i
PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN KOMPONEN KRITIS PADA MESIN ROASTER DENGAN METODE AGE REPLACEMENT PADA
PT.MARS
OLEH:
Nur Indah Kalsum 16 TIA 199
JURUSAN / PRODI TEKNIK INDUSTRI AGRO
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I.
POLITEKNIK ATI MAKASSAR
2019
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
JUDUL :PENENTUAN INTERVAL WAKTU
PERAWATAN KOMPONEN KRITIS PADA MESIN ROASTER DENGAN METODE AGE REPLACEMENT PADA PT.MARS.
NAMA MAHASISWA : NUR INDAH KALSUM
NOMOR STAMBUK : 16TIA199
PROGRAM STUDI : TEKNIK INDUSTRI AGRO Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Muhammad Basri, MM.,IPM. Dr. Puadi Haming, SE.,MM NIP. 19680406 1994031 003 NIP. 195806011981031013
Mengetahui,
Direktur Ketua Jurusan
Politeknik ATI Makassar Teknik Industri Agro
Ir. Amrin Rapi, ST.,MT.,IPM. Dr.Ir. Arminas, ST.,MM.,IPM.
NIP. 19691011 1994121 001 NIP. 19670225 2001122 002
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diterima oleh Panitia Ujian Akhir Program Diploma Tiga (D3) yang ditentukan sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Politeknik ATI Makassar Nomor : ……… tanggal ……….. yang telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari ………. tanggal
………. sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) Teknik Industri dalam program studi ………. Pada Politeknik ATI Makassar.
PANITIA UJIAN :
Pengawas : 1. Kepala BPSDMI (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri)
2. Direktur Politeknik ATI Makassar
Ketua : Dr. Hj. Arminas, ST., MM., IPM (……….)
Sekretaris : Andi Velahyati B, ST. MT (……….……)
Penguji I : Dr. Hj. Arminas, ST., MM., IPM (……….)
Penguji II : Andi Velahyati B, ST. MT (……….)
Penguji III : Ir. Amrin Rapi. ST., MT., IPM (……….)
Pembimbing I : Ir. Muhammad Basri, MM., IPM (……….)
Pembimbing II : Dr. Puadi Haming, SE., MM (……….)
iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Nur Indah Kalsum NIM : 16 TIA 199
Jurusan : Teknik Industri Agro
Menyatakan bahwa tugas akhir yang saya buat benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti dan dapat dibuktikan sesuai dengan hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia bahwa tugas akhir saya adalah hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut tanpa melibatkan institusi Politeknik ATI Makassar atau orang lain.
Makassar, Mei 2019 Yang menyatakan,
Nur Indah Kalsum
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat merampungkan penyusunan Tugas Akhir ini dengan baik.
Penyusunan Tugas Akhir ini digunakan untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan program Diploma III di Politeknik ATI Makassar. Penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak berupa dukungan moril, fasilitas, bimbingan, dan dorongan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis, yang senantiasa membesarkan, memberikan dukungan moril, material, dan motivasi selama penulis menjalankan pendidikan.
2. Bapak Ir. Amrin Rapi, ST., MT.,IPM.,ASEAN.Eng selaku Direktur Politeknik ATI Makassar dan sekaligus Penasehat Akademik.
3. Ibu Dr.Ir. Arminas, ST., MM., IPM.,ASEAN.Eng selaku Ketua Jurusan / Program Studi Teknik Industri Agro.
4. Bapak Ir. Muhammad Basri, MM.,IPM.,ASEAN.Eng selaku Pembimbing 1 Tugas Akhir.
5. Bapak Dr. Puadi Haming, SE.,MM selaku Pembimbing 2 Tugas Akhir 6. Seluruh keluarga yang telah mendukung dan memberikan motivasi selama
penulis menjalankan pendidikan.
vi
7. Seluruh dosen Teknik Industri Agro yang telah mengajar dan memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalani perkuliahan.
8. Seluruh karyawan PT Mars Symbioscience Indonesia khususnya Departemen Maintenance yang telah membantu saya dalam melakukan penelitian.
9. Selaku teman seperjuangan selama kuliah terkhususnya kelas 3C.
10. Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin.
Makassar, Mei 2019
Nur Indah Kalsum
vii
ABSTRAK
Nur Indah Kalsum. 2019. Penentuan Interval Waktu Perawatan Komponen Kritis Pada Mesin Roaster Dengan Metode Age Replacement Pada Pt.Mars.
dibawah bimbingan bapak Muhammad Basri Sebagai pembimbing I dan bapak Puadi Haming sebagai pembimbing II.
Jika sebuah mesin atau peralatan mengalami kerusakan, maka seluruh proses akan terhenti. Perusahaan ini memiliki beberapa mesin utama, yaitu scs, boiler, fire sensor dan roaster. Akan tetapi kerusakan sering terjadi pada mesin roaster yang menyebabkan pembakaran nib tidak sempurna dan menghasilkan produk gagal. Oleh karena itu aktivitas perawatan mesin / peralatan dibutuhkan untuk mencegah kerusakan. Sehingga tujuan penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi yang tepat untuk menjaga mesin tetap beroperasi adalah menentukan interval waktu perawatan yang optimal bagi peralatan untuk meminimasi downtime.Tahapan penelitian ini dimulai dengan menentukan mesin kritis dengan metode critical analysis, setelah itu dilanjutkan dengan menentukan komponen kritis menggunakan diagram pareto. Kemudian menentukan perhitungan waktu antar kerusakan dari komponen-komponen kritis. Setelah itu menentukan interval perawatan komponen-komponen kritis menggunakan kriteria minimasi downtime yang akan digunakan untuk membuat jadwal perawatan dengan metode age replacement.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, ditemukan bahwa mesin kritis adalah mesin roaster dengan total downtime 92906,8 dan komponen-komponen kritis dari mesin roaster adalah piston, ducting, dan gerabox dengan interval waktu pemeriksaan untuk setiap komponen kritis adalah 72,0612 jam (3 hari), 68,3994 jam (2 hari), dan 80,4398 jam (3 hari).
