• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN INTERAKSI KELOMPOK ETNIK TIONGHOA DENGAN MELAYU DI DESA KOTA PARI

3.1 Kelompok Etnik Melayu

3.2.7 Agama dan Kepercayaan Kelompok Etnik Tionghoa di Desa Kota Pari

Perilaku dan tata kehidupan masyarakat kelompok etnik Tionghoa bersumber pada ajaran nenek moyang mereka yang sampai pada era globalisasi ajaran Taoisme, Konfusianisme, dan Budhisme masih diamalkan di dunia Tiongkok40. Kepercayaan masyarakat kelompok etnik Tionghoa juga banyak menyiratkan simbol dan kombinasi antara ajaran Taoisme. Simbol-simbol keagamaan banyak terlihat dari perilaku kehidupan sehari-hari mereka. Di samping keberhasilan bisnis mereka juga diindikasikan dengan adanya hubungan dengan kepercayaan kepada simbol-simbol kepercayaan tersebut.41

Berikut ini adalah tiga ajaran agama kelompok etnik Tionghoa yang paling banyak dianut, termasuk kelompok etnik Tionghoa perantauan di Indonesia.

1. Taoisme

Taoisme merupakan ajaran yang berkembang sejak 300 tahun sebelum Masehi. Ajaran Taoisme adalah ajaran yang menyeluruh tentang kehidupan dan alam. Filsafat Tao mendahului munculnya faham Taoisme.

Disebutkan bahwa Lao Tzu dan Zhung Tzu (sekitar tahun 300 sebelum Masehi) tidak mendirikan sebuah agama. Mereka justru berfikir bahwa keberadaan tertinggi berada di alam seperti yang mereka amati. Kemudian para pengikutnya menetapkan Taoisme sebagai doktrin religious dan mengangkat Lao Tzu sebagai pendeta spiritual. Jadi, ajaran Lao Tzu

40 Dalam amatan penulis, hal tersebut juga berlaku di Indonesia

41 Kutipan tulisan oleh A. Rani Usman “Etnis Cina Perantauan di Aceh”

dikaitkan dengan takhayul dan keajaiban (Chu dalam A. Rani Usman, 2009: 76).

Menurut ajaran Taoisme berlaku ramah terhadap lingkungan menjadi suatu keharusan yang semestinya dikerjakan setiap manusia di dunia ini. Jika manusia bersikap ramah terhadap lingkungan maka menjadi harmonis dengan lingkungannya. Demikian juga sopan santun menjadi kewajiban yang dilakukan masyarakat terhadap sesama mereka.

Di samping itu kecerdasan menjadi target masyarakat kelompok etnik Tionghoa. Oleh karena itu kelompok etnik Tionghoa menuntut masyarakatnya untuk mengejar pendidikan agar terpandang dalam masyarakat. Dalam pergaulan masyarakat diajarkan kejujuran guna keharmonisan terjaga dan terjalin sesama insan Tionghoa. Perlakuan adil terhadap sesama dan bawahan menjadi perilaku yang tidak boleh dilupakan terutama bagi para pemimpin masyarakat.

Kelompok etnik Tionghoa sangat meyakini Taoisme sebagai ajaran yang membawa berkah terhadap kehidupan manusia. Ajaran Tao diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran Lao Tzu tersebut merupakan suatu pedoman dalam bermasyarakat, bernegara, pergaulan, dalam memimpin, dan bahkan manajemen pun diterapkan. Kelompok etnik Tionghoa umumnya sangat mengagumi ajaran Taoisme sekaligus dipraktikkan dalam kehidupan seperti manajemen. Kreativitas menjadi budaya masyarakat Tionghoa yang sampai saat ini masih terlihat di Negara asal mereka sendiri maupun di masyarakat Tionghoa perantauan.

