• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN HASIL TEMUAN

B. Pola Relasi Guru dan Murid Sebagai Implikasi Interaksi Edukatif

2. PP Sidogiri Pasuruan

289

Azyumardi Azra “menolak sambil mengikuti”.94

Sembari menolak beberapa tradisi yang dilakukan pesantren modern karena dianggap mengancam eksistensi tradisi pesantren salaf yang telah lama dibangun, tetapi ada proses adopsi terhadap hal-hal yang baik tanpa mengubah secara signifikan tradisi peantren salaf itu sendiri.95 Relasi moderasi yang dilakukan pesantren tipe (moderat) ini berpegang pada prinsip mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik, kemudian mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik.96 Juga sejalan prinsip ajaran islam wasaṭiyah,97 yang menjadi pegangan penganut Islam Ahlus al-Sunnah wa al-Jama>’ah, terutama kalangan warga Nahdlatul Ulama’

(NU).

2. PP Sidogiri Pasuruan

Hasil temuan peneliti di lapangan, menunjukkan bahwa kesadaran

94 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium

III (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), 121.

95 Ibid, 121-122.

96 Tradisi pesantren yang melakukan transformasi dalam pengelolaan lembaganya pada umumnya

didasarkan pada qoidah yang sering digunakan, yaitu :

آﻟ ﻈﻓﺎﺤﻤ ﻰَﻠَﻋ ﻰَﻠَﻋ ُﺬْﺧ َ ْﻻا َو ْﺢِﻟﺎﱠﺼﻟا ِﻢْﯾِﺪَﻗ ِﺪْﯾِﺪَﺟ ْﺢَﻠْﺻ َ ْﻻا

“memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”

97 Wasathiyah (Tawasuth) adalah suatu pola mengambil jalan tengah bagi dua kutub pemikiran

yang ekstrem (tatharruf): misalnya antara Qadariyah (free-william) di satu sisi dengan Jabariyah (fatalism) di sisi yang lain; skriptualisme ortodokos salaf dan rasionalisme Mu’tazilah; dan antara Sufisme Salafi dan Sufisme Falsafi. Pengambilan jalan tengah bagi kedua ekstrimitas ini juga disertai sikap al-iqtishad (moderat) yang tetap memberikan ruang dialog bagi pemikiran yang berbeda-beda. Pentingnya moderasi dituangkan dalam al-Qur’an.

اًﺪﯿِﮭَﺷ ْﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ ُلﻮُﺳ ﱠﺮﻟا َنﻮُﻜَﯾ َو ِسﺎﱠﻨﻟا ﻰَﻠَﻋ َءاَﺪَﮭُﺷ اﻮُﻧﻮُﻜَﺘِﻟ ﺎًﻄَﺳ َو ًﺔﱠﻣُأ ْﻢُﻛﺎَﻨْﻠَﻌَﺟ َﻚِﻟَﺬَﻛ َو ...

) ۱٤۳ (

“Dan demikian Kami telah jadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu

menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu...”(QS. Albaqoroh: 143) lihat, Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyim

Asy’ari tentang Ahul al-Sunnah wa al-Jama’ah, (Surabaya : Khalista & LTN PBNU, 2010), cet. 1,

61-66. Jika dikaitan dengan moderasi pesantren, maka yang dimaksud adalah mengambil jalan tengah pada penerepan pebdidikan salaf dan pendidikan modern. Sehingga keduanya saling melengkapi dan sama-sama penting dalam posisinya masing-masing.

290

dan kepatuhan santri terhadap apa yang telah disampaikan oleh guru sangat tinggi. Dalam kehidupan sehari-hari keta’dhiman santri terhadap guru dengan aura pesantren salaf senantiasa menghiasi kehidupan para santri.98 Penghormatan murid (santri) yang demikian ini, berkorelasi dengan cirikhas pesantren salaf, dimana Ta’li>m al-Muta’allim sebagai pegangan utama sudah diajarkan sejak awal dan difahami secara tekstual.99Keta’dhiman itu juga diwujudkan oleh santri berupa sikap kepatuhan terhadap aturan-aturan pesantren. Nasihat kiai (pengasuh) senantiasa diindahkan oleh para santri dalam melakukan interaksi edukatif, meskipun meraka tidak mendengarkan secara langsung dari kiai. 100

Kesempatan santri untuk berinteraksi langsung dengan kiai adalah saat mengikuti pengajian kitab di mushalla, karena relasi yang dibangun bersifat patronase pola berjenjang. Mulai dari santri, kemudian diatasnya kepala daerah, pengurus, Majlis Keluarga, kemudian baru kiai (pengasuh).101 Bahkan secara menejerial telah terjadi pembagian tugas secara proporsional.