Kata Kunci : Age Replacment, Minimasi Downtime, Mesin Roaster.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN JUDUL ... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... 2
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Pengertian Perawatan ... 5
2.2 Klasifikasi Perawatan... 6
2.3 Pola Waktu Kerusakan Alat ... 8
2.4 Penentuan Komponen Kritis ... 8
2.5 Analisis ABC ... 10
2.6 Distribusi Kerusakan ... 10
2.7 Age Replacement ... 14
2.8 Mesin roaster ... 15
2.9 Kerangka Berpikir ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Tempat Dan Waktu ... 19
3.2 Alat Dan Bahan ... 19
3.3 Jenis Penelitian ... 19
ix
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 20
3.5 Analisa Data ... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
4.1 Hasil ... 22
4.2 Pembahasan ... 23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
5.1 Kesimpulan ... 42
5.2 Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
LAMPIRAN ... 44
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Data Kerusakan Mesin Liquor Line ... 22
Tabel 4. 2 Perhitungan TTR dan TTF Komponen Piston ... 25
Tabel 4. 3 Perhitungan TTR dan TTF Komponen Ducting ... 25
Tabel 4. 4 Perhitungan TTR dan TTF Komponen Gearbox ... 25
Tabel 4. 5 Distibusi TTF Komponen Piston ... 26
Tabel 4. 6 Distibusi TTF Komponen Ducting ... 26
Tabel 4. 7 Distibusi TTF Komponen Gearbox ... 27
Tabel 4. 8 Distibusi TTR Komponen Piston ... 27
Tabel 4. 9 Distibusi TTR Komponen Ducting ... 27
Tabel 4. 10 Distibusi TTR Komponen Gearbox ... 27
Tabel 4. 11 Rekapitulasi Distribusi Waktu Antar Kerusakan Komponen Kritis .. 28
Tabel 4. 12 Rekapitulasi Distribusi Waktu Antar Perbaikan Komponen Kritis ... 28
Tabel 4. 13 Interval waktu penggantian pencegahan pada komponen piston ... 30
Tabel 4. 14 Interval waktu penggantian pencegahan pada komponen piston ... 32
Tabel 4. 15 Interval waktu penggantian pencegahan pada komponen gearbox .... 34
Tabel 4. 16 Rekapitulasi nilai availability ... 41
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4. 1 Diagram Downtime... 23 Gambar 4. 2 Diagram Pareto (Komponen Kritis) ... 24
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Layaknya tubuh manusia, mesin industri juga harus selalu dirawat.
Tingkat perawatannya disesuaikan dengan tingkat penggunaannya.
Perawatan mesin secara berkala tentunya dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap komponen mesin itu sendiri, sehingga mesin industri tetap stabil dan proses produksi dapat berjalan dengan lancar.
Setiap mesin industri pasti memiliki risiko kerusakan yang bisa terjadi kapanpun. Ada tiga jenis penyebab kerusakan mesin industri yaitu human eror (kerusakan oleh manusia), rusak karena faktor usia mesin, dan juga rusak karena kurang perawatan.
PT Mars merupakan perusahaan coklat yang di dirikan tahun 1996.
Dalam pembuatan coklat ada beberapa line produksi yaitu liquor line, butter line, dan powder line tetapi pada penelitian ini di fokuskan pada mesin yang sering terjadi downtime pada liquor line khususnya mesin roaster, menurut data historis tahun 2018 pada proses pemanggangan biji menggunakan mesin roaster, yang digunakan untuk mengatur kadar warna dan membunuh micro pada suhu yang telah di tentukan sesuai standar SOP yaitu 105⁰C selama 9 menit. Mesin ini merupakan mesin yang beroperasi secara otomatis terusmenerus. Kerusakan mesin / peralatan secara tiba-tiba merupakan permasalahan besar yang ditemui di PT. Mars. yang dapat
2
mengakibatkan terjadi penghentian operasi (downtime), dan mengakibatkan proses produksi harus terhenti untuk melakukan perbaikan. Permasalahan lainnya yaitu telah di terapkannya preventive maitenance akan tetapi masih terjadi downtime yang cukup lama di beberapa mesin.
Setiap kerusakan pada mesin memang tidak dapat diketahui secara pasti kapan terjadinya. Oleh sebab itu, diperlukan suatu tindakan perawatan mesin/ peralatan untuk dapat mencegah terjadinya kerusakan. Strategi yang tepat untuk menjaga mesin agar dapat beroperasi secara kontinyu salah satu caranya dengan menentukan interval waktu perawatan peralatan secara optimal dengan tujuan meminimasi downtime sebagai dampak memperlancar proses produksi.
Dari permasalahan tersebut, penulis memilih judul “PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN KOMPONEN KRITIS PADA
MESIN ROASTER DENGAN METODE AGE REPLACEMENT DI
PT. MARS”.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menentukan mesin dan komponen yang kritis.
2. Bagaimana cara menentukan interval waktu perawatan komponen kritis mesin roaster yang optimal dengan tujuan minimasi downtime.
1.3. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Untuk mengetahui cara menentukan mesin dan komponen yang kritis.
3
2. Untuk mengetahui cara menentukan interval waktu perawatan komponen kritis mesin roaster yang optimal dengan tujuan minimasi downtime.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian:
1. Bagi perguruan tinggi
Sebagai tambahan referensi khususnya mengenai perkembangan dunia perindustrian serta menghasilkan Ahli Madya yang handal dan memiliki pengalaman dibidangnya serta dapat membina kerja sama yang baik antara lingkungan akademis dengan lingkungan kerja.
2. Bagi perusahaan
Adanya kerjasama antara dunia pendidikan dengan dunia industri/
perusahaan sehingga perusahaan tersebut dikenal oleh kalangan akademis.
Memberi kontribusi dalam pelaksanaan pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia yang berdaya saing.
Dapat memberikan masukan atau saran mengenai usaha yang dapat dilakukan dalam upaya pencapaian sasaran produksi.
3. Bagi mahasiswa
Membiasakan diri terhadap suasana kerja, melatih kemampuan dan keahlian yang dimiliki sehingga nantinya diharapkan mampu menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam aktivitas dunia kerja sebenarnya.
4
Dapat digunakan sebagai sarana latihan penelitian karya ilmiah secara profesional serta memperdalam penguasaan materi tentang metode age replacement, preventive maintenance dan interval waktu perawatan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perawatan
Perawatan merupakan suatu fungsi yang sama pentingnya dengan produksi pada suatu perusahaan atau pabrik. Hal ini karena peralatan atau fasilitas yang kita gunakan memerlukan pemeliharaan atau perawatan agar peralatan atau fasilitas dapat digunakan terus agar kegiatan produksi dapat berjalan lancar (Assauri 2008).
Berikut adalah pengertian pemeliharaan dari beberapa sumber:
1. Menurut Dhillon (2002) pemeliharaan merupakan semua tindakan yang dilakukan untuk mempertahankan atau mengembalikan item atau peralatan ke keadaan tertentu.
2. Menurut Assauri (2008) perawatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan menjaga peralatan atau fasilitas dan mengadakan perbaikan atau penggantian sehingga dapat memperoleh suatu kegiatan proses produksi yang memuaskan dan sesuai dengan yang direncanakan.
3. Menurut Ngadiyono (2010) kegiatan pemeliharaan meliputi maintenance, repair dan overhaul. Jadi pemeliharaan dapat didefinisikan sebagai semua tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan atau memulihkan komponen atau mesin kekeadaan ideal sehingga dapat menjalankan fungsimya sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
6
4. Menurut Ginting (2009) pemeliharaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menjamin kelangsungan fungsional mesin atau sistem produksi supaya beroperasi secara maksimal.
Tujuan utama pemeliharaan dapat diidentifkasikan sebagai berikut (Sodikin, 2008):
1. Memperpanjang umur dari mesin atau fasilitas
2. Menjamin ketersedian peralatan yang digunakan untuk kegiatan produksi atau jasa agar dapat digunakan secara optimal.
3. Menjamin kesiapan operasional keseluruhan peralatan agar dapat digunakan dalam keadaan darurat setiap dibutuhkan, misalnya seperti unit yang digunakan sebagai cadangan.
4. Menjamin keselamatan kerja operator yang menggunakan peralatan tersebut.
2.2 Klasifikasi Perawatan
Kegiatan perawatan yang dapat dilakukan oleh perusahaan atau pabrik dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu (Assauri 2008):
1. Corrective Maintenance
Perawatan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
Tindakan perawatan yang dilakukan biasanya berupa perbaikan atau reparasi.