Berikut adalah lima budi baik untuk menuju jalan Tuhan dalam ajaran Taoisme:

1. Berkelakuan ramah-tamah 2. Berkelakuan sopan santun 3. Harus cerdas

4. Harus jujur

5. Harus adil (Hidayat dalam A. Rani Usman, 2009: 78).

2. Konfusianisme

Konfusoanisme atau Kong Hu Cu, merupakan salah satu ajaran yang dianut oleh kelompok etnik Tionghoa di Indonesia. Ajaran Kong Hu Cu dibawakan oleh Kong Hu Cu, merupakan seorang yang sangat cerdas dan dilahirkan di kota Tsou, di negeri Lu. Moyangnya adalah K’ung Fangshu (yang merupakan generasi ke-9 dari raja negeri Sung dan generasi ke-4 sebelum generasi Kong Hu Cu. Fangshu adalah ayah Pohsia, dan Pohsia adalah ayah Siok-Liang Hut. Hut adalah ayah Kong Hu Cu, istrinya berasal dari keluarga Yen (Tanggok dalam A. Rani Usman, 2009:

82).

Ajaran Kong Hu Cu lahir dan berkembang di Tiongkok lebih pada 250 SM, tepatnya di Negara bagian Lu yang kecil, sekarang terletak di provinsi Shandong. Sampai saat ini kelompok etnik Tionghoa perantauan masih banyak yang mengikuti ajaran Kong Hu Cu. Di Indonesia, ajaran ini merupakan ajaran yang sangat berkembang sebelum merdeka maupun sesudah merdeka. Namun demikian ajaran Kong Hu Cu tidak berkembang

pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pada era pemerintahan orde baru, kebudayaan dan kepercayaan kelompok etnik Tionghoa tidak dibenarkan untuk dikembangkan secara besar-besaran, tetapi cukup untuk kalangan internal saja. Di balik itu semua setelah masa era reformasi, ajaran Kong Hu Cu dan kebudayaan kelompok etnik Tionghoa menjadi semarak lagi.

3. Budhisme

Agama Budha atau yang juga disebut dengan ajaran Budhisme merupakan ajaran atau kepercayaan yang diciptakan oleh seorang anak manusia yang meliputi petunjuk-petunjuk kehidupan di dunia ini. Agama Budha bagi kelompok etnik Tionghoa merupakan suatu agama yang dibawakan oleh orang luar Negara Cina. Ajaran Budha yang dibawakan dari India disesuaikan dengan budaya dan peradaban Tionghoa sehingga agama Budha sampai saat ini masih dan berkembang di Negara Cina maupun oleh Tionghoa perantauan. Agama Budha banyak dianut oleh kelompok etnik perantauan di Indonesia. Ajaran ini dibawakan oleh Sidharta Ghautama.

Agama Budha adalah salah satu agama yang dianut oleh sebagian besar kelompok etnik Tionghoa di Indonesia. Pengaruh agama Budha bagi kehidupan kelompok etnik Tionghoa mencerminkan bahwa mereka sangat banyak menganut agama ardhi yang dibawakan oleh manusia. Agama Budha merupakan warisan peradaban kuno dari India yang dianggap sebagai pembaru agama-agama pada masa itu. Oleh karena itu, dalam

ajaran Budha menjunjung tinggi dan menghargai hak asasi wanita sekaligus menghilangkan kasta-kasta yang ada pada masa itu. Dengan kata lain, ajaran Budha menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Dalam sejarah peradaban, agama Budha disebarkan melalui persuasi dan teladan bagi para penganutnya.

Agama Budha menekankan kefanaan semua benda, khayalan, ketidak kekalan, dan sifat-sifat tidak sejati dari keakuan (personal ego);

serta kesamaan dan persaudaraan semua makhluk. Tapi bila seorang mulai melaksanakannya, jalan Budha atau Budha Dharma itu bukanlah hal yang mudah, karena mencakup latihan disiplin pribadi yang keras, memperhatikan (mindfulness) segala sesuatu, meditasi, atau perenungan untuk menggugah intuisi, mempraktikkan belas kasih yang mendalam terhadap semua makhluk – memperlakukan lain sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dengan “diri” kita (Suryananda dalam A. Rani Usman, 2009: 88)

4. Islam

Agama Islam merupakan agama yang banyak dianut oleh masyarakat dunia, termasuk kelompok etnik Tionghoa. Islam bagi masyarakat kelompok etnik Tionghoa merupakan agama yang tidak asing lagi bagi mereka. Agama Islam datang ke Tiongkok diperkirakan pada awal lahirnya Islam.

