• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

2.1.2 Film

2.1.2.2 Jenis Jenis Film

Beberapa jenis film menurut M. Bayu Widadgo, antara lain sebagai berikut : 1.Action –laga

Film dengan tema ini mengetengahkan tentang perjuangan hidup dengan bumbu utama keahlian setiap tokoh untuk bertahan pertarungan hingga akhir cerita.

2.Comedi-humor

Film bertema humor ini mengandalkan kelucuan sebagai penyajian utama.

Film dengan tema ini termasuk yang paling sulit menyajikanya, karena apabila kurang waspada maka komedi yang disuguhkan akan terjebak sleptick, atau terkesan memaksa penonton dengan kelucuan yang dibuat-buat.

3.roman-drama

Film dengan tema ini merupak genre yang paling populer dikalangan masyarakat. Genre ini menawarkan faktor perasaan dan kehidupan nyata, yang mengarah pada simpati dan empati penonton terhadap apa yang diceritakan dan apa yang disuguhkan. Kunci utama pada film bergenre ini adalah tema-tema klasik dalam permasalahan hidup manusia yang tidak pernah puas terjawab.

4.Misteri-horor

Genre ini memiliki bahasan yang sempit dan berkisar pada hal yang itu-itu saja(monoton), namun genre ini mendapat perhatian yang lebih dari penonton. Hal ini disebabkan karena keingin tahuan manusia yang sangat besar terhadap dunia lain tersebut.

Sedangkan menurut Heru Efendy jenis-jenis film dapat dibagi menjadi 7 jenis antara lain sebagai berikut :

1.Film Dokumenter (Dokumentary film)

Film dokumter adalah film yang menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Film jenis ini tidak lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda seseorang atau kelompok tertentu.

2.Film Cerita Pendek (Short film)

Film cerita pendek ini berdurasi kurang dari 60 menit. Sebagian besar produser film menjadikan film ini sebagai sebuah batu loncatan untuk kemudian memproduksi film cerita panjang.

3.Film Cerita Panjang (Feature-Length Film)

Film cerita panjang adalah film dengan durasi lebih dari 60 menit, atau lazimnya film ini berdurasi antara 60-100 menit. Terkadang film jenis ini doproduksi di atas durasi 180 menit, seperti halnya film hasil produksi Bollywood (India) dan Hollywood (Amerika).

4.Film-film Jenis Lain (Corporate Profile)

Jenis film ini biasanya diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan, misalnya tayangan „Jendela Usaha’ di TV ONE. Film ini sendiri berfungsi sebagai alat bantu presentasi

5.Iklan Televisi

Film jenis ini biasanya diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang produk, maupun layanan masyarakat (public services announcement).

Iklan produk biasanya menampilkan produk yang diiklankan secara „ekolisit‟, artinya ada stimulus yang jelas tentang produk tersebut. sedangkan jenis iklan layanan masyarakat menginformasikan kepedulian suatu produsen terhadap fenomena sosial yang diangkat sebagai topik iklan tersebut.

6.Program Televisi (Tv Program)

program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi secara umum, program televisi dibagi menjadi dua jenis, yaitu cerita dan non cerita. Jenis cerita terbagi kedalam dua kelompok yaitu fiksi dan non fiksi. Kelompok fiksi memproduksi film serial (tv series), film televisi/ FTV (populer lewat saluran televisi SCTV) dan film cerita pendek. Kelompok non fiksi menggarap aneka program pendidikan, film dokumenter atau profil tokoh dari daerah tertentu.

Sedangkan program non cerita sendiri menggarap variety show, tv kuis, talkshow dan liputan berita.

7.Video Klip (music video)

Video klip adalah sarana bagi produser musik untuk membesarkan produk mereka melalui media televisi. Dipopulerkan pertama kali lewat saluran televisi MTV, tahun 1981. Di Indonesia, Video klip ini sendiri berkembang menjadi

bisnis seirimg dengan perkembangan televisi swasta. Akhirnya video klip tumbuh sebagai aliran dan industri tersendiri. Beberapa rumah produksi mantap memilih video klip menjadi bisnis utama (core bisnis) mereka. Di Indonesia, tak kurang dari 60 video klip diproduksi tiap tahun nya.

2.1.2.2 Unsur-Unsur Pembentuk Film

Film merupakan hasil karya bersama atau hasil kerja kolektif. Dengan kata lain, proses pembuatan film pasti melibatkan kerja sejumlah unsur atau profesi.

