• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS TBP 2 REKAYASA LINGKUNGAN

N/A
N/A
Ahmad Amarullah

Academic year: 2024

Membagikan "TUGAS TBP 2 REKAYASA LINGKUNGAN "

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

TUGAS TBP 2 REKAYASA LINGKUNGAN

Kelompok 1

NAMA : Fadly Ardiyatna 1212020002 Ahmad Amarullah 1212025001 Ilham Kurniawan 1212020004

TEKNIK SIPIL

TANGERANG SELATAN

2023

(2)

(No.1) Ahmad Amarullah 1212025001 1. Jelaskan manfaat siklus hidrologi.

1. Siklus Hidrologi

Air secara alami mengalir dari hulu ke hilir, dari daerah yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah. Air mengalir di atas permukaan tanah namun air juga rnengalir di dalam tanah. Air juga dapat berubah wujud, dapat berupa zat cair sesuai dengan nama atau sebutannya "air", dapat berupa benda padat yang disebut "es", dan dapat pula berupa gas yang dikenal dengan nama "uap air". Perubahan fisik bentuk air ini tergantung dari lokasi dan kondisi alam. Ketika dipanaskan sampai 100oC maka air berubah menjadi uap dan pada suhu tertentu uap air berubah kembali menjadi air. Pada suhu yang dingin di bawah 0oC air berubah menjadi benda padat yang disebut es atau salju. Air dapat juga berupa air tawar (fresh water) dan dapat pula berupa air asin (air laut) yang merupakan bagian terbesar di bumi ini. Di dalam lingkungan alam proses, perubahan wujud, gerakan aliran air (di permukaan tanah, di dalam tanah dan di udara) dan jenis air mengikuti suatu siklus keseimbangan dan dikenal dengan istilah siklus hidrologi.

Menurut Kodoatie (2012) proses perjalanan air dalam siklus hidrologi seperti ditunjukkan pada Gambar 1, adalah:

1. Penguapan/evaporasi: Proses ini terjadi pada laut, danau, waduk, rawa, sungai, tambak dan lain-lain.

2. Evapotranspirasi: yaitu suatu proses pengambilan air oleh akar tanaman untuk kebutuhan hidupnya, kemudian terjadi penguapan pada tanaman tersebut.

Proses pengambilan air oleh akar tanaman disebut transpirasi, sedangkan proses penguapan pada tanaman akibat dari sinar matahari disebut evaporasi.

3. Hujan/salju turun: Uap air dari proses evaporasi dan evapotranspirasi di atmosfir akan berubah menjadi cairan akibat proses kondensasi, tetesan air yang terbentuk tersebut saling berbenturan satu dengan yang lainnya dan terbawa oleh angin sampai berubah menjadi butir-butir air. Butir-butir air tersebut akan terakumulasi dan semakin berat, sehingga secara gravitasi akan turun ke bumi.

(3)

18

4. Air hujan di tanaman: Air hujan yang terjadi akan langsung jatuh (through flow) atau mengalir melalui batang tanaman (stem flow) serta air hujan tersebut ada yang tertinggal di atau jatuh dari daun (drip flow). Perlu waktu yang relatif lama untuk air hujan mencapai tanah apabila tanaman tersebut cukup rimbun.

5. Aliran permukaan (run-off): Aliran yang bergerak di atas permukaan tanah.

Secara alami air akan mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gunung ke lembah, kemudian menuju ke daerah lebih rendah, sampai ke pantai dan akhirnya bermuara ke laut atau ke danau.

6. Banjir/genangan: Banjir dan genangan terjadi akibat dari luapan sungai atau daya tampung drainase yang tidak mampu mengalirkan air.

7. Aliran sungai (river flow): Aliran permukaan mengalir menuju daerah tangkapan air atau daerah aliran sungai menuju ke sistem jaringan sungai.

Aliran dalam sistem sungai akan mengalir dari sungai kecil menuju sungai yang lebih besar dan berakhir di mulut sungai (estuari), tempat sungai dan laut bertemu.

8. Transpirasi: Proses pengambilan air oleh akar tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidup dari tanaman tersebut.

9. Kenaikan kapiler: Air dalam tanah mengalir dari aliran air tanah karena mempunyai daya kapiler untuk menaikkan air ke vadose zone menjadi butiran air tanah (soil moisture), demikian juga butiran air tanah ini naik secara kapiler ke permukaan tanah.

10. Infiltrasi: Sebagian dari air permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (soil water).

11. Aliran antara (interflow): air dari soil water yang mengalir menuju jaringan sungai, waduk, situ-situ dan danau.

12. Aliran dasar (base flow): aliran air dari ground water yang mengisi sistem jaringan sungai, waduk, situ-situ, rawa dan danau.

13. Aliran run-out: aliran dari ground water yang langsung menuju ke laut.

14. Perkolasi: Air dari soil moisture di daerah vadose zone yang mengisi aliran air tanah.

(4)

19

15. Kenaikan kapiler: aliran dari air tanah (ground water) yang mengisi soil water.

16. Return flow: aliran air dari soil water/vadoze zone menuju ke permukaan tanah.

17. Pipe flow (aliran pipa): aliran yang terjadi dalam tanah.

18. Unsaturated throughflow: aliran yang melewati daerah tidak jenuh air.

19. Saturated flow: aliran yang terjadi pada daerah jenuh air.

(5)

Gambar 1. Proses Perjalanan Air dalam Siklus Hidrologi (Sumber: Kodoatie, 2012)

(6)

Menurut Seyhan (1990), daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer, evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasl di dalam tanah maupun dalam tubuh air, dan evaporasi kembali. Daur hidrologi mempunyai manfaat yang kecil bagi hidrolog yang terlibat dengan pengkajian terinci, kuantitatif dari terjadinya air dan gerakannya. Namun, daur tersebut berguna untuk memberikan konsep pengantar mengenai bagaimana air bersirkulasi secara umum dan proses-proses yang terlibat dalam sirkulasi ini.

Siklus hidrologi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus di mana air yang berada di bumi bergerak ke atmosfir dan akan kembali ke bumi lagi, Triatmodjo (2008) menjelaskan siklus hidrologi diawali dengan terjadinya penguapan air yang berada di permukaan tanah, sungai, danau serta laut. Uap air tersebut menuju atmosfir akan berubah menjadi titik air sehingga terbentuk awan akibat dari proses kondensasi, kemudian titik-titik air tersebut akan turun menjadi hujan di daratan maupun lautan. Hujan yang jatuh sebagian ditahan oleh tanaman dan sebagian lagi jatuh ke permukaan tanah.

Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan akan mengalir menjadi aliran permukaan (surface runoff) sebagai pengisi danau, sungai dan cekungan tanah. Air dari proses infiltrasi akan mengalir di dalam tanah (perkolasi) dan mengisi air tanah yang nantinya akan keluar sebagai mata air atau akan mengalir ke sungai yang pada akhirnya akan mengalir menuju ke laut.

Menurut Tchakerian (2015), dasar konsep dari hidrologi adalah siklus hidrologi yang digambarkan dalam skala ruang dan waktu yang berbeda. Secara global siklus hidrologi merupakan proses terus menerus yang menghubungkan air di atmosfer dengan air yang di darat maupun di laut. Pergerakan air dari ruang satu ke yang lain terjadi melalui tiga fase, misalnya pergerakan air dari permukaan tanah ke atmosfer terjadi dalam fase uap (penguapan dan kondesasi), fase cair yaitu hujan dan fase padat yaitu salju.

(7)

1. Sumber Daya Air

Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya alam yang mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Air adalah sumber daya yang terbarui, bersifat dinamis mengikuti siklus hidrologi yang secara alamiah berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat. Tak seorangpun yang menyangkal bahwa air merupakan kebutuhan dasar bagi seluruh kehidupan, baik manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan yang tidak dapat digantikan oleh substansi lain. Karena itu hak kepemilikan air hanya pada negara agar dapat menjamin kehidupan. Bagi Indonesia yang merupakan negara agraris yang tengah merintis arah pembangunan nasionalnya menuju era industrialisasi, peranan sumber daya air sangatlah menentukan. Di samping itu, sejalan dengan pertambahan penduduk Indonesia yang terus berlangsung, peranan sumber daya air dimaksud juga dirasakan semakin menentukan dalam kehidupan sehari-hari (Sutardi, 2002).