2. Preventive Maintenance
Pemeliharaan pencegahan adalah kegiatan pemeliharaan atau perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak
7
terduga dan menentukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu yang digunakan dalam proses produksi. Pemeliharaan pencegahan sangat efektif digunakan untuk fasilitas produksi yang termasuk dalam “critical unit”. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi akan termasuk ke dalam golongan critical unit, apabila (Assauri 2008):
1. Kerusakan fasilitas atau peralatan tersebut akan membahayakan kesehatan dan keselamatan para pekerja.
2. Kerusakan fasilitas ini akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan.
3. Kerusakan fasilitas tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh proses produksi
4. Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut atau harga dari fasilitas ini adalah cukup besar dan mahal.
Maintenance yang dilakukan perusahaan dapat dibedakan atas dua kegiatan (Assauri 2008), yaitu:
1. Routine Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya melakukan pembersihan fasilitas/
peralatan, pemberian minyak pelumas dan melakukan pengecekan oli yang dilakukan setiap hari.
2. Periodic Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara berkala dalam jangka waktu tertentu. Jangka waktu
8
yang digunakan dapat berdasarkan jam kerja mesin atau fasilitas produksi.
2.3 Pola Waktu Kerusakan Alat
Peralatan yang terdapat pada suatu sistem tidak dapat digunakan secara terus-menerus karena setiap peralatan mempunyai life time. Life time untuk setiap peralatan tersebut sangat sulit untuk ditentukan secara pasti. Walaupun sulit untuk ditentukan secara pasti, setiap peralatan atau produk mempunyai pola kerusakan yang dibagi menjadi 3 periode waktu atau phase yang disebut dengan “Bathtub Curve”.
1. Masa awal (Burn-in)
Pada periode 0 sampai dengan t1 ( permulaan bekerjanya peralatan), kurva menunjukkan bahwa laju kerusakan menurun dengan bertambahnya waktu. (Ebeling,1997).
2. Masa berguna (Useful life)
Pada periode t1 dan t2 laju kerusakan cenderung tetap. Periode ini biasanya dikenal sebagai useful life period. (Ebeling, 1997).
3. Masa aus (Wearout)
Pada periode setelah t2 menunjukkan bahwa laju kerusakan meningkat dengan bertambahnya waktu. (Ebeling, 1997).
2.4 Penentuan Komponen Kritis
Komponen kritis adalah kondisi suatu komponen yang berpotensi mengalami kerusakan yang berpengaruh pada keandalan operasional unit
9
sistem Penilaian komponen kritis dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan critical analysis. Empat kriteria yaitu (Adigama 2011):
1. Frekuensi kerusakan tinggi
Frekuensi kerusakan yang tinggi pada suatu komponen jika tidak segera dilakukan tindakan perbaikan dapat merambat ke komponen utama yang berpotensi menimbulkan unit tidak dapat beroperasi (breakdown).
2. Dampak kerusakan pada sistem
Apabila terjadi kerusakan pada komponen akan menyebabkan sistem tidak berfungsi maksimal atau gagal melaksanakan fungsinya.
3. Pembongkaran dan pemasangannya sulit
Penggantian terhadap komponen yang rusak harus dilakukan pembongkaran, komponen diperbaiki atau diganti yang baru, lalu dilakukan pemasangan kembali. Faktor yang mempengaruhi kriteria ini antara lain :
a. Posisi komponen
b. Alat yang digunakan untuk pembongkaran c. Waktu yang diperlukan
d. Mekanik yang berpengalaman e. Biaya jasa
4. Harga komponen mahal
Harga komponen disebut mahal apabila harga komponen tersebut di atas harga rata-rata seluruh komponen yang ada pada satu mesin.
10 2.5 Analisis ABC
Analisis ABC atau dikenal dengan klasifikasi Pareto merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memecahkan masalah penentuan titik optimum, baik jumlah pemesanan maupun order point, serta berguna dalam menentukan barang-barang yang harus diprioritaskan. Analisis ABC sangat berguna dalam memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting dalam sebagian besar investasi (Atmaja 2012).
ABC Analisis mengklasifikasikan persediaan dalam tiga kategori, yaitu:
A, B, dan C dengan basis volume penggunaan biaya persediaan dalam setahun. Analisis ABC adalah sebuah aplikasi persediaan dari prinsip Pareto, dikembangkan oleh Vilfredo Pareto ahli ekonomi Italia (Indrajit 2003).
Berdasarkan analisis ABC 20% barang berkontribusi pada 80 % dari nilai dan disebut dengan kelompok A, kelompok B merupakan 10 % barang yang berkontribusi pada 65% nilai, kelompok C merupakan 5 % barang yang berkontribusi pada 50% nilai. Selain itu klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20 atau hukum pareto, dimana sekitar 80 % dari nilai total persediaan material mewakili oleh 20 % persediaan material (Silalahi 2009).
2.6 Distribusi Kerusakan
Distribusi kerusakan adalah informasi mengenai umur pakai suatu peralatan. Adapun distribusi kerusakan yang umum digunakan sebagai model distribusi keandalan yaitu :
11 1. Distribusi Weibull
Distribusi Weibull merupakan distribusi empiris yang paling banyak digunakan dan muncul pada hampir semua karakteristik kegagalan produk karena mencakup ketiga frase kerusakan yang mungkin terjadi pada distribusi kerusakan. Parameter yang digunakan dalam Distribusi Weibull ini adalah θ yang disebut parameter skala (scale parameter) dan β yang disebut dengan parameter bentuk (shape parameter). Parameter β berguna untuk menentukan tingkat kerusakan dari pola data yang terbentuk dan parameter skala (θ) mempengaruhi nilai tengah dari pola data (Erlina 2007).
Fungsi-fungsi dari Distribusi Weibull adalah:
a. Fungsi kepadatan peluang
b. Fungsi distribusi kumulatif
c. Fungsi keandalan
d. Mean time to Failure (MTTF)
Nilai diperoleh dari r(x) tabel fungsi gamma.
e. Mean Time To Repair (MTTR)
12
Nilai diperoleh dari r(x) tabel fungsi gamma.
2. Distribusi Normal
Parameter yang digunakan distribusi normal adalah μ (nilai tengah) dan σ (standar deviasi). Distribusi normal seringkali disebut dengan Gaussian Distribution, dimana dimana distribusi ini memiliki ciri simetris di sekitar rataan dengan sebaran di distribusi yang ditentukan oleh σ (Erlina 2007).
Fungsi-fungsi dari Distribusi normal adalah:
a. Fungsi kepadatan peluang
b. Fungsi distribusi kumulatif
atau c. Fungsi keandalan
d. Mean time to Failure (MTTF)
e. Mean Time To Repair (MTTR)
13 3. Distribusi Lognormal
Distribusi Lognormal menggunakan dua parameter yaitu sebagai parameter bentuk (shape parameter) dan tmed sebagai parameter lokasi (location parameter) yang merupakan nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan (Erlina 2007).
