• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN INTERAKSI KELOMPOK ETNIK TIONGHOA DENGAN MELAYU DI DESA KOTA PARI

3.1 Kelompok Etnik Melayu

3.3.2 Hubungan Kerjasama Dalam Kegiatan Sosial

Hubungan sosial antara kelompok etnik Tionghoa dan Melayu di Desa Kota Pari terjalin begitu harmonis, bukti keharmonisan hubungan sosial tersebut dapat dibuktikan dengan lahirnya hubungan kerjasama antara kedua kelompok etnik tersebut dalam kegiatan-kegiatan sosial. Berikut ini merupakan beberapa jenis kerjasama antara kelompok etnik Melayu dengan Tionghoa di desa Kota Pari dalam kegiatan sosial:

1. Gotong Royong Desa

Gotong royong desa sebenarnya merupakan program rutinitas yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa Kota Pari, yang dalam hal ini biasanya dilaksanakan sekali dalam sebulan pada hari minggu. Semua masyarakat Desa Kota Pari dapat berpartisipasi dalam kegiatan rutin ini, biasanya kegiatan gotong royong ini diisi dengan kegiatan bersih-bersih desa seperti membabat rumput yang mulai menjulang tinggi di pinggir jalan utama desa, membersihkan sampah yang berserakan di jalan-jalan desa, dan sebagainya. Masyarakat desa yang hadir dengan suka rela meluangkan waktu dan tenaganya untuk kegiatan ini. Tetapi, jarang sekali dapat ditemukan kehadiran kelompok etnik Tionghoa dalam kegiatan gotong royong ini. Kelompok etnik tionghoa dalam hal ini sering sekali mengkonversi kehadiran mereka dalam bentuk bantuan seperti makanan ringan dan minuman, terkadang juga uang tunai yang biasa digunakan untuk membeli makanan ringan juga minuman, dan terkadang kelompok etnik Tionghoa sengaja memberikan upah untuk orang lain tidak menutupi

kemungkinan adalah pekerjanya yang merupakan kelompok etnik Melayu untuk hadir dalam kegiatan gotong royong desa lalu menggantikan kehadirannya. Minimnya kehadiran kelompok etnik Tionghoa dalam kegiatan gotong royong desa tidak dapat dijadikan tolok ukur untuk menilai bahwa kelompok etnik Tionghoa apatis, sebab walaupun mereka tidak dapat hadir secara langsung tapi mereka selalu mengganti kehadiran mereka dengan berbagai macam cara seperti memberi bantuan dan mempekerjakan sesorang untuk menggantikan kehadiran mereka, hal tersebut pun dilakukan bukan tanpa alasan, berikut ini merupkan beberapa alasan atas minimnya kehadiran kelompok etnik Tionghoa dalam kegiatan gotong royong, yang dikutip oleh penulis dari hasil wawancara di lapangan:

“Mereka bukan gak mau datang, mungkin aja kan karna sibuk banyak kerjaan, jadi orang itu kalo pun gak bisa datang pasti ngasi entah apa gitu, kayak kadang minuman, kadang-kadang roti, kadang juga uang, biasanya juga orang itu suruh orang lain untuk datang menggantikan mereka terus nanti diberi upah, dan saya pernah disuruh begitu”48

“Jaranglah mereka itu mau hadir, biasanya paling ngasih uang atau semacam snack gitu untuk orang yang kerja gotong royong”49

2. Pesta/ Resepsi

Orang Tionghoa sulit ditemui pada saat kegiatan gotong royong desa, tetapi tidak pada saat ada resepsi. Salah satu bentuk keunikan dari hubungan antara kelompok etnik Tionghoa dan Melayu adalah pada saat pelaksanaan resepsi, baik untuk keperluan pernikahan, ulang tahun, dan

48 Kutipan wawancara dengan bapak Nasrul (Wak Iyong)

49 Kutipan wawancara dengan bang Habibie (Tokoh Pemuda Kota Pari)

khitanan (orang Melayu/ Muslim). Ada tradisi yang sepertinya juga merupakan simbol keharmonisan hubungan antara kelompok etnik Melayu dan Tionghoa di Desa Kota Pari, yang mana kedua kelompok etnik tersebut saling mengundang ketika akan mengadakan resepsi. Setiap kali ada hajatan/ resepsi yang dilaksanakan oleh kelompok etnik Melayu pasti dihadiri oleh kelompok etnik Tionghoa yang dengan sengaja memang diundang oleh kelompok etnik Melayu, begitupun sebaliknya, di setiap acara resepsi yang dilaksanakan oleh kelompok etnik Tionghoa pasti juga akan dihadiri oleh kelompok etnik Melayu yang juga sebelumnya secara sengaja diundang oleh kelompok etnik Tionghoa.

Bahkan, ada juga beberapa kelompok etnik Tionghoa yang melaksanakan resepsi khusus untuk orang Melayu dengan tujuan agar kelompok etnik Melayu merasa nyaman karena mengingat tidak semua makanan kelompok etnik Tionghoa dapat juga dimakan oleh kelompok etnik Melayu. Seperti yang dikatakan oleh informan di bawah ini.

“Kalo kami biasanya memang saling mengundang kalo mau pesta, tapi kadang juga lupa pernah ada orang Tionghoa yang saya kenal tapi gak diundang, keesokan harinya kami jumpa dan dia nanya sama saya kenapa gak diundang aku katanya, saya bilanglah lupa, terus dijawabnya lagi kalo saya udah sombong sekarang tapi sambil bercanda”50

“Kalau orang itu (Tionghoa) kadang malah buat acara pesta itu bisa dua hari, hari pertama itu untuk orang kita Melayu, dan besoknya baru untuk orang Tionghoanya. Malah kadang-kadang sering kejadian orang Tionghoanya datang waktu resepsi untuk orang Melayu, alasannya karna mereka lebih suka masakan Melayu katanya, dan hidangan Melayu jarang dihidangkan waktu resepsi untuk orang Tionghoa, jadi mereka

50 Kutipan wawancara dengan bapak Sugianto (Cheng Hoa)

lebih suka datang di resepsi yang untuk orang Melayu biar bisa menikmati hidangan untuk orang Melayu”51

Tradisi saling undang pada acara resepsi ini masih ada dan dapat disaksikan hingga saat ini, kelompok etnik Tionghoa yang selama ini dilabeli tertutup tidak sepenuhnya terbukti, tardisi saling undang ini menunjukkan kalau kelompok etnik Tionghoa tidak sepenuhnya ekslusif.

Hal sederhana misalnya dari penuturan bapak Sugianto yang pernah lupa tidak mengundang tetangganya yang merupakan orang Tionghoa, beberapa hari setelahnya tetangganya tersebut menyampaikan kepadanya dengan guyonan, kalau pak Sugianto sekarang udah sombong karna tidak mau mengundangnya. Dari guyonan tetangga pak Sugianto tersebut sebenarnya terlihat ada perasaan kecewa karna mengira mungkin pak Sugianto sengaja, untuk itu tetangga pak Sugianto tersebut berusaha mencari jawaban langsung lewat guyonannya tadi.

3. Festival Datuk Pengembara

Setelah adanya tradisi saling undang ketika resepsi, kali ini hubungan kerjasama antara kelompok etnik Tionghoa dan Melayu dalam kegiatan sosial terjalin pada sebuah event tahunan yang dilaksanakan secara rutin pada akhir tahun, sejak tahun 2006. Ide diselenggarakannya event ini berasal dari salah seorang etnik Tionghoa bernama, Iswanto Browo.

51 Kutipan wawancara dengan bapak Sugianto (Cheng Hoa)

Pak Iswanto mengaku bahwa mengalami mimpi pada suatu malam, di mimpi itu beliau diberi petunjuk bahwa dahulu di Desa Kota Pari pernah disinggahi oleh pengembara seorang Datuk beragama Islam, tepatnya di dusun dua dan tidak jauh dari kantor desa, di lokasi itu pula kemudian dibangun sebuah gedung yang diberi nama “Rumah Datuk Pengembara”, maka dari itu untuk mengenang jejak persinggahan sang Datuk Pengembara, diadakanlah sebuah festival setiap menjelang akhir tahun pada malam jum’at kliwon, festival tersebut diisi dengan kegiatan-kegiatan positif seperti syukuran dan do’a bersama, khitanan massal, berbagai macam pertunjukan kesenian Melayu dan Tionghoa, juga berbagai macam acara lomba untuk anak-anak dan remaja.

Festival Datuk Pengembara ini sebenarnya juga merupakan simbol yang membuktikan keharmonisan hubungan antara kelompok etnik Melayu dan Tionghoa, bagaimana tidak, sebab kegiatan ini sepenuhnya diinisiasi oleh kelompok etnik Tionghoa tetapi rangkaian acaranya lebih dominan diperuntukkan kepada kelompok etnik Melayu seperti khitanan massal yang merupakan keharusan bagi anak-anak beragama Islam, kemudian do’a bersama yang dipimpin oleh para pemuka agama Islam selalunya dibawakan oleh Tuan Guru yang juga merupakan tokoh adat kelompok etnik Melayu, penyerahan sembako yang sebagian besar penerimanya adalah kelompok etnik Melayu.

Festival Datuk Pengembara tidak hanya dihadiri oleh masyarakat desa melainkan juga dihadiri oleh pejabat-pejabat tinggi seperti, Bupati,

Gubernur, Kapolres dan beberapa pejabat lainnya. Adapun sumber dana seluruhnya berasal dari kantong pribadi pak Iswanto Browo, terkadang juga ada sebagian kelompok etnik Tionghoa yang dengan sukrela memberikan donasi, pak Iswanto Browo tak pernah meminta bantuan kepada siapapun dalam hal dana, sebab pak Iswanto Browo merupakan pengusaha yang cukup sukses.