Unsur-unsur yang dominan di dalam proses pembuatan film antaralain: produser, sutradara, penulis skenario, penata kamera (kameramen), penata artistik, penata musik, editor, pengisi dan penata suara, aktor-aktris (bintang film). Berikut ini adalah unsur-unsur dalam sebuah film:

1. Produser

Unsur paling utama (tertinggi) dalam suatu tim kerja produksi atau pembuatan film adalah produser. Karena produserlah yang menyandang atau mempersiapkan dana yang dipergunakan untuk pembiayaan produksi film.

Produser merupakan pihak yang bertanggungjawab terhadap berbagai hal yang diperlukan dalam proses pembuatan film. Selain dana, ide atau gagasan, produser juga harus menyediakan naskah yang akan difilmkan, serta sejumlah hal lainnya yang diperlukan dalam kaitan proses produksi film.

2. Sutradara

Sutradara merupakan pihak atau orang yang paling bertanggungjawab terhadap proses pembuatan film di luar hal-hal yang berkaitan dengan dana dan properti lainnya. Karena itu biasanya sutradara menempati posisi sebagai “orang penting kedua” di dalam suatu tim kerja produksi film. Di dalam proses

pembuatan film, sutradara bertugas mengarahkan seluruh alur dan proses pemindahan suatu cerita atau informasi dari naskah skenario ke dalam aktivitas produksi.

3. Penulis Skenario

Skenario film adalah naskah cerita film yang ditulis dengan berpegang pada standar atau aturan-aturan tertentu. Skenario atau naskah cerita film itu ditulis dengan tekanan yang lebih mengutamakan visualisasi dari sebuah situasi atau peristiwa melalui adegan demi adegan yang jelas pengungkapannya. Jadi, penulis skenario film adalah seseorang yang menulis naskah cerita yang akan difilmkan. Naskah skenario yang ditulis penulis skenario itulah yang kemudian digarap atau diwujudkan sutradara menjadi sebuah karya film.

4. Penata Kamera (Kameramen)

Penata kamera atau popular juga dengan sebutan kameramen adalah seseorang yang bertanggungjawab dalam proses perekaman (pengambilan) gambar di dalam kerja pembuatan film. Karena itu, seorang penata kamera atau kameramen dituntut untuk mampu menghadirkan cerita yang menarik, mempesona dan menyentuh emosi penonton melalui gambar demi gambar yang direkamnya di dalam kamera. Di dalam tim kerja produksi film, penata kemera memimpin departemen kamera.

5. Penata Artistik

Penata artistik (art director) adalah seseorang yang bertugas untuk menampilkan cita rasa artistik pada sebuah film yang diproduksi. Sebelum suatu cerita divisualisasikan ke dalam film, penata artistik setelah terlebih dulu mendapat penjelasan dari sutradara untuk membuat gambaran kasar adegan demi

adegan di dalam sketsa, baik secara hitam putih maupun berwarna. Tugas seorang penata artistik di antaranya menyediakan sejumlah sarana seperti lingkungan kejadian, tata rias, tata pakaian, perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan para pemeran film dan lainnya.

6. Penata Musik

Penata musik adalah seseorang yang bertugas atau bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pengisian suara musik tersebut. Seorang penata musik dituntut tidak hanya sekadar menguasai musik, tetapi juga harus memiliki kemampuan atau kepekaan dalam mencerna cerita atau pesan yang disampaikan oleh film.

7. Editor

Baik atau tidaknya sebuah film yang diproduksi akhirnya akan ditentukan pula oleh seorang editor yang bertugas mengedit gambar demi gambar dalam film tersebut. Jadi, editor adalah seseorang yang bertugas atau bertanggungjawab dalam proses pengeditan gambar.

8. Pengisi dan Penata Suara

Pengisi suara adalah seseorang yang bertugas mengisi suara pemeran atau pemain film. Jadi, tidak semua pemeran film menggunakan suaranya sendiri dalam berdialog di film. Penata suara adalah seseorang atau pihak yang bertanggungjawab dalam menentukan baik atau tidaknya hasil suara yang terekam dalam sebuah film. Di dalam tim kerja produksi film, penata suara bertanggungjawab memimpin departemen suara.