Daerah-daerah yang sumber daya airnya dialokasikan sepenuhnya untuk mensejahterakan masyarakatnya akan mengalami kesulitan terutama pada musim kemarau (Pedro- Monzonís et al., 2016). Pengambil keputusan harus mengupayakan ketersediaan air baik untuk kebutuhan manusia maupun yang disyaratkan oleh lingkungan, ini berarti bahwa dibutuhkan investasi yang besar dalam pembangunan infrastruktur serta diperlukan peraturan tentang sumber daya air dan pemakaian secara intensif sumber daya air non konvensional seperti air yang digunakan kembali dan air hasil dari proses desalinasi.

Sifat-sifat air menurut Mori et al. (2003) yaitu air berubah ke dalam tiga bentuk/sifat menurut waktu dan tempat, yakni air sebagai bahan padat, air sebagai cairan dan air sebagai uap seperti gas. Keadaan-keadaan ini kelihatannya adalah keadaan alamiah biasa karena selalu kelihatan demikian, tetapi sebenarnya keadaan-keadaan/sifat-sifat ini adalah keadaan yang aneh di antara seluruh benda- benda. Tidak ada suatu benda yang berubah ke dalam tiga sifat dengan suhu dan tekanan yang terjadi dalam hidup kita sehari-hari.

Umumnya benda menjadi kecil jika suhu menjadi rendah. Tetapi air mempunyai volume yang minimum pada suhu 4oC. Lebih rendah dari 4oC, volume air itu menjadi agak besar.

Pada pembekuan, volume es menjadi 1/11 kali lebih besar dari volume air semula.

Mengingat es

(8)

mengambang di permukaan air (karena es lebih ringan dari air), maka keseimbangan antara air dan es dapat dipertahankan oleh pembekuan dan pencairan. Jika es lebih berat dari air, maka es itu akan tenggelam ke dasar laut atau danau dan makin lama makin menumpuk yang akhirnya akan menutupi seluruh dunia.

2. Limpasan Permukaan (surface runoff)

Menurut Asdak (2014) limpasan permukaan adalah air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau dan lautan, sedangkan menurut Triatmodjo (2008) yang dimaksud dengan limpasan permukaan adalah air hujan yang mengalir dalam bentuk tipis di atas permukaan lahan yang akan masuk ke drainase kemudian bergabung mengalir menjadi anak sungai dan pada akhirnya menjadi aliran sungai.

Limpasan permukaan berlangsung ketika jumlah curah hujan telah melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah, setelah itu air akan mulai mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah, setelah pengisian terhadap cekungan tersebut selesai, air mengalir di atas permukaan dengan bebas. Limpasan yang mengalir agak cepat selanjutnya membentuk aliran debit sedangkan limpasan lain ada yang memerlukan waktu berhari- hari atau bahkan beberapa minggu sebelum akhirnya menjadi aliran debit karena melewati cekungan-cekungan permukaan tanah (Asdak, 2014).

Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan dapat dikelompokkan menjadi faktor yang berhubungan dengan iklim dan faktor yang berhubungan dengan karakteristik daerah aliran sungai. Laju dan volume limpasan permukaan dipengaruhi oleh lama waktu hujan, intensitas dan penyebaran hujan. Limpasan permukaan total untuk intensitas hujan tertentu secara langsung berhubungan dengan lama waktu hujan. Infiltrasi akan berkurang pada tingkat awal kejadian hujan. Oleh karena itu, hujan dengan waktu yang singkat tidak banyak menghasilkan limpasan permukaan, sedangkan pada hujan dengan intesitas yang sama dan dengan waktu yang lama, akan menghasilkan limpasan permukaan yang lebih besar (Asdak, 2014).

(9)

Limpasan permukaan, berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan sebagai aliran air hujan yang mengalir di permukaan tanah yang akan menjadi aliran sungai setelah mengalir melewati selokan atau parit-parit yang mengarah ke anak sungai. Limpasan permukaan sangat dipengaruhi oleh faktor iklim dan karakteristik daerah aliran sungai, di mana lama intensitas hujan berbanding lurus dengan besarnya limpasan permukaan yang terjadi.

Hujan turun dalam intensitas yang tinggi dan lama dapat memicu limpasan permukaan, menurut Dehotin et al., (2015) hal ini merupakan salah satu proses yang terlibat dalam terjadinya banjir, erosi, tanah longsor dan transfer polusi.

3. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, memuat pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya (single outlet). Satu DAS dipisahkan dari wilayah lain di sekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah dan topografi, seperti punggung perbukitan dan pegunungan.

Menurut Triatmodjo (2008), Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung/pegunungan di mana air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju sungai utama pada suatu titik/stasiun yang ditinjau. DAS ditentukan dengan menggunakan peta topografi yang dilengkapi dengan garis-garis kontur. Untuk maksud tersebut akan digunakan peta topografi dengan skala 1:50.000, yang dapat diperoleh dari Direktorat Geologi, Dinas Topografi Angkatan Darat atau instansi lain. Garis-garis kontur dipelajari untuk menentukan arah dari limpasan permukaan.

Limpasan berasal dari titik-titik tertinggi dan bergerak menuju titik-titik yang lebih rendah dalam arah tegak lurus dengan garis-garis kontur. Daerah yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan titik-titik tertinggi tersebut adalah DAS. Luas DAS diperkirakan dengan mengukur

(10)

daerah itu pada peta topografi. Luas DAS sangat berpengaruh terhadap debit sungai. Pada umumnya semakin besar DAS semakin besar jumlah limpasan permukaan sehingga semakin besar pula aliran permukaan atau debit sungai.

Dalam lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, dijelaskan beberapa prinsip dasar pengelolaan DAS yaitu:

a. Pengelolaan DAS berupa pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan, perlindungan dan pengendalian sumber daya dalam DAS.

b. Pengelolaan DAS berlandaskan pada asas keterpaduan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian (kelayakan usaha) serta akuntabilitas.

c. Pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

d. Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan prinsip “satu sungai, satu rencana, satu pengelolaan” dengan memperhatikan sistem pemerintahan yang desentralistis sesuai jiwa otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

- Satu sungai (dalam arti DAS) merupakan kesatuan wilayah hidrologi yang dapat mencakup beberapa wilayah administratif yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah pengelolaan yang tidak dapat diipisah- pisahkan;

- Dalam satu sungai hanya berlaku Satu Rencana Kerja yang terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

- Dalam satu sungai diterapkan Satu Sistem Pengelolaan yang dapat menjamin keterpaduan kebijakan, strategi perencanaan serta operasionalisasi kegiatan dari hulu sampai hilir.

Keterpaduan tersebut diperlukan karena:

- Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan (multi sektor) dalam pengelolaan sumbar daya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam penggunaannya;

- Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendasari (bersifat multi disiplin) dan mencakup berbagai kegiatan;

(11)

- Meliputi daerah hulu sampai hilir.

Pengelolaan DAS terpadu mempunyai ciri pokok sebagai berikut:

- Sasaran yang jelas, yaitu suatu pencapaian hasil yang telah direncanakan dan diharapkan akan terjadi pada masa datang;

- Strategi waktu, yaitu penjadwalan untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan setiap kegiatan dalam mewujudkan sasaran;

- Melibatkan berbagai sektor dan disiplin ilmu terkait, yaitu upaya melibatkan dan mengkoordinasikan peran serta sektor dan disiplin ilmu menuju sasaran secara bersama;

- Tumbuhnya motivasi setiap sektor, dengan mengacu kepada keterlibatan berbagai sektor dalam proses penetapan sasaran akan merangsang keinginan atau tekad untuk mencapai hasil.

