• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Letak Geografis

2. Proses Pemilihan Ammatoa

Menurut Puto Palasa (Ammatoa) bahwa pemilihan Ammatoa dipilih secara gaib oleh Tu Ri Arra’na melalui upacara ritual. Orang yang bakal menyandang kedudukan Ammatoa dari beberapa kelompok masyarakat, maka rakyat setempat tak ada hak untuk memilih secara langsung pimpinannya.

Jabatan tertinggi dalam komunitas dipegang oleh Ammatoa.

Jabatan ini tidak diwariskan atau didasarkan kepada garis keturunan.

Sehingga seorang anak Ammatoa tidak secara otomatis akan menduduki jabatan bapaknya. Melainkan melalui seleksi gaib dengan cara-cara sakral dan sangat rahasia.

Untuk mengetahui siapa calon Ammatoa yang dikehendaki oleh Allah maka pertama melalui Tedong (kerbau) yakni kerbau yang dipelihara dengan khusus diperuntukkan dalam setiap pemilihan Ammatoa. Kerbau

bila kerbau itu memasuki halaman rumah salah seorang penduduk maka pemilik rumah itulah yang akan menjadi Ammatoa.

Selain dengan menggunakan kerbau, prosesi lain dalam pemilihan Ammatoa dengan menggunakan seeokor Ayam yakni dengan melepas seekor ayam putih kedalam hutan dan apabila ayam tersebut kembali ke perkampungan kemudian akan terbang menuju calon Ammatoa, maka orang itulah yang akan diangkat menjadi Ammatoa.

Cara ketiga dengan melalui asap Dupa. Dari sekian calon Ammatoa yang menjadi kandidat, selanjutnya duduk bersila melingkar dalam upacara ritual. Anrongta kemudian membakar dupa sambil memperhatikan asap dupa kemana arah asap dupa. Setelah asap dupa mengepul ke atas selanjutnya membentuk gumpalan. Gumpalan asap tersebut kemudian berputar-putar akan menuju pada salah satu calon yang duduk dalam lingkaran upacara ritual. Kemana arah asap yang dituju maka calon itulah yang nantinya akan diangkat menjadi Ammatoa.

cara yang sering dipakai dalam penentuan Ammatoa adalah membakar dupa. Secara umum, kriteria untuk dapat terpilih menjadi kandidat Ammatoa seseorang harus memenuhi minimal tiga kriteria, yakni;

1. Memiliki sifat jujur, tegas, dan sabar

2. Memiliki wawasan luas dan mendalam mengenai isi Pasang 3. Berasal dari keturunan baik-baik.

mereka yang memiliki kualitas tak jauh berbeda dengan Ammatoa, jabatan sementara akan dijabat selama tiga tahun lamanya. Setelah lepas dari masa jabatan sementara maka tepat pada bulan purnama diadakan upacara ritual untuk memohon petunjuk kepada Allah dalam memilih Ammatoa yang baru.

Daftar nama-nama yang pernah menjadi Ammatoa sebagai berikut:

1. Bohe Bungasayya /Sanro Lohea;

2. Bohe Pairing/Bohe Tuna Luru;

3. Bohe Tomi/Bohe Sallang;

4. Bohe Tau Toa;

5. Bohe Tamutung;

6. Bohe Sumpu;

7. Bohe Bilang;

8. Bohe Badu’;

9. Bohe Pedo’;

10. Bohe Ta’bo;

11. Bohe Palli;

12. Bohe Sampo’;

13. Bohe Soba’;

14. Bohe Japo;

15. Bohe Sembang;

16. Bohe Cacong;

18. Bohe Palasa.

B. Perilaku Sosial Beragama Komunitas Ammatoa di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba

1. Bentuk Perilaku Sosial Beragama Komunitas Ammatoa

perilaku yang dianut oleh masyarakat komunitas, diidentifikasi sebagai prinsip Tallasa kamase-mase (hidup sederhana). Prinsip ini pada hakikatnya tidak mau menerima norma-norma dari luar, mereka yang berprinsip demikian sukar menerima ide-ide baru dari luar. Termasuk berbau teknologi yang sebelumnya mereka tak kenal sehingga pembangunan yang dapat membuka dan mengembangkan wilayah mengalami hambatan.

