• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku

Ahmad, M, S, 2012. Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita, Jakarta:

Democracy Project (Yayasan Abad Demokrasi)

Abdul, U, R, 2009. Etnis China Perantauan di Aceh, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Bungaran, S, A & Soedjito, S, 2014. Metode Penelitian Sosial: Edisi Revisi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Endraswara, S, 2017. Sastra Etnografi: Hakikat dan Praktik Pemaknaan, Yogyakarta: Morfalingua

George, C, 2017. Pelintiran Kebencian: Rekayasa Ketersinggungan Agama dan Ancamannya bagi Demokrasi, Jakarta: Pusat Studi Agama dan Demokrasi

(PUSAD)

Giyono, 2016. Konseling Lintas Budaya, Yogyakarta: Media Akademi

Hasanuddin, A, Y, 2003. Tamaddun dan Sejarah: Etnografi Kekerasan di Aceh, Jogjakarta: Prismasophie Press

Habib, Achmad, 2004. Konflik Antaretnik di Pedesaan: Pasang Surut Hubungan China-Jawa, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta

Ihsan, F, A., Zainal, B, A., Irsyad, R., Muhhammad, S, A., Nathanael, S, G., Nava, N., Samsul, M., et. Al, 2017. Kebebasan, Toleransi dan Terosrisme:

Riset dan Kebijakan Agama di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Agama dan

Demokrasi (PUSAD)

Koentjaranigrat, 2009. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta

Liem Yusiu, 2000. Prasangka Terhadap Etnis China, Jakarta: Djambatan Reid, A, 2005. Asal Mula Konflik Aceh, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Jurnal

Agus, S, 2018. Pola Komunikasi Masyarakat Muslim Melayu dan Tionghoa (Studi Terhadap Penyelesaian Konflik di Kota Tanjung Balai), Tafáqquh:

Jurnal Penelitian dan Kajian Keislaman, 6 (1), 1-27

Dahana, A, 2000. Kegiatan Awal Masyarakat Tionghoa di Indonesia, Wacana, 2 (1), 55-72

Emilia, S, 2015. Asimilasi Etnik Cina Dengan Melayu (Studi Terhadap

Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau), Sosial Budaya : Media Komunikasi Ilmu - Ilmu Sosial dan Budaya, 12 (1), 56-67

Fikarwin, Z, 2012. Politik Etnisitas dalam Pemekaran Daerah, Indonesian Jornal of Social and Cultural Anthropology, 33 (3), 203-215

Rajab, A., Endang, Sri., Achmad, M, M., 2010. Hubungan Antara Identitas Etnik Dengan Prasangka Terhadap Etnik Tolaki Pada Mahasiswa Muna di Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara, Jurnal Psikologi Undip, 7 (1), 18-26

Sya’roni, 2008. Interaksi Sosial Antar Kelompok Etnik (Studi Kasus di Kelurahan Tambak Sari, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi), Kontekstualita, 23 (1), 30-54

Suparlan, 2000. Masyarakat Majemuk dan Perawatannya, Jurnal Antropologi Indonesia, 24 (63), 1-14

Thung Ju Lan, 2010. Teori dan Praktek dalam Studi Konflik di Indonesia, Antropologi Indonesia, 28-40

Tasrifin, T, 2013. Kebangkitan Identitas Orang Bajo di Kepulauan Wakatobi, Indonesian Journal of Social and Cultural Anthropology, 34 (1), 41-58 Artikel di Internet

Fikarwin, Z.“Api dalam Sekam Etnisitas”.

https://m.mediaindonesia.com/red/detail/6 0306- api-dalam sekam-etnisitas (Diakses pada 1 Mei 2020)

Skripsi/Tesis/Desertasi Yang Belum Diterbitkan

Masri. “Situs Peninggalan Sejarah Kesultanan Serdang di Kabupaten Serdang Bedagai”. Undergraduate Thesis, UNIMED, Medan, 2012.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1.

Daftar Nama-nama Informan

1. Nama : Abdul Khair Usia : 51 Tahun

Pekerjaan : Kepala Desa Kota Pari 2. Nama : Apin

Usia : 44 Tahun

Pekerjaan : Pengurus Rumah Datuk Pengembara 3. Nama : Habibi

Usia : 30 Tahun Pekerjaan : Nelayan 4. Nama : Ismail

Usia : 59 Tahun

Pekerjaan : Kepala Dusun III Desa Kota Pari 5. Nama : Jumiati

Usia : 49 Tahun

Pekerjaan : Petani, dan Ibu Rumah Tangga 6. Nama : Khairuddin

Usia : 66 Tahun

Pekerjaan : Kepala Dusun IV Desa Kota Pari

7. Nama : Meryanto (Liem Kwai) Usia : 43 Tahun

Pekerjaan : Anggota DPRD Serdang Bedagai 8. Nama : Nurlida

Usia : 50 Tahun

Pekerjaan : Kepala Dusun II Desa Kota Pari 9. Nama : Ponira

Usia : 75 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 10. Nama : Sugianto (Cheng Hoa)

Usia : 58 Tahun Pekerjaan : Petani

11. Nama : Samidi (Khock Kheng) Usia : 78 Tahun

Pekerjaan : Pengusaha/ Ternak ayam, babi, dan itik 12. Nama : Tina

Usia : 54 Tahun

Pekerjaan : Petani, dan Ibu Rumah Tangga 13. Nama : Tuan Guru

Usia : 67 Tahun Pekerjaan : Guru Mengaji 14. Nama : Waginem

Usia : 65 Tahun

Pekerjaan : Petani/ Buruh Lampiran 2.

Dokumentasi Penelitian

1. Foto penulis ketika sedang melakukan wawancara dengan Pak Samidi (Khock Kheng), salah satu tokoh masyarakat kelompok etnik Tionghoa di desa Kota Pari.

(Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

2. Foto saat penulis sedang menikmati buah melon hasil panen dari ladang pak Samidi (Khock Kheng). Selain pengusaha ternak, beliau juga memiliki lahan yang cukup luas di desa Kota Pari, sebagian besar lahannya dimanfaatkan untuk usaha pembibitan kelapa pandan yang kini dikelola oleh anak kandungnya, dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk menanam tanaman jenis buah-buahan seperti semangka, dan melon.

(Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

3. Foto pak Pak Nasrul (Wak Iyong), dan Pak Tuan Guru (Salah satu tokoh masyarakat kelompok etnik Melayu di desa Kota Pari). Foto ini diambil diambil oleh penulis sendiri ketika sedang melakukan wawancara dengan Pak Tuan Guru, di kediaman Tuan Guru.

(Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

4. Foto penulis bersama bang Habibi (Tokoh pemuda kelompok etnik Melayu desa Kota Pari). Aktivitas sehari-hari beliau adalah sebagai seorang nelayan, dan aktif membela hak-hak nelayan melalui organsasi nelayan. Foto ini diambil pada saat penulis melakukan wawancara di kediaman beliau.

(Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

5. Foto penulis sedang bersama Pak Apin (Penjaga rumah Datuk Pengembara). Sehari-hari aktivitas beliau adalah merawat area pekarangan Rumah Datuk Pengembara, dan menjadi panitia inti setiap kali festival Datuk Pengembara diadakan. Foto ini diambil pada saat penulis melakukan wawancara di kediamannya yang berada tidak jauh dari Rumah Datuk Pengembara)

(Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

6. Foto penulis bersama Pak Meryanto (Liem Kwai), yang merupakan kelompok etnik Tionghoa yang berhasil menjadi anggota DPRD kabupaten Serdang Bedagai fraksi partai Golkar. Selain menjabat sebagai wakil rakyat Pak Meryanto juga salah satu pemilik izin kelola pantai di desa Kota Pari, hampir seluruh pekerjanya adalah kelompok etnik Melayu.

(Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

7. Foto penulis bersama Ibu Nurlida (Kepala Dusun II desa Kota Pari), foto ini diambil pada saat penulis melakukan wawancara dengan Bu Nurlida di salah satu pantai yang ada di desa Kota Pari, selain menjabat sebagai kepala dusun, beliau juga memiliki aktivitas sampingan sebagai penyewa ban dalam mobil yang biasanya dapat digunakan sebagai pelampung untuk wisatawan yang sedang berkunjung ke pantai.

(Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

8. Foto penulis bersama Pak Ismail (Kepala Dusun II Desa Kota Pari), dan Pak Nasrul (Wak Iyong). Foto ini diambil pada saat penulis melakukan wawancara dengan Pak Ismail di kediamannya. Selain menjabat sebagai kepala dusun beliau memiliki aktivitas tambahan jasa menjahit, foto ini diambil dengan bantuan anak menantunya.

(Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

9. Foto Balai Seni Budaya Datuk Pengembara, di tempat inilah biasanya festival Rumah Datuk pengembara dilakukan setiap tahunnya, balai ini boleh digunakan oleh semua penduduk desa Kota Pari untuk keperluan pribadi secara Cuma-Cuma. Dengan catatan selama menggunakan tempat ini, tidak dibenarkan membawa masuk jenis makanan dan minuman yang tidak halal. Peraturan tersebut dibuat dengan tujuan untuk menghormati arwah Datuk Pengembara yang dipercaya menganut agama Islam, dan juga seorang pendakwah.

(Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

10. Foto Rumah Datuk Pengembara, di tempat tersebutlah dipercaya Datuk Pengembara pernah melakukan persinggahan di tengah-tengah pengembaraannya di desa Kota Pari, tempat tersebut biasanya digunakan oleh kelompok etnik Tionghoa untuk melakukan sembahyang untuk Datuk Pengembara.

(Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

11. Foto anak-anak yang merupakan kelompok etnik Tionghoa sedang membeli jajanan di warung milik kelompok etnik Melayu, foto ini diambil oleh penulis ketika sedang melakukan wawancara dengan salah satu informan yang yang merupakan pemilik warung tersebut. Menurut penuturan informan, peristiwa tersebut sudah sangat lumrah di sini.

(Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

12. Foto area peternakan babi milik salah satu kelompok etnik Tionghoa, peternakan babi ini yang kerap kali diprotes oleh warga desa kota pari yang sebagian besarnya adalah kelompok etnik Melayu, dengan alasan aroma kotoran ternak babi tersebut telah mencemari udara desa Kota Pari, dan limbahnya juga mengotori ketersediaan air bersih di desa Kota Pari.

(Sumber Foto: Informan)

13. Foto area peternakan ayam broiler milik salah satu kelompok etnik Tionghoa, peternakan ayam broiler tersebut juga kerap kali diprotes oleh warga desa Kota Pari yang sebagian besarnya merupakan kelompok etnik Melayu, dengan alasan bahwa aroma kotoran dari ayam brioler tersebut juga telah mencemari kesegaran udara di desa Kota Pari. Foto tersebut diambil oleh salah satu informan tersebut pada saat sedang diadakannya aksi protes secara langsung ke kandang untuk berdialog scara terbuka, pada tahun 2018 silam.

(Sumber Foto: Informan)

14. Foto warga desa Kota Pari pada saat melakukan aksi protes terhadap peternakan ayam broiler, dan babi milik kelompok etnik Tionghoa. Foto ini diambil oleh salah bseorang informan penulis yang pad saat itu juga merupakan bagian dari massa aksi, aksi protes tersebut dilaksanakan di halaman kantor bupati kabupaten Serdang Bedagai, pada tahun 2018 lalu.

(Sumber Foto: Informan)

15. Foto dialog terbuka antara pemilik peternakan babi, dan ayam broiler yang merupakan kelompok etnik Tionghoa dengan beberapa warga desa Kota Pari yang merupakan kelompok etnik Melayu, dialog tersbut didampingi oleh DPRD Kabupaten Serdang Bedagai, Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, dan kepala desa Kota Pari beserta jajarannya. Foto ini diambil oleh salah seorang informan penulis di lokasi peternakan babi milik kelompok etnik Tionghoa. Menurut informan penulis, dialog ini terlaksana karena desakan massa yang sebelumnya telah melakukan aksi protes tapi tidak digubris oleh pemilik peternakan yang merupakan kelompok etnik Tionghoa tersebut.

(Sumber Foto: Informan)

16. Foto musyawarah untuk menyelesaikan permasalahan mengenai protes peternakan ayam broiler, dan babi milik kelompok etnik Tionghoa.

Musyawarh ini dilaksanakan di kantor desa Kota Pari selepas setelah dialog terbuka yang telah dilaksanakan sebelumnya, musyawarah ini dihadiri oleh perwakilan dari DPRD Kabupaten Serdang Bedagai, pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, perangkat desa, tokoh agama, tokoh masyarakat kelompok etnik Melayu dan Tionghoa. Melalui musyawarah inilah lahir kesepakatan damai, seperti yang sudah saya sebutkan pada Bab III.

(Sumber Foto: Informan)

Lampiran 3.

Pedoman Pengumpulan Data

NO ISSU UTAMA VARIABEL ASPEK/ PARAMETER METODE SUMBER DATA/

INFORMASI

- Tradisi-tradisi yang ada di Desa Kota Pari (Termasuk nilai, dan Norma-norma yang berlaku)

- Komposisi penduduk Desa Kota Pari

- Aktivitas/ pekerjaan sehari-hari penduduk Desa Kota Pari - Jenis-jenis sumber mata

pencaharian yang tersedia di Desa Kota Pari

- Kondisi geografis Desa Kota Pari

- Jenis infrastruktur/ sarana

publik yang ada di Desa Kota

Desa Kota Pari

- Tingkat pendidikan kelompok etnik Melayu di Desa Kota Pari

- Agama dan kepercayaan kelompok etnik Melayu di Desa Kota Pari

- Afiliasi politik dan

kemasyarakatan kelompok etnik Melayu di Desa Kota Pari

Kelompok etnik Tionghoa

- Sejarah kedatangan kelompok etnik Tionghoa di Desa Kota

Studi kepustakaan, observasi, dan

Dokumen/ buku desa, data dari

Pari

- Kelompok etnik Tionghoa dengan marga/ Clan apa saja yang bermukim di Desa Kota Pari

- Jumlah penduduk kelompok etnik Tionghoa di Desa Kota Pari

- Aktivitas/ pekerjaan sehari-hari kelompok etnik Tionghoa di Desa Kota Pari

- Kondisi perekonomian kelompok etnik Tionghoa di Desa Kota Pari

wawancara BPS, perangkat desa, dan tokoh masyarakat kelompok etnik Tionghoa

- Tingkat pendidikan kelompok etnik Tionghoa di Desa Kota Pari

- Agama dan kepercayaan kelompok etnik Tionghoa di Desa Kota Pari

- Afiliasi politik dan

kemasyarakatan kelompok etnik Tionghoa di Desa Kota Pari

Hubungan Kerjasama

- Bagaimana hubungan kerjasama kelompok etnik Tionghoa dengan Melayu

Observasi, dan wawancara mendalam

Perangkat desa, tokoh masyarakat kelompok etnik

dalam kegiatan ekonomi?

kerjasama?

- Apa saja yang menjadi penyebab timbulnya jenis-jenis hambatan hubungan kerjasama kelompok etnik Melayu dengan Tionghoa di Desa Kota Pari?

- Upaya apa saja yang dilakukan oleh kelompok etnik Melayu dan juga Tionghoa dalam

menyelesaikan hambatan hubungan kerjasama/ konflik?

- Upaya apa saja yang

Tionghoa, serta penduduk setempat

dilakukan oelh pemerintah dalam menyelesaikan hambatan hubungan

kerjasama/ konflik kelompok etnik Tionghoa dan Melayu di Desa Kota Pari?

3 PANDANGAN

SOSIAL

Pandangan kelompok etnik Tionghoa

- Pandangan positif kelompok etnik Tionghoa terhadap kelompok etnik Melayu - Pandangan negatif kelompok

etnik Tionghoa terhadap kelompok etnik Melayu

Observasi, dan wawancara mendalam

Penduduk kelompok etnik Tionghoa

Pandangan - Pandangan positif kelompok Observasi, dan Penduduk

kelompok etnik Melayu

etnik Melayu terhadap kelompok etnik Tionghoa - Pandangan negatif kelompok

etnik Melayu terhadap kelompok etnik Tionghoa

wawancara mendalam

kelompok etnik Melayu