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan area yang berada di kondisi dataran rendah berbentuk cekungan, di mana DAS merupakan tempat berkumpulnya air hujan, air permukaan atau salju yang mencair (Liu, 2015). Air dari DAS akan bergabung dengan badan air lain seperti sungai, danau, lahan basah, waduk atau laut. Drainase dalam ilmu hidrologi merupakan unit logis yang digunakan untuk mempelajari pergerakan air dalam siklus hidrologi karena sebagian besar air yang mengalir di dalamnya merupakan air hujan yang berasal dari lembah sungai.

4. Daya Dukung Lingkungan

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyebutkan bahwa pengertian daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain dan keseimbangan antar keduanya. Padatnya jumlah penduduk berpengaruh terhadap daya dukung lingkungan baik kebutuhan akan sumber daya air dan produktivitas lahan yang tersedia. Pertambahan jumlah penduduk membutuhkan perluasan lahan sebagai wadah aktivitas yang nantinya tumbuh dan berkembang. Apabila perkembangan tersebut tidak dikendalikan dengan baik maka dapat terjadi konversi lahan untuk aktivitas

(12)

yang tidak sesuai dengan fungsi dan daya dukungnya yang akan berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan (Clark, 1994).

Konsep daya dukung terhadap populasi manusia mulai diterapkan pada tahun 1960-an.

Ditekankan bahwa kebiasaan manusia dalam hal mengkonsumsi sangat bervariasi dibandingkan dengan jenis hewan, menyebabkan sangat sulit untuk menduga daya dukung bumi bagi manusia. Oleh karena itu daya dukung lingkungan untuk kehidupan manusia merupakan fungsi tidak hanya jumlah populasi, tetapi juga perbedaan tingkat konsumsi yang dipengaruhi oleh teknologi produksi dan konsumsi. Analisis daya dukung lingkungan aspek sumber daya air dapat dilakukan melalui 4 (empat) hirarki analisis, yaitu meliputi penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air, kajian sumber daya iklim untuk pertanian (tipe agroklimat), analisis potensi suplai air dan kajian indikator degradasi sumber daya air (Prastowo, 2010).

Kang & Xu (2012) mendefinisikan konsep daya dukung berkelanjutan dengan karakteristik ekosistem regional berdasarkan dua hal. Pertama, daya dukung harus dapat mempertahankan kelangsungan hidup ekosistem regional secara normal, sehingga peneliti harus memperhitungkan jumlah sumber daya dan kapasitas lingkungan untuk mempertahankan fungsi-fungsi tersebut. Kedua, harus dilakukan evaluasi terhadap pertumbuhan penduduk dan intensitas kegiatannya yang dapat didukung oleh sumber daya alam setelah mempertimbangkan kebutuhan ekosistem. Pendekatan ini mengutamakan kondisi ekosistem regional yang baik serta dapat menghindari kekurangan terkait dengan kelebihan perhitungan karena terbatasnya ruang lingkup analisis.

Daya dukung lingkungan berbasis neraca air suatu wilayah dapat diketahui dengan menghitung kapasitas ketersediaan air, yang besarnya sangat tergantung pada kemampuan menjaga dan mempertahankan dinamika siklus hidrologi pada daerah hulu DAS. Upaya mempertahankan siklus hidrologi secara buatan sangat ditentukan oleh kemampuan meningkatkan kapasitas simpan air, baik penyimpanan secara alami melalui upaya rehabilitasi dan konservasi wilayah hulu DAS, maupun secara struktur buatan seperti pembangunan waduk/bendungan, embung dan lainnya. Pemanfaatan sumber-sumber air yang tidak terkendali dapat menyebabkan

(13)

pasokan air cenderung berkurang akibat inefisiensi pemakaian air baik untuk pertanian, domestik, industri dan sebagainya. Pengendalian status daya dukung air ditentukan oleh kemampuan menjaga kapasitas simpan air, sistem distribusi (alokasi) air, serta pemanfaatan/pemakaian air yang efisien melalui penyediaan prasarana penyediaan air.

Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air menunjukkan perbandingan antara kondisi ketersedian air pada suatu wilayah dengan kebutuhan yang ada. Dari perbandingan keduanya, diperoleh status kondisi ketersediaan air pada wilayah tersebut (Prastowo, 2010).

Soemarwoto (2004) menjelaskan bahwa daya dukung lingkungan, dapat dilihat secara alamiah berdasarkan jumlah biomas (bahan organik tumbuhan) yang tersedia untuk makanan ternak per satuan luas lahan. Daya dukung dibedakan dengan beberapa tingkatan, yaitu:

a. Daya Dukung Maksimum

Merupakan jumlah maksimum hewan yang dapat didukung per satuan luas lahan. Dengan jumlah hewan yang maksimum, biomas sebagai sumber makanan sebenarnya tidak cukup. Walaupun hewan tersebut masih hidup, namun akan memiliki kondisi yang tidak sehat, kurus, lemah, mudah terserang penyakit serta mudah diserang hewan pemangsa.

b. Daya Dukung Subsisten

Pada daya dukung kondisi ini, jumlah hewan agak kurang, namun ketersediaan makanan lebih banyak, tetapi masih pas-pasan. Kondisi hewan masih kurus, mudah terserang penyakit dan diserang hewan pemangsa. Kondisi ini masih menyebabkan kerusakan lingkungan.

c. Daya Dukung Optimum

Pada kondisi ini, jumlah hewan lebih rendah dan terdapat keseimbangan yang baik antara jumlah hewan dengan persediaan makanan. Kondisi optimum merupakan kondisi ideal bagi lingkungan karena pada kondisi ini lingkungan tidak mengalami kerusakan serta kecepatan rumput yang dimakan seimbang dengan kecepatan regenerasi tumbuhan sebagai bahan makanan.

(14)

d. Daya Dukung Suboptimum

Pada kondisi ini, jumlah persediaan makanan jauh melebihi kebutuhan hewan karena jumlah hewan lebih rendah. Dengan kondisi ini, hewan tidak akan kekurangan makanan, namun akan mengakibatkaan tanaman yang tidak termakan menjadi layu dan keras sehingga mutu padang penggembalaan turun. Kondisi ini juga akan merusak lingkungan.

Dalam lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah, dijelaskan bahwa Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai. Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan berdasarkan 3 (tiga) pendekatan, yaitu (1) Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang. (2) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan. (3) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah pendekatan perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.

5. Analisis Ketersediaan Air

Ketersediaan air menurut Triatmodjo (2008) adalah jumlah air yang diperkirakan akan terus ada pada suatu lokasi sungai dengan jumlah dan jangka waktu tertentu. Air yang tersedia tersebut dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan seperti air baku yang meliputi air domestik, non domestik, pertanian, peternakan, perikanan dan industri serta dapat dipergunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA). PLTA tidak mengkonsumsi air karena pada PLTA, air hanya dilewatkan untuk memutar turbin setelah itu air akan mengalir kembali ke sungai sehingga dapat digunakan untuk keperluan lainnya, sedangkan pada

(15)

pemanfaatan air untuk keperluan lainnya, air akan dikonsumsi sehingga mengurangi ketersediaan air.

Aspek ketersediaan air merupakan salah satu aspek yang harus diketahui sebelum melakukan analisis neraca air pada suatu daerah. Ketersediaan air berasal dari air hujan, air permukaan dan air tanah. Kejadian hujan pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Wilayah Sungai (WS), sebagian dari air hujan tersebut akan menguap kembali dan sebagian akan mengalir menjadi aliran permukaan, melewati saluran drainase, sungai/danau serta sebagian lagi akan meresap ke dalam tanah menjadi imbuhan pada kandungan air tanah.

Sumber air permukaan merupakan sumber air yang memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan, sumber air permukaan yang dimaksud adalah air yang ada di sungai, saluran dan danau/waduk. Penggunaan air tanah juga dapat membantu dalam pemenuhan air baku maupun air irigasi pada daerah yang sulit mendapatkan air permukaan, namun kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan air tanah yaitu pada mahalnya biaya operasional pompa.