Fungsi-fungsi dari distribusi lognormal adalah:
a. Fungsi kepadatan peluang
b. Fungsi distribusi kumulatif
c. Fungsi keandalan
d. Mean time to Failure (MTTF)
e. Mean Time To Repair (MTTR)
4. Distribusi Eksponensial
Menurut Ebelling pada penelitian Yenti (2008), distribusi eksponensial memiliki laju kerusakan yang konstan terhadap waktu. Distribusi ini paling mudah untuk dianalisa. Parameter distribusi yang digunakan adalah λ (laju kerusakan), yang menunjukkanrata-rata kedatangan kerusakan yang terjadi.
Fungsi-fungsi dari distribusi eksponensial adalah:
14 a. Fungsi kepadatan peluang
Untuk
b. Fungsi distribusi kumulatif
c. Fungsi keandalan
d. Mean time to Failure (MTTF)
e. Mean Time To Repair (MTTR)
2.7 Age Replacement
Melakukan tindakan penggantian pencegahan adalah untuk menghindari terhentinya mesin akibat kerusakan komponen. Tindakan penggantian pencegahan dapat dilakukan dengan menentukan interval waktu antara tindakan penggantian (tp) yang optimal dari suatu komponen sehingga dicapai minimasi downtime yang maksimal. Frekuensi penggantian pencegahan yang meningkat dapat meningkatkan downtime karena penggantian, namun ini dapat mengurangi downtime karena penggantian kegagalan dan menyeimbangkan waktu terbaik antara penggantian pencegahan dengan downtime (Jardine, 1973).
Dalam metode Age Replacement tindakan penggantian dilakukan pada saat pengoperasiannya sudah mencapai umur yang ditetapkan yaitu sebesar tp. Jika pada selang waktu tp terjadi kerusakan, maka dilakukan penggantian
15
komponen sebagai tindakan korektif. Selanjutnya umur tindakan penggantian tp dimulai dari awal dengan acuan waktu mulai bekerjanya sistem setelah dilakukan tindakan perawatan korektif (Fadrila 2006).
Rumus yang digunakan pada metode ini adalah:
D (tp) = Total ekspektasi downtime per siklus Ekspektasi panjang waktu siklus
Rumus total ekspektasi downtime per siklus dan ekspektasi panjang waktu siklus adalah:
Total ekspektasi downtime per siklus = Tp . R(tp) + Tf . (1-R(tp))
Ekspektasi panjang waktu siklus = (tp + Tp).R(tp) + (M(tp) + Tf).(1-R(tp))
Maka diperoleh total downtime per siklus D(tp) adalah:
D (tp) = 𝑇𝑝.𝑅(𝑡𝑝)+𝑇𝑓.(1−𝑅(𝑡𝑝)) (𝑡𝑝+𝑇𝑝).𝑅(𝑡𝑝)+(𝑀(𝑡𝑝)+𝑇𝑓).(1−𝑅(𝑡𝑝))
Keterangan rumus :
Tf = Waktu untuk melakukan penggantian kerusakan komponen.
Tp = Waktu untuk melakukan penggantian preventif.
tp = Fungsi kepadatan peluang dari waktu kegagalan komponen.
R(tp) = Probabilitas terjadinya penggantian pecegahan pada saat tp.
2.8 Mesin roaster
Mesin roaster merupakan mesin yang digunakan untuk mengatur kadar warna dan membunuh micro pada suhu yang telah di tentukan sesuai standar SOP yaitu 105⁰C selama 9 menit.
Adapun komponen-komponen mesin roaster sebagai berikut:
1. Piston
16 2. Ducting
3. Gearbox 4. Uv sensor
5. Sensor temperatur 6. Pompa injeksi 7. Alarm gas
17 2.9 Kerangka Berpikir
PT.MARS
Studi Lapangan Studi Literatur
Identivikasi Masalah Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan Data 1. Menentukan Mesin Kritis 2. Penentuan komponen kritis
A
18 A
Penentuan Komponen Kritis
Perhitungan Waktu Antar Kerusakan
Perhitungan Waktu Antar Kerusakan
Perhitungan distribusi dan pilih korelasi terbesar
Perhitungan MTTF Perhitungan MTTR
Perhitungan Interval Waktu Perawatan Mesin Untuk Meminimasi Total
Downtime
Perhitungan Frekuensi Interval Waktu Pemeriksaan Optimaldengan metode age
replacement untuk Minimasi Downtime
Perhitungan waktu pemeriksaan optimal
Perhitungan availability
Analisis/ Pembahasan Kesimpulan Saran
Perhitungan distribusi dan pilih korelasi terbesar
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Mars, yang bertempat di Jl. Kima 10 Kav A6, Kawasan Industri Makassar,Daya, Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi selatan 90241, Indonesia, penelitian ini dilaksanakan pada 4 Februari 2019 – 3 Mei 2019.
3.2 Alat Dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan: 1. Aplikasi Weibull-DR 21
2. Microsoft Word 2010 3. Microsoft Excel 2010 4. Laptop
5. Alat tulis
6. Data primer dari PT.Mars tahun 2018 3.3 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan deskriptif. Metode penelitian kuantitatif adalah penelitian menggunakan eksperimental untuk menguji hipotesis dengan tujuan menemukan generalisasi dan menekankan pada pengukuran dan analisis hubungan sebab akibat diantara variabel.
20
Sedangkan penelitian desktiptif menurut Widodo dan Mukhtar (2000) kebanyakan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, melainkan lebih pada menggambarkan apa adanya suatu gejala, variabel, atau keadaan.
Namun demikian, tidak berarti semua penelitian deskriptif bukan dimaksudkan untuk diuji melainkan bagaimana berusaha menemukan sesuatu yang berarti sebagai alternatif dalam mengatasi masalah penelitian melalui prosedur ilmiah.
Penelitian deskriptif tidak hanya terbatas pada masalah pengumpulan data dan penyususnan data, tapi juga meliputi analasis dan interpretasi tentang arti data tersebut.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, peneliti memperoleh data, petunjuk dan bahan-bahan lainnya dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber data baru. Untuk mendapatkan data primer, harus mengumpulkan data secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, dan pengambilan data.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber seperti buku, dan lain-lain.
3.5 Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini berupa data downtime akan dianalisa menggunakan perhitungan waktu antar kerusakan tiap komponen
21
kritis dengan menggunkan pendekatan critical analysis dengan 4 kriteria yaitu frekuensi kerusakan tinggi, dampak kerusakan pada sistem, pembongkaran dan pemasangannnya yang sulit, serta harga komponen mahal. Lalu dilanjutkan dengan Analisis ABC atau dikenal dengan klasifikasi pareto yang digunakan untuk memecahkan masalah penentuan titik optimum serta berguna dalam menentukan komponen yang harus di prioritaskan.
Setelah didapatkan komponen yang di prioritaskan maka selanjutnya perhitungan distribusi yang dilakukan dengan menggunakan software weibull-dr 21 dimana perhitungan ini bertujuan mendapatkan nilai kemungkinan mesin dapat beroperasi sampai waktu tertentu dan menghitung nilai harapan siklus kerusakan. Pemilihan distribusi berdasarkan nilai peluang atau P- value terbesar.
