• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan salah satu unsur yang penting dalam penelitian, karena berfungsi sebagai alat atau sarana pengumpulan data. Dengan instrument penelitian harus relevan dengan masalah dan

aspek-aspek yang akan diteliti. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Pedoman Observasi

Bungin (2013: 142). Yang dimaksud dengan pedoman obsevasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. oleh karena itu observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indra mata serta dibantu dengan pencaindra lainnya

b. Pedoman Wawancara

Menurut Sugiono (2014: 137) pedoman wawancara merupakan sebagai teknik pegumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti melakukan hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil

c. Pedoman Dokumentasi

Husain Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Cet.4 (2003: 73).

Teknik pengumpulan data dengan pedoman dokumentasi ialah pengambilan data dengan dokumen-dokumen. Keuntungan menggunakan dokumentasi ialah biayayanya relatif murah, waktu dan tenaga lebih efisien. Sedangkan kelemahannya ialah data yang diambil dari dokumen

cenderung sudah lama, dan kalau ada yang salah cetak, maka peneliti ikut salah pula mengambil datanya.

G. Teknik Pegumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis/peneliti mengunakan beberapa teknik dan metode dalam memperoleh data dari responden diantaranya :

1. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam mengumpulkan data diantaranya:

a. Observasi, dengan melakukan observasi secarah langsung pada objek yang diobservasi yaitu dengan mengamati secarah langsung keadan lapangan yang akan di jadikan tempat penelitian dan berkomunikasi langsung dengan sumber informasi tentang objek penelitian tersebut.

b. Wawancara/Interview, yaitu dengan melakukan wawancara langsung terhadap subjek yang menjadi objek yang akan diteliti dalam mengetahui prilaku sosial beragama dan pemahamannya terhadap ajaran agama Islam.

c. Dokumentasi, yaitu dengan mengambil data-data yang ada di lapangan tersebut secara langsung, dengan jalan dicatat atau di minta pada kantor Kecamatan tersebut sebagai pelengkap dari penelitian yang dilakukan

2. Dalam penelitian ini juga menggunakan metode pengumpulan data yaitu :

Penelitian lapangan (Field Research), yaitu dengan mengumpulakan data-data dengan jalan meneliti langsung di lokasi penelitian dengan mengamati secara langsung.

H. Teknik Analisi Data

Setelah melakukan pengumpulan data, langkah dari strategi penelitian ini adalah penggunaan analisis data yang tepat dan relevan dengan pokok permasalahan. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Aktivitas dalam analisis data meliputi:

1. Reduksi data (data reduction) yang berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya. Hal ini untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data selanjutnya karena reduksi ini memberikan gambaran yang lebih jelas.

2. Penyajian data (data display) dalam penelitian ini penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori, flowchart dan sejenisnya, tetapi yang sering dipakai adalah dengan teks yang bersifat naratif. Penyajian data ini memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.

3. Verification atau penarikan kesimpulan, teknik ini merupakan rangkaian analisis data puncak, dan kesimpulan membutuhkan verifikasi selama penelitian berlangsung. Oleh karena itu ada

baiknya suatu kesimpulan ditinjau ulang dengan cara memverifikasi kembali catatan-catatan selama penelitian dan mencari pola, tema, model, hubungan dan persamaan untuk ditarik sebuah kesimpulan.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Letak Geografis 1. Kondisi Pisik

Kajang merupakan suatu Kecamatan yang memiliki luas wilayah 129,06 km” terpilah ke dalam dua kelurahan yakni kelurahan Tana Jaya yang juga sebagai ibukota kecamatan dan kelurahan Laikang, serta tujuh belas desa (Bonto Biraeng, Bonto Rannu, Lembang, Lembang Lohe, Possi Tana, Lembanna, Tambangan, Sangkala, Bonto Baji, Pattiroang, Sapanang, Batu Nilamung, Tana Toa, Maleleng, Mattoanging, Lolisang dan Pantama).

