• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN HASIL TEMUAN

A. Interaksi Edukatif di Pondok Pesantren

3. Aktivitas Pembelajaran Pondok Pesantren

264

kitab klasik. Baik yang diformat dalam bentuk Dirosas Islamiyah maupun pengajian model salaf (bandongan dan sorogan);37 (b). Pendidikan akhlak (karakter), diwujudkan dalam bentuk mata pelajaran akhlak dan tasawwuf yang disampaikan melalui proses pembalajaran di kelas maupun pengajian,; dan (c). Pembelajaran al-Qur’an. Penilaian tingkah laku (akhlak) santri di masyarakat secara praktis pada biasanya dilihat dari kemampuan baca al-Qur’an dan cara menganlisis melalui kitab kuning terhadap berbagai persoalan yang ada di masyarakat. Kemudian diimplementasikan dalam bentuk ibadah ritual dan ibadah sosial dalam kehidupan masyarakat.38

Dari sini dapat dipahami, bahwa sebenarnya antara pondok pesantren yang satu dengan yang lainnya, terdapat persamaan atau paling tidak memiliki tujuan dan cita-cita yang sama. Perbedaannya hanyalah terletak pada cara dalam menyampaikan materi pelajaran dan core keilmuan dari kurikulum itu sendiri yang berdampak pada aktivitas pembelajaran yang dijalankannya. Sedangkan khazanah keilmuannya, sama-sama mengarah pada tiga hal pokok di atas.

3. Aktivitas Pembelajaran Pondok Pesantren

Komponen interaksi edukatif pondok pesantren berikutnya adalah aktivitas pembelajaran. Komponen ini tentu sangat erat kaitannya dengan kurikulum sebagai bahan yang akan diolah melalui aktifitas pembelajaran.

37Asmuki, Asmuki. Transformasi Pesantren Sukorejo, 176-177.

38Ibid.

265

Hasil temuan peneliti, aktifitas pembelajaran yang dijalankan, dapat dipetakan sebagai berikut :

PPSS Sukorejo Situbondo, menyelenggarakan aktifitas pembe-lajaran melalui lembaga pendidikan formal dalam bentuk satuan lembaga pendidikan mulai SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Madrasah dan Madrasah Diniyah.39Aktifitas pembelajaran model salaf (bandongan dan

sorogan) di bawah koordinasai lembaga pendidikan non formal (non klasikal). Hubungan sekolah umum, Madrasah Diniyah serta pengajian sorogan dan bandongan bersifat integrated-interkonektif. Intergrasi

tersebut tidak secara total, karena sekolah/madrasah secara kelembagaan dan akademik berafiliasi pada kebijakan pemerintah.

Tipologi PPSS dilihat dari aspek aktifitas pembelajarannya dengan mengacu pada pendapat M Bahri Ghazali dapat diketegorikan sebagai pondok pesantren Komprehensif, yaitu pondok pesantren yang menggabungkan antara sistem tradisional dan modern. Di dalamnya diterapkan pembelajaran kitab-kitab Islam klasik yang berbahasa Arab, dengan metode sorogan, bandongan dan wetonan. Namun secara reguler

39Murid (santri) yang sekolah pada lembaga pendidikan umum baik SD, SMP, SMA, SMK sampai

Perguruan Timggi, diwajibkan merangkap Madrasah Diniyah di pagi hari untuk memperdalam agama. Sedangkan kelas dan tingkatan madrasahnya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing murid. Meskipun di sore hari berada di SMA misalnya, bisa saja yang bersangkutan berada di madrasah diniyah ula (awal), tergantung kemampuan basic agamanya. Antara lembaga pendidikan umum (sore hari) dengan Madrasah Diniyah (pagi hari) masing-masing manajemen tersendiri, tetapi secara aturan pesantren antara keduanya saling memiliki keterkaitan dan saling melengkapi, dalam : Mudzakkir A. Fattah, Kepala Bidang Pendidikan, Wawancara, Situbondo : 15 Desember 2017.