Setelah di dapatkan nilai peluang dan parameter distribusi maka selanjutnya perhitungan MTTF (Mean time To failure) dan MTTR (Mean Time To repair) perhitungan MTTF dan MTTR dilakukan berdasarkan parameter distribusi yang terpilih.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Data waktu kerusakan mesin merupakan data yang menunjukkan bahwa mesin tidak dapat menjalankan fungsinya dan tidak dioperasikan yang disebabkan karena mesin mengalami kerusakan. Data kerusakan menunjukkan mesin-mesin yang mengalami kerusakan dan lamanya waktu kerusakan mesin. Berikut merupakan data kerusakan dari liquor line dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4. 1 Data Kerusakan Mesin Liquor Line
Sumber: Data diolah 2019
Berdasarkan data pada tabel 4.1 diketahui bahwa nilai downtime terkecil ditujukan pada air conditioner dengan nilai downtime 4,75 menit atau
No Nama Mesin Downtime
(Menit)
Downtime (Jam)
1 Air Conditioner 4,75 0,0791667
2 Blower Shell 735 12,25
3 Boiler 20 0,3333333
4 Bucket Return Winnower Liquor 80 1,3333333
5 Cooling Tower 20 0,3333333
6 Genset 274 4,5666667
7 Micronizing Liquor 930 15,5
8 RO 120 2
9 Roaster 92906,8 1548,4467
10 Screw Press B 150 2,5
11 SCS 10127 168,78333
12 Bean Granding Liquor 180 3
13 Bean Granding Milling Liquor 60 1
23
0,0791667. Sedangkan nilai downtime tertinggi ditujukan pada mesin roaster dengan nilai downtime 92906,8 menit atau 1548,446 jam. Jadi mesin yang paling kritis yaitu mesin roaster dengan total downtime tertinggi.
4.2 Pembahasan
1. Penentuan Mesin Kritis
Untuk penentuan mesin kritis dilakukan berdasarkan downtime terbesar.
Dan pada proses liquor line mesin yang memiliki downtime terbesar yaitu mesin roaster, dan pada mesin roaster terdapat beberapa komponen yang memiliki presentase downtime seprti pada gambar 4.1.
Gambar 4. 1 Diagram Downtime Sumber : Data diolah 2019
Piston 39%
Ducting 33%
Gearbox 27%
Uv Sensor 1%
Servo
0% Sensor Temperatur
0%
Pompa Injeksi
0%
Alarm Gas 0%
Downtime
24
Pada gambar 4.1 dapat dilihat presentase downtime dari masing-masing komponen kritis mesin roaster. Dari 8 komponen yang mengalami downtime, terdapat 3 komponen dengan total downtime tertinggi yaitu, piston dengan downtime sebesar 39%, ducting 33%, dan gearbox 27%.
2. Penentuan Komponen Kritis
Pemilihan komponen kritis menggunakan prinsip pareto yaitu 80:20.
dilakukan dengan melihat frekuensi kerusakan dan waktu downtime setiap komponen. Hasil diagram pareto dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4. 2 Diagram Pareto (Komponen Kritis) Sumber : Data diolah 2019
Berdasarkan gambar 4.2 diketahui bahwa komponen yang berada dalam rentan 80% adalah komponen piston, ducting, dan gearbox. Sehingga
36000
30540
25192.8
540 270 180 175 9
38.74850926 71.62016128
98.73636806 99.3175957
99.60820952
99.80195206
99.99031287 100
0 20 40 60 80 100 120
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000
Downtime (Menit)
Nama Komponen
Diagram Pareto
Dow ntim e
% Kum ulatif Dow ntim e
25
komponen kritis yang harus dianalisis dalam penelitian ini adalah komponen Piston, Ducting, dan Gearbox.
3. Perhitungan Waktu Antar Kerusakan dan Perbaikan
Tabel 4. 2 Perhitungan TTR dan TTF Komponen Piston
Sumber : Data diolah 2019
Tabel 4. 3 Perhitungan TTR dan TTF Komponen Ducting
Sumber : Data diolah 2019
Tabel 4. 4 Perhitungan TTR dan TTF Komponen Gearbox
Sumber : Data diolah 2019
No Tanggal Downtime TTR (Jam) Waktu Operasi
Waktu Kumulatif
Oprasi
TTF (Jam)
1 07-Mar-18 20880 348 0 0 0
2 22-Mar-18 14970 249,5 12960 12960 -12612
3 03-Apr-18 150 2,5 11520 24480 11270,5
36000
PISTON
No Tanggal Downtime TTR (Jam) Waktu Operasi
Waktu Kumulatif
Oprasi
TTF (Jam)
1 29-Jan-18 2820 47 0 0 0
2 01-Feb-18 4680 78 4320 4320 4273
3 04-Feb-18 23040 384 4320 8640 4242
30540
DUCTING
No Tanggal Downtime TTR (Jam) Waktu Operasi
Waktu Kumulatif
Oprasi
TTF (Jam)
1 31-Jan-18 960 16 0 0 0
2 01-Apr-18 11520 192 1440 1440 1424
3 14-Apr-18 480 8 18720 20160 18528
4 17-Apr-18 6660 111 4320 23040 4312
5 24-Apr-18 5572,8 92,88 10080 14400 9969 25192,8
GEARBOX
26
4. Distribusi Waktu Kerusakan / Time To Failure (TTF) dan Perbaikan / Time to Repair (TTR)
Penentuan distribusi yang mewakili data TTF dan TTR dilakukan dengan perhitungan index of fit (r) atau koefisien korelasi. Distribusi yang dihitung nilai index of fit (r) adalah distribusi Weibull, Eksponensial, Normal dan Lognormal. Koefisien korelasi mumpunyai nilai antara 0 dan +1 yang menunjukkan kekuatan hubungan linear antara variabel x dan y. Apabila nilai koefisien korelasi data mendekati 1 maka dapat dikatakan penyebaran data TTF atau TTR dari komponen pada distribusi sangat baik.
Berikut hasil perhitungan distribusi TTF dan TTR masing-masing komponen dengan menggunakan aplikasi weibull-dr 21.