9. Bintang Film (Pemeran)

Bintang film atau pemeran film dan biasa juga disebut aktor dan aktris adalah mereka yang memerankan atau membintangi sebuah film yang diproduksi dengan memerankan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita film tersebut sesuai skenario yang ada. Keberhasilan sebuah film tidak bisa lepas dari keberhasilan para aktor dan aktris dalam memerankan tokoh-tokoh yang diperankan sesuai dengan tuntutan skenario (cerita film), terutama dalam menampilkan watak dan karakter tokoh-tokohnya. Pemeran dalam sebuah film terbagi atas dua, yaitu pemeran utama (tokoh utama) dan pemeran pembantu (figuran).

2.1.3 Bentuk Penyampaian Nilai Moral

Pengarang dalam menyampaikan pesan nilai moral memiliki beberapa cara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Nurgiyantoro (2012: 335 – 340) mengatakan bahwa bentuk penyampaian nilai moral dalam karya fiksi bisa bersifat langsung maupun tidak langsung.

2.1.3.1 Bentuk Penyampaian Langsung

Bentuk penyampaian pesan nilai moral langsung boleh dikatakan identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau penjelasan.

Artinya bahwa nilai moral yang ingin disampaikan pengarang kepada penonton dilakukan secara langsung dan eksplisit. Sehingga melalui cara ini, penonton dapat dengan mudah menangkap dan mengetahui pesan nilai moral yang disampaikan.

2.1.3.2 Bentuk Penyampaian Tidak Langsung

Bentuk penyampaian secara tidak langsung bersifat tersirat. Artinya bahwa pengarang secara tersirat menyampaikan pesan nilai moral yang ada dalam cerita.

Biasanya cara ini tersirat dan digambarkan dalam sebuah peristiwa, konflik, dan sebagainya. Oleh karena itu, penonton bisa salah dalam menafsirkan pesan nilai moral yang disampaikan.

2.2 Landasan Teori

Adapun landasan teori yang dipakai oleh penulis adalah teori sosiologi sastra. Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, soio atau socius berarti masyarakat, logi atau logos berarti ilmu. jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal- usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, dan empiris (Ratna, 2003: 1).

Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik (Ratna, 2003: 1).

Sosiologi sastra merupakan interdisiplin dari dua ilmu yang berbeda, yaitu sosiologi dan sastra. keduanya memiliki objek kajian yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meski objek kajian dari kedua ilmu tersebut sama, tetapi ada perbedaan dalam hal memandang persoalannya. Sosiologi lebih cenderung kepada hal yang bersifat objektif dan faktual, sementara sastra adalah kebalikannya, yaitu bersifat subjektif dan rekaan. Adapun defenisi dari sosiologi sastra sangat beragam tetapi defenisi yang paling mendekati dengan penelitian ini adalah

pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkadung di dalamnya. Sosiologi sastra akan meneliti sastra sebagai (1) ungkapan historis, ekspresi suatu waktu, sebagai sebuah cermin, (2) karya sastra memuat aspek sosial dan budaya yang memiliki fungsi sosial berharga. Aspek fungsi sosial sastra berkaitan dengan cara manusia hidup bermasyarakat (Endraswara, 2011: 20).

Teori sosiologi sastra yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Alan Swingewood. Swingewood (dalam Yasa,2012: 24) menegaskan bahwa karya sastra adalah suatu jagat yang merupakan tumpuan kecemasan, harapan, dan aspirasi manusia karena di samping makhluk sosial, dinamika sosial budaya akan sangat sarat termuat dalam karya sastra. Swingewood juga menyampaikan bahwa sinkronisasi antara fakta imajiner dengan fakta realitas sebagai bukti bahwa sastra adalah refleksi sosial.

Swingewood menyebutkan (dalam Yasa, 2012: 22) bahwa pengarang besar tidak sekadar menggambarkan dunia sosial secara mentah, tetapi ia mengembangkan tugas yang mendesak, yaitu memainkan tokoh-tokoh ciptaannya dalam satu situasi rekaan untuk mengungkapkan nilai dan makna dalam dunia sosial.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi dan makalah yang berkaitan dengan nilai moral sebagai berikut:

Andi (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Pesan Moral dalam Novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja Karya Andi Zulfikar (Tinjauan Sosiologi Sastra)”. Fokus penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra untuk

menjelaskan pesan moral dalam novel Lelaki yang Setia Mencumbui Senja.

Penelitian ini membantu penulis dalam menganalisis tokoh utama melalui teori sosiologi sastra.

Fitrianingtyas (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Nilai Moral dalam Lirik Lagu Karya Katon Bagaskara (Sebuah Kajian Sosiologi Sastra)” yang bertujuan untuk mendeskripsikan struktur puisi, menentukan unsur musikalitas, dan menjelaskan aspek moralitas yang terdapat dalam lirik lagu karya Katon Bagaskara. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif.

