‟arif, 2015), 127.
30 al-Qaimi, Ali,Takwīnu al-Usri fī al-Islām,(Beirut: Darunnubala‟, 1996), 311.
25
aspek. Di dalamnya terdapat standar minimal yang harus terpenuhi untuk kemudian dapat disebut sebagai keluarga madani.
Kelima aspek tersebut dalam skala standar minimalnya adalah:
(1) Aspek agama; standar minimalnya adalah terpenuhinya hak-hak Allah (huqullah) yang meliputi pelaksanaan kewajiban pokok dalam agama.
(2) Aspek pendidikan; standar minimalnya adalah terpenuhinya hak- hak pendidikan para anggota keluarga, paling tidak dapat memahami literasi menulis dan membaca.
(3) Aspek sosio-ekonomi; standar minimalnya adalah terjalinnya relasi dan interaksi sosial mikro antar sesama anggota keluarga dengan baik serta terpenuhinya dan/atau tercukupinya ekonomi keluarga, khususnya mencakup kebutuhan primer sehari-hari (4) Aspek sosiologi hukum; ditegakkannya sanksi dan hukum atas
pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu atau lebih anggota keluarga terkait dengan tata aturan agama dan sosial- kemasyarakatan.
(5) Aspek akhlak; terbentuknya nilai, karakter dan prilaku mulia pada masing-masing individu, baik pada diri sendiri maupun saat berinteraksi dengan sesamanya.
Dalam al-Qurān terdapat tiga kata kunci yang menjelaskan konsep keluarga madani ini, yaitu: min anfusikum (dari dirimusendiri); mawaddah (cinta); dan rahmah (kasih sayang). Kata min anfusikum yang berarti dari
26
dirimusendiri, berarti seorang suami harus menjadikan istrinya sebagai bagian dari dirinya sendiri, pun sebaliknya. Apabila suami isteri tersebut tidaklagi menjadi bagian dari yang satu dengan yang lain maka akan banyak sekali kejadian atau cobaan salah satunya cerai.
Kemudian kata mawaddah yang berarti cinta, berarti antara suami dan istri itu memilki hubungan saling membutuhkan satu sama lain. Akar kata mawaddah itu sendiri bermakna kekosongan jiwa dari berbuat jahat terhadap yang dicintainya. Selanjutnya adalah rahmah yang berarti kasih saying adalah karunia Allah yang sangat bersar diberikan kepada pasangan suami istri tersebut. Meskipun mawaddah mulai berkurang seiring perjalanan waktu namun dengan rahmah ini tetaplah terjaga dan mampu memperekat hubungan antar suami dan isteri sehingga bias langgeng sampai akhir hayat.
Dalam keluarga madani, setiap anggotanya merasakan suasana tenteram, damai, bahagia,aman, dan sejahtera lahir dan batin.Sejahtera lahir adalah bebas dari kemiskinan harta dan tekanan penyakit jasmani.
Sedangkan sejahtera batin adalah bebas dari kemiskinan iman, serta mampu mengkomunikasikan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Di samping itu, keluarga madani dapat memberi setiap anggotanya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dasar fitrah kemanusiaan, yaitu fitrah sebagai hamba yang baik, sebagaimana maksud dan tujuan Allah menciptakan manusia di bumi.
27
Rumah tangga sudah seharusnya menjadi tempat yang tenang bagi setiap anggota keluarganya. Ia merupakan tempat kembali kemanapun mereka pergi. Mereka merasa nyaman di dalamnya, dan penuh percaya diri ketika berinteraksi dengan keluarga yang lainnya dalam masyarakat.
Inilah yang dalam perspektif sosiologis disebut unit terkecil dari suatu masyarakat.
Memelihara kenyamanan dalam keluarga hanyadapat dibangun secara bersama-sama. Melalui proses panjang untuk saling menemukan kekurangan dan kelebihan masing-masing, setiap anggota keluarga akan menemukan ruang kehidupan yang mungkin sebelumnya tidak pernah dibayangkan. Itulah sebabnya, keluarga pada dasarnya adalah proses pembelajaran untuk menemukan formula yang lebih tepat bagi kedua belah pihak, baik suami-isteri, maupun anak-orang tua. Proses belajar itu akan mengungkap berbagai misteri keluarga. Lebih- lebih ketika kita akan belajar tentang baik-buruk kehidupan keluarga dan rumah tangga.
Itulah sebabnya, dalam nasihat-nasihat perkawinan, keluarga sering diilustrasikan sebagai perahu yang berlayar melawan badai samudera. Kita dapat belajar dari pengalaman siapa pun. Pengalaman pribadi untuk tidak mengulangi kegagalan, atau juga pengalaman orang lain selama tidak merugikan pelaku pengalaman itu.31 Dengan demikian menurut Islam keluarga sakinah yaitu keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan
31 Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur‟an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku, (Cet1;
Jakarta: Lentera Hati), 82.