Tabel 4. 5 Distibusi TTF Komponen Piston
Sumber : Data diolah 2019
Tabel 4. 6 Distibusi TTF Komponen Ducting
Sumber : Data diolah 2019
Mesin Kritis Komponen Kritis Distribusi Kerusan Parameter MTTF Correlation β = 11,3189
Ꝋ = 12381 σ = 1223 μ = 11941
Log Normal tmed = 11922 9,3862 1 Exponensial λ = 0,843 11866 0,8977
TTF
Roaster Piston
Weibull 1
Normal 1
11839 11941
Mesin Kritis Komponen Kritis Distribusi Kerusan Parameter MTTF Correlation β = 174,8902
Ꝋ = 4267 σ = 28,26 μ = 4257,50
Log Normal tmed = 4257 8,3564 1 Exponensial λ = 2,433 4110 0,8733
TTF
Roaster Ducting
Weibull 1
Normal 1
4253 4257,5
27
Tabel 4. 7 Distibusi TTF Komponen Gearbox
Sumber : Data diolah 2019
Tabel 4. 8 Distibusi TTR Komponen Piston
Sumber : Data diolah 2019
Tabel 4. 9 Distibusi TTR Komponen Ducting
Sumber : Data diolah 2019
Tabel 4. 10 Distibusi TTR Komponen Gearbox
Sumber : Data diolah 2019
Mesin Kritis Komponen Kritis Distribusi Kerusan Parameter MTTF Correlation β = 0,9076
Ꝋ = 9908 σ = 8757 μ = 8639,57
Log Normal tmed = 5853 8,6748 0,9915 Exponensial λ = 0,982 10184 0,9993
TTF
Roaster Gearbox
Weibull 0,9989
Normal 0,9751
10374 8639,57
Mesin Kritis Komponen Kritis Distribusi Kerusan Parameter MTTR Correlation β = 0,3606
Ꝋ = 198,895 σ = 210,77 μ = 199,66
Log Normal tmed = 55,75 4,0209 0,8936 Exponensial λ = 4,193 238,52 0,9705
898,9 199,66
0,9276 0,9708 TTR
Weibull
Roaster Piston Normal
Mesin Kritis Komponen Kritis Distribusi Kerusan Parameter MTTR Correlation β = 0,9462
Ꝋ = 181,9884 σ = 205,30 μ = 169,66
Log Normal tmed = 112,07 4,7192 0,9581 Exponensial λ = 4,512 221,61 0,9777
186,55 169,66 TTR
Roaster Ducting
Weibull 0,9312
Normal 0,9046
Mesin Kritis Komponen Kritis Distribusi Kerusan Parameter MTTR Correlation β = 0,7867
Ꝋ = 89,3075 σ = 84,16 μ = 83,80
Log Normal tmed = 47,85 3,8682 0,9533 Exponensial λ = 10,402 96,14 0,9904
102,38 83,8 TTR
Roaster Gearbox
Weibull 0,9652
Normal 0,966
28
Berikut rekapitulasi distribusi waktu antar kerusakan dan waktu antar perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4. 11 Rekapitulasi Distribusi Waktu Antar Kerusakan Komponen Kritis
Sumber : Data diolah 2019
Tabel 4. 12 Rekapitulasi Distribusi Waktu Antar Perbaikan Komponen Kritis
Sumber : Data diolah 2019
5. Perhitungan Nilai Mean Time to Failure (MTTF) pada Mesin Roaster
a. Perhitungan Nilai Mean Time to Failure (MTTF) pada Komponen Piston.
Distribusi yang terpilih untuk data komponen Piston adalah distribusi Normal. Dengan MTTF sebesar 11941, ini di dapatkan dari hasil perhitungan Software Weibull-DR-21.
b. Perhitungan Nilai Mean Time to Failure (MTTF) pada Komponen Ducting.
Distribusi yang terpilih untuk data komponen Ducting adalah distribusi Normal. Dengan MTTF sebesar 4257,5, ini di dapatkan dari hasil perhitungan Software Weibull-DR-21.
Mesin Kritis Komponen Kritis Distribusi Kerusan Parameter σ = 1223 μ = 11941 σ = 28,26 μ = 4257,50 Gearbox Exponensial λ = 0,982 Roaster
Piston Normal
Ducting Normal
Mesin Kritis Komponen Kritis Distribusi Kerusan Parameter σ = 210,77 μ = 199,66 Ducting Exponensial λ = 4,512 Gearbox Exponensial λ = 10,402 Roaster
Piston Normal
29
c. Perhitungan Nilai Mean Time to Failure (MTTF) pada Komponen Gearbox.
Distribusi yang terpilih untuk data komponen Gearbox adalah distribusi Exponensial. Dengan MTTF sebesar 10184, ini di dapatkan dari hasil perhitungan Software Weibull-DR-21.
6. Perhitungan Nilai Mean Time to Repair (MTTR) pada Komponen Kritis Mesin Roaster
a. Perhitungan Nilai Mean Time to Repair (MTTR) pada Komponen Piston.
Distribusi yang terpilih untuk data perbaikan Piston adalah distribusi Normal. Dengan MTTR sebesar 199,66 ini di dapatkan dari hasil perhitungan Software Weibull-DR-21.
b. Perhitungan Nilai Mean Time to Repair (MTTR) pada Komponen Ducting.
Distribusi yang terpilih untuk data perbaikan Ducting adalah distribusi Exponensial. Dengan MTTR sebesar 221,61 ini di dapatkan dari hasil perhitungan Software Weibull-DR-21.
c. Perhitungan Nilai Mean Time to Repair (MTTR) pada Komponen Gearbox.
Distribusi yang terpilih untuk data perbaikan Gearbox adalah distribusi Exponensial. Dengan MTTR sebesar 96,14 ini di dapatkan dari hasil perhitungan Software Weibull-DR-21.
7. Model Optimal Preventive Age Raplecement Untuk Meminimasi Downtime a. Komponen Piston
30
Berdasarkan penentuan distribusi kerusakan komponen piston berdistribusi normal. Data-data yang telah diketahui adalah:
Tf = MTTR = 199,66 jam Tp = 300 menit = 5 jam σ = 1223
μ = 11941
Mean Time To Failure untuk komponen piston menggunakan rumus M (tp) = 𝑀𝑇𝑇𝐹
1−𝑅(𝑡𝑝)
Fungsi keandalan R (tp) = 1 − ɸ𝑡−𝜇
𝜎
Dengan demikian dapat ditentukan total downtime per satuan waktu saat pereventive replacement dengan menggunakan persamaan berikut:
Tabel 4. 13 Interval waktu penggantian pencegahan pada komponen piston
Sumber : Data diolah 2019
tp R(tp) M(tp) D(tp) A(tp)
300 5,882369583 -40,89407748 28,45518084 -27,45518084 350 5,857103843 -41,10680077 28,5447637 -27,5447637 400 5,831838103 -41,32174873 28,55504041 -27,55504041 450 5,806572363 -41,53895644 -0,494506971 1,494506971 500 5,781306623 -41,75845971 -0,427670664 1,427670664 550 5,756040883 -41,98029515 28,39177141 -27,39177141 600 5,730775143 -42,2045001 28,30690072 -27,30690072 650 5,705509403 -42,43111274 28,21409409 -27,21409409 700 5,680243663 -42,66017207 28,11543179 -27,11543179 750 5,654977923 -42,89171792 28,01232546 -27,01232546 800 5,629712183 -43,125791 27,90576676 -26,90576676 850 5,604446443 -43,36243291 27,79647273 -26,79647273 900 5,579180703 -43,60168618 27,68497471 -26,68497471 950 5,553914963 -43,84359427 27,57167479 -26,57167479 1000 5,528649223 -44,08820162 27,45688289 -26,45688289