Dari hasil penelitian bahwa jenis-jenis upacara keagamaan atau upacara adat yang dilaksanakan oleh Komunitas Ammatoa cukup banyak, berdasarkan penelusuran dari hasil wawancara dengan Ammatoa yang dilakukan peneliti dapat dirangkum setidaknya lima belas jenis yaitu :

1. UpacaraA'tompolo

upacara ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah atas kelahiran seorang bayi, upacara ini mirip dengan upacara aqiqah yang biasa dilaksanakan umat Islam sebagai rasa syukur atas kelahiran seorang bayi dalam sebuah keluarga, hanya proses pelaksanaannya tidak sesuai dengan syariat islam. Jika aqikah dalam syariat Islam telah ditentukan harinya yaitu hari ke 7 ke 14

ekor bagi perempuan. Berbeda dengan upacara Tompolo dimana proses pelaksanaanya tidak ditentukan harinya kemudian hanya dipotongkan ayam.

2. UpacaraAkkalomba

Akkalomba merupakan upacara memohon keselamatan agar anak-anak terhindar dari penyakit.

3. UpacaraPassalang

yaitu upacara khitanan atau yang biasa juga disebut Passunnakkang (pengislaman)

4. UpacaraPa'buntingan atau upacara pesta pernikahan

5. Upacara Tilapo, A'dampo, Lajo-lajo atau Pa'dangangang, yaitu upacara kematian. Upacara ini mememerlukan biaya yang paling besar dibanding upacara-upacara lainnya dan prosesi acaranya berlangsung selama 100 hari, pada waktu tertentu sebelum dilakukan dangang (upacara terakhir), ada acara khusus disebut Angngalle Bangngi dengan membuat simpul pada daun lontar disebut Patok/bilang bangngi (tanda perhitungan) pada hari ke 20 akan diadakan Akkalli. Pada malam ke 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 hari dilakukan Basing-basing.

Pada hari ke 108 dilakukan pemotongan kerbau sesuai kemampuan ahli waris yang meninggal.

yaitu upacara yang dilaksanakan sehubungan mulainya ditempati rumah yang baru.

7. UpacaraSituru'turu

yaitu pesta dalam rangka pembangunan rumah. Biasanya seorang Uragi atau seorang ahli pertukangan memimpin upacara ini untuk memulai dalam pembangun rumah.

8. UpacaraUrumatang

yaitu upacara untuk pemujaan roh-roh leluhur. Urumatang biasa dirangkaikan pada upacara Pabbuntingan (pesta pernikahan), dalam proses pelaksanaannya dimana ada benda berupa songkok yang diyakini peninggalan leluhurnya menjadi tempat memohon agar tidak diganggu anak cucunya. Mereka meyakini bahwa apabila tidak diadakan upacara Urumatang maka akan membuat orang sakit ataupun gila kepada keluarga yang punya hajat.

9. UpacaraDoangang

yaitu upacara untuk memohon keselamatan bagi arwah leluhur dengan membacakan berupa makanan, mereka meyakini bahwa makanan yang telah didoakan akan sampai kepada yang telah meninggal.

yaitu upacara yang berhubungan dengan dunia pertanian terutama tanaman padi dan jagung, mulai dari pemilihan bibit, penanaman dan penyimpanan. Kondisi dianggap khusus bila terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman, apalagi jika hamanya adalah hama tikus, akkaharu juga merupakan ritual untuk menolak bala atau terhindar dari mara bahaya.

11. UpacaraTompang

yaitu upacara yang berhubungan dengan dunia peternakan.

Upacara ini dilaksanakan untuk mengusir penyakit yang menyerang hewan ternak.