266

sistem persekolahan juga dikembangkan. Bahkan pesantren jenis ini, tidak sedikit yang menyelenggarakan pendidikan keterampilan.40

Aktifitas pemebelajaran model pesantren salaf (sorogan,

bandongan dan halaqah) kemuadian diseimbangkan dengan sistem

pembelajaran modern (madarasah dan sekolah). Murid (santri) belajar ilmu umum yang kurikulumnya sesuai ketentuan kurikulum pemerintah di sore hari. Juga belajar ilmu agama di madrasah diniyah di pagi hari serta pengajian kitab bandongan dan sorogan di masjid, mushalla maupun di kamar-kamar. Perpaduan ini sejalan dengan tawaran konsep paradigma keilmuan “integratif-interkonektif,” yang digagas oleh Amin Abdullah. Sebelumnya Abdullah menawarkan paradigma “integratif” saja. Yakni keilmuan yang seolah-olah berharap tidak ada lagi ketegangan antara keilmuan agama dan umum. Dengan cara meleburkan dan melumatkan yang satu kedalam yang lainnya.41 Namun kemudian, ia melengkapinya dengan sebuah tawaran konsep yang lebih modest (mampu mengukur kemampuan sendiri), humility (rendah hati) dan

human (manusiawi) yaitu paradigna keilmuan “interkoneksitas”.42

Implementasi desain keilmuan seperti ini, dalam sebuah model pondok pesantren bukanlah hal yang mudah, karena warisan peradaban

40M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, 14.

41Dalam analisis Amin Abdullah meleburkan dua disiplim keilmuan (agama dan umum) itu apakah

dengan cara meleburkan sisi normativitas-sakralitas keberagamaan secara menyeluruh masuk ke wilayah “historisitas-profanitas”, atau sebaliknya membenamkan dan meniadakan seluruhnya sisi historisitas keberagamaan Islam ke wilayah normativitas-sakralitas tanpa reserve, baca : Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: vii.

42Ibid, baca juga Mardjoko Idris (ed), Implimentasi Paradigma Integrasi-Interkoneksi dalam

Penelitian 3 (tiga) Disertasi Dosen UIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta : Lemlit UIN. Sunan

Kalijaga), 39

267

Islam dikotomi pendidikan agama dan pendidikan umum (ilmu agama dan ilmu umum) masing-masing berdiri sendiri-sendiri tanpa merasa perlu bertegur sapa antara keduanya, menjadi kesulitan tersendiri. Bahkan hal ini telah berdampak secara struktural-politik, ditandai dengan berdirinya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama (dulu Depag) di awal kemerdekaan Republik ini. Terpisahnya dua Kementerian ini, khususnya dalam hal pendidikan, menambah sempurnanya dikotomi dimaksud.43Namun demikian, upaya yang dilakuakan PPSS Sukorejo Situbondo untuk mendekatkan kembali jurang pemisah antara keduanya, khususnya dalam wilayah sistem pendidikan semakin nampak nyata. Uuntuk itu, maka cukup beralasan secara akademik apabila PPSS Sukorejo Situbondo sebagai pondok pesantren dengan kategori komprehensif-interkonektif.

PPS Pasuruan, hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam, kitab kuning sebagai bahan ajarnya, melalui model pembelajaran bandongan dan sorogan sebagai aktifitas pembelajaran. Dilaksanakan di masjid, moshalla, kamar-kamar serta Madrasah Diniyah. Hubungan kegiatan

ma’hadiyah dan madrasiyah pengelolaannya bersifat integratif. Aktifitas

pemebelajaran yang paling utama adalah ngaji kitab kepada kiai. Madrasah (MMU), bukan sebagai pengembangan sistem pembelajaran pondok pesantren, tetapi sebagai sarana untuk mempermudah belajar

43Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: viii.

268

kitab, sehingga kemudian santri bisa mengikuti aktifitas pembelajaran utama yaitu mengaji pada kiai,44 dan sebagai alternatif kedua.

Fakta ini sesuai dengan pendapat Dhofier yang mengatakan pondok pesantren tipe lama (salaf) adalah pondok pesantren yang inti pendidikannya dititikberatkan pada pengajaran kitab-kitab klasik. Walaupun sistem madrasah diterapkan, namun tujuannya untuk memudahkan sistem sorogan dan bandongan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama. Atau dengan kata lain, sistem Madrasah Diniyah di pondok pesantren salaf ini tidak lain merupakan “sistem salaf yang dilaksanakan di dalam kelas.” Tipe ini tidak mengenalkan pengajaran pengetahuan umum.45

Namun demikian, proses pengelolaan, PPS telah terpola sesuai prinsip-prinsip manajemen modern. Romas menyebutnya dengan istilah pesantren progresif, yaitu pondok pesantren dimana dalam proses pengelolaan sehari-hari, telah terjadi pendistribusian tugas sesuai dengan prinsip-prinsip menejemen modern tadi pada pengurus dan pendukung maupun elemen-elemen pondok pesantren lainnya.46 Dengan demikian, maka Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan dapat dikategorikan sebagai pessantren “salaf-progresif”.

TMI al-Amien, menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk klasikal dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak

44Mas. Aminullah Bq, Wawancara, Sidogiri Pasuruan; 27 Juli 2017.

45 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: 76

46 Chumaidi Syarief Romas, Kekerasan di Krajaan Surgawi (Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2003),

46-47.

269

menerapkan kurikulum nasional. Hubungan madrasah dan pesantren serta pengelolaannya bersifat integrated, antara kegiatan madrasah dengan kegiatan pesantren.

Sebagai pesantren alumni Pondok Modern Gontor, terbawa model KMI Pondok Modern Gontor. Terinspirasi dari pemikiran KH. Imam Zarkasyi yang menganggap bahwa islam tidak memisahkan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Pengetahuan agama dan umum, tidak karena materinya, tapi karena perlakuan terhadap materi itu. Agama diterangkan dengan pelajaran umum dan pengetahuan umum diimbuhi dengan pelajaran agama di dalamnya. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan umum itu sebenarnya adalah bagian dari ilmu pengetahuan agama dan sama pentingnya.47

Untuk itu dapat difahami bahwa aktifitas pembelajaran yang dijalankan oleh TMI total “institution”, dengan epistimologi keilmuan paradigma khalaf-integratif, sesuai pendapat Amin Abdullah yang memandang keilmuan agama dan umum ibarat sebuah koin (mata uang) dengan dua permukaan. Hubungan antara kedua koin tidak dapat dipisahkan, tetapi secara tegas dan jelas dapat dibedakan. Hubungan keduanya teranyam, terjalin dan terajut sedemikian rupa, sehingga keduanya menyatu dalam satu keutuhan yang kokoh dan kompak. 48

47Mardiyah, Kepemimpinan Kiai, 467-468.

48Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,

2002), vii.

270

Azyumardi Azra menengarai perkembangan pesantren di atas, se-bagai akibat dari respon pesantren terhadap modernisasi pendidikan Islam dan perubahan sosial kemasyarakatan. Pengembangan yang dila-kukan kemudian mancakup hal-hal: (1). Pembaharuan substansi atau isi pendidikan pesantren dengan memasukkan subjek-subjek umum dan vokasional (2). Pembaharuan kelembagaan, seperti sistem klasikal dan penjenjangan; (3). Pembaharuan pengelolaan, seperti eskperimentasi dan

diversifikasi lembaga pendidikan Islam; (4). Pembaharuan fungsi, dari

fungsi kependidikan untuk juga mencakup fungsi sosial-ekonomi.49 Apapun kondisinya, setidaknya ada tiga fungsi pokok pesan-tren yang harus dijaga : (1). Transmisi pengetahuan Islam (transmission of islamic

knowledge); (2). Pemeliharaan tradisi Islam (maintenance of islamic tradition); (3). Pembinaan calon-calon ulama (reproduction of ulama).50