31 R (tp) = 1 − ɸ𝑡−𝜇
𝜎
= 1- 1,618 [450−1223
11941 ] = 5,806572363 M (tp) = 𝑀𝑇𝑇𝐹
1−𝑅(𝑡𝑝)
= 11941
1−5,806572363
= -41,53895644
D (tp) = 𝑇𝑝.𝑅(𝑡𝑝)+𝑇𝑓.(1−𝑅(𝑡𝑝)) (𝑡𝑝+𝑇𝑝).𝑅(𝑡𝑝)+(𝑀(𝑡𝑝)+𝑇𝑓).(1−𝑅(𝑡𝑝))
= (5𝑥5,806572363)+(199,66𝑥(1−5,806572363))
(450+5).(5,806572363)+(−41,53895644)+199,66).(1−5,806572363)
= -0,494506971 A (tp) = 1- D (tp) min
= 1- (-0,494506971)
= 1,494506971 b. Komponen Ducting
Berdasarkan penentuan distribusi kerusakan komponen ducting berdistribusi normal. Data-data yang telah diketahui adalah:
Tf = MTTR = 221,61 jam Tp = 300 menit = 5 jam σ = 28,26
μ = 4257,50
Mean Time To Failure untuk komponen piston menggunakan rumus M (tp) = 𝑀𝑇𝑇𝐹
1−𝑅(𝑡𝑝)
Fungsi keandalan
32 R (tp) = 1 − ɸ𝑡−𝜇
𝜎
Dengan demikian dapat ditentukan total downtime per satuan waktu saat pereventive replacement dengan menggunakan persamaan berikut:
Tabel 4. 14 Interval waktu penggantian pencegahan pada komponen piston
Sumber : Data diolah 2019 R (tp) = 1 − ɸ𝑡−𝜇
𝜎
= 1- 1,618 [450−4257,50 28,26 ]
= 83,26380042 M (tp) = 𝑀𝑇𝑇𝐹
1−𝑅(𝑡𝑝)
= 4257,5
1−83,26380042
= -2,693894506
D (tp) = 𝑇𝑝.𝑅(𝑡𝑝)+𝑇𝑓.(1−𝑅(𝑡𝑝)) (𝑡𝑝+𝑇𝑝).𝑅(𝑡𝑝)+(𝑀(𝑡𝑝)+𝑇𝑓).(1−𝑅(𝑡𝑝))
Tp R(tp) M(tp) D(tp) A(tp)
300 86,5440552 -2,59059498 430,2454589 -429,2454589 350 85,45063694 -2,624136514 425,6727146 -424,6727146 400 84,35721868 -2,658557993 420,6252674 -419,6252674 450 83,26380042 -2,693894506 -0,896257791 1,896257791 500 82,17038217 -2,730183031 -0,74073739 1,74073739 550 81,07696391 -2,767462566 404,7388925 -403,7388925 600 79,98354565 -2,805774268 399,3550601 -398,3550601 650 78,89012739 -2,845161607 393,9522387 -392,9522387 700 77,79670913 -2,885670526 388,5362605 -387,5362605 750 76,70329087 -2,927349623 383,1107911 -382,1107911 800 75,60987261 -2,970250347 377,6782501 -376,6782501 850 74,51645435 -3,014427205 372,2402992 -371,2402992 900 73,42303609 -3,059937997 366,7981173 -365,7981173 950 72,32961783 -3,106844067 361,352564 -360,352564 1000 71,23619958 -3,15521058 355,9042808 -354,9042808
33
= (5𝑥83,26380042)+(221,61𝑥(1−83,26380042))
(450+5).(83,26380042)+(−2,693894506)+221,61).(1−83,26380042)
= -0,896257791 A (tp) = 1- D (tp) min
= 1- (-0,896257791)
= 1,896257791 c. Komponen Gearbox
Berdasarkan penentuan distribusi kerusakan komponen gearbox berdistribusi exponensial. Data-data yang telah diketahui adalah:
Tf = MTTR = 96,14 jam Tp = 300 menit = 5 jam λ = 0,982
Mean Time To Failure untuk komponen gearbox menggunakan rumus M (tp) = 𝑀𝑇𝑇𝐹
1−𝑅(𝑡𝑝)
Fungsi keandalan R (tp) = 𝑒(−𝜆𝑡)
Dengan demikian dapat ditentukan total downtime per satuan waktu saat pereventive replacement dengan menggunakan persamaan berikut:
34
Tabel 4. 15 Interval waktu penggantian pencegahan pada komponen gearbox
Sumber : Data diolah 2019 R (tp) = 𝑒(−𝜆𝑡)
= 𝑒(−0,982𝑥450)
= 0,013667256 M (tp) = 𝑀𝑇𝑇𝐹
1−𝑅(𝑡𝑝)
= 10184
1−0,013667256
= 97,47217715
D (tp) = 𝑇𝑝.𝑅(𝑡𝑝)+𝑇𝑓.(1−𝑅(𝑡𝑝)) (𝑡𝑝+𝑇𝑝).𝑅(𝑡𝑝)+(𝑀(𝑡𝑝)+𝑇𝑓).(1−𝑅(𝑡𝑝))
= (5𝑥0,013667256)+(97,47217715𝑥(1−0,013667256)) (450+5).(0,013667256)+(97,47217715+96,14).(1−0,013667256)
= 0,000463033 A (tp) = 1- D (tp) min
Tp R(tp) M(tp) D(tp) A(tp)
300 0,009111503 97,02403478 0,536146321 0,463853679 350 0,010630088 97,17295705 0,540855879 0,459144121 400 0,012148672 97,3223371 0,545214827 0,454785173 450 0,013667256 97,47217715 0,000463033 0,999536967 500 0,01518394 97,62229101 0,477389491 0,522610509 550 0,015185839 97,62247929 0,551115651 0,448884349 600 0,018223007 97,92447849 0,559418952 0,440581048 650 0,019741591 98,07617986 0,562240258 0,437759742 700 0,021260175 98,22835197 0,564803932 0,435196068 750 0,022778759 98,38099704 0,567128156 0,432871844 800 0,024297343 98,53411725 0,569231463 0,430768537 850 0,025815927 98,68771484 0,571132586 0,428867414 900 0,027334511 98,84179205 0,572850318 0,427149682 950 0,028853095 98,99635111 0,574403375 0,425596625 1000 0,030371679 99,15139431 0,575810272 0,424189728
35
= 1- (0,000463033)
= 0,999536967
8. Perhitungan waktu pemeriksaan optimal a. Komponen Piston
Berikut ini adalah perhitungan waktu optimal pemeriksaan komponen piston
1) Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk pemeriksaan komponen piston adalah 30 menit atau 0,5 jam
2) Jumlah pemeriksaan (k)
1 bulan = 30 hari kerja, 1 hari 24 jam kerja.
t = 30 hari/bulan x 24 jam/hari = 720 jam/bulan Jumlah kerusakan piston selama 1 tahun = 3 kali k = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
12 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛
k = 3
12
k = 0,25
3) Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk perbaikan (1/μ) MTTR = 199,66
t = 720 jam/bulan 1/μ = MTTR / t 1/μ = 199,66/ 720 1/μ = 0,277305556 μ = 3,606130422
36
4) Waktu rata-rata melakukan pemeriksaan (1/i)
Waktu untuk melakukan pemeriksaan (ti) = 30 menit Ti = 0,5 jam
t = 720 jam/bulan 1/i = 𝑡𝑖
𝑡
1/i = 0,5
720
1/i = 0,00069 i = 1440
5) Perhitungan frekuensi dan interval pemeriksaan n = √𝑘.𝑖𝜇
n = √3,6061304220,25𝑥1440
n = 9,991496384 pemeriksaan/bulan Interval waktu pemeriksaan = 𝑡
𝑛
Interval waktu pemeriksaan = 720/9,991496384
= 72,06127814 Interval waktu pemeriksaan = 3 hari
6) Perhitungan nilai downtime D (n) = 𝑘
𝜇 . 𝑛+1
𝑖
D (n) = 0,25
3,606130422𝑥9,991496384 + 1
1440
D (n) = 7,6329836
37 7) Perhitungan availability
A (tp) = 1 - D (tp) min A (tp) = 1 - 7,6329836 A (tp) = -6,6329836 b. Komponen Ducting
Berikut ini adalah perhitungan waktu optimal pemeriksaan komponen piston
1) Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk pemeriksaan komponen piston adalah 30 menit atau 0,5 jam
2) Jumlah pemeriksaan (k)
1 bulan = 30 hari kerja, 1 hari 24 jam kerja.