28
seimbang, yang diliputi suasana kasih saying antara keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu mengamalkan, menghayati danmemperdalamnilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.32
Allah SWT berfirman:
َٖيِنَُّٱبَُّٜيَأَٰٓ َي بَٛ كٞ هَٝ ا ٗهبَٗ َْ ٌيََِِٛأَٝ َْ ٌََ لَٗأ ْآَٰٞ ه ْاٞ َ٘ٓاَء
ًبَُّ٘ٱ َٝ
حَهبَغِؾَُٱ
َٕٞ ٖ َؼَي َّلَ ٞكاَلِّ ٞظ َلَِؿ ٌخٌَِئ َٰٓ ََِٓ بََٜيََِػ ََّللّٱ
بَٓ َٕٞ َِؼَلَيَٝ َْ َٛوََٓأ َٰٓبَٓ
َٕٝ وَٓ َؤ ي ٦
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.Q.S. at-Taḥrīm [66]: 6.
Ayat di atas menjelaskan bahwasanya orang-orang yang beriman diperintahkan untuk memelihara diri dan keluarganya dari api neraka.
Karena keluarga adalah rumah kecil pertama dan bangunan masyarakat.
Kekuatan keluarga dan keterikatannya merupakan sebab kekuatan dan keselamatan masyarakat. Oleh karenanya keluarga haruslah diperintahkan untuk bertakwa, yaitu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sehingga jika ada salah satu anggota keluarga yang melakukan pelanggaran perintah Allah, maka harus saling mengingatkan (saling memberikan nasihat).
Faktor yang menyebabkan timbulnya ketidakbahagiaan dalam rumah tangga merupakan salah satu masalah sosial yang apabila tidak diselesaikan sebaik-baiknya maka akan menimbulkan masalah social baru
32Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur‟an, Ibid, 4.
29
yang lebih berat danluas, terutama akan berpengaruh terhadap anak.
Apalagi diperparah dengan timbulnya penyelewengan suami/isteri (perselingkuhan), kenakalananak-anak danlain sebagainya.
Rasulullah saw bersabda yang artinya;
قِفأ لػٝ امإٝ ةنً سلؽ امإ :خصلَص نكبُ٘ٔا خيآ .ٕبف ٖٔرا امإٝ
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara, yaitu apabila bercakap dia berbohong, apabila berjanji dia mungkiri dan apabila diberi amanah dia mengkhianatinya”. (HR. Bukhari).33
Hadits tersebut memberikan petunjuk bahwa jika dalam suatu keluarga tidak ada tanggung jawab, tidak adanya kepercayaan serta banyaknya kedustaan, maka hal tersebut menjadi pertanda bahwa suatu keluarga tersebut sudah mengalami krisis kepercayaan dan tanggung jawab sehingga akan mengarah kepada keretakan rumah tangga.
Penjelasan di atas memberikan landasan bahwa pembentukan keluarga yang sakinah akan senantiasa didambakan oleh setiap insan yang telah mengikatkan diri dalam ruang keluarga. Oleh karenanya mengembangkan sikap dan pola interaksi yang baik antara sesama anggota keluarga modal dasar yang nantinya akan terbentuk adalah keluarga yang dinamis.
Hal tersebut dapat dilihat dari tuntunan Nabi Muhammad bahwa dalam sebuah keluarga haruslah saling mengingatkan dan ayah sebagai kepala keluarga sudah menjadi tanggung jawabnya untuk memimpin bahtera rumah tangga, sehingga keharmonisan dalam keluarga akan
33 Hadis No. 107, Kitab “Iman”, Bab “Penjelasan Tanda-tanda Orang-orang Munafiq”, Imam Muslim, Sahih Muslim, (Riyad: Darut Tayyibah, 2006), I: 46.
30
terbina. Oleh karenanya pola komunikasi yang baik antara sesame anggota keluarga adalah diutamakan yang dengan mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, sebuah keluarga tersebut memperoleh rahmat (kesejahteraan).
Pemenuhan cinta dan kasih sayang dalam keluarga tidak akan terpenuhi jika di dalamnya orang tuanya sedang mengalami pertengkaran atau perselisihan, sehingga keharmonisan tidak terjalin. Artinya perhatian dan tanggung jawab yang besar dalam mengatur bahtera rumah tangga sangat ditekankan dalam Islam.