Menurut Triatmodjo (2008), dalam menganalisa ketersediaan air permukaan yang dijadikan acuan adalah debit andalan (dependable flow), debit andalan didefinisikan sebagai debit minimum sungai dengan besaran tertentu yang mempunyai kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Debit minimun sungai untuk keperluan irigasi, kemungkinan terpenuhi ditetapkan 80%, sedang untuk keperluan air baku biasanya ditetapkan 90%. Misal debit andalan 80% adalah 3 m3/d, artinya kemungkinan terjadinya debit sebesar 3 m3/d atau lebih adalah 80% dari waktu pencatatan data atau dengan kata lain 20% kejadian debit adalah kurang dari 3 m3/d.

6. Analisis Kebutuhan Air

Menurut Triatmodjo (2008), analisis kebutuhan air dipergunakan untuk memperkirakan kebutuhan air pada suatu daerah tertentu meliputi kebutuhan air domestik (rumah tangga) dan non domestik (fasilitas umum), industri, peternakan serta pertanian dan perikanan.

Kebutuhan air domestik dan non domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan konsumsi pemakaian air per kapita per hari.

(16)

Kebutuhan akan air di berbagai tempat mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya populasi penduduk. Di perkotaan dengan tingkat pembangunan yang pesat serta dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan kebutuhan akan air semakin meningkat, sehingga diperlukan suatu studi/kajian yang akan memberikan hasil seberapa besar tingkat kebutuhan air di suatu wilayah serta proyeksi kebutuhannya untuk beberapa tahun ke depan.

Triatmodjo (2008) juga mengetengahkan bahwa kebutuhan air domestik, non domestik dan pemeliharaan sungai diperkirakan dengan menggunakan dasar jumlah penduduk saat ini dan tahun yang diproyeksikan. Kebutuhan air domestik dan non domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan konsumsi air per kapita per hari. Kebutuhan air untuk industri berdasarkan jumlah karyawan. Kebutuhan air untuk perikanan dan peternakan dihitung berdasarkan jumlah ternak (sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, uggas) dan luas tambak/kolam ikan. Kebutuhan air untuk irigasi dipengaruhi oleh kebutuhan air konsumtif tanaman (Etc), penyiapan lahan (IR), penggantian lapis air (RW), perkolasi (P), hujan efektif (ER), efisiensi irigasi (IE), luas sawah (A) dan pemakaian air kembali (reuse- factor, RF).

Siklus hidrologi memiliki banyak manfaat bagi kehidupan di Bumi. Berikut adalah beberapa manfaat siklus hidrologi:

a. Menjaga ketersediaan air: Siklus hidrologi mendaur ulang air secara alami, sehingga air bersih tetap tersedia di Bumi. Tanpa adanya siklus air, Bumi mungkin sudah lama tidak memiliki pasokan air bersih dan menjadi

(17)

tempat yang sulit untuk ditinggali makhluk hidup.

b. Mendistribusikan air ke seluruh permukaan Bumi: Dengan adanya siklus air, hampir semua tempat di permukaan Bumi mendapatkan air melalui hujan, limpasa, aliran sungai, dan juga mata air yang diisi melalui hujan.

Tanpa adanya siklus air, hanya makhluk hidup di permukaan rendah (dekat laut) yang memiliki pasokan air.

c. Memindahkan berbagai mineral dan nutrisi antara litosfer, hidrosfer, dan juga atmosfer: Siklus air membawa mineral dan nutrisi dari tanah ke air dan udara, sehingga makhluk hidup dapat memperoleh nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup.

d. Membersihkan permukaan Bumi: Hujan yang turun akibat adanya siklus air, membersihkan permukaan Bumi yang dilewatinya dari berbagai debu, kotoran, dan partikulat lainnya.

e. Mendinginkan Bumi: Air memiliki sifat pendinginan karena dapat menyerap panas. Siklus air memberikan efek pendinginan Bumi dengan cara memerangkap panas sinar matahari. Hal ini membantu menjaga suhu Bumi agar tidak terlalu panas.

f. Mengatur pola cuaca dan iklim: Siklus air mempengaruhi pola cuaca dan iklim di Bumi. Proses penguapan dan kondensasi air dapat mempengaruhi pembentukan awan dan curah hujan. Hal ini dapat membantu mengatur suhu global dan mencegah perubahan suhu ekstrem dan bencana alam yang dapat membahayakan makhluk hidup.

Dengan demikian, siklus hidrologi memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan diBumi.

3 Dafftar pustaka

1. "Siklus Hidrologi". Diperoleh 20 Juli 2019, dari https://education.noaa.or.id/Hidro/Siklus/air-siklus.

2. Adiwidanto, Nova. 2004. Analisis Manfaat Sumber Daya Hutan

(18)

dan Ekosistemnya Sebagai Pengatur Tata Air (Fungsi Hidrologis) Pada Kawasan Lindung.

3. Agus, F. 2004. Pengelolaan DTA Danau Dan Dampak Hidrologisnya. IPB Press. Bogor.

4. Anonim1. 2016. Siklus Hidrologi: Pengertian, Tahapan, dan Macamnya. https://ilmugeografi.com/ilmu- bumi/hidrologi/siklus-.

Adi, Seno. (2013). Karakterisasi Bencana Banjir Bandang di Indonesia. Siklus Hidrologi: Pengertian, Tahapan, dan Macamnya., dalam.

(http://eprints.undip.ac.id/67951/4/ENDO_FOURY_LOVENDA_210401131300 95_DAFTAR_PUSTAKA.pdf)

(19)

Nama : ilham kurniawan Nim : 1212020004 Tugas TBP 2(No.2)

Pertanyaan no.2???

JELASKAN PENGARUH AIR TERHADAP KESEHATAN, BAIK INDIVIDU MAUPUN KOMONITAS ?

Peranan Air terhadap Kesehatan Air

merupakan senyawa anorganik, tidak berbau, tidak berasa yang tersusun oleh atom hidrogen dan oksigen atau disebut H2O. Air bagi manusia biasanya digunakan untuk mandi, mencuci, memasak dan yang utama adalah digunakan untuk minum. Menurut WHO di Negara-negara maju setiap orang memerlukan air sekitar 60-120 liter per hari. Sedangkan di Negara-negara berkembang seperti Indonesia setiap orang memerlukan air sekitar 30-60 liter per hari. Kegunaan air tersebut yang terpenting adalah kebutuhan untuk minum.

Untuk keperluan minum atau untuk keperluan makan air harus memiliki persyaratan yang khusus agar air tersebut tidak

menimbulkan penyakit bagi manusia (Sisca, 2016).

Air adalah zat terbanyak di antara zat lainnya dari semua

komposisi yang terkandung dalam tubuh manusia. Meskipun

tidak sama antara seseorang dengan orang yang lainnya,

secara umum kandungan air dalam tubuh manusia tidak jauh

berbeda. Ketika masih bayi, kandungan air yang dimiliki

manusia adalah sekitar 90%, saat dewasa berkurang menjadi

70%, kemudian setelah lanjut usia berkurang lagi menjadi

sekitar 50%. Air berperan penting bagi kesehatan, karena

(20)

umumnya 75-80% bagian yang ada di dalam tubuh manusia berbentuk cairan (Salim dan Taslim, 2021).

Air mempunyai kandungan zat gizi yang bisa membantu melarutkan berbagai macam zat kimia pada tubuh, sehingga wajib bagi manusia untuk konsumsi air setiap hari sebanyak delapan gelas atau dua liter per hari. Banyak manusia sering kali melupakan peranan penting air bagi kesehatan, karena banyak orang yang sibuk melakukan aktivitas masing-masing dan tidak merasa lelah sehingga lupa untuk mengkonsumsi air secara teratur, banyak orang juga memiliki kebiasaan dalam mengkonsumsi air minum hanya ketika haus saja. Hal tersebut 8 dapat mengakibatkan pengeluaran dan pemasukan air yang terjadi pada tubuh manusia tidak seimbang. Kejadian tersebut dapat mengakibatkan seseorang mengalami dehidrasi.

Dehidrasi adalah gejala dimana seseorang mengalami

kekurangan air atau cairan dalam tubuhnya yang diakibatkan dari ketidakseimbangan antara pengeluaran dan pemasukan air dalam tubuh. Tubuh mengalami kekurangan cairan

disebabkan oleh kurangnya jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh. Tubuh mengeluarkan cairan melalui pernafasan, keringat, urine, dan tinja (Ramadhan, R.I, 2016).