t = 30 hari/bulan x 24 jam/hari = 720 jam/bulan Jumlah kerusakan piston selama 1 tahun = 3 kali k = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
12 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛
k = 3
12
k = 0,25
3) Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk perbaikan (1/μ) MTTR = 221,61
t = 720 jam/bulan 1/μ = MTTR / t 1/μ = 221,61/ 720 1/μ = 0,307791667 μ = 3,24895086
38
4) Waktu rata-rata melakukan pemeriksaan (1/i)
Waktu untuk melakukan pemeriksaan (ti) = 30 menit Ti = 0,5 jam
t = 720 jam/bulan 1/i = 𝑡𝑖
𝑡
1/i = 0,5
720
1/i = 0,00069 i = 1440
5) Perhitungan frekuensi dan interval pemeriksaan n = √𝑘.𝑖𝜇
n = √3,248950860,25𝑥1440
n = 10,52639539 pemeriksaan/bulan Interval waktu pemeriksaan = 𝑡
𝑛
Interval waktu pemeriksaan = 720/10,52639539
= 68,39948276 Interval waktu pemeriksaan = 2 hari
6) Perhitungan nilai downtime D (n) = 𝑘
𝜇 . 𝑛+1
𝑖
D (n) = 0,25
3,24895086𝑥10,52639539 + 1
1440
D (n) = 8,004441248
39 7) Perhitungan availability
A (tp) = 1 - D (tp) min A (tp) = 1 - 8,004441248 A (tp) = -7,004441248 c. Komponen Gearbox
Berikut ini adalah perhitungan waktu optimal pemeriksaan komponen gearbox:
1) Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk pemeriksaan komponen gearbox adalah 30 menit atau 0,5 jam
2) Jumlah pemeriksaan (k)
1 bulan = 30 hari kerja, 1 hari 24 jam kerja.
t = 30 hari/bulan x 24 jam/hari = 720 jam/bulan Jumlah kerusakan gearbox selama 1 tahun = 5 kali k = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
12 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛
k = 5
12
k = 0,416666667
3) Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk perbaikan (1/μ) MTTR = 96,14
t = 720 jam/bulan 1/μ = MTTR / t 1/μ = 96,14 / 720 1/μ = 0,133527778 μ = 7,489078427
40
4) Waktu rata-rata melakukan pemeriksaan (1/i)
Waktu untuk melakukan pemeriksaan (ti) = 30 menit Ti = 0,5 jam
t = 720 jam/bulan 1/i = 𝑡𝑖
𝑡
1/i = 0,5
720
1/i = 0,00069 i = 1440
5) Perhitungan frekuensi dan interval pemeriksaan n = √𝑘.𝑖𝜇
n = √0,416666667𝑥1440 7,489078427
n = 8,950791773 pemeriksaan/bulan Interval waktu pemeriksaan = 𝑡
𝑛
Interval waktu pemeriksaan = 720/8,950791773
= 80,43981117 Interval waktu pemeriksaan = 3 hari
6) Perhitungan nilai downtime D (n) = 𝑘
𝜇 . 𝑛+1
𝑖
D (n) = 0,416666667
7,489078427𝑥8,950791773+ 1
1440
D (n) = 0,006910272
41 7) Perhitungan availability
A (tp) = 1 - D (tp) min A (tp) = 1 - 0,006910272 A (tp) = 0,993089728 9. Availability
Perhitungan availability ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keandalan mesin setelah dilakukan perawatan yang bersifat preventif. Interval pemeriksaan tidak saling mempengaruhi terhadap tingkat ketersediaan suatu komponen. Kedua kejasian tersebut dapat dikatakan sebagai kejadian saling bebas, maka untuk dapat mengetahui peluang dua kejadian yang saling bebas adalah dengan mengalikan nilai availability dua kejadian tersebut.
Perhitungan nilai availability pada masing-masing komponen kritis dapat dihitung dengan menggunakan rumus A (tp) = 1 – D (tp)
Rekapitulasi perbandingan nilai availability pada komponen kritis dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4. 16 Rekapitulasi nilai availability
Sumber : Data diolah 2019
Nama Komponen Availability jika dilakukan penggatian pencegahan
Availability jika
dilakukan pemeriksaan Availability total
Piston 1,4945 -6,6329 -5,1384
Ducting 1,8962 -7,0044 -5,1082
Gearbox 0,9995 0,9930 1,9925
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan critical analysis di peroleh mesin yang keritis adalah mesin roaster. Hasil penentuan komponen kritis dengan menggunkan konsep pareto adalah komponen piston, gearbox, dan ducting.
Tindakan perawatan yang dilakukan adalah preventive maintenance yang berupa pemeriksaan dan penggantian yang dilakukan secara terjadwal.
Dari hasil perhitungan MTTR didapatkan waktu yang tepat untuk perawatan pada komponen piston yaitu setiap 3 hari, komponen gearbox yaitu setiap 3 hari, komponen ducting setiap 2 hari.
5.2 Saran
Dalam penelitian ini penulis menyarankan bahwa perusahaan khususnya pada departemen maintenance untuk lebih memperhatikan penjadwalan perawatan setiap mesin, utamanya untuk mesin-mesin kritis agar dapat mencegah terjadinya kerusakan, serta memberikan pemahaman kepada karyawan mengenai resiko kerusakan yang dimana manusia juga berpengaruh terhadap kerusakan mesin industri, salah satu contohnya seperti menetapkan dan menjalankan jadwal perawatan mesin.
43
DAFTAR PUSTAKA
Adigama A. S, Konstruksi Sub-Assembly Rem dan Penentuan Komponen Kritis [Skripsi], Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.
Assauri S, Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008.
Atmaja H. K, Penggunaan Analisis ABC Indeks Kritis untuk Pengendaliaan Persediaan Obat Antibiotik di Rumah Sakit M. H. Thamrin Salemba [Thesis], Universitas Indonesia, Salemba, 2012.
D. Indrajit, Dari MRP Menuju ERP, Jakarta: Grasindo, 2003.
Ebeling, Charles, E. An Introduction to Reliability and Maintainability, Mcgraw – Hill Companies, Inc, Singapore 1997.
Erlina, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Penerapan Preventive Maintenance untuk Menentukan Jadwal Perawatan Pencegahan yang Optimum dan Meningkatkan Kehandalan Komponen Kritis Mesin HD/PE- 120 pada PT. Metropoly Jaya Nusa [Skripsi], Universitas Bina Nusantara, Jakarta, 2007.
Fadrila F, Usulan Penerapan Preventive Maintenance Berdasarkan Minimasi Downtime pada Komponen Kritis dari Mesin Puller di PT. Alakasa Ekstrusindo [Skripsi], Universitas Bina Nusantara, Jakarta, 2006.
Jardine A. K. S. and Tsang A. H. C, “Maintenance, Replacement, and Reliability”, Canada: Pitman Publishing Corporation, 1973.
Silalahi H, Pengendalian Persediaan Suku Cadang Mesin-Mesin Pabrik di PT Perkebunan Nusantara III PKS Rambutan Tebing Tinggi [Tugas Sarjana], Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.
44 LAMPIRAN