• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyajian Utang Lancar Di Neraca

BAB VI AKUNTANSI UTANG LANCAR

D. Penyajian Utang Lancar Di Neraca

Dalam rangka mengefisienkan penggunaan kas, seringkali perusahaan melakukan pembelian secara kredit. Pembelian secara kredit memiliki keuntungan yakni perusahaan tidak perlu menyediakan modal kerja dalam jumlah yang relatif besar untuk memenuhi kebutuhan akan barang jasa untuk menjalankan kegiatan operasional usahanya.

Pembelian barang dagangan secara kredit umumnya dibayar dalam jangka waktu kurang dari satu periode akuntansi sehingga menimbulkan utang lancar.

A. DEFINISI UTANG LANCAR

Menurut PSAK No. 9. Paragraf 21 kewajiban(utang) jangka pendek adalah kewajiban yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan. Utang jangka pendek dapat dikelompokkan menjadi: a. Utang yang jumlahnya dapat dipastikan di muka, b. Utang yang jumlahnya tergantung kepada hasil produksi, c. Utang yang jumlahnya ditaskir.

Sedangkan menurut Haryono Jusup, kewajiban lancar adalah utang yang diharapkan akan dibayar (1) dalam jangka waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan (tergantung mana yang lebih panjang), dan (2) dengan menggunakan aktiva lancar yang ada atau hasil dari pembentukan kewajiban lancar yang lain.

B. JENIS UTANG LANCAR

Pembelian barang dan jasa yang dilakukan secara kredit dengan pembayaran dalam jangka waktu kurang dari satu periode akuntansi akan menimbulkan utang lancar. Jenis utang lancar terdiri dari:

1. Utang wesel

Pembelian secara kredit yang disertai dengan janji tertulis menimbulkan utang wesel. Utang wesel ada yang yang berbunga ada juga yang tidak berbunga. Jika utang wesel tidak berbunga, maka saat jatuh tempo jumlah yang dibayar sebesar nilai nominal utangnya.

a. Utang wesel berbunga

Pada tanggal 1 September 2014 UD Gargitha melakukan pembelian secara kredit dengan menandatangani sebuah wesel bernilai nominal Rp 75.000.000, bunga 13,5% per tahun, jangka waktu 6 bulan. Jurnal yang dibuat untuk mencatat utang wesel tersebut adalah

1 September 2014

Pembelian Rp 75.000.000 Utang wesel Rp 75.000.000 31 Desember 2014

Biaya bunga Rp 3.375.000 Utang bunga Rp 3.375.000 13.5%x4/12xRp 75.000.000

1 Januari 2015

Utang bunga Rp 3.375.000

Biaya bunga Rp 3.375.000 1 Februari saat wesel jatuh tempo Utang wesel Rp 75.000.000 Biaya bunga Rp 5.062.500

Kas Rp 80.062.500

b. Utang wesel tidak berbunga

Jika yang ditandatangani oleh UD Gargitha adalah wesel tanpa bunga, maka perusahaan penjual akan memotong diskonto tertentu. Misalnya pada tanggal 1 September 2014, di tanda

tangani wesel tanpa bunga dalam jangka waktu 6 bulan, maka nilai nominal wesel adalah Rp 80.062.500, namun nilai barang dan jasa yang diserahkan adlah Rp 75.000.000. Diskonto sebesar Rp 5.062.500 adalah bunga selama 6 bulan. Jumlah ini harus dialokasikan selama 6 bulan sejak wesel ditandatangani sampai dengan pelunasan. Untuk tahun 2014, karena waktunya 4 bulan, maka alokasinya hanya Rp 3.375.000 sisanya Rp 1.687.500 untuk tahun 2015. Jurnal yang dibuat oleh UD Gargitha adalah:

1 September 2014

Pembelian Rp 75.000.000

Diskonto utang wesel Rp 5.062.500

Utang wesel Rp 80.062.500

31 Desember 2014

Biaya bunga Rp 3.375.000

Diskonto utang wesel Rp 3.375.000 (mencatat amortisasi diskonto untuk 4 bulan) 1 Februari 2015

Utang wesel Rp 80.062.500

Kas Rp 80.062.500

(mencatat pelunasan utang wesel) 2. Utang pajak

Di Indonesia sistem pemungutan pajak yang berlaku adalah self assesment system yaitu wajib pajak menghitung dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya. Utang pajak yang harus dihitung dan dilaporkan baik bagi wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan adalah:

a. PPN Keluaran

Jika wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan bertindak selaku Pengusaha Kena Pajak (PKP) maka ketika menyerahkan Barang/Jasa Kena Pajak, wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang disebut dengan PPN Keluaran. PPN tersebut kemudian di laporkan dan disetorkan ke kas negara, dimana jumlahnya 10% dari BKP/JKP yang diserahkan.