Ciri-ciri air yang layak untuk dikonsumsi adalah warna air

bening tidak keruh, air tidak berbau, rasanya tidak aneh, tidak

ada endapan, suhunya 10-20, tidak mengandung bahan kimia

dan memiliki pH 6,5-9,2, tidak boleh mengandung bakteri

Coliform dan bakteri Escherichia coli. Waktu yang terbaik bagi

kesehatan untuk mengonsumsi air minum adalah saat bangun

tidur di pagi hari, sebelum makan, sebelum dan sesudah

olahraga, sebelum mandi, sebelum tidur, ketika merasa lelah

bekerja. Briawan et al. (2011) menyatakan bahwa kebutuhan

air yang dianjurkan pada pedoman gizi seimbang dapat

berubah setiap waktunya. Kebutuhan air tergantung pada

(21)

beberapa faktor-faktor yang berperan penting seperti usia, jenis kelamin, frekuensi aktivitas fisik, serta faktor lingkungan.

Menurut Metta (2011) tubuh manusia yang kekurangan air

akan menyebabkan berbagai macam penyakit antara lain sakit pinggang, rematik, tukak saluran pencernaan, nyeri tulang leher, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, berat badan berlebihan, asma, kencing manis, stroke, batu ginjal dan sembelit.

2.2 Air Minum Berdasarkan Permenkes RI

No.492//Menkes/Per/IV/2010 air minum adalah air yang

melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

Persyaratan air minum yang

Sumber Air Minum Menurut

Theresia, P & Shirley, W (2015) menyatakan bahwa terdapat beberapa sumber air minum yang dapat diperoleh dari

beberapa sumber. 1. Air Hujan Air hujan memiliki sifat yang lunak karena tidak mengandung garam dan zat-zat mineral.

Air hujan dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat yang terdapat di udara seperti NH3, CO2 agresif, ataupun SO2. Dari segi kuantitas, air hujan tergantung pada besar kecilnya hujan, sehingga tidak mencukupi jika digunakan untuk persediaan umum karena jumlahnya yang berfluktuasi.

Air hujan juga tidak secara kontinu dapat diperoleh karena sangat tergantung pada musim. Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari individu perorangan atau berkelompok atau pemerintah, biasanya

dibuat sumur dan tangki air untuk menyimpan air bersih guna memenuhi kebutuhan hidup tersebut. 2. Air Permukaan Air permukaan yang biasa digunakan sebagai sumber air baku adalah air waduk, sungai, dan danau. Pada umumnya, air permukaan telah terkontaminasi zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat. Kuantitas dan

kontinuitas air permukaan sebagai sumber air baku cukup

(22)

stabil. 3. Air Tanah Air tanah mengandung garam dan mineral yang terlarut pada waktu air melalui lapisan-lapisan tanah, serta bebas dari polutan. Namun tidak menutupi kemungkinan bahwa air tanah tercemar oleh zat-zat yang mengganggu kesehatan, seperti Fe, Mn, kesadahan. Berdasarkan

kedalamannya, air tanah dibedakan menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal kualitasnya lebih rendah daripada air tanah dalam. Secara kuantitas, air tanah dapat mencukupi kebutuhan air bersih. Tetapi dari segi kontinuitas, 12 pengambilan air tanah harus dibatasi, karena pengambilan yang terus menerus dapat menyebabkan penurunan muka air tanah dan intrusi air laut. 4. Air Danau Air danau yang melalui proses treatment terlebih dahulu dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Air danau sebagai sumber dari air bersih dibendung untuk menyimpan air yang dapat digunakan pada saat musim kering. Gunanya untuk memenuhi kebutuhan irigasi di lahan pertanian. 5. Air Sungai Banyak sungai yang terdapat di Indonesia, tetapi hanya sedikit jumlahnya yang airnya dapat langsung

dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu sebelum dimanfaatkan air sungai perlu diproses treatment dahulu, yang disebut river water treatment. Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai galon isi ulang yang airnya berasal dari hasil proses river water treatment. Sistem pengolahan air bersih (water treatment) dengan sumber air bakunya berasal dari air sungai, air tanah dan air

pegunungan untuk bisa dijadikan air minum, memerlukan beberapa proses. Proses yang diperlukan tergantung dari kualitas air baku, antara lain sebagai berikut. a. Proses penampungan air di dalam bak penampungan air yang bertujuan sebagai tolak ukur debit air bersih yang dibutuhkan. b.

Proses oksidasi c. Proses pengendapan atau koagulasi. d.

Proses filtrasi yang bertujuan untuk menghilangkan kotorankotoran air yang masih terkandung dalam air. e.

Proses filtrasi (carbon actived), yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas air supaya air yang dihasilkan tidak

(23)

mengandung bakteri serta rasa dan aroma air. f. Proses terakhir adalah proses pembunuhan bakteri, virus, jamur, mikroba, dan bakteri lainnya. 13 6. Air Pegunungan Sumber air yang layak dan baik untuk dikonsumsi adalah sumber air yang berasal dari mata air pegunungan vulkanik karena sumber air tersebut memenuhi syarat karakteristik sumber air tanah yaitu kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.

Secara kualitas sumber air yang berasal dari mata air

pegunungan vulkanik dapat memenuhi persyaratan fisik, kimia dan biologi kualitas air untuk dikonsumsi, karena letak sumbernya jauh di bawah permukaan tanah dan berlokasi di atas ketinggian pegunungan yang masih terjaga kelestarian dan keasliannya. Banyak masyarakat yang membuka DAMIU dengan mengambil sumber air dari pegunungan, umumnya air pegunungan memiliki kualitas yang baik, yaitu mengandung banyak mineral yang sesuai dengan kebutuhan dan kesehatan sehingga tidak mengandung unsur-unsur pencemaran yang dapat mengganggu kesehatan tubuh. 2.2.2 Persyaratan Air Minum Menurut Kusnaedi (2010) kualitas air yang digunakan sebagai air minum sebaiknya memenuhi persyaratan secara fisik, kimia dan mikrobiologi. 1. Persyaratan Fisik Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan fisik sebagai berikut. a. Tidak berwarna Air untuk keperluan rumah tangga harus Jami. Air yang berwarna berarti mengandung bahan- bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan. b. Temperatur normal Air yang baik harus memiliki temperatur yang sama dengan temperatur udara (20-26°C). Air secara mencolok mempunyai temperatur diatas atau dibawah temperatur udara, berarti mengandung zat-zat tertentu (misalnya, fenol yang terlarut di dalam air cukup banyak) atau sedang terjadi proses tertentu (proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme yang 14 menghasilkan energi) yang

mengeluarkan atau menyerap energi dalam air. c. Rasanya tawar Air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit, atau asin menunjukkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan oleh adanya garam

(24)

tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam

diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik. d.

Tidak berbau Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air. e. Jernih atau tidak keruh Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari bahan tanah liat. Semakin banyak kandungan koloid maka air semakin keruh. Derajat kekeruhan dinyatakan dengan satuan unit. f. Tidak mengandung zat padatan Air minum yang baik tidak boleh mengandung zat padatan,

walaupun jernih, air yang mengandung padatan yang terapung tidak baik digunakan sebagai air minum. Apabila air

dididihkan, zat padat tersebut dapat larut sehingga menurunkan kualitas air minum. 2. Persyaratan Kimia

Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia sebagai berikut. a. pH netral Derajat keasaman air minum harus netral, tidak boleh bersifat asam maupun basa. Air yang mempunyai pH rendah akan terasa asam. Contoh air alam yang terasa asam adalah air gambut. Skala pH diukur dengan pH meter atau kertas lakmus. Air murni mempunyai 15 pH 7.

Apabila pH di bawah 7, berarti air bersifat asam. Bila di atas 7, berarti bersifat basa (rasanya pahit). b. Tidak mengandung bahan kimia beracun Air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia beracun seperti sianida

sulfida dan fenolik. c. Tidak mengandung garam atau ion-ion logam Air yang berkualitas baik tidak mengandung garam atau ion logam seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Mn, D, dan Cr. d.