Orang tua dalam keluarga ditempatkan pada kedudukan yang lebih tinggi dan mulia. Oleh karena kedudukannya itulah maka tanggung jawab dan kewajiban harus ditanggungkan. Keluarga mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan agama dan tempat beribadat yang secara serempak berusaha mengembangkan amal saleh dan anak yang saleh.34
Untuk membina keluarga yang baik, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Pembinaan penghayatan ajaran Islam
Pencerminan agama dalam tingkah, tutur kata, sikap dan perikehidupan keluarga merupakan tanah subur bagi pembinaan kehidupan beragama bagi anak. Sejak kecil, anak dalam keluarga dibiasakan untuk mengenal ajaran agama sebagai pedoman dasar bagi kehidupannya kemudian. Tanpa bekal agama yang memadai,
34Jalaluddin Rahmat, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Madani, (Bandung: Rosda Karya, 1992), 13.
31
sendi-sendi kehidupan kekeluargaan dan kemasyarakatan akan runtuh.
b) Pembinaan sikap saling menghormati
Hubungan dalam keluarga yang harmonis, serasi, merupakan unsure mutlak terciptanya kebahagiaan hidup. Hubungan harmonis akan tercapai manakala dalam keluarga dikembangkan, dibina, sikap saling menghormati, dalam arti satu sama lain memberikan penghargaan sesuai dengan status dan kedudukannya masing- masing. “yang kecil, yang muda menghormati yang tua”, “dan sebaliknya”. Dengan kata lain di dalam keluarga diciptakan sikap dan perilaku “saling asah, saling asih, saling asuh”. Itulah keharmonisan hubungan dalam keluarga akan tercapai dan pada akhirnya akan memunculkan kehidupan rumah tangga dan masyarakat yang penuh mawaddah warahmah sehingga menjadi sejahtera dan bahagia.
c) Pembinaan kemauan bersama
Hal ini sebagaimana tertuang dalam firman Allah Q.S. al- Jumu‟ah [62]: 10 yang menegaskan bahwa Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di mukabumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Manusia harus senantiasa berusaha, bekerja, agar untuk kehidupannya ada rizki yang bias diperoleh, upaya mencari rizki ini didasari rasa atau sikap saling hormat menghormati.
32 d) Pembinaan sikap efisien
Bersikap efisien bukan berarti bersikap kikir. Pembinaan sikap efisien, hemat, hidup sederhana, tanpa mengorbankan diri itu sangat penting bagi kehidupan rumah tangga yang bahagia dan sejahtera.
Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah Q.S. al- Furqan [25]: 67 yang menyatakan: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebih- lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian.”
e) Pembinaan sikap suka mawas diri
Tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang berbuat alpa dan salah. Sikap ini harus senantiasa tertanam pada setiap diri anggota keluarga. Dengan demikian setiap ada anggota keluarga yang melakukan kesalahan tanpa mencari kambing hitam, segera yang bersangkutan mau menyadari apa yang menjadi kekeliruan dan kesalahannya, dan segera meminta maaf kepada orang yang terkena kesalahannya dan bertaubat kepadaAllah.
Untuk dapat menggapai keluarga madani perlu diketahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan tercapainya keluarga dan untuk dapat bisa diminimalisir penyebab kegagalan tersebut. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gagalnya hal tersebut adalah:
a) Membuka rahasia pribadi
33
Inilah yang kadang-kadang tidak diperhatikan, ketika orang sudah berkeluarga. Segala yang ada dalam isteri, itulah yang menjadi milik suami dan begitu sebaliknya, karena suami atau isteri merupakan belahan diri sendiri. Sehingga ketika ada aib atau kekurangan yang menimpa suami, si isteri tidak perlu membuka atau mengatakannya kepada orang lain. Dengan kata lain kekurangan salah satu pihak berarti kekurangan bersama yang tidak layak untuk diungkit-ungkit.
b) Cemburu yang berlebihan
Cemburu memang boleh, akan tetapi ada batasnya, yaitu dapat diterima dan diartikan sebagai tanda cinta atau setianya suami atau isteri. Akan tetapi cemburu yang tidak beralasan atau berlebihan justru akan menimbulkan terganggunya kebahagiaan.
c) Rasa dendam dan iri
Inilah penyakit yang sangat berbahaya, yang senantiasa menghinggapi rumah tangga seseorang. Hal tersebut bias dilihat jika tetangganya baru saja membeli pesawat TV, keluarga tersebut iri dan mempunyai prasangka yang bukan-bukan. Jikalau sang isteri, misalnya tidak kuat imannya, maka akan memprovokasi suaminya untuk supaya dapat menyaingi tetangga yang baru membeli TV tersebut, padahal suaminya tidak mampu, maka suami tersebut akan tertekan batinnya dan inilah salah satu awal malapetaka ketidak harmonisan keluarga.