Sebagian besar sarjana berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Tiongkok pada pertengahan abad ke-7. Peristiwa penting tersebut terjadi pada masa Khalifah Usman Bin Affan (557-556) mengirim utusannya yang pertama ke Tiongkok pada tanggal 25 Agustus tahun 651 M (2 Muharram 31 H). Ketika menghadap kaisar Young Hui dari dinasti Tang, utusan dari Arab itu memperkenalkan keadaan negerinya serta agama Islam. Sejak saat itulah mulai tersebar agama Islam di Tiongkok (Yuanzhi dalam A. Rani Usman, 2009: 91).

Agama Islam berkembang begitu pesat di Tiongkok, bahkan hingga melahirkan salah satu pendakwah terkenal asal Tiongkok yaitu, Cheng Ho. Cheng Ho, adalah seorang pendakwah yang sering mengadakan perjalanan ke seluruh pelosok Nusantara. Bahkan Cheng Ho di Indonesia merupakan tokoh Islam yang sangat berjasa bagi perkembangan Islam abad ke-15. Islam di Negara Tiongkok merupakan agama modern yang datang dari dunia luar dari ajaran Kong Hu Cu. Akan tetapi agama Islam tidak terjadi pertentangan antara masyarakat pada masa itu.

Adapun beberapa subetnis Tionghoa yang menganut agama Islam yaitu seperti Uighur, Kazakh, Kyrgyz, dan Hui. Suku Hui adalah salah satu dari beberapa subetnis Tionghoa yang memiliki kemajuan dalam bidang ekonomi, melihat penelitian Gladney bahwa keberhasilan ekonomi suku Hui di China erat hubungannya dengan ideologi yang dianutnya yaitu Islam.

5. Kristen Katolik

Mayoritas kelompok etnik Tionghoa sekarang sudah berpaling dari kepercayaan tradisional mereka. Sebagian kecil lebih cenderung kepada agama Kristen, dalam hal ini Katolik. Yang secara hipotesis lebih toleran terhadap ajaran-ajaran tradisional (seperti pemujaan leluhur). Hal ini jelas merupakan daya tarik tersendiri karena kepercayaan tradisional kelompok etnik Tionghoa dulunya erat hubungannya dengan struktur keluarga, solidaritas, dan harmoni. Struktur ini pada masa sekarang terancam erosi nilai-nilai keluarga.42

Dari pemaparan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kelompok etnik Tionghoa menganut beberapa jenis agama besar yang ada dan berkembang baik di negeri asal mereka maupun di Indonesia. Dan apabila merujuk pada catatan pemerintah Desa Kota Pari untuk jumlah penduduk berdasarkan aliran kepercayaan, aliran kepercayaan Budha memiliki penganut sebesar 1.300 Jiwa, di mana semua penganutnya tersebut merupakan kelompok etnik Tionghoa, dalam amatan penulis dan serta berdasarkan perolehan dari wawancara dengan perangkat-perangkat desa bahwa, ada juga sebagian kecil kelompok etnik Tionghoa yang menganut agama Islam, Kristen Katolik, akan tetapi jumlahnya tidak diketahui secara pasti ada berapa banyak penganutnya, dan begitu juga dengan aliran kepercayaan tradisional mereka sendiri, yang dalam hal ini adalah aliran kepercayaan Kong Hu Cu atau Konfusianisme jumlah

42 Yusiu Liem, 2000: 11

penganutnya ada walaupun sedikit dan tidak pernah terdata berapa jumlah pastinya hingga sampai saat penelitian ini dilakukan oleh penulis.

3.2.8 Afiliasi Politik dan Kemasyarakatan Kelompok Etnik Tionghoa