Kesadahan rendah Tingginya kesadahan berhubungan dengan garam-garam yang terlarut di dalam air terutama garam Ca dan Mg. e. Tidak mengandung bahan organic Kandungan bahan organik dalam air dapat terurai menjadi zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan. Bahan-bahan organik itu seperti NH4, H2S, SO4 2- , dan NO3. 3. Persyaratan Mikrobiologis Persyaratan mikrobiologis yang harus dipenuhi oleh air adalah sebagai berikut. a. Tidak mengandung bakteri

(25)

patogen, misalnya bakteri golongan Escherichia Coli, Salmonella typhi, vibrio cholerae. Kumankuman ini mudah tersebar melalui air (transmitted by water). b. Tidak mengandung bakteri non patogen, seperti Actinomycetes, Phytoplankton Coliform. 2.3 Bakteri Coliform Bakteri Coliform adalah bakteri fakultatif anaerob, gram negatif, bakteri berbentuk batang dan tidak berspora, koloni

berwarna merah dengan kemilau logam (emas) dalam 24 jam pada 35 oC pada medium tipe akhir yang mengandung laktosa.

Dalam air, bakteri Coliform tidak memiliki rasa, bau atau warna. Jadi identifikasi keberadaan bakteri sangat sulit (Divya dan Solomon, 2016). Bakteri Coliform dapat meragi laktosa membentuk asam dan gas pada suhu 37oC dalam waktu 48 jam. Bakteri Coliform dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu fecal Coliform dan Non-fecal Coliform.

Fecal Coliform adalah 16 bakteri Coliform yang berasal dari tinja manusia ataupun hewan berdarah panas lainnya,

sedangkan Coliform non-fecal adalah bakteri Coliform yang ditemukan pada hewan atau tanaman-tanaman yang telah mati.

Salah satu contoh dari fecal Coliform adalah Escherichia coli, sedangkan Coliform non-fecal adalah Enterobacter aerogenes (Stewardship, W., 2007). Jika pengujian air ditemukan total Coliform berada di antara 30-300 koloni, maka kita juga harus menguji air untuk Escherichia coli.

Apabila hasilnya menunjukkan adanya fecal Coliform, maka sudah dapat diindikasikan bahwa kontaminasi dari air

tersebut berasal dari feses manusia ataupun hewan. Masalah utama yang harus dihadapi dalam pengolahan air ialah

semakin tingginya tingkat pencemaran air, baik pencemaran yang berasal dari air limbah rumah tangga maupun limbah industri, sehingga upaya-upaya baru terus dilakukan untuk mendapatkan sumber air, khususnya untuk pemenuhan akan air minum yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Dalam pengelolaannya, air minum isi ulang rentan terhadap kontaminasi dari berbagai mikroorganisme terutama bakteri coliform (Stewardship, W., 2007). Bakteri Coliform adalah

(26)

golongan bakteri intestinal yang hidup di dalam saluran pencernaan manusia (Madigan dkk, 2019). Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator adanya pencemaran bakteri pada uji kualitas air. Keberadaan bakteri Coliform

mengindikasikan adanya kontaminasi dan kondisi sanitasi yang tidak baik pada bahan pangan (Surono dkk, 2018).

Semakin sedikit kandungan Coliform, artinya kualitas air semakin baik. Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri Coliform, semakin tinggi pula resiko kehadiran bakteri patogen lain yang dapat hidup di dalam kotoran manusia dan hewan. Bakteri Escherichia coli adalah salah satu bakteri patogen yang dapat hidup di dalam kotoran manusia dan hewan. Bakteri Escherichia coli merupakan mikroba yang dapat menyebabkan gejala diare, demam, kram perut, dan muntah-muntah (Bambang, 2014). Baku mutu total Coliform dalam air minum telah diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum. Dalam peraturan tersebut total Coliform tergolong parameter yang berhubungan langsung dengan

kesehatan. Peraturan ini juga menyebutkan kadar maksimum total Coliform yang diperbolehkan dalam air minum adalah 0 (nol) 17 dengan satuan jumlah per 100 ml sampel. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3553-2006 batasan cemaran maksimum mikroba bakteri Coliform pada air minum dalam kemasan yaitu

aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan. Air minum harus mempunyai kualitas yang aman dan tidak

mengandung mikroorganisme yang dapat menyebabkan

penyakit seperti diare. 9 Penyakit diare terjadi disebabkan oleh air yang telah tercemar oleh bakteri seperti bakteri Coliform.

Bakteri Coliform merupakan golongan bakteri intestinal yang

hidup di dalam saluran pencernaan manusia yang dapat

menimbulkan berbagai penyakit bagi manusia, seperti diare

yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli

(27)
(28)

(NO.3) NAMA : FADLY ARDIYATNA NIM : 1212020002

3. Buat review ringkas mengenai 1 (satu) dari NSPM terkini tentang air untuk kehidupan

3.1 Pendahuluan

Sumber daya air adalah bagian integrasi kehidupan makhluk hidup yang memberikan kehidupan di planet biru ini dalam bentuk formasi flora dan fauna dengan dukungan kehidupan yang sangat seimbang. Air adalah salah satu sumber daya alam yang vital, baik untuk kehidupan di muka bumi maupun untuk kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari di berbagai sektor kehidupan.

Sebagai sumber daya alam maka kegiatan pengelolaan sumber daya air menjadi penting agar yang membutuhkan air dapat mendapatkan akses yang sama baik dalam memenuhi kebutuhan pokoknya untuk air minum dan sanitasi, maupun untuk memenuhi kebutuhan penghidupannya sebagai petani untuk mengairi tanamannya serta mengelola sumber daya air agar dapat tercukupi sepanjang tahun.

Dari definisi tersebut para pakar lingkungan mengadakan pengembangan lebih lanjut mengenai sumber daya lingkungan dan sumber daya air. Pengembangan adalah pembinaan dan pengaturan air dan/atau sumber air yang meliputi aspek-aspek pembangunan, perlindungan dan pemanfaatan (Susela dkk, 1992).

(29)

Pengelolaan adalah pengaturan suatu kesatuan sistem dalam salah satu bentuk manajerial dengan melibatkan pihak-pihak terkait sehingga dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada. Penyediaan air adalah proses, cara dan perbuatan menyediakan barang (air) yang mengandung makna usaha menjaga berkelanjutan dan pada manfaat, fungsi dan nilai dari segi mutu dan jumlah yang berkaitan dengan skala tempat/ruang dan waktu.

Sumber daya air adalah segala sesuatu sarana yang berwujud untuk menunjang pembangunan. Selain keberadaan air di bumi terbatas yang diperkirakan hanya berkisar 2% (Armus 2014), sebenarnya penyebarannya di muka bumi ini juga tidak merata, seperti daerah kering dan gurun pasir jumlah air lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah air di daerah hutan hujan tropis, seperti di daerah hutan pulau Sumatera atau di daerah Amazon di benua Amerika Selatan.

Di Indonesia bagian timur, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara mempunyai jumlah air yang lebih sedikit dibandingkan dengan di Pulau Jawa maupun Sumatera, bahkan di suatu wilayah, yang dikenal sebagai daerah bayang-bayang hujan akan mempunyai jumlah ketersediaan air lebih sedikit dibandingkan dengan daerah yang membayangkannya.

3.2 Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air

Pola Pengelolaan sumber daya air disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah administrasi yang bersangkutan.

Kebijakan pengelolaan sumber daya air adalah arahan strategis dalam pengelolaan sumber daya air. Kebijakan pengelolaan sumber daya air mencakup aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, dan sistem informasi sumber daya air yang disusun dengan memperhatikan kondisi wilayah masing-masing. Kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, yang selanjutnya disebut kebijakan nasional sumber daya air, disusun dan dirumuskan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional dan ditetapkan oleh Presiden.

Setiap penetapan kualitas air diatur dalam PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Pirzan et al

(30)

2007). Untuk analisis kuantitas air, data curah hujan dianalisis secara kualitatif lalu dihubungkan dengan rata-rata debit bulanan air tiap wilayah. Analisis debit tahunan juga dilakukan untuk melihat bagaimana tren debit tahunan suatu wilayah (Dahlan et al 2014).