Tahap pengumpulan data menggunakan studi pustaka. Teknik yang digunakan ialah teknik simak catat. Setelah melakukan pengumpulan data, langkah selanjutnya ialah tahap analisis data. Data tersebut dikaji secara deskriptif.

Kemudian penyajian hasil analisis data disajikan berupa uraian kata-kata dengan memberikan penjelasan seputar lirik lagu karya Katon Bagaskara. Penelitian tersebut memberikan gambaran prosedur penelitian dan menambah wawasan penulis dalam memahami nilai moral. Adapun perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian ini adalah objek penelitian.

Herawati (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Nilai-Nilai Moral pada Novel Jasmine Karya Riawani Elyta” yang bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana bentuk nilai-nilai moral yang ditampilkan pengarang melalui tokoh yang diceritakan pada novel Jasmine karya Riawani Elyta, serta mendeskripsikan faktor yang melatarbelakangi perbuatan moral tokoh. Untuk mendapatkan hasil tersebut, dipergunakan teori sosiologi sastra dan teori positivisme moral. Metode yang dipergunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan mendeskripsikan data yang telah diidentifikasi sebelumnya melalui

metode baca heuristic dan hermeneutik. Penelitian ini menambah wawasan penulis dalam menyusun kerangka penelitian. Perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian ini adalah objek penelitian.

Mariyana (2013) dalam jurnal skripsinya yang berjudul “Pesan Moral dalam Film Petualangan Sherina Karya Riri Riza Kajian Sosiologi Sastra” yang bertujuan untuk mengungkapkan kaitan antar unsur struktur dan mengungkapkan aspek moralitas dalam film Petualangan Sherina. Tahap analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data yang diperoleh, setelah itu dianalisis dengan analisis naratif, sinematik, dan kajian moralitas. Moralitas adalah bagian dari kajian sosiologi sastra yang berhubungan dengan adat kebiasaan dan tingkah laku manusia dalam masyarakat. Penelitian ini menambah wawasan penulis dalam menyusun kerangka penelitian.

Rahmi (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara : Tinjauan Sosiologi Sastra”

yang bertujuan untuk mendeskripsikan pesan moral dan motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti mempergunakan teori sosiologi sastra dalam menganalisis data. Masalah di dalam skripsi ini dibatasi menjadi pesan moral yang terbagi atas: kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua, loyalitas dalam berteman, dan motivasi yang terbagi atas: pepatah yang memotivasi, motivasi dari teman, motivasi dari keluarga. Teknik pengumpulan data dilakuan dengan cara Library Research (penelitian kepustakaan). Teknik pengkajian untuk menganalisis data mempergunakan metode kualitatif. Penelitian ini sangat membantu penulis dalam memahami nilai moral. Selain itu, konsep dan pembahasan penelitian tersebut

memberikan gambaran prosedur penelitian dan menambah wawasan penulis dalam menyusun kerangka penelitian. Adapun perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian ini adalah objek penelitian dan metode penyajian hasil analisis data menggunakan teori Miles dan Huberman.

Wahyuni (2018) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Nilai Moral pada film KungFu Panda 2 dengan menggunakan Tinjauan Sosiologi Sastra”

bertujuan untuk mendeskripsikan karakter kedua tokoh utama Po dan Shen, dan menguraikan nilai moral yang terdapat pada film KungFu Panda 2. Data dalam penelitian ini adalah kutipan atau naskah percakapan tokoh utama. Pada penelitian ini data dianalisis dengan menggunakan teori Wellek dan Warren. Penelitian ini membantu penulis dalam memahami nilai moral. Selain itu, konsep dan pembahasan penelitian tersebut memberikan gambaran prosedur penelitian dan menambah wawasan penulis dalam menyusun kerangka penelitian. Adapun perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian ini adalah metode penyajian hasil analisis data menggunakan teori Miles dan Huberman.

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam suatu penelitian diperlukan metode untuk mendukung langkah kerja hingga terbentuknya hasil tulisan yang baikdan tersusun secara sistematis.

Untuk mendukung kegiatan penulisan skripsi, penulis menggunakan penelitian deskriptif kualitatif.