Kecamatan Kajang disebut Bulukumba timur oleh masyarakat Kajang dan Herlang, lantaran letaknya berada diujung sebelah timur Kabupaten Bulukumba dengan batas wilayah:

1. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bulukumpa 2. Di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sinjai 3. Di sebelah Timur dibatasi oleh Teluk Bone

4. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Herlang.

Luas wilayah per desa/kelurahan di Kecamatan Kajang tersaji pada tabel berikut :

Tabel 1. Luas Wilayah per Desa / Kelurahan Dalam Lingkup Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba.

No Desa/Kelurahan Luas wilayah(Km2)

1. Batu Nilamung 4,20

Sumber : Kantor Kecamatan Kajang Angka 2012

Secara geografis dan administratif, masyarakat adat kajang terbagi atas Kajang Luar dan Kajang Dalam (komunitas Ammatoa). Masyarakat Komunitas Ammatoa tersebar dibeberapa desa, antara lain Desa Tana Toa, Bonto Baji, Malleleng, Pattiroang, Batunilamung, Mattoanging dan sebagian wilayah Desa Tambangan. (Jama, 2016)

Desa Tana Toa merupakan tempat bermukim Ammatoa yang memiliki luas wilayah 5,25 kilometer persegi. Letak geografis Desa Tana Toa antara 5020’ LS dan 120022’ BT. Desa Tana Toa merupakan salah satu dari sembilan belas desa di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan.

desa Tanah Towa pada tahun 2012, jumlah penduduk secara keseluruhan meliputi kawasan Ilalang Embaya maupun Ipantarang Embaya adalah sebanyak 4.073 jiwa, terdiri atas laki-laki 1.904 jiwa dan perempuan berjumlah 2.169 jiwa. Jumlah penduduk itu tersebar ke dalam 9 dusun, yaitu Dusun Sobbu, Dusun Benteng, Dusun Pangi, Dusun Tombolo, Dusun Lurayya, Dusun Balambina, Dusun Jannaya dan Dusun Balagana. Dari jumlah penduduk 4.073 jiwa itu, dimana tujuh dusun yang termasuk kawasan Ilalang Embaya mempunyai penduduk sebanyak 3.208 jiwa, sedangkan penduduk Ipantarang Embaya sebanyak 865 jiwa.

Dusun Jannaya dan Dusun Balagana merupakan dusun peralihan (dusun calabai/waria) karena selain menganut tata nilai yang bersumber dari ajaran pasang, juga menganut tata nilai yang tidak bersumber dari ajaran pasang. Dusun ini terletak di wilayah Ipantarang Embaya, yaitu wilayah di luar kawasan Ammatoa. Sedangkan 6 dusun lainnya masuk dalam kawasan Ilalang Embaya, yaitu di dalam kawasan pemukiman Ammatoa.

Sesuai letaknya yang terletak nyaris di tengah-tengah, Desa Tana Toa dikelilingi oleh desa-desa yang masih berada dalam wilayah Kecamatan Kajang yakni:

Bagian utara berbatasan dengan Desa Batunilamung.

Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Bontobaji.

Bagian Barat berbatasan dengan Desa Pattiroang.

Desa Tana Toa dibatasi oleh empat sungai. Keempat sungai ini kemudian dijadikan sebagai batas alam, yaitu Sugai Limba di bagian timur, Sungai Doro di bagian barat, Sungai Tuli di bagian utara dan Sungai Sangkala di bagian selatan. Keempat sungai inilah yang dijadikan pagar (emba) pembatas kawasan Ilalang Embaya (dalam pagar) dengan Ipantarang Embaya (di luar pagar). Istilah emba digunakan oleh masyarakat Tana Toa untuk mendefinisikan keberadaan ekosistemnya dengan segala karakteristik khas yang mereka miliki.