Gambar 3.2: Kebutuhan Air Sebagai Kebutuhan Dan Sumber Daya Sampai Tahun 2010 (Sarma et al 1999).

3.3 Dasar Pengelolaan Sumber Daya Air

Dalam perumusan peraturan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) dibuatlah peraturan dan perundang-undangan yang mengatur pola pengelolaan sumber daya air misal pada

1. Undang-Undang Dasar 1945: Pasal 33 ayat (3), Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar untuk besar kemakmuran rakyat.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air:

a. Pasal 1 ayat 8, Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

(31)

b. Pasal 11, pada beberapa ayat sebagai berikut: (a) Ayat (1) Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air. (b) Ayat (2) Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. (c) Ayat (3) Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya. (d) Ayat (4) Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air. (e) Ayat (5) Ketentuan mengenai penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 4/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air: 1) Pasal 14, TKPSDA WS lintas provinsi mempunyai tugas membantu Menteri dalam koordinasi pengelolaan sumber daya air melalui:

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Dewan Sumber Daya Air:

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air:

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air, berbagai peraturan Pemerintah Pusat, dan berbagai kebijakan dan peraturan daerah.

7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2011 tentang kebijakan nasional pengelolaan sumber daya air.

Sebagai sumber hidup dan kehidupan manusia, air juga berfungsi sebagai pelestari lingkungan hidrologi. Seperti keterangan gambar 1.2, sebagai sumber yang memegang peranan penting maka sistem pengelolaannya akan

(32)

melibatkan masyarakat dan instansi terkait sebagai pengelola Sumber Daya Air. Penggunaan air untuk berbagai keperluan antara lain menunjang pertanian, penyediaan air bersih, pembangkit tenaga listrik, transportasi dan sebagainya. Indonesia sebagai Negara agraris pernah mencapai produksi beras yang cukup untuk kebutuhan dalam negeri.

Gambar 3.3: Daur Hidrologi Sebagai Sumber Marginal Kebutuhan Air Secara Alami (Wardoyo 1981)

3.3.1 Permasalahan Sumber Daya Air

Menghadapi berbagai permasalahan sumber daya air yang semakin hari semakin rumit dengan adanya peningkatan akan kebutuhan air yang sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk serta yang diiringi dengan pertumbuhan sosial-ekonomi. Selain itu, kekeliruan dalam pengelolaan sumber daya air menyebabkan upaya untuk meningkatkan kebutuhan akan air telah menimbulkan eksploitasi sumber daya air secara berlebihan sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan sumber daya air yang pada gilirannya menurunkan kemampuan pasokan air.

Gejala degradasi fungsi lingkungan sumber daya air ditandai dengan fluktuasi debit air di musim hujan dan kemarau yang semakin tajam, pencemaran air, berkurangnya kapasitas waduk, dan lainnya. Di samping tantangan fisik tersebut, pengelolaan sumber daya air juga mengalami tantangan dalam penanganannya seperti tidak tercukupinya dana operasi dan pemeliharaan, lemahnya koordinasi antar instansi terkait dan masih kurangnya akuntabilitas,

(33)

transparansi serta partisipasi para pihak yang dilaksanakan secara good governance (Syafri and Ekarina 2013, Harlina et al 2019).

Terdapat tiga kesenjangan berkaitan dengan sumber daya air yaitu:

1. Ketersediaan air menurun sedangkan kebutuhan meningkat,

2. Peningkatan konversi lahan jumlah penduduk tidak diikuti dengan peningkatan kualitas hidup di mana salah satu faktor penentunya yaitu ketersediaan air, dan

3. Peningkatan konversi lahan cenderung menurunkan daerah tangkapan air.

Pola ekosistem berubah dengan berubahnya variabel-variabel penyusunnya terhadap waktu atau bersifat dinamis. Perubahan tersebut menghasilkan kinerja sistem atau mekanisme kerja yang dapat diamati perilakunya melalui pemodelan.

3.3.2 Kebutuhan Air

Sesuai dengan Undang-Undang Sumber Daya Air Nomor 7 Tahun 2004, Indonesia mengadopsi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu (Integrated Water Resources Management – IWRM) yang menjadi perhatian dunia internasional untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya air dalam mencapai kesejahteraan umum dan pelestarian lingkungan. Sejalan dengan konsep IWRM yang berkembang di forum internasional, beberapa tindakan telah diambil di tingkat nasional dan daerah dalam rangka reformasi kebijakan sumber daya air.

Pengelolaan sumber daya air merupakan suatu proses yang mendorong keterpaduan antara pembangunan dan pengelolaan air, tanah, dan sumber daya lainnya, dengan tujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan sosial ekonomi dan memperhatikan keberlanjutan ekosistem. Di samping itu, pengelolaan sumber daya air merupakan suatu metode untuk merumuskan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air, dan bukan merupakan tujuan akhir. Pola merupakan perencanaan strategis yang melibatkan identifikasi kebutuhan dari para pemangku kepentingan dalam satu wilayah sungai, sehingga kerangka dasar yang telah disusun dapat disepakati oleh para pemangku kepentingan terkait.

(34)

Reformasi dalam pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu tindakan penting untuk mengatasi pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan dan energi, serta konservasi sumber daya alam. Dalam pelaksanaannya, telah disempurnakannya beberapa undang-undang dan peraturan serta kebijakan, antara lain diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) yang telah mencakup prinsip-prinsip IWRM dan Peraturan Presiden (Perpres No. 12 tahun 2008) tentang Dewan Sumber Daya Air dan Kebijakan Nasional tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Undang- undang ini bertujuan untuk pelaksanaan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh, berkelanjutan, dan melalui pendekatan terbuka sehingga memberikan pilihan bagi masyarakat bisnis dan organisasi non-pemerintah untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air terpadu.

3.4 Kuantitas dan Kualitas Air

Kuantitas Sumber Air

Kuantitas air menyangkut jumlah air yang dibutuhkan manusia dalam kegiatan tertentu, sedangkan kualitas air berkaitan dengan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu (Chaerul et al 2021).

Kondisi kuantitas dan kualitas pada mata air bergantung pada penggunaan air dan pengelolaan air yang dilakukan oleh pengguna mata air.

Tabel 1.1: Faktor Yang Mendukung Kuantitas Sumber Air Sebagai Kebutuhan Air Nasional (Water Demand) (Gao and Sun 2016)

(35)

Kualitas Sumber Air

Air merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi makhluk hidup dalam melangsungkan keberlanjutan hidupnya, sehingga air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan dan sangat penting bagi kehidupan.

Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain, sehingga keberlangsungan ketersediaan kuantitas air dan kualitas air dapat tetap terjaga di masa mendatang (Odum et al 2003).

3.5 Pertumbuhan Penduduk dan Kebutuhan Air

Air merupakan sumber daya terbarukan, meskipun penyediaan air bersih terus berkurang. Permintaan terhadap air saat ini telah melebihi ketersediaan air, di mana populasi penduduk terus mengalami peningkatan. Kondisi demikian tentunya berbanding lurus dengan peningkatan permintaan terhadap air baik untuk air bersih, air minum maupun air untuk pemenuhan kebutuhan lainnya.

Pertambahan jumlah penduduk di dalam suatu wilayah memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan aktivitas penduduk. Dalam hal ini penduduk ke depan semakin membutuhkan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, salah satunya adalah penyediaan air. Penyediaan air merupakan salah satu bentuk kegiatan pemanfaatan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan penduduk.

(36)

Potensi SDA Indonesia 2.530 milyar m3 dan hanya dapat dimanfaatkan sekitar 1 % yang terdiri dari 0.76 % untuk irigasi, 0.135 % untuk keperluan domestik, dan 0.115 % untuk industri. Efisiensi pemakaian air untuk irigasi sangat rendah yaitu lebih kurang 30% sedangkan 25 % dari air yang dimanfaatkan terbuang percuma. Selama PJPT I Pemerintah telah mengembangkan penyediaan air baku untuk rumah tangga dan industri sebesar 95 m3/detik, dan mengembangkan daerah irigasi teknis seluar 4 juta hektar serta menyediakan energi listrik tenaga air sebesar 2200 Megawatt yang mencukupi 25 % dari kebutuhan tenaga listrik nasional.