3.1 Data dan Sumber Data

Berdasarkan sumber pengambilannya, data dibedakan atas dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer ini disebut juga data asli atau data baru (Hasan, 2002: 82). Data primer dalam penelitian ini adalah file video berupa film The Great Wall yang diperoleh dari situs internet dengan cara mengunduhnya. Film The Great Wall adalah film yang disutradarai oleh Zhang Yimou, film ini dirilis pada 31 Desember 2016. Pada film ini berisi data berupa teks percakapan serta adegan yang dapat mendeskripsikan nilai-nilai moral.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-laporan peneliti terdahulu. Data sekunder disebut juga data tersedia (Hasan, 2002: 82). Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan kajian sosiologi sastra, nilai moral serta skripsi dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan judul penelitian ini.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian.

Tujuan dari langkah pengumpulan data ini adalah demi mendapatkan data yang valid, sehingga hasil dan kesimpulan penelitian pun tidak akan diragukan kebenarannya. Metode pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Melakukan kajian pustaka terhadap penelitian sebelumnya. Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan merupakan cara pengumpulan data bermacam-macam material yang terdapat diruang kepustakaan, seperti koran, buku-buku, majalah, naskah, dokumen dan sebagainya yang relevan dengan penelitian (Koentjaraningrat, 1983: 420). Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya segala bentuk plagiat atau persamaan dalam bentuk penelitian.

2. Memperhatikan adegan dengan tekun dan mendengarkan dengan cermat dialog yang terdapat pada film The Great Wall.

3. Mencatat data-data yang ada hubungannya dengan nilai moral.

3.3 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Menurut Afrizal (2016: 13), penelitian kualitatif didefinisikan sebagai metode penelitian ilmu-ilmu sosial yang mengumpulkan dan menganalisis data berupa kata-kata (lisan maupun tulisan) dan perbuatan-perbuatan manusia serta

peneliti tidak berusaha menghitung atau mengkuantifikasikan data kualitatif yang telah diperoleh dan dengan demikian tidak menganalisis angka-angka.

Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji nilai moral dalam film The Great Wall adalah deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif artinya data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi fenomena, tidak berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel (Aminuddin, 1990: 6).

3.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini akan diupayakan untuk memperdalam atau menginterpretasikan secara spesifik dalam rangka menjawab keseluruhan pertanyaan penelitian. Metode yang digunakan dalam teknik analisis data adalah metode Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (1992: 16-19) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data ada 3 tahap, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan (conclusion drawing).

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Mereduksi data pada film The Great Wall adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting mengenai film tersebut. Mencari tema dan pola penelitian dan membuang yang tidak perlu.

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah berikutnya adalah penyajian data.

Penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk: uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya. Pada film The The Great Wall untuk penarikan kesimpulan dan pengambilan data penulis terlebih dahulu menguraikan dan membuat pola mengenai apa saja yang berhubungan dengan penelitiannya. Sehingga penelitian yang dilakukan menjadi baku dan tidak lagi berubah, penelitian tersebut selanjutnya didisplaykan pada laporan akhir.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)

Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Penarikan kesimpulan ini merupakan sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.

Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya terlebih dahulu. Pada penelitian film The Great Wall, penulis harus mampu menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal. Karena, masalah dan rumusan masalah dalam penelitian analisis kualitatif mengenai film The Great Wall mampu memberikan gambaran obyek yang sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Film The Great Wall merupakan film action-fantasi ilmiah 3D Amerika-Tiongkok yang diangkat berdasarkan salah satu cerita mengenai berdirinya Tembok Cina. Film ini menceritakan tentang keterlibatan dua orang saudagar Eropa bersama pasukan elit Kekaisaran Cina melawan monster TaoTie. Pada film ini terdapat nilai-nilai positif yang dapat dijadikan pembelajaran dan diterapkan dalam kehidupan, yang salah satunya adalah nilai moral.

Setelah melakukan analisis, peneliti menemukan ada 3 nilai moral dari segi sosial yang terdapat pada film The Great Wall melalui teks dialog dan visual (gambar) film. 3 nilai moral tersebut yaitu kerja sama, suka menolong, dan kasih sayang. Nilai moral kerja sama ditemukan pada 5 penggalan scene. Nilai moral

Setelah melakukan analisis, peneliti menemukan ada 3 nilai moral dari segi sosial yang terdapat pada film The Great Wall melalui teks dialog dan visual (gambar) film. 3 nilai moral tersebut yaitu kerja sama, suka menolong, dan kasih sayang. Nilai moral kerja sama ditemukan pada 5 penggalan scene. Nilai moral

Dokumen terkait