12. UpacaraPangnganroang

yaitu upacara untuk memanjatkan doa dan memohon kepada Tuhan untuk diberi keselamatan dan terhindar dari wabah penyakit. Selain itu upacara ini biasa juga dilakukan untuk memohon turunnya hujan

13. UpacaraAllisa' Ere Tallasa

yaitu upacara pada waktu seorang anak pertama kali menginjakkan kakinya di tanah. Upacara ini dilaksanakan untuk memohon berkah agar langkah anak-anak mereka di kemudian hari menjadi langkah-langkah yang berguna bagi keluarga dan masyarakat.

yaitu upacara ritual yang dilakukan Ammatoa untuk menyambut dewa padi Sangiasserri dari peraduannya menuju ke istananya yaitu di lumbung penyimpanan (Para Bola).

15. UpacaraAkkattere

yaitu upacara ini mereka yakini bahwa upacara ritual Akkattere sama halnya dengan melakukan ibadah haji. Orang yang melakukan upacara akkattere adalah orang yang mampu dari segi ekonomi sebab mempersiapkan Dedde’ yaitu terbuat dari beras ketan dengan jumlah yang relatif banyak. (wawancara pada tanggal 15 Juni 2016)

2. Ajaran Pasang Sebagai Kerangka Hidup Beragama Komunitas Ammatoa Kec. Kajang Kab. Bulukumba

Dari hasil penelitian bahwa kerangka konsep yang digunakan komunitas Ammatoa mengacu terhadap Pasang sebagai sistem nilai budaya. Kegiatan yang tampak dalam kehidupan mereka adalah kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan hidup yang bukan duniawi semata melainkan tujuan alam Akhirat, seperti dikemukakan oleh Jama bahwa:

“Pasang diartikan sebagai pesan, fatwa, nasihat, tuntunan yang dilestarikan secara turun-temurun sejak manusia pertama sampai sekarang melalui tradisi lisan. Pasang diwariskan secara lisan oleh nenek moyang mereka dari generasi kegenarasi, sehingga cenderung bersifat statis. Pasang dalam penyampaiannya pantang untuk ditulis. Pasang sebagai suatu sistem atau aturan yang terkait dengan peranan dan kebijakan Ammatoa dalam peningkatan kesejahteraan hidup warga masyarakat. Pengambilan keputusan dalam hukum adat Kajang harus mengacu pada pasang. Pasang

pengelolaan lingkungan serta sistem kepercayaan komunitas Ammatoa.” (wawancara 10 juni 2016)

Oleh karena itu kita dapat menarik kesimpulan bahwa komunitas Ammatoa tidak mengacu pada Al-Qur’an dan hadits sebagai pegangan aturan hidup beragama. Segala ketentuan mengenai perilaku beragama mengacu pada Pasang yaitu pesan leluhur yang berisi peraturan maupun prihal soal beribadah kepada Allah SWT.

Inti dari Pasang yang dikemukakan Ammatoa yaitu:

1. Anre’ nakkulle niganggu kepercayaanna taua (tidak boleh mengganggu kepercayaan orang lain).

2. Anre’ nakkulle abbur-bura, a’lukka na botoro (tidak boleh berbohong, mencuri dan berjudi).

3. Anre’ nakkulle ammuno paranta tau sikiddina anre palliliang (tidak boleh membunuh orang kecuali terpaksa tidak ada jalan lain untuk membela diri).

4. Parallu Sabbara (perlu bersikap sabar)

5. Parallui Tuna (harus sopan, atau rendah hati)

6. Parallui ni hargai paranta rupa tau (harus saling menghargai sesama manusia)

7. Parallui atunru na nibantu paranta rupa tau (harus patuh dan saling membantu sesama manusia)

dihargai peraturan pemimpin, serta adat Ammatoa) (wawancara, pada tanggal 15 juni 2016)

Sistem kepercayaan mereka adalah menekankan usaha untuk mengekang hawa nafsu (tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan orang lain), juga tidak merusak alam, menaati aturan-aturan pemimpin, jujur, tegas, sabar, merendahkan diri dan tidak cinta materi serta pasrah sepasrah-pasrahnya untuk mencapai tujuan keselamatan di hari akhirat.

Ketaatan mereka menjalankan prinsip Kamase-mase (hidup sederhana/hidup apa adanya) disebabkan oleh :

1. Mereka mempercayai bahwa apabila di dunia hidup sederhana maka kelak di akhirat akan mendapatkan kekayaan yang melimpah.

2. Adanya sanksi bagi yang tidak menjalankannya, sanksi yang dijatuhkan berupa sanksi biasa yaitu pengusiran keluar dari wilayah kawasan adat Ammatoa.

3. Mereka meyakini apabila tidak diterapkan hidup sederhana maka sanksi sakral akan menantinya yaitu ketika meninggal arwahnya akan ditolak oleh Tuhan.

Itulah yang kemudian menjadi prinsip keyakinan bagi komunitas Ammatoa sehingga menolak keras ide-ide dari luar yang berbau kemajuan

yang berwarna warni.

Pembatasan-pembatasan demikian di dalam sistem kepercayaan mereka mengakibatkan ketertinggalan di dalam beberapa segi seperti sosial, ekonomi, serta pendidikan. Ketinggalan itulah merupakan akibat langsung dari prinsip hidup Kamase-mase.

Hidup sederhana bagi komunitas Ammatoa dalam keyakinannya sebagai bentuk pengabdian diri kepada sang pencipta, apabila seseorang di dunia hidup penuh dengan kenikmatan maka kelak di akhirat akan mendapatkan kemiskinan.

Masyarakatn komunitas Ammatoa terkenal dengan keramahan dalam bertutur kata. Dari segi akhlak mereka sangat menjunjung tinggi nilai kesopanan dengan menjaga perilaku yang tidak terpuji seperti berbicara dengan kata-kata kasar, berjalan harus menundukkan kepala agar mata dapat terjaga dari pandangan hal-hal yang buruk.

C. Pemahaman KomunitasAmmatoa Terhadap Agama Islam

Masyarakat komunitas Ammatoa menganut agama Islam, seperti yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) walaupun dalam implementasinya mereka tidak melaksanakan sesuai dengan syariat Islam, namun keyakinan mereka terhadap agama Islam tidak mau disebut bukan Islam.

bahwa Islam berasal dari bahasa konjo yaitu dari kata Assi atau yang artinya isi atau kandungan. Dari pemahaman meraka tentang Islam sehingga komunitas Ammatoa meyakini bahwa semua yang dilakukan langsung pada isinya tanpa harus mendirikan syariatnya, seperti mendirikan shalat, mereka meyakini bahwa shalat yang mereka kerjakan langsung pada isinya tanpa harus melakukan gerakan shalat seperti takbiratul ikhram, ruku’, sujud dan seterusnya.

Dari hasil penelitian bahwa komunitas Ammatoa seluruhnya beragama Islam, terdapat 6 mesjid di Desa Tana toa dengan 1 langgar/mushalla, namun dari segi amalan dan ritual ibadah terjadi perbedaan antara masyarakat yang tinggal di dalam kawasan adat dan masyarakat yang tinggal di luar kawasan adat.

Masyarakat komunitas Ammatoa mengaku beragama Islam secara formal, tetapi dalam banyak hal mereka tidak menjalankan syariat Islam secara utuh, mereka tetap menjalankan ajaran-ajaran yang bersumber dari Pasang dan memberlakukan ketentuan-ketentuan adat yang ketat.

Sedangkan masyarakat yang tinggal di luar kawasan adat mengaku beragama Islam dan menjalankan syariat Islam secara utuh dan tidak terikat dengan ajaran Pasang.

Dari hasil wawancara dengan Puto Palasa (Ammatoa 2016) menuturkan bahwa manusia pertama di muka bumi adalah Ammatoa.

Ammatoa yang diciptakan oleh Allah (Tu Rie A’ra’na) yang pada waktu itu,

menjulang. Tempat itu menyerupai tempurung dan dinamakan Tombolo.

Tempat tersebut berada dalam kawasan adat Ammatoa.

Ketika air sudah surut maka negeri disekitar Tombolo semakin luas dan melebar. Negeri tempat turunnya manusia pertama oleh warga setempat dikenal dengan nama Pa’rasangan Ilau (kampung yang berposisi sebelah timur). Tanah yang mula-mula diciptakan oleh Allah dalam kepercayaan komunitas Ammatoa adalah Tanah Toa (Tanah Tua) tempat yang berada dalam kawasan adat Ammatoa. Oleh Allah kemudian diciptakan seorang perempuan pendamping Amma yang disebut dengan Anrong (Ibu) inilah yang kemudian menjadi cikal bakal manusia.

Kedatangan manusia pertama (Ammatoa) dan Ibu (Anrong) di bumi Tombolo. Dari Ammatoa dan Anrong ini kemudian melahirkan beberapa generasi di Tana Toa yang kemudian menyebar keberbagai daerah daratan lainnya. Disana membentuk komunitas dan pemerintahan tersendiri sama seperti yang dilakukan oleh Ammatoa.

Bersamaan diciptakan-Nya manusia kemudian menciptakan bahasa yang Menurut penuturan Puto Palasa (Ammatoa 2016) bahwa bahasa yang paling pertama diturunkan oleh Allah di muka bumi ini adalah bahasa Konjo yang menjadi bahasa Ammatoa. Setelah berpencarnya keturunan Ammatoa ke berbagai daerah sehingga timbullah berbagai macam bahasa seperti bahasa Arab, Cina dan lain-lain, yang pada hakekatnya semua bahasa asalnya dari bahasa Konjo.

berkembang seiring perkembangan dan tuntutan zaman, istilah Amma kemudian dikenal struktur organisasi dibentuk dengan pembagian fungsi dan tugas masing-masing. Struktur organisasi kekuasaan yang menempatkan Ammatoa sebagai puncak pimpinan.

Komunitas Ammatoa mempercayai konsep Tuhan yang Esa (Tunggal). Sebab kalau Tuhan itu dua atau lebih, akan membuat kehidupan di dunia ini tidak aman dan kacau balau. Seperti di ungkapkan dalam Pasang sebagai berikut:

Tau Ri Arra’na Ammantanggi Ri Pangngarra’kanna. Anre Nisse’i Rie’na, Naki Pala’ Doang. Pada To’jinjo Pole Nitarimanna Pangnga’ra’kanta Iya Toje’na (Puto Palasa, 2016)

Artinya :

Tuhan tinggal berbuat sesuai kehendaknya, tidak diketahui dimana keberadaanya, kita hanya memohon rahmatnya, diterimanya permohonan kita dia yang tentukan.

Dalam hal berdoa kepada Allah mengutip dalam Pasang, bahwa Ammatoa bisa menjadi perantara. Disini kedudukan Ammatoa dalam hal ritual dipandang sebagai wakil Tuhan di bumi.

Komunitas Ammatoa menempatkan agama Islam sebagai satu-satunya agama yang dianut masyarakat komunitas Ammatoa. Meskipun Islam dianut 100%, akan tetapi pelaksanaan syariat-syariat dalam Islam masih sangat kurang dijalankan. Contohnya mereka tidak mendirikan Sholat lima waktu dan tidak berhaji sesuai dengan syariat Islam.

1. Sholat Menurut Pemahaman KomunitasAmmatoa

Setiap muslim dikewajiban untuk melaksanakan ibadah shalat fardu, yaitu shalat lima waktu dalam sehari semalam. Hukum shalat lima waktu adalah fardu ‘ain yaitu wajib bagi setiap individu. Namun tidak demikian bagi komunitas Ammatoa, mereka tidak melaksanakan shalat fardu kecuali ketika pada perayaan Idul Fitri dan Idul Adha. Beliau mengklaim bahwa mereka juga mengerjakan shalat tiap hari namun shalat yang mereka kerjakan langsung pada isinya sebagaimana arti dari kata Islam yaitu Assi (isi). Mereka memahami bahwa rukun shalat seperti takbiratul ikhram, ruku’, sujud dan seterusnya hanya bagian pembungkus dari shalat. sedangkan shalat yang mereka lakukan adalah shalat langsung pada isinya.

Komunitas Ammatoa mengistilahkan sholatnya yaitu Sumbayang Tangnga Tappu’, Je’ne’ Tangnga Luka artinya Sholat tidak pernah ada putusnya dan wudhu yang tidak pernah ada batalnya. Beliau menambahkan bahwa sholat bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa mengenal waktu, baik seseorang itu sedang duduk, berjalan maupun dalam keadaan bekerja sekalipun.

Posisi rumah bagi komunitas Ammatoa semuanya menghadap kearah barat sebagai simbol diri untuk senantiasa menghadap ke arah Ka’bah, sekaligus sebagai tanda bahwa posisi mereka senantiasa melaksanakan shalat.

menginginkan keselamatan diakhirat maka mereka harus menjaga hati agar senantiasa terjaga dari pikiran-pikiran kotor, perilaku senantiasa dijaga dengan berprilaku sopan, merendah diri terhadap orang lain, selalu taat pada perintah Allah melalui Pasang yaitu hidup sederhana dan tidak tergiur dengan materi. Dari penuturan Ammatoa yang mereka dikutip dari bunyi pasang bahwa:

Nai Arra Asalama Ri Ahere, Aggau Balloko. Nai Arra Cilaka Ri Ahere, Aggau Kodiko

Artinya:

Siapa yang mau selamat di akhirat maka hendaklah ia senantiasa berbuat baik. Siapa yang mau celaka di akhirat maka berlaku jahatlah.

Oleh karena itu penulis dapat menarik kesimpulan bahwa shalat bagi komunitas Ammatoa lebih kepada menjaga akhlak atau perilaku.

Sedangkan dalam Islam secara jelas terperinci dan terpisah antara shalat dengan akhlak. Shalat merupakan hubungan manusia kepada Tuhannya yang telah diatur waktunya, baik gerakan maupun bacaan-bacannya sedang akhlak hubungan manusia dengan sesama makhluk Allah.

2. Zakat Menurut Pemahaman KomunitasAmmatoa

Dari penuturan Puto Palasa (Ammatoa) bahwa berzakat merupakan keharusan bagi manusia, berzakat merupakan bekal untuk kehidupan akhirat. Bagi komunitas Ammatoa meyakini bahwa berzakat

harus ada yang lainnya berupa sayur-sayuran atau kacang-kacangan, garam, air, pelita sebagai pelengkap dikehidupan Akhirat.

Dari hasil wawancara bersama Ammatoa bahwa kalau hanya beras yang di zakatkan maka dihari kemudian hanya nasi yang akan kita makan, sehingga ketika berzakat harus diikutkan berupa kacang-kacangan, garam, air minum sebagai pelengkap yang dapat dinikmati di hari kemudian (akhirat).

Dari keterangan-keterangan di atas dapat dipahami bahwa pemahaman komunitas Ammatoa menganggap bahwa kehidupan diakhirat atau di hari kemudian tidak berbeda dengan kehidupan di dunia hanya saja alamnya yang berbeda, sehingga ketika berzakat harus dilengkapi dengan pelita sebagai cahaya penerang di hari kemudian.

3. Puasa menurut pemahaman komunitas Ammatoa

Puasa pada bulan Ramadhan merupakan sesuatu yang wajib hukumnya bagi setiap ummat Islam yang sudah baliq bila tidak berhalangan selama satu bulan penuh, hal ini tidak berbeda dalam pemahaman komunitas Ammatoa. Mereka menyakini bahwa puasa merupakan bayang-bayangan akhirat, barang siapa yang berpuasa maka kelak akan mendapatkan kebaikan dihari kemudian namun apabila tidak berpuasa tanpa sebab atau secara sengaja tanpa halangan maka akan mendapatkan keburukan dihari kemudian.

hakekatnya semuanya harus dipuasakan sebagaimana penuturuan Ammatoa dalam wawancara pada tanggal 15 Juni 2016:

1. Mata appuasa (mata berpuasa) 2. Lima appuasa (tangan berpuasa) 3. Bangkeng Appuasa (kaki berpuasa) 4. Baba Appuasa (mulut berpuasa) 5. Toli Appuasa (telingan berpuasa) 6. Battang Appuasa (perut berpuasa)

Ammatoa menambahkan bahwa bulan puasa merupakan pembersih dosa bagi manusia, sebab selama sebelas bulan manusia melakukan perbuatan dosa, karena mata kita pernah melihat yang dilarang oleh Turi A’rra’na (Allah), tangan kita pernah melakukan dosa, kaki kita pernah berbuat dosa sehingga kemudian Allah menurunkan bulan ramadhan sebagai pembersih dari sebelas bulan.

4. Berhaji Menurut Pemahaman Komunitas Ammatoa

Mengerjakan haji adalah kewajiban bagi setiap manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah Mekah. Komunitas Ammatoa juga melakukan ibadah haji namun pelaksanaanya berbeda dalam syariat Islam.

Dari hasil wawancara bersama Puto Palasa (Ammatoa) mengatakan dan meyakini bahwa Ka’bah yang ada di Mekah merupakan

disebut dengan Poko’ (utama) berada dalam Emba yaitu berada di Tana Toa dalam kawasan adat Ammatoa. Ammatoa melanjutkan penuturannya bahwa Ka’bah yang ada di Mekah asal muasalnya berasal dari tanah kajang yang dibawa ke Mekah sehingga masyarakat komunitas Ammatoa tidak perlu untuk melakukan haji ke Mekah sebab ka’bah yang utama berada dalam kawasan adat Ammatoa yang disebut dengan Poko’

(utama). Poko’ merupakan tempat prosesi upacara ritual Akkattere yang terletak dalam hutan yang dilindungi oleh komunitas Ammatoa, tempat tersebut tidak sembarang orang yang masuk kecuali bagi yang berkepentingan atau pada perayaan upacara keagamaan seperti Akkattere dan lain-lain. (wawancara pada tanggal 15 Juni 2016).

5. Al-Qur’an Menurut Pemahaman Komunitas Ammatoa

Al-Qur’an merupakan pedoman bagi manusia yang diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk dalam mengantarkan ke jalan yang benar. Walau demikian dalam memahami Al-Qur’an bagi komunitas Ammatoa sebagai petunjuk yang diturunkan oleh Allah SWT namun tidak dijadikan sebagai pedoman dalam beragama sebab yang dijadikan pedoman dalam beragana maupun peraturan dalam mengambil kebijakan yaitu bersumber dari Pasang.

Dari hasil penelitian dalam wawancara bersama Ammatoa mengatakan bahwa Pasang merupakan bagian dari Al-Qur’an sebagaimana diketahui bahwa Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, namun pada

ditulis dalam kitab sebab Allah memerintahkan bagi manusia untuk mencarinya (wawanacara pada tanggal 15 juni 2016).

65 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Masyarakat komunitas Ammatoa berprinsif Tallasa Kamase-mase hidup sederhana untuk mendapat kekayaan di akhirat. Implikasi hidup sederhana inilah yang membuat masyarakat komunitas Ammatoa susah menerima budaya dari luar yang bersentuhan dengan modernisasi.

2. Komuitas Ammatoa masih menganut paham animisme dimana komunitas Ammatoa masih meyakini tentang adanya kekuatan dari alam dan mempercayai tentang kekuatan roh-roh manusia yang telah meninggal. Walaupun komunitas Ammatoa seluruhnya beragama Islam namun pada pengaplikasian dari syariat Islam masih jauh dari Islam.

3. Mereka meyakini bahwa Islam berasal dari bahasa Konjo yaitu Assi

3. Mereka meyakini bahwa Islam berasal dari bahasa Konjo yaitu Assi

Dokumen terkait