Desa Tana Toa dapat dicapai melalui jalan darat. Jarak antara Makassar (Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan) ke Desa Tana Toa adalah +204 km arah selatan, atau +51 km dari Ibukota Kabupaten (Bulukumba), dengan melintasi Tanete (Ibu Kota Kecamatan Bulukumpa) menuju ke arah Timur melalui Perkebunan Karet miliki PT. London-Sumatera Indonesia (PT. Lonsum Indonesia). Perkebunan Karet ini memberikan pemandangan tersendiri karena penataannya sangat baik, memberi kesan asri, menyejukkan dan tentu saja memberi kesehatan karena oksigen yang dihasilkannya.

Sarana jalan sudah beraspal baik sampai ke depan pintu gerbang kawasan adat. Jarak dari Ibukota Desa Tana Toa (Balagana) ke kawasan adat adalah 2,5 Km sampai ke pintu gerbang kawasan adat. Pintu gerbang ini merupakan salah satu jalan bagi tamu yang berkunjung ke

kesederhanaan Komunitas Adat Ammatoa.

Jarak dari gerbang ke rumah Ammatoa adalah ±700 m, ditempuh melalui jalan setapak dengan berjalan kaki, meskipun jalan setapak ini sudah diperbaiki dengan pengerasan namun sangat dipantangkan memakai kendaraan kecuali kuda. Ammatoa sangat memantangkan memakai Jarang-jarang bassi (kuda-kuda besi atau sepeda motor) maupun balla’-balla’ a’lolo ( rumah-rumah berjalan atau mobil) memasuki kawasan adat.

2. Proses PemilihanAmmatoa

Menurut Puto Palasa (Ammatoa) bahwa pemilihan Ammatoa dipilih secara gaib oleh Tu Ri Arra’na melalui upacara ritual. Orang yang bakal menyandang kedudukan Ammatoa dari beberapa kelompok masyarakat, maka rakyat setempat tak ada hak untuk memilih secara langsung pimpinannya.

Jabatan tertinggi dalam komunitas dipegang oleh Ammatoa.

Jabatan ini tidak diwariskan atau didasarkan kepada garis keturunan.

Sehingga seorang anak Ammatoa tidak secara otomatis akan menduduki jabatan bapaknya. Melainkan melalui seleksi gaib dengan cara-cara sakral dan sangat rahasia.

Untuk mengetahui siapa calon Ammatoa yang dikehendaki oleh Allah maka pertama melalui Tedong (kerbau) yakni kerbau yang dipelihara dengan khusus diperuntukkan dalam setiap pemilihan Ammatoa. Kerbau

bila kerbau itu memasuki halaman rumah salah seorang penduduk maka pemilik rumah itulah yang akan menjadi Ammatoa.

Selain dengan menggunakan kerbau, prosesi lain dalam pemilihan Ammatoa dengan menggunakan seeokor Ayam yakni dengan melepas seekor ayam putih kedalam hutan dan apabila ayam tersebut kembali ke perkampungan kemudian akan terbang menuju calon Ammatoa, maka orang itulah yang akan diangkat menjadi Ammatoa.

Cara ketiga dengan melalui asap Dupa. Dari sekian calon Ammatoa yang menjadi kandidat, selanjutnya duduk bersila melingkar dalam upacara ritual. Anrongta kemudian membakar dupa sambil memperhatikan asap dupa kemana arah asap dupa. Setelah asap dupa mengepul ke atas selanjutnya membentuk gumpalan. Gumpalan asap tersebut kemudian berputar-putar akan menuju pada salah satu calon yang duduk dalam lingkaran upacara ritual. Kemana arah asap yang dituju maka calon itulah yang nantinya akan diangkat menjadi Ammatoa.

cara yang sering dipakai dalam penentuan Ammatoa adalah membakar dupa. Secara umum, kriteria untuk dapat terpilih menjadi kandidat Ammatoa seseorang harus memenuhi minimal tiga kriteria, yakni;

1. Memiliki sifat jujur, tegas, dan sabar

2. Memiliki wawasan luas dan mendalam mengenai isi Pasang 3. Berasal dari keturunan baik-baik.

mereka yang memiliki kualitas tak jauh berbeda dengan Ammatoa, jabatan sementara akan dijabat selama tiga tahun lamanya. Setelah lepas dari masa jabatan sementara maka tepat pada bulan purnama diadakan upacara ritual untuk memohon petunjuk kepada Allah dalam memilih Ammatoa yang baru.

Daftar nama-nama yang pernah menjadi Ammatoa sebagai berikut:

1. Bohe Bungasayya /Sanro Lohea;

2. Bohe Pairing/Bohe Tuna Luru;

3. Bohe Tomi/Bohe Sallang;

4. Bohe Tau Toa;

5. Bohe Tamutung;

6. Bohe Sumpu;

7. Bohe Bilang;

8. Bohe Badu’;

9. Bohe Pedo’;

10. Bohe Ta’bo;

11. Bohe Palli;

12. Bohe Sampo’;

13. Bohe Soba’;

14. Bohe Japo;

15. Bohe Sembang;

16. Bohe Cacong;

18. Bohe Palasa.

B. Perilaku Sosial Beragama Komunitas Ammatoa di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba

1. Bentuk Perilaku Sosial Beragama Komunitas Ammatoa

perilaku yang dianut oleh masyarakat komunitas, diidentifikasi sebagai prinsip Tallasa kamase-mase (hidup sederhana). Prinsip ini pada hakikatnya tidak mau menerima norma-norma dari luar, mereka yang berprinsip demikian sukar menerima ide-ide baru dari luar. Termasuk berbau teknologi yang sebelumnya mereka tak kenal sehingga pembangunan yang dapat membuka dan mengembangkan wilayah mengalami hambatan.

Dari hasil penelitian bahwa jenis-jenis upacara keagamaan atau upacara adat yang dilaksanakan oleh Komunitas Ammatoa cukup banyak, berdasarkan penelusuran dari hasil wawancara dengan Ammatoa yang dilakukan peneliti dapat dirangkum setidaknya lima belas jenis yaitu :

1. UpacaraA'tompolo

upacara ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah atas kelahiran seorang bayi, upacara ini mirip dengan upacara aqiqah yang biasa dilaksanakan umat Islam sebagai rasa syukur atas kelahiran seorang bayi dalam sebuah keluarga, hanya proses pelaksanaannya tidak sesuai dengan syariat islam. Jika aqikah dalam syariat Islam telah ditentukan harinya yaitu hari ke 7 ke 14

ekor bagi perempuan. Berbeda dengan upacara Tompolo dimana proses pelaksanaanya tidak ditentukan harinya kemudian hanya dipotongkan ayam.

2. UpacaraAkkalomba

Akkalomba merupakan upacara memohon keselamatan agar anak-anak terhindar dari penyakit.

3. UpacaraPassalang

yaitu upacara khitanan atau yang biasa juga disebut Passunnakkang (pengislaman)

4. UpacaraPa'buntingan atau upacara pesta pernikahan

5. Upacara Tilapo, A'dampo, Lajo-lajo atau Pa'dangangang, yaitu upacara kematian. Upacara ini mememerlukan biaya yang paling besar dibanding upacara-upacara lainnya dan prosesi acaranya berlangsung selama 100 hari, pada waktu tertentu sebelum dilakukan dangang (upacara terakhir), ada acara khusus disebut Angngalle Bangngi dengan membuat simpul pada daun lontar disebut Patok/bilang bangngi (tanda perhitungan) pada hari ke 20 akan diadakan Akkalli. Pada malam ke 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 hari dilakukan Basing-basing.

Pada hari ke 108 dilakukan pemotongan kerbau sesuai kemampuan ahli waris yang meninggal.

yaitu upacara yang dilaksanakan sehubungan mulainya ditempati rumah yang baru.

7. UpacaraSituru'turu

yaitu pesta dalam rangka pembangunan rumah. Biasanya seorang Uragi atau seorang ahli pertukangan memimpin upacara ini untuk memulai dalam pembangun rumah.

8. UpacaraUrumatang

yaitu upacara untuk pemujaan roh-roh leluhur. Urumatang biasa dirangkaikan pada upacara Pabbuntingan (pesta pernikahan), dalam proses pelaksanaannya dimana ada benda berupa songkok yang diyakini peninggalan leluhurnya menjadi tempat memohon agar tidak diganggu anak cucunya. Mereka meyakini bahwa apabila tidak diadakan upacara Urumatang maka akan membuat orang sakit ataupun gila kepada keluarga yang punya hajat.

9. UpacaraDoangang

yaitu upacara untuk memohon keselamatan bagi arwah leluhur dengan membacakan berupa makanan, mereka meyakini bahwa makanan yang telah didoakan akan sampai kepada yang telah meninggal.

yaitu upacara yang berhubungan dengan dunia pertanian terutama tanaman padi dan jagung, mulai dari pemilihan bibit, penanaman dan penyimpanan. Kondisi dianggap khusus bila terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman, apalagi jika hamanya adalah hama tikus, akkaharu juga merupakan ritual untuk menolak bala atau terhindar dari mara bahaya.

11. UpacaraTompang

yaitu upacara yang berhubungan dengan dunia peternakan.

Upacara ini dilaksanakan untuk mengusir penyakit yang menyerang hewan ternak.

12. UpacaraPangnganroang

yaitu upacara untuk memanjatkan doa dan memohon kepada Tuhan untuk diberi keselamatan dan terhindar dari wabah penyakit. Selain itu upacara ini biasa juga dilakukan untuk memohon turunnya hujan

13. UpacaraAllisa' Ere Tallasa

yaitu upacara pada waktu seorang anak pertama kali menginjakkan kakinya di tanah. Upacara ini dilaksanakan untuk memohon berkah agar langkah anak-anak mereka di kemudian hari menjadi langkah-langkah yang berguna bagi keluarga dan masyarakat.

yaitu upacara ritual yang dilakukan Ammatoa untuk menyambut dewa padi Sangiasserri dari peraduannya menuju ke istananya yaitu di lumbung penyimpanan (Para Bola).

15. UpacaraAkkattere

yaitu upacara ini mereka yakini bahwa upacara ritual Akkattere sama halnya dengan melakukan ibadah haji. Orang yang melakukan upacara akkattere adalah orang yang mampu dari segi ekonomi sebab mempersiapkan Dedde’ yaitu terbuat dari beras ketan dengan jumlah yang relatif banyak. (wawancara pada tanggal 15 Juni 2016)

2. Ajaran Pasang Sebagai Kerangka Hidup Beragama Komunitas Ammatoa Kec. Kajang Kab. Bulukumba

Dari hasil penelitian bahwa kerangka konsep yang digunakan komunitas Ammatoa mengacu terhadap Pasang sebagai sistem nilai budaya. Kegiatan yang tampak dalam kehidupan mereka adalah kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan hidup yang bukan duniawi semata melainkan tujuan alam Akhirat, seperti dikemukakan oleh Jama bahwa:

“Pasang diartikan sebagai pesan, fatwa, nasihat, tuntunan yang dilestarikan secara turun-temurun sejak manusia pertama sampai sekarang melalui tradisi lisan. Pasang diwariskan secara lisan oleh nenek moyang mereka dari generasi kegenarasi, sehingga cenderung bersifat statis. Pasang dalam penyampaiannya pantang untuk ditulis. Pasang sebagai suatu sistem atau aturan yang terkait dengan peranan dan kebijakan Ammatoa dalam peningkatan kesejahteraan hidup warga masyarakat. Pengambilan keputusan dalam hukum adat Kajang harus mengacu pada pasang. Pasang

pengelolaan lingkungan serta sistem kepercayaan komunitas Ammatoa.” (wawancara 10 juni 2016)

Oleh karena itu kita dapat menarik kesimpulan bahwa komunitas Ammatoa tidak mengacu pada Al-Qur’an dan hadits sebagai pegangan aturan hidup beragama. Segala ketentuan mengenai perilaku beragama mengacu pada Pasang yaitu pesan leluhur yang berisi peraturan maupun prihal soal beribadah kepada Allah SWT.

Inti dari Pasang yang dikemukakan Ammatoa yaitu:

1. Anre’ nakkulle niganggu kepercayaanna taua (tidak boleh mengganggu kepercayaan orang lain).

2. Anre’ nakkulle abbur-bura, a’lukka na botoro (tidak boleh berbohong, mencuri dan berjudi).

3. Anre’ nakkulle ammuno paranta tau sikiddina anre palliliang (tidak boleh membunuh orang kecuali terpaksa tidak ada jalan lain untuk membela diri).

4. Parallu Sabbara (perlu bersikap sabar)

5. Parallui Tuna (harus sopan, atau rendah hati)

6. Parallui ni hargai paranta rupa tau (harus saling menghargai sesama manusia)

7. Parallui atunru na nibantu paranta rupa tau (harus patuh dan saling membantu sesama manusia)

dihargai peraturan pemimpin, serta adat Ammatoa) (wawancara, pada tanggal 15 juni 2016)

Sistem kepercayaan mereka adalah menekankan usaha untuk mengekang hawa nafsu (tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan orang lain), juga tidak merusak alam, menaati aturan-aturan pemimpin, jujur, tegas, sabar, merendahkan diri dan tidak cinta materi serta pasrah sepasrah-pasrahnya untuk mencapai tujuan keselamatan di hari akhirat.

Ketaatan mereka menjalankan prinsip Kamase-mase (hidup sederhana/hidup apa adanya) disebabkan oleh :

1. Mereka mempercayai bahwa apabila di dunia hidup sederhana maka kelak di akhirat akan mendapatkan kekayaan yang melimpah.

2. Adanya sanksi bagi yang tidak menjalankannya, sanksi yang dijatuhkan berupa sanksi biasa yaitu pengusiran keluar dari wilayah kawasan adat Ammatoa.

3. Mereka meyakini apabila tidak diterapkan hidup sederhana maka sanksi sakral akan menantinya yaitu ketika meninggal arwahnya akan ditolak oleh Tuhan.

Itulah yang kemudian menjadi prinsip keyakinan bagi komunitas Ammatoa sehingga menolak keras ide-ide dari luar yang berbau kemajuan

yang berwarna warni.

Pembatasan-pembatasan demikian di dalam sistem kepercayaan mereka mengakibatkan ketertinggalan di dalam beberapa segi seperti sosial, ekonomi, serta pendidikan. Ketinggalan itulah merupakan akibat langsung dari prinsip hidup Kamase-mase.

Hidup sederhana bagi komunitas Ammatoa dalam keyakinannya sebagai bentuk pengabdian diri kepada sang pencipta, apabila seseorang di dunia hidup penuh dengan kenikmatan maka kelak di akhirat akan mendapatkan kemiskinan.

Masyarakatn komunitas Ammatoa terkenal dengan keramahan dalam bertutur kata. Dari segi akhlak mereka sangat menjunjung tinggi nilai kesopanan dengan menjaga perilaku yang tidak terpuji seperti berbicara dengan kata-kata kasar, berjalan harus menundukkan kepala agar mata dapat terjaga dari pandangan hal-hal yang buruk.

C. Pemahaman KomunitasAmmatoa Terhadap Agama Islam

Masyarakat komunitas Ammatoa menganut agama Islam, seperti yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) walaupun dalam implementasinya mereka tidak melaksanakan sesuai dengan syariat Islam, namun keyakinan mereka terhadap agama Islam tidak mau disebut bukan Islam.

bahwa Islam berasal dari bahasa konjo yaitu dari kata Assi atau yang artinya isi atau kandungan. Dari pemahaman meraka tentang Islam sehingga komunitas Ammatoa meyakini bahwa semua yang dilakukan langsung pada isinya tanpa harus mendirikan syariatnya, seperti mendirikan shalat, mereka meyakini bahwa shalat yang mereka kerjakan langsung pada isinya tanpa harus melakukan gerakan shalat seperti takbiratul ikhram, ruku’, sujud dan seterusnya.

Dari hasil penelitian bahwa komunitas Ammatoa seluruhnya beragama Islam, terdapat 6 mesjid di Desa Tana toa dengan 1 langgar/mushalla, namun dari segi amalan dan ritual ibadah terjadi perbedaan antara masyarakat yang tinggal di dalam kawasan adat dan masyarakat yang tinggal di luar kawasan adat.

Masyarakat komunitas Ammatoa mengaku beragama Islam secara formal, tetapi dalam banyak hal mereka tidak menjalankan syariat Islam secara utuh, mereka tetap menjalankan ajaran-ajaran yang bersumber dari Pasang dan memberlakukan ketentuan-ketentuan adat yang ketat.

Sedangkan masyarakat yang tinggal di luar kawasan adat mengaku beragama Islam dan menjalankan syariat Islam secara utuh dan tidak terikat dengan ajaran Pasang.

Dari hasil wawancara dengan Puto Palasa (Ammatoa 2016) menuturkan bahwa manusia pertama di muka bumi adalah Ammatoa.

Ammatoa yang diciptakan oleh Allah (Tu Rie A’ra’na) yang pada waktu itu,

menjulang. Tempat itu menyerupai tempurung dan dinamakan Tombolo.

Tempat tersebut berada dalam kawasan adat Ammatoa.

Ketika air sudah surut maka negeri disekitar Tombolo semakin luas dan melebar. Negeri tempat turunnya manusia pertama oleh warga setempat dikenal dengan nama Pa’rasangan Ilau (kampung yang berposisi sebelah timur). Tanah yang mula-mula diciptakan oleh Allah dalam kepercayaan komunitas Ammatoa adalah Tanah Toa (Tanah Tua) tempat yang berada dalam kawasan adat Ammatoa. Oleh Allah kemudian diciptakan seorang perempuan pendamping Amma yang disebut dengan Anrong (Ibu) inilah yang kemudian menjadi cikal bakal manusia.

Kedatangan manusia pertama (Ammatoa) dan Ibu (Anrong) di bumi Tombolo. Dari Ammatoa dan Anrong ini kemudian melahirkan beberapa generasi di Tana Toa yang kemudian menyebar keberbagai daerah daratan lainnya. Disana membentuk komunitas dan pemerintahan tersendiri sama seperti yang dilakukan oleh Ammatoa.

Bersamaan diciptakan-Nya manusia kemudian menciptakan bahasa yang Menurut penuturan Puto Palasa (Ammatoa 2016) bahwa bahasa yang paling pertama diturunkan oleh Allah di muka bumi ini adalah bahasa Konjo yang menjadi bahasa Ammatoa. Setelah berpencarnya keturunan Ammatoa ke berbagai daerah sehingga timbullah berbagai macam bahasa seperti bahasa Arab, Cina dan lain-lain, yang pada

Bersamaan diciptakan-Nya manusia kemudian menciptakan bahasa yang Menurut penuturan Puto Palasa (Ammatoa 2016) bahwa bahasa yang paling pertama diturunkan oleh Allah di muka bumi ini adalah bahasa Konjo yang menjadi bahasa Ammatoa. Setelah berpencarnya keturunan Ammatoa ke berbagai daerah sehingga timbullah berbagai macam bahasa seperti bahasa Arab, Cina dan lain-lain, yang pada

Dokumen terkait