Potensi air total Indonesia sebesar 5.31 Triliun m3. Potensi air terbesar di Irian Jaya yang kemudian disusul pulau Kalimantan. Sedangkan potensi air terkecil terdapat di pulau Bali dan kepulauan Nusa Tenggara. Potensi air pada masing- masing daerah tersebut merupakan dasar kebijakan pengembangan dan pembangunan daerah. Di samping sebaran potensi air tahunan juga harus diperhitungkan sebaran potensi air sesuai waktu.

Tabel 3.5: Sebaran Potensi Air Tahunan (Saihul Anwar,2009)

Pulau

Luas Pulau (km2)

Curah Hujan (mm/tahun)

Potensi Air (juta m3/tahun)

Kebutuhan Air (juta m3/tahun Sumatera 477,379 2,801 1,337,139 11,899

Jawa 121,304 2,555 309,932 22,383

Bali dan Nusa Tenggara

87,939 1,695 149,057 3,301

Kalimantan 534,847 2,956 1,581,008 3,724

Sulawesi 190,375 2,156 410,449 5,414

Maluku 85,351 2,218 189,309 258

Irian Jaya 413,949 3,224 1,334,572 290

Jumlah 5,311,463 47,269

(37)

Jumlah volume waduk Indonesia (H>15 m) sebesar 9,489,716,000 m3 yang secara teoritis hanya dapat mengairi lahan sawah seluas 948,972 hektar.

Apabila kebutuhan air untuk satu kali musim tanam per hektar sebesar 10,000 m3 maka kebutuhan air irigasi per tahun Indonesia adalah sebesar 47,269,000,000 milyar m3.

3.6 Perhitungan Kebutuhan Air

Kebutuhan air yang dihitung meliputi kebutuhan air rumah-tangga, perkotaan dan industri (RKI), irigasi, dan kebutuhan air untuk aliran pemeliharaan sungai.

Kebutuhan Air Rumah Tangga, Perkotaan, dan Industri

Besarnya nilai kebutuhan air bersih untuk rumah tangga tergantung dari kategori kota berdasarkan jumlah penduduk yang dinyatakan dalam satuan Liter/Orang/Hari (L/O/H) sebagaimana pada tabel 4.2 berikut:

(38)

Tabel 3.6: Kebutuhan Air Rumah-Tangga (Ditjen Cipta Karya, 2006)

No Kategori Kota Jumlah

Penduduk (Jiwa)

Kebutuhan Air Bersih (L/O/H) 1 Semi Urban (Ibu Kota

Kecamatan/Desa) 3.000 – 20.000 60 - 90

2 Kota Kecil 20.000 – 100.000 90 - 110

3 Kota Sedang 100.000 – 500.000 110 - 125

4 Kota Besar 500.000 –

1.000.000 125 - 150

5 Metropolitan >1.000.000 150 - 200

Kebutuhan air perkotaan mencakup aspek komersial dan sosial seperti: toko, gudang, bengkel, sekolah, rumah sakit, hotel dan sebagainya yang diasumsikan antara 15% sampai dengan 30% dari total air pemakaian air bersih rumah tangga.

Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi dihitung berdasarkan Pedoman Perencanaan Irigasi KP01 (Ditjen Pengairan,1985), dengan menggunakan data luas lahan irigasi, jadwal tanam, evapotranspirasi acuan, curah hujan efektif, jenis tanah, dan efisiensi saluran irigasi.

Data luas irigasi yang digunakan dalam perhitungan merupakan data yang didapatkan dari setiap wilayah sungai di Indonesia, yang kemudian dibandingkan dengan data luas irigasi berdasarkan pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Tahun 2007 mengenai status daerah irigasi. Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi yang digunakan yaitu berupa nilai DR (diversion requirement) yaitu kebutuhan air di pintu pengambilan.

Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan Aliran Pemeliharaan Sungai Sesuai dengan PP no. 38/2012 tentang Sungai, besarnya kebutuhan air untuk aliran pemeliharaan sungai adalah debit andalan Q95% dari data ketersediaan air yang ada. Dari nilai Q95% untuk 12 bulan yang ada, dipilih nilai yang terendah.

(39)

3.7 Pengelolaan Sumber Daya Air

Kebijakan Pemanfaatan Sumber Daya Air

Kebijakan dalam pemanfaatan sumber daya air dituangkan dalam Berdasarkan UU No. 17 tahun 2019 tentang sumber daya air dijelaskan pasal 3 sebagai berikut:

1. Memberikan perlindungan dan menjamin pemenuhan hak rakyat atas Air;

2. Menjamin keberlanjutan ketersediaan Air dan Sumber Air agar memberikan manfaat secara adil bagi masyarakat,

3. Menjamin pelestarian fungsi Air dan Sumber Air untuk menunjang keberlanjutan pembangunan;

4. Menjamin terciptanya kepastian hukum bag, terlaksananya partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap pemanfaatan Sumber Daya Air mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pemanfaatan;

5. Menjamin perlindungan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk Masyarakat Adat dalam upaya konservasi Air dan Sumber Air; dan 6. Mengendalikan Daya Rusak Air secara menyeluruh yang mencakup

upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.

Pengelolaan Sumber Daya Air berdasarkan wilayah sungai paling sedikit memperhatikan tersurat Ayat 2 pasal 22 UU PSDA No.17 Thn 2019 antara lain:

1. Daerah Aliran Sungai secara alamiah.

2. Karakteristik fungsi Sumber Air.

3. Daya dukung Sumber Daya Air.

4. Kekhasan dan aspirasi daerah dan masyarakat sekitar dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait.

5. Kemampuan Pendanaan.

6. Perubahan iklim.

7. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

8. Pengembangan teknologi; dan

9. Jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya.

(40)

3.8 Konsep Pelestarian Sumber Daya Air

Pelestarian sumber daya air merupakan salah satu isu strategi yang paling penting yang seharusnya menjadi perhatian kepada semua komponen bangsa ini, sehingga pelestarian SDA ini dengan menggunakan pendekatan prinsip- prinsip hidrologi, mengelola bentang lahan ini yaitu dengan memperbesar resapan air (infiltration) dan memperkecil aliran permukaan (surface runoff.

Pelestarian sumber daya air dikelompokkan menjadi tiga metode yaitu: secara agronomis, mekanis dan kimiawi dapat dilakukan untuk konservasi bentang alam. Metode agronomis atau biologi adalah memanfaatkan vegetasi untuk

Gambar

Gambar 1. Proses Perjalanan Air dalam Siklus Hidrologi (Sumber: Kodoatie, 2012)
Gambar 3.2: Kebutuhan Air Sebagai Kebutuhan Dan Sumber Daya Sampai  Tahun 2010 (Sarma et al 1999)
Gambar 3.3: Daur Hidrologi Sebagai Sumber Marginal Kebutuhan Air  Secara Alami (Wardoyo 1981)
Tabel 1.1: Faktor Yang Mendukung Kuantitas Sumber Air Sebagai  Kebutuhan Air Nasional (Water Demand) (Gao and Sun 2016)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan Tahun Anggaran 2008 adalah untuk meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam rangka perlindungan dan

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa pola pengaliran serta analisa parameter mofometri sinusitas sungai pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Kutai

Terbinanya peran serta masyarakat yang berdomisili di Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam upaya rehabilitasi dan pemulihan cadangan SDA. Dalam pembangunan Kehutanan, untuk

Pengelolaan Daerah aliran Sungai (DAS) diharapkan dapat memberikan kerangka kerja kearah tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Pengelolaan DAS merupakan merupakan sumber

Mengingat DAS yang besar terdiri dari Sub DAS-Sub DAS, maka secara umum pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan

Menurut Suripin (2001) Daerah Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh

Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang merupakan salah satu DAS yang terdapat di Sulawesi Selatan yang sudah termasuk DAS prioritas. Kondisi lahan di DAS Jeneberang

Menurut SNI Perhitungan Debit Andalan Sungai dengan Kurva Durasi Debit 2015 : 1, DAS Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan