• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

C. Ruang Lingkup Ajaran Agama Islam

3. Akhlak

pekertinya. Mengartikan akhlak merupakan keadaan gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan tidak mengahajatkan pikiran.

2. Pengertian Beragama

Menurut Harun Nasution (2001:1) mengatakan bahwa dalam masyarakat Indonesia selain kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Eropa. Agama berasal dari kata sangkrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata yaitu “a” tidak dan “gama” pergi. Jadi tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun.

Ada juga yang mengartikan bahwa agama berasal dari bahasa sansekerta, yakni dari kata “a” berarti tidak dan “gama” berarti kacau. Jadi agama berarti tidak kacau (beraturan). Para ahli bahasa menyamakan dengan kata religion dari bahasa Inggris, religi dari bahasa belanda, atau religio dari bahasa latin yang akar katanya relogare yang berarti mengikat, dan ada pula yang mengartikan agama yaitu jalan bepergian (maksudnya

jalan hidup), lepas dari masalah mana yang benar, masyarakat beragama pada umumnya menganggap agama itu sebagai jalan hidup yang dipegang dan diwarisi turun-temurun oleh masyarakat manusia, agar hiudup menjadi tertib, damai dan tidak kacau.

Seorang sarjana barat, W.B. Sidjabat, dalam Badruddin Hsubky (1991 : 52) mengatakan bahwa agama adalah keprihatinan yang harus dari manusia, yang mengungkap jawaban tentang panggilan dari Yang Maha Tinggi, Maha Kuasa dan Maha Kekal, dengan demikian agama berarti bukan sesuatu yang membingungkan. Tetapi sesuatu yang dapat mengarahkan, membimbing, atau menunjukkan manusia kejalan yang lurus.

Menurut Kaelany, (2000:17) mengemukakan bahwa agama adalah hal yang mengatur hidup manusia, meluruskan dan mengendalikan akal yang bersifat bebas. Kebebasan akal tanpa kendali, bukan saja menyebabkan manusia lupa diri, melainkan juga akan membawa ia ke jurang kesesatan, mengingkari Tuhan, tidak percaya kepada yang gaib dan berbagai akibat negatif lainnya. Kesemuanya itu nanti akan berakibat merugikan manusia itu sendiri. Tuhan menghendaki manusia beruntung dalam hidupnya, karena itu ia turunkan aturan hidup berupa Agama.

Menurut Edi Sedyawati dalam Kaelany (2000 : 66) memandang bahwa:

Agama adalah suatu sistem yang berintikan pada kepercayaan akan kebenaran-kebenaran yang mutlak disertai segala perangkat yang terintegrasi di dalamnya, meliputi tata peribadatan, tata peran para

pelaku, dan tata benda yang diperlukan untuk mewujudkan agama yang bersangkutan.

Para ahli agama dalam Ishomuddin (2002:31) sulit menyepakati apa yang menjadi unsur esensial agama. Namun hampir semua agama diketahui mengandung empat unsur penting yaitu:

1. Pengakuan bahwa ada kekuatan gaib yang menguasai atau mempengaruhi kehidupan manusia.

2. Keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung pada adanya hubungan antara manusia dengan kekuatan gaib itu.

3. Sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan gaib itu, seperti takut, hormat, cinta, penuh harap, pasrah, dan lain-lain.

4. Tingkah laku tertentu dapat diamati, seperti shalat (sembahyang), doa, puasa, suka menolong, tidak korupsi, dan lain-lain sebagai buah dari tiga unsur perama.

Tiga unsur pertama merupakan jiwa agama, sedang unsur yang keempat merupakan bentuk lahiriah. Keyakinan atau pengakuan adanya kekuatan gaib, merupakan keyakinan pokok dalam semua agama, kecuali dalam agama Budha Hinayanah. Masyarakat primitif umumya meyakini ada tiga macam kekuatan gaib, yaitu kekuatan sakti, roh-roh terutama (roh-roh manusia yang telah wafat) dan dewa-dewa atau tuhan. Mereka sekaligus berpaham dinamisme, yakni mempercayai bahwa tiap-tiap benda dapat ditempati oleh kekuatan sakti, yang bisa memberikan manfaat atau malapetaka kepada manusia; berpaham animisme yakni mempercayai bahwa tiap-tiap benda dapat ditempati roh-roh; terutama roh-roh manusia. Yang dapat menolong dan menggangu manusia; dan berpaham politeisme yakni mempercayai atau menyembah banyak dewa yang mereka anggap mempunyai kekuatan yang lebih besar dari roh;

atau berpaham henoteisme, yakni menyembah satu dewa atau satu

tuhan, tetapi tidak mengingkari adanya para dewa atau tuhan-Tuhan lain yang menjadi saingan bagi dewa atau Tuhan yang meraka sembah. Pada masyarakat primitif sebenarnya terdapat keyakinan tentang Tuhan atau dewa tertinggi, yang menciptakan para dewa dan alam semesta semuanya; akan tetapi sebagian mereka cenderung menyembah karena dianggap terlalu jauh untuk disembah seperti perlakuan masyarakat Arab Jahiliyah terhadap Allah SWT.

Menurut Harun Nasution (2001: 8) mengemukakan bahwa dalam masyarakat yang sudah maju agama yang dianut bukan lagi dinamisme, animisme, politeisme, atau henoteisme, tetapi agama monoteisme, agama tauhid. Dasar ajaran monoteisme ialah Tuhan satu, Tuhan Maha Esa, pencipta alam semesta. Dengan demikian perbedaan antara henoteisme dan monoteisme adalah bahwa agama akhir ini Tuhan tidak lagi merupakan Tuhan nasional tetapi Tuhan internasional, Tuhan semua bangsa di dunia ini bahkan Tuhan alam semesta.

Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan lagi mencari keselamatan materi saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spiritual. Dalam istilah agama disebut keselamatan dunia dan keselamatan akhirat.

3. Sikap Beragama dan Pola Tingkah Laku Sosial

Agama menyangkut kehidupan batin manusia. Oleh karena itu, kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya

dengan suatu yang sakral dan dunia gaib. Dari kesadaran agama dengan pengalaman agama ini pula kemudian muncul sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai sikap beragama, maka terlebih dahulu dikemukakan pengertian mengenai sikap itu sendiri. Dalam pengertian umum sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi efektif terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individual.

Menurut Mar’at dalam Jalaluddin (2002:199), meskipun belum lengkap, Allport telah menghimpun sebanyak 13 pengetian mengenai sikap. Dari 13 pengertian itu dapat dirangkum menjadi 11 rumusan mengenai sikap. Rumusan umum tersebut adalah bahwa:

1. Sikap merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus-menerus dengan lingkungan.

2. Sikap selalu dihubungkan dengan objek seperti manusia, wawasan, peristiwa ataupun ide.

3. Sikap diperoleh dalam berinteraksi dengan manusia lain baik di rumah, sekolah, temapat ibadah, maupun tempat lainnya melalui nasehat, teladan, ataupun percakapan.

4. Sikap sebagai wujud dari kesiapan unntuk bertindak dengan cara tertentu terhadap objek.

5. Bagian yang dominan dari sikap adalah perasaan dan efektif seperti yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif, negatif atau ragu.

6. Sikap memiliki sikap intensitas terhadap objek tertentu yakni kuat atau lemah.

7. Sikap bergabung kepada situasi dan waktu, sehingga dalam situasi dan saat tertentu mungkin sesuai sedangkan disaat situasi yang berbedabelum tentu cocok.

8. Sikap dapat bersifat ralatif konsisten dalam sejarah hidup individu.

9. Sikap merupakan bagian dari konteks persepsi ataupun komisi individu.

10. Sikap merupakan penilaian terhadap suatu yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi seseorang atau yang bersangkutan.

11. Sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikator yang sempurna atau bahkan tidak memadai.

Rumusan tersebut di atas, dapat menunjukkan bahwa sikap merupakan predis posisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap objek tertentu yang mencakup komponen, kognisi, afeksi, dan konasi. Dengan demikian sikap merupakan interaksi dan komponen tersebut secara kompleks. Tiga komponen psikologi di atas yang bekerja secara kompleks merupakan bagian yang menentukan sikap seseorang terhadap suatu objek, baik yang berbentuk konkret ataupun objek yang abstrak.

Komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau diprediksikan tentang objek. Komponen afeksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap objek (senang atau tidak senang), sedangkan komponen konasi dihubungkan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek. Dengan demikian sikap yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari proses berfikir, merasa dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi terhadap suatu objek.

Bagaimana bentuk sikap beragama dapat dilihat seberapa jauh keterkaitan komponen kognisi, afeksi dan konasi seseorang dengan masalah-masalah yang menyangkut agama. Reaksi yang timbul dari sikap tertentu terdapat objek yang ditentukan oleh pengaruh kepribadian dan

faktor eksternal. Dalam kaitan ini sikap didasarkan atas konsep evaluasi berkenaan dengan objek tertentu menggugah motif untuk bertingkah laku.

Sedangkan menurut pandangan psikologi dalam Jalaluddin (2002:242) bahwa sikap mengandung unsur penilaian dan reaksi efektif sehingga menghasilkan motif. Motif menentukan tingkah laku nyata (over behavior) sedangkan reaksi afetif bersifat tertutup (cover).

Menurut Ahmad Mobarak (2000:66) mengatakan bahwa Tingkah laku manusia dapat dibedakan dari berbagai segi secara psikologi tingkah laku manusia dapat dibagi menjadi tiga kelompok:

1. Tingkah laku yang bersifat fitrah dan yang diusahakan.

2. Tingkah laku yang disengaja dan yang tidak disengaja.

3. Tingkah laku yang lahir dan tingkah laku batin.

Dari segi akhlak, tingkah laku manusia merupakan perwujudan dari kualitas kepribadiannya. Kepribadian seseorang merupakan sinergi dari pilar-pilar internal, termasuk keyakinan agama yang dimilikinya.

4. Fungsi dan Peran Agama

Para ahli antropologi dalam Ishomuddin (2002 : 50) memandang agama sebagai sistem keyakinan yang dapat menjadi bagian dari inti dan sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dari menjadi pendorong atau penggerak serta pengontrol bagi tindakan para anggota masyarakat untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.

Sedangkan fungsi agama menurut para ahli sosiologi dalam Ishomuddin (2002 : 51) yang berbeda satu sama lain; “sebagai pemujaan

masyarakat (Durkheim); sebagai ideologi (Marx) dan sebagai sumber perubahan sosial (Webers). Fungsi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Metta Spenser dan Alex Inkeles yaitu fungsi dukungan, fungsi kependetaan, fungsi kontrol sosial, fungsi kenabian dan funsi identitas.

Fungsi agama bagi masyarakat kalau kita kaji dari sudut pandang sosiologis menurut E.K Nottingham sebagaimana dikutip oleh Ishomuddin bahwa secara empiris, agama dapat berfungsi di dalam masyarakat antara lain sebagai:

1. Faktor yang mengintegrasikan masyarakat;

2. Faktor yang mendistegrasikan masyarakat;

3. Faktor yang bisa melestarikan nilai-nilai sosial; dan

4. Faktor yang bisa memainkan peran yang bersifat kreatif inovatif dan bahkan bersifat revolusioner.

Fungsi yang dikemukakan oleh para ahli sosiologi dalam Islam terlihat lebih terinci sesuai dengan ajaran agama islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seisi alam ini, yang ajaran-ajarannya sarat dengan perintah tentang ibadah dan muamalah. Ada ahli mengklasifikasikan inti pokok ajaran Islam itu berupa pokok ajaran Islam itu berupa aspek ibadah dan aspek tanggungjawab menusia untuk menanamkan kebenaran (amar ma’ruf) dan mencegah kerusakan (nahya anil mungkar) disinilah letak posisi sentral Al-Qur’an dalam Islam.

Djamaluddin al-Afghany seperti yang dikutip oleh Ishomuddin (2002:52) mengatakan bahwa agama memandang perlu untuk memimpin akal manusia menganut tiga macam kepercayaan antara lain;

1. Tashdiq, penuh kepercayaan bahwa manusia itu raja bumi, dan dialah makhluk termulia bi bumi.

2. Penuh keyakinan, bahwa orang yang beragama adalah umat yang paling mulia, sebaliknya orang yang menentang adalah dalam kesesatan dan kebatilan.

3. Menetapkan dengan penuh keyakinan, bahwa manusia hidup di dunia hanya untuk mencapai hasil yang nyata, agar menyiapkan dirinya berpindah naik ke alam yang lain yang lebih tinggi dan lebih luas dari pada alam dunia, dan untuk berpindah dari alam yang sempit benyak gangguan atau lebih tepat disebut tempat kesusahan dan alam penderitaan ke tempat yang luas tanpa penderitaan.

Ketiga macam keparcayaan itu menurut Afgany diperlukan guna, 1) sebagai penangkis permusuhan; 2) membawa umat untuk berlomba melakukan pekerjaan utama; 3) sebagai benteng pertahanan menghadapi golongan penindas.

Fungsi agama diberbagai komunitas sistem sosial memang beda-beda di dalam masyarakat tradisional, agama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan, menjalankan baik fungsi asketik, fungsi integrsi maupun fungsi-fungsi lainnya. Kenyataan tentang fungsi agama kiranya telah diwakili dalam pandangan ahli-ahli sosiolog kenamaan atas.