Contoh PT WGAH menyerahkan BKP kepada pembeli dengan harga Rp 25.000.000 belum termasuk PPN, jurnal untuk mencatat penyerahan BKP tersebut adalah

Kas Rp 27.500.000

Penjualan Rp 25.000.000 Utang PPN Rp 2.500.000

Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, pada saat dilakukan pelaporan PPN maka jurnal yang dibuat adalah

Utang PPN Rp 2.500.000

Kas Rp 2.500.000

b. PPh Badan

Terdapat dua ketentuan pajak penghasilan untuk wajib pajak badan. Bagi wajib pajak badan yang memiliki peredaran bruto se tahun di bawah Rp 4.800.000.000 pertahun maka tarif PPh nya adalah 1% dari peredaran bruto. Sedangkan bagi yang memiliki peredaran bruto Rp 4.800.000.000 ke atas, maka PPh terutangnya dihitung dari Penghasilan Kena Pajak (PKP)nya.

Setelah jumlah pajak terutang diketahui maka jurnal untuk mencatat utang pajak tersebut adalah:

Beban pajak xxx

Utang PPh xxx

Pembayaran utang pajak pada bulan berikutnya dicatat dengan jurnal:

Utang PPh xxx

Kas xxx

c. PPh Karyawan

Utang pajak atas penghasilan karyawan timbul pada saat pembebanan beban gaji. Pada saat perusahaan memperhitungkan beban gaji dan utang pajak atas penghasilan karyawannya, maka jurnal yang dibuat adalah:

Beban gaji dan upah xxx

Utang gaji dan upah xxx Utang PPh karyawan xxx

(jurnal untuk mencatat pembebanan gaji dan upah) Pada saat pembayaran gaji jurnalnya adalah:

Utang gaji dan upah xxx

Kas xxx

(mencatat pembayaran gaji)

Jika pajak penghasilan karyawan yang dipotong disetorkan ke kas negara, maka jurnalnya adalah:

Utang PPh karyawan xxx

Kas xxx

3. Utang dividen

Dividen adalah pembagian keuntungan kepada pemilik saham.

Dividen terutang pada saat dilakukan pengumuman pembagian dividen. Misalnya pada tanggal 31 Desember 2014, PT WGAH mengumumkan pembagian dividen Rp 2.000 per lembar saham, dengan jumlah saham yang beredar 15.000 lembar. Dividen akan dibayarkan tanggal 1 Februari 2015. Jurnal untuk mencatat pengumuman dan pembayaran dividen adalah sebagai berikut:

31 Desember 2014

Laba ditahan Rp 30.000.000

Utang dividen Rp 30.000.000 1 Februari 2015

Utang dividen Rp 30.000.000

Kas Rp 30.000.000

4. Utang garansi

Utang garansi terjadi ketika perusahaan menjual produk yang disertai dengan jaminan garansi atas produk yang dijual tersebut.

Utang garansi dicatat pada periode terjadinya penjualan dengan mendebet akun biaya garansi dan mengkredit akun utang garansi.

Misalnya Tahun 2014 Ganendra elektrik menjual 2.000 unit barang-barang elektronik dengan harga rata-rata Rp 250.000 per unit. Harga jual ini meliputi garansi satu tahun untuk suku cadang.

Di perkirakan bahwa 2% produk akan rusak dengan menggunakan biaya reparasi Rp 40.000 per unit. Di tahun penjulan perusahaan telah menerima klaim garansi sebanyak 10 buah produk dan mereparasinya dengan biaya sebesar Rp 400.000. Tanggal 31 Desember 2014, perusahaan perlu menaksir biaya garansi yang mungkin dikeluarkan di tahun 2015 yang berasal dari penjualan tahun 2014. Perhitungannya sebagai berikut:

Penjualan 2.000 unit

Persentase taksiran yang rusak 2%

Jumlah taksiran yang rusak 40 unit Jumlah unit rusak yang sudah direparasi 10 unit Jumlah unit yang akan direparasi 30 unit Taksiran biaya reparasi per unit Rp. 40.000 Taksiran utang garansi Rp 1.200.000 Jurnal yang dibuat oleh Ganendra Elektrik adalah:

Tahun 2014

Kas Rp 500.000.000

Penjualan Rp 500.000.000

(mencatat penjualan 2.000 unit produk dengan harga Rp 250.000 per unit)

Biaya garansi Rp 400.000

Persediaan suku cadang/utang gaji Rp 400.000 (mencatat biaya garansi yang telah terjadi)

31 Desember 2014

Biaya garansi Rp 1.200.000 Utang garansi Rp 1.200.000 (mencatat taksiran utang garansi)

Pada laporan laba rugi tahun 2014 besarnya biaya garansi yang dilaporkan adalah Rp 1.600.000 yang merupakan bagian dari biaya pemasaran.

