Sriyenti (2008) telah menguji ketahanan enam varietas padi unggul yang banyak ditanam petani di lapangan terhadap serangan werengbatangcoklat. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa dari enam varietas yang diuji yaitu IR-42, Anak Daro, IR 66, Cisokan, Batang Piaman, dan IR 64, hanya tiga varietas seperti IR 64, Batang piaman, dan Cisokan yang tahan terhadap serangan WerengBatangCoklat biotipe 3. Ketahanan tiga varietas padi tersebut berdasarkan parameter populasi werengbatangcoklat yang rendah, ketahanan hidup nimfa yang rendah, keperidian yang rendah, tingkat kerusakan sedang dan antibiosis yang tinggi. Dari penelitian Rahmadani (2010) pada varietas IR 64 dan Batang Piaman kehidupan biologi werengbatangcoklat kurang baik dibanding pada varieas padi Cisokan dan IR 42 berdasarkan dari masa stadia telur, nimfa, imago, dan siklus hidup werengbatangcoklat.
Ledakan populasi werengbatangcoklat dipicu oleh penanaman varietas padi yang sama secara terus-menerus. Werengbatangcoklat merupakan serangga dengan genetik plastisitas yang tinggi, sehingga mampu dan cepat beradaptasi terhadap varietas padi yang ada. Jika suatu varietas tahan ditanam secara terus- menerus maka semakin lama ketahanan varietas padi tersebut akan terpatahkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian populasi werengbatangcoklat koloni Klaten pada beberapa varietas padi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui populasi werengbatangcoklat koloni Klaten pada beberapa varietas padi dan mengamati jenis imago werengbatangcoklat yang terbentuk, yaitu makroptera (sayap panjang) atau brakhiptera (sayap pendek).
insektisida antara tahun 1998 dan 2008 meningkat lebih dari 30 kali lipat dari US$ 1,9 juta menjadi US$ 60,6 juta. Peningkatan impor insektisida diikuti oleh penurunan produksi padi di Indonesia. Dengan demikian, sejarah terulang kembali dengan korelasi langsung antara peningkatan insektisida dengan meningkatnya populasi werengbatangcoklat (Shepard, 2010). Apabila keadaan ini dibiarkan berlangsung lama, maka serangan werengbatangcoklat akan semakin meningkat dan berulang secara terus menerus. Oleh karena itu, perlu dicari cara pengendalian alternatif, di antaranya mencari insektisida dengan bahan tumbuhan yang dikenal dengan insektisida nabati. Keunggulan insektisida nabati yaitu mudah terurai di alam dan memiliki toksisitas rendah terhadap organisme bukan sasaran. Salah satu insektisida nabati yaitu lada hitam (Piper nigrum L.) dari famili Piperaceae. Piperaceae dilaporkan memiliki sekitar 145 jenis lipofilik amida yang bersifat insektisida (de Paula et al., 2000), seperti: piperin, pipernonalin, piperisida, piperoktadekalidin, dan lain-lain (Lee, 2005).
Dengan ini saya Nama: Atika Sugiyanto NIM: H 0713033 Program Studi: Agroteknologi menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul “ PENGARUH PEMBERIAN SILIKA PADA PADI LOKAL TERHADAP POPULASI WERENGBATANGCOKLAT ” ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak ada unsur plagiarisme, falsifikasi, fabrikasi karya, data, atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Werengbatangcoklat (WBC) merupakan hama yang sangat merugikan tanaman padi. Werengbatangcoklat adalah serangga dengan genetic plastisitas yang tinggi, sehingga mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan pada waktu yang relatif singkat. Hal ini terbukti dengan timbulnya biotipe/populasi baru yang dapat mengatasi sifat ketahanan tanaman. Timbulnya biotipe werengcoklat merupakan tantangan yang tidak mudah diatasi. Pengalaman menunjukkan bahwa untuk mengatasi werengcoklat biotipe I telah digunakan varietas tahan IR26 yang ditanam secara luas, ternyata ketahanan IR26 tersebut hanya dapat bertahan 4-5 musim saja. Upaya yang mendukung keberhasilan usaha peningkatan produksi padi adalah digunakannya varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap serangan hama serta penyakit. Padi dikatakan unggul apabila mempunyai keunggulan dibanding varietas yang lain. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Desember 2012 di desa Joho, Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah. Empat varietas padi, yaitu Inpari 13 (V1), Ciherang (V2), Sunggal (V3) dan Sumatra (V4) yang ditanam dengan perlakuan Zeolit dosis 900 kg/ha (Z1), dan tanpa pemberian Zeolit (Z0), serta ditanam dengan menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), sehingga terdapat 12 kombinasi (petak) perlakuan. Cara bercocok tanam dan pemeliharaan sesuai dengan kebiasaan petani setempat, dengan cara pengendalian hama dilakukan tanpa penggunaan pestisida, kecuali jika diperlukan pada lahan PHT.
Pengendalian hama werengcoklat pada tanaman padi dapat diusahakan dengan menggunakan varietas unggul baru padi yang memiliki ketahanan terhadap serangan hama wereng. Perlakuan ini merupakan kondisi yang paling ideal dalam mengendalikan serangan hama wereng karena cara ini mudah digunakan, murah, dan ramah terhadap lingkungan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauhmana tingkat ketahanan berbagai varietas unggul baru padi terhadap serangan hama werengbatangcoklat di lahan sawah irigasi. Penelitian dilaksanakan di Desa Jangkurang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat pada bulan Maret sampai Agustus 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan berupa varietas dan masing-masing perlakuan diulang lima kali dengan petani sebagai ulangan. Varietas yang diuji adalah Inpari- 4, Inpari-13, Mekongga, Ciherang, dan Sarinah. Data dianalisis dengan Anova dan dilanjutkan dengan uji berganda Duncan. Hasil: varietas Inpari 13 memiliki ketahanan lebih resisten terhadap serangan hama werengbatangcoklat dibanding empat varietas lain, hal ini ditunjukkan oleh persentase serangan hama wereng yang paling rendah (10,1 persen), populasi wereng per rumpun yang paling rendah (3,8 ekor per rumpun), serta tingkat produksi yang dihasilkan paling tinggi (6,06 ton per ha) jika dibandingkan dengan varietas yang lain.
Padi merupakan tanaman pangan utama yang dibudidayakan oleh sebagian besar petani di Indonesia. Salah satu faktor pembatas dalam pengembangan budidaya tanaman padi adalah serangan hama werengbatangcoklat (Nilaparvata lugens Stal.). Berbagai metode pengendalian yang sudah direkomendasikan, seperti kultur teknis, pengendalian hayati, penggunaan insektisida termasuk juga pengendalian hama terpadu, dianggap belum bisa mengatasi permasalahan hama ini. Oleh karena itu diperlukan metode pengendalian lain yang aman secara lingkungan dan dapat mengendalikan populasi werengbatangcoklat secara efektif. Salah satunya dengan pengendalian menggunakan zeolit. Penggunaan zeolit merupakan pengendalian populasi hama secara tidak langsung melalui peningkatan ketahanan tanaman Penelitian ini bertujuan melakukan pengkajian mengenai potensi zeolit untuk pengendalian populasi werengbatangcoklat.
Padi (Oryza sativa L.) merupakan kebutuhan pokok dan komoditas tanaman pangan utama bagi masyarakat Indonesia. Kebutuhan pangan yang terus meningkat dilakukan upaya untuk pengembangan mutu baik dari segi kualitas dan kuantitas hasil padi, namun dalam peningkatan produksi banyak kendala yang dihadapi yaitu werengbatangCoklat (Nilaparvata lugens Stal.) yang merupakan hama tanaman padi. Penanaman varietas padi lokal sudah banyak diterapkan oleh petani namun belum diketahui tingkat ketahanannya. Ketahanan varietas padi lokal dapat diketahui berdasarkan jaringan tanaman padi yaitu kandungan hemiselulosa, selulosa dan lignin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan hemiselulosa, selulosa dan lignin beberapa varietas lokal dan preferensi oleh werengbatangcoklat.
No Judul Halaman 1. Denah Penanaman Padi ...................................................................................... 42 2. Populasi WerengBatangCoklat dan Predator pada Persemaian ....................... 43 3. Populasi Nimfa WerengCoklat saat Musim Tanam Pertama
Padi merupakan komoditas penting di Indonesia, karena berperan sebagai sumber makanan pokok terutama di pulau Jawa. Faktor yang menjadi salah satu kendala utama dalam kegiatan produksi tanaman padi adalah adanya serangan werengbatangcoklat (Nilaparvata lugens Stal. ) . Upaya yang sering dilakukan untuk mengendalikan hama tersebut adalah dengan menggunakan insektisida. Namun penggunaan insektisida yang tidak tepat justru akan mengakibatkan banyak dampak negatif. Oleh sebab itu maka diperlukan tindakan alternatif lain yang bersifat ramah lingkungan untuk mengendalikan hama tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan keberadaan musuh alami werengbatangcoklat sebagai pengendali alami. Musuh alami werengbatangcoklat yang sering dijumpai pada pertanaman padi salah satunya berasal dari golongan peredator.
Salah satu musuh alami yang berperan dalam mengendalikan hama werengbatangcoklat adalah Predator. Predator adalah organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa binatang lainnya (Untung, 2015). Predator umumnya aktif dan mempunyai tubuh yang lebih besar dan kuat dari mangsanya (Meilin dan Nazamsir, 2016). Kemampuan predator werengbatangcoklat dalam mengendalikan hama werengbatangcoklat dan kemelimpahannya di lapang merupakan suatu potensi yang penting untuk dikembangkan sebagai agensia pengendali hayati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan populasi predator dalam mengendalikan hama werengbatangcoklat di Kabupaten Banyumas pasca terjadinya ledakan.
Padi merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia, sehingga tanaman padi perlu ditingkatkan produksinya. Namun dalam pertumbuhannya, padi tidak luput dari serangan hama. Salah satu hama yang dapat menurunkan produksi padi di Indonesia adalah werengbatangcoklat (Nilaparvata lugens Stal). Penanaman varietas padi unggul merupakan salah satu kiat pengendalian dalam menekan perkembangan populasi werengcoklat di lapang. Penanaman varietas unggul yang memiliki ketahanan gen tunggal terhadap werengcoklat mengakibatkan tekanan seleksi terhadap individu spesies didalam populasi, sehingga mendorong perkembangan biotipe baru yang mampu menghancurkan varietas yang semula tahan. Hal tersebut menimbulkan permasalahan bagaimana keadaan biotipe werengbatangcoklat pada beberapa daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan biotipe werengbatangcoklat (N. lugens) asal beberapa koloni endemi (Klaten, Yogyakarta, dan Sukoharjo) dan non endemi (Pacitan dan Karanganyar).
Salah satu OPT utama tanaman padi adalah hama werengbatangcoklat (Nilaparvata lugens Stal). Menurut Baehaki (2011), hama werengbatangcoklat (WBC) merupakan hama laten karena sulit diprediksi serangannya namun selalu mengancam kestabilan produksi nasional. Hama ini diketahui menjadi hama endemis di 14 propinsi di Indonesia, salah satunya adalah wilayah pantai utara (Pantura) propinsi Jawa Barat yaitu di kabupaten Karawang dan Subang. Pada tahun 2010 pertanaman padi di jalur Pantura seluas 128.738 ha terserang WBC. Dari luas tersebut di atas diantaranya 4.602 ha mengalami puso. Luas serangan ini melampaui ledakan serangan WBC pada tahun 1998 dimana WBC menyerang tanaman padi di wilayah yang sama seluas 115.484 ha dengan puso mencapai 4.874 ha (Baehaki 2011). Hama WBC dapat menyerang seluruh fase pertumbuhan tanaman padi, vegetatif dan generatif. WBC mengakibatkan kekeringan pada seluruh jaringan tanaman akibat isapannya atau disebut hopperburn, selain itu dapat menjadi vektor penyakit virus kerdil hampa dan kerdil rumput (Oka et al. 1991).
Beberapa faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya serangan werengcoklat antara lain: 1) kondisi lingkungan cuaca dimana musim kemarau tetapi masih turun hujan, 2) ketahanan varietas, 3) pola tanam padi-padi-padi, 4) keberadaan musuh alami rendah, 5) penggunaan pestisida kurang bijaksana. Secara umum serangan werengcoklat lebih dominan terjadi pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau serangannya terjadi di daerah – daerah yang sering hujan dan populasi werengcoklat cepat meningkat pada kelembaban tinggi (70 – 80%), suhu siang hari optimum (28 – 30 o C), intensitas cahaya matahari rendah, pemupukan N tinggi, tanaman rimbun, air, lahan basah serta angina kencang (Nurbaeti et al ., 2010).
Telur yang dihasilkan (fekunditas) dengan telur yang menetas (fertilitas) jumlahnya tidak sama. Tidak semua telur yang dihasilkan berhasil menetas. Dari data fekunditas dan fertilitas (Gambar 1 dan 2) menunjukkan hasil tertinggi telur berhasil menetas 100 % dan yang terendah 75,93 %. Hal ini ditunjukkan ketika pengamatan terdapat telur yang busuk. Telur busuk dicirikan berwarna hitam dan tidak berisi lagi. Diduga telur busuk karena adanya parasitoid telur WBC. Menurut Kartohardjono (2011) pada areal pertanaman padi ditemukan beberapa musuh alami werengbatangcoklat, antara lain parasitoid Anagrus sp. dan
Puji syukur pada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH PEMBERIAN ZEOLIT TERHADAP KEBERADAAN WERENGBATANGCOKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Wereng bat ang cok lat dapat m eny erang t anam an padi m ulai dri persem aian sam pai w akt u panen. Nim fa dan im ago m engisap cairan t anam an pada bagian pangk al padi. Gej ala y ang t erlihat pada t anam an berupa k elay uan dan m enguningnya daun, m ulai dari daun t ua kem udian m eluas dengan cepat keseluruh bagian t anam ans,sehingga ak hirny a t anam anm m at i. Kalau populasi t inggi dapat m eny ebabm at iny a t anam an dalam sat u ham paran. Keadaan ini disebut dengan fu so at au h u ppe r bu r n ( Harahap dan Tj ahj ono, 1999 ) .
Untunglah, penelitian yang dilakukan oleh badan penelitian nasional dan internasional selama tahun 1979 hingga 1986 secara meyakinkan membuktikan bahwa: 1) werengcoklat merupakan hama yang ledakan populasinya disebabkan oleh penggunaan pestisida secara berlebihan, dan 2) populasi hama tersebut dapat dikendalikan oleh agen pengendali hayati berupa predator/pemangsa yang secara alami ada di lahan sawah. Pada 5 Nopember 1986 Presiden Soeharto menandatangani Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 1986 yang menyatakan bahwa Pengendalian Hama Terpadu menjadi strategi nasional pengendalian hama. Inpres 3/86 juga melarang 57 jenis insektisida, sebagian besar adalah jenis organofosfat yang sangat beracun, untuk digunakan di tanaman padi, dan memerintahkan diselenggarakannya program pelatihan PHT skala besar kepada petugas lapangan dan petani.
Dari delapan spesies parasitoid telur werengbatangcoklat yang telah dikumpulkan, tiga spesies yaitu Anagrus sp, Gonatocerus spA, dan Olygosita sp. adalah spesies yang umum ditemukan pada lanskap Sungai Sapih dan Kayu Tanduk (kelimpahan relatif > 15%) (Gambar 1 dan 2). Hasil penelitian ini mirip dengan yang dilaporkan Maryana (1994) bahwa Anagrus sp dan Olygosita sp merupakan spesies yang dominan ditemukan memparasit telur werengbatangcoklat pada pertanaman padi di Bogor dan Cianjur. Berdasarkan kelimpahan relatif masing-masing spesies yang telah dikoleksi Anagrus sp merupakan spesies parasitoid telur werengbatangcoklat yang paling dominan pada lanskap Sungai Sapih dan Kayu Tanduk. Fenomena yang sama sebelumnya juga dilaporkan oleh Miura et al. (1979) di Taiwan dan Maryana (1994) di Jawa barat.
Jumlah keseluruhan parasitoid telur werengbatangcoklat yang telah dikumpulkan pada pertanaman padi di lanskap Kayu Tanduk dan Sungai Sapih dalam priode April sampai Juli 2006 adalah 158 individu yang termasuk dalam tiga famili dan delapan spesies. Pada lanskap Kayu Tanduk ditemukan lima spesies parasitoid dan dua famili, sedangkan lanskap Sungai Sapih ditemukan delapan spesies dan tiga famili. Berdasarkan jumlah famili dan spesies temuan dari penelitian ini lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Maryana (1994) yaitu 2 famili dan 5 spesies parasitoid telur werengbatangcoklat populasi Jawa Barat, tetapi jauh lebih sedikit daripada yang dilaporkan Chu dan Hirashima (1981) yaitu 15 spesies di Taiwan. Rendahnya jumlah spesies yang ditemukan dalam penelitian ini dan Maryana (1994) dibandingkan laporan Chu dan Hirashima (1981), kemungkinan karena pengambilan sampel parasitoid baik Maryana (1994) maupun penelitian ini hanya pada dua lokasi, sedangkan Chu dan Hirashima (1981) melakukan pengambilan sampel parasitoid hampir seluruh propinsi di Taiwan.