Menurut Jalaluddin (2002 : 245) masalah agama tak mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu ternyata diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain;

1. Berfungsi sebagai edukatif;

2. Berfungsi sebagai penyelamat;

3. Berfungsi sebagai perdamaian;

4. Berfungsi sebagai sosial kontrol;

5. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas;

6. Berfungsi sebagai transformatif;

7. Berfungsi sebagai kreatif;

8. Berfungsi sebagai sublimatif.

Fungsi edukatif adalah ajaran agama yanng meraka anut, memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melrang. Kedua unsur suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.

Fungsi penyelamat, dimanapun manusia berada dia selalu mengiginkan dirinya seelamat. Keselamatan yang meliputi bidang yang luas diajarkan oleh agama, yaitu keselamatan dunia akhirat. Agama berfungsi sebagai perdamaian, bahwa melalui agama seseorang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama.

Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menghilang dari batinnya, apabila seorang pelanggar telah menebus dosanya melalui tobat, pensucian ataupun penebusan dosa.

Agama berfungsi sebagai sosial kontrol adalah ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas, karena para penganut agama psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan. Rsa kesatuan itu akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh.

Fungsi transformatif adalah ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru

sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Sedang fungsi kreatif adalah ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntun untuk melakan inovasi penemuan baru.

Fungsi sublimatif adalah bahwa ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukhrawi.

Melainkan juga bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma.

B. Pemahaman Ajaran Agama Islam 1. Pengertian Pemahaman

Menurut Plus A. Partanto M. Dahlan AL- Bary (1994:172) mengatakan bahwa pemahaman berasal dari kata ”Faham” yang memiliki arti tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran.

Menurut Ngalim Purwanto (1997:44) Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini dia tidak sekedar hafal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, maka operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan dan mengambil keputusan.

Menurut Anas Sudiyono (1996:50) mendefinisikan bahwa pemahaman adalah “kemampuan seseorang untuk mengerti atau

memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan”

Sedangkan menurut Yusuf Anas, (2009:191) yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang sudah diingat lebih kurang sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai dengan maksud penggunaannya.

Dari berbagai pendapat di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa indicator pemahaman pada dasarnya sama, yaitu dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis, memberi contoh, menulis kembali, mengklasifikasikan dan mengikhtisarkan. Indicator tersebut menunjukkan bahwa pemahaman mengandung makna lebih luas atau lebih dalam dari pengetahuan. Dengan pengetahuan seseorang belum tentu memahami sesuatu dari yang dipelajari. Sedangkan dengan pemahaman seseorang tidak hanya sekedar menghapal sesuatu yang dipelajari, tetapi juga mempunyai kemampuan untuk menangkap makna dari yang dipelajari secara lebih mendalam, dan mampu memahami konsep dari pelajaran tersebut.

2. Pengertian Agama Islam

Agama bagi manusia khususnya bangsa Indonesia merupakan unsur pokok yang menjadi kebutuhan spiritual, yang berisi kaidah-kaidah yang dilarang dan menunjukkan hal-hal yang diwajibkan serta agama menggariskan perbuatan-perbuatan yang baik dan buruk. Norma-norma agama tetap diakui sebagai kaidah-kaidah suci yang bersumber dari Tuhan. Kaidah-kaidah yang digariskan dalam agama selalu baik, sebab-sabab kaidah-kaidah tersebut bertujuan untuk membimbing manusia ke arah jalan yang benar.

Menurut zakiah Daradjat, dkk (1991:86) bahwa agama mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, sebab agama merupakan motivasi hidup dan kehidupan serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri. Oleh karena itu agama perlu diketahui, dipahami dan diamalkan oleh manusia. Agama mengatur manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan dirinya yang dapat menjamin keselarasan, keseimbangan, dan keserasian dalam hidup manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W. yang berbunyi:

َﻋ

Diriwayatkan oleh Tamimi ad-Dari r.a., bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Agama itu adalah nasihat.” Kami bertanya, “Nasihat untuk siapa?”

Beliau menjawab: “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta kaum awam mereka.” (H.R. Muslim)

Definisi Islam Menurut Frof. H. Mohammad Daud Ali (1997:49) mengatakan bahwa Islam adalah kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan (kepada kehendak Allah) berasal dari kata salama artinya patuh atau menerima; berakar dari huruf sin lam mim (s-l-m) kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Analisis makna perkataan Islam. Intinya adalah berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuh hati kepada kehendak Ilahi.

Menurut Maulana Muhammad Ali dalam Abuddin Nata, (1998:61) Islam dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk kata aslama yang berarti berserah diri masuk kedalam kedamaian, sebagaimana dalam firman Allah dalam Q.S.

Ali Imran (3) : 83. kepada-Nya (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan. (Kemenag RI. 2012 :60)

Menurut Harun Nasution dalam Abuddin Nata, (1998:62) bahwa kata Islam dekat dengan arti kata agama yang berarti menguasai,

menundukkan, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian Islam demikian itu, menurut Maulana Muhammad Ali dapat dipahami dari firman Allah yang terdapat pada Q.S Al-Baqarah [2] 183.

ﺎَﻬﱡـﻳَأ ﺎَﻳ

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Kemenag RI. 2012 : 28)

Dari berbagai pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa agama adalah merupakan jalan untuk keselamatan bagi orang-orang yang tunduk, patuh dan berserah diri sebagaimana dari kata Islam itu sendiri yaitu berserah diri kepada Allah Swt.

Islam sebagai agama wahyu yang memberikan bimbingan kepada manusia mengenai semua aspek hidup dan kehidupannya, dapat diibaratkan seperti jalan raya memberi peluang kepada manusia yang melaluinya ketempat yang tertinggi dan mulia. Jalan raya tersebut berpagar Al-Qur’an dan al-Hadits. Sikap dan perbuatan seorang Muslim tidak keluar dan bertentangan dengan wahyu yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, selama itu pula pemikiran, sikap dan perbuatan mereka dapat disebut sebagai Islami.

Memahami ajaran agama Islam dengan sebaik-baiknya, merupakan komitmen umat Islam terhadap Islam. Komitmen Muslim dan

Muslimat terhadap Islam telah digambarkan dalam firman Allah Q.S.

Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (Kemenag. RI. 2012 : 601)

Menurut H. Mohammad Daud Ali (1997:66), mengatakan bahwa dengan merujuk bunyi dari surat al-Asr maka terdapat lima komitmen dalam Islam, yaitu:

1. Meyakini, mengimani kebenaran agama Islam seyakin-yakinnya, 2. Mempelajari, mengilmui ajaran Islam secara yang baik dan benar, 3. Mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga

dan masyarakat,

4. Mendakwahkan, menyebarkan ajaran Islam secara bijaksana disertai argumentasi yang meyakinkan dengan bahasa yang baik, 5. Sabar dalam berislam, dalam meyakini, mempelajari,

mengamalkan dan mendakwahkan ajaran agama Islam.

Menurut H. Mohammad Daud Ali (1997:79) bahwa untuk menghindari salah paham terhadap ajaran Islam dan dapat memahami Islam secara baik maka berikut perlu diperhatikan:

1. Pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni Al-Qur’an yang memuat wahyu-wahyu Allah dan al-Hadits yang memuat Sunnah Nabi Muhammad.

2. Islam tidak dipelajari secara partial tetapi integral. Artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi secara keseluruhan dan dipadukan dalam satu kesatuan yang bulat.

3. Islam dipelajari dari karya atau kepustakaan yang ditulis oleh mereka yang telah mengkajinya dan memahami Islam secara

baik dan benar. Pada umumnya mereka adalah para ahli atau ulama, cendekiawan, dan sarjana muslim yang diakui otoritasnya.

4. Memahami Islam dengan bantuan ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang sampai sekarang, seperti ilmu alamiah, lilmu sosial dan budaya, serta ilmu-ilmu kemanusiaan.

5. Tidak menyamakan Islam dengan umat Islam, terutama dengan keadaan umat Islam pada suatu masa di suatu tempat.

Menurut Awaliyah Musgamy (2011:32) mengatakan bahwa prinsip ajaran Islam mempunyai keistimewaan, ketinggian dan sifat menyeluruh yang dapat menerapkan kebaikan, keadilan masyarakat dan kemanusiaan. Menolong menyatukan kita dari segi pemikiran, dan pemikiran akan selaras dengan agama kita, begitu juga dengan otak kita akan selaras dengan hati nurani dan perasaan keagamaan kita.

Menurut Awaliyah Musgamy (2011:32) mengatakan bahwa prinsip ajaran Islam mempunyai keistimewaan, ketinggian dan sifat menyeluruh yang dapat menerapkan kebaikan, keadilan masyarakat dan kemanusiaan. Menolong menyatukan kita dari segi pemikiran, dan pemikiran akan selaras dengan agama kita, begitu juga dengan otak kita akan selaras dengan hati nurani dan perasaan keagamaan kita.

Dokumen terkait