Kepatuhan murid (santri) terhadap apa yang disampaikan guru karena mereka ingin mendapatkan ilmu yang manfaat barokah, sebagai

98 Mas Aminullah Bq, Wawancara, Sidogiri Pasuruan; 27 Juli 2017.

99Abd. Qodir, Kepala Madrasah Aliyah Miftahul Ulum PPS, Wawancara, Sidogiri Pasuruan : 27

Juli 2017. Hal ini juga dibenarkan oleh salah seorang alumni PPS yang bernama H. Irfan. saat ini H. Irfan menetap di Situbondo dan menjadi pengurus Rayon Alumni PPS Kabupaten Situbondo.

100 KH. Nawawi Abd. Djalil dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan, bahwa ; “saya

tidak akan menyanksi santri, terserah mau patuh atau tidak, santri sendiri yang tahu akibatnya. Bahkan sama anak-anak saya sendiri (keluarga pondok) juga sama, mau hilaf, jedeb terserah yang penting kalau nanti disuruh ngajar baca Fathul Wahab, Jam’ul Jawamik harus bisa.” Dalam : Mas Aminullah Bq, Wawancara, Sidogiri Pasuruan; 27 Juli 2017.

101 Ibid.

291

wujud dari manfaat berinteraksi dengan gurunya. Murid membutuhkan guru untuk meraih cita-citanya, sedangkan guru memiliki otoritas kekuasaan untuk mengantarkan mereka menuju tercapainya cita-cita. Dalam perspektif Syamsul Ma’arif, pola relasi yang seperti ini, murid dipersepsikan sebagai klien, sedangkan guru (kiai) sebagai patron.102 Dalam teori ekonomi dikatakan, terbangunnya jalinan kedekatan antara pihak yang menguasai sumber daya karena memberikan perlindaungan terhadap pihak lain “sebagai bawahanya”. Proses seperti ini biasanya dilandaskan pada tuntutan balas jasa. 103 Tesis ini sejalan dengan konsepsi relasi sosial patronase yang ditawarkan oleh James C. Scott, (baca :

patron-client). Ia mengatakan bahwa pola relasi patronase merupakan

aliansi dari dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat. Baik dari status sosial, peran sosial, maupun posisi sosial. Dalam hal ini patron diposisikan sebagai orang yang superior. Memiliki peran sosial untuk membantu klien-kliennya sebagai individu atau kelompok yang

inperior.104 Dasar dari relasi sosial patron-client adalah saling membu-tuhkan untuk dapat saling menjaga dan mempererat kedua belah pihak.105

Dari data-data temuan lapangan, ketika didiskusikan dengan beberapa teori yang telah dibangun oleh para ahli sebelumnya. Dapat

102 Syamsul Ma’arif, Pola Hubungan Ptron Client Kyai dan Santri di Pesantren, 293-294.

103 Hedi Shri Ahisma Putra, Minawang (Yogyakarta : UGM Press, 1988), 2.

104 James C. Scott, Moral Ekonomi Petani (Jakarta : LP3S, 1983), 14.

105 Muhammad Barir, Sejarah Kelas dan Masyarakat Egaliter Mendamaikan Ras, Patronasi,

Hingga Borjuis dan Proletar, dalam; https://www.academia.edu/22048541-/Sejarah-_Kelas_dan_Masyarakat-_Egaliter_Mendamaikan _Patronasi_Ras_hingga_Borju-is_dan_Proletar, diakses tangggal 7 Mei 2018

292

diambil suatu konklusi bahwa pola relasi sosial antara guru dan murid yang terbentuk melalui proses interaksi edukatif di PPS Pasuruan dapat dikategorikan sebagai pola relasi patronase. Namun demikian, bukan relasi sosial patronasi yang mengarah pada “paternalistic-feodalistik” yang sangat mendasarkan kehidupan pesantren pada nilai-nilai

sufistik-mistik semata, 106 melainkan mengarah pada pola

“patronase-organanisatoris-fungsional.” Karena, meskipun PPS sebagai pesantren

salaf telah melakukan pembagian tugas dengan baik dan terjadi penjenjangan dalam melakukan interaksi dari masing-masing komponen-komponen pesantren yang ada. Oleh karena itu, pengaruh kiai dalam kehidupan interaksi edukatif di pesantren, bukan sebagai kekuasaan absolut mutlak, karena telah ada proses pendistribuasian tugas dengan jelas dan proporsional.