Tahun 2015, realisasi klaim garansi bisa jadi lebih kecil atau lebih besar dari yang diperkirakan. Selisih biaya garansi yang sesungguhnya dengan yang diperkirakan dicatat dalam akun keuntungan atau kerugian atas biaya garansi.

5. Pendapatan diterima dimuka

Penerimaan kas sebelum barang/jasa diserahkan menimbulkan utang yang disebut pendapatan diterima dimuka.

Misalnya hotel atau penginapan yang menerima uang muka sebelum tamunya menggunakan fasilitas perusahaan. Demikian juga dengan perusahaan furniture atau konveksi ataupun jenis usaha lainnya, mungkin menerima pembayaran dimuka sebelum barang/jasa diserahkan. Pencatatan atas penerimaan pendapatan dimuka dan penyelesaiannya adalah sebagai berikut:

a. Apabila perusahaan menerima pembayaran dimuka dari pembeli, maka dijurnal dengan mendebet Kas dan mengkredit Pendapatan diterima dimuka

b. Apabila barang atau jasa telah diserahkan maka dijurnal dengan mendebet Pendapatan diterima dimuka dan mengkredit Pendapatan.

Contoh Tanggal 12 April 2014, UD Ananta Furniture menerima pesanan 500 buah meja belajar dengan harga Rp 75.000 per buah. Pelanggan membayar uang muka pada tanggal tersebut 10% dari nilai pesanan. Tanggal 12 Mei pesanan diserahkan dan UD Ananta menerima pelunasan dari pelanggan. Jurnal yang dibuat oleh UD Ananta Furniture adalah:

12 April 2014

Kas Rp 3.750.000

Pendapatan diterima dimuka Rp 3.750.000*

12 Mei 2014

Kas Rp 33.750.000

Pendapatan diterima dimuka Rp 3.750.000

Pendapatan Rp 37.500.000

Atau

Pendapatan diterima dimuka Rp 3.750.000

Pendapatan Rp 3.750.000

Kas Rp 33.750.000

Pendapatan Rp 33.750.000

*500 unitxRp 75.000 = Rp 37.500.000

DP 10% = Rp 3.750.000 -

Jumlah diterima saat pelunasan = Rp 33.750.000

6. Bagian dari utang jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun ini Kebutuhan perusahaan akan dana dalam jumlah yang besar, dapat dipenuhi dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan meminjam uang di bank dalam bentuk kredit jangka panjang dengan jangka waktu lebih dari satu tahun.

Bagian dari utang jangka panjang yang jatuh tempo tiap tahunnya merupakan utang jangka pendek atau utang lancar.

Misalkan Klinik wiweka meminjam uang di BNI sejumlah Rp 100.000.000 dengan jangka waktu 5 tahun. Pembayaran pokok pinjaman Rp 20.000.000 disertai dengan bunga merupakan utang lancar.

C. UTANG KONTINJENSI

Kontinjensi atau lebih dikenal dengan peristiwa atau transaksi yang mengandung syarat merupakan transaksi yang paling banyak ditemukan dalam kegiatan bank sehari-hari. Kontinjensi yang dimiliki oleh suatu bank dapat berakibat tagihan atau kewajiban bagi bank yang bersangkutan.

PSAK No. 31 mengatur akuntansi untuk transaksi kontinjensi dalam suatu perusahaan. Istilah kewajiban bersyarat digunakan untuk menyatakan kewajiban yang kemungkinan timbulnya tergantung pada terjadi atau tidaknya satu peristiwa di masa yang akan datang.

Dengan demikian pada tanggal neraca belum terdapat kepastian mengenai ada tidaknya kewajiban tersebut. Kontinjensi adalah suatu keadaan yang masih diliputi oleh ketidakpastian mengenai kemungkinan diperolehnya laba atau rugi oleh suatu perusahaan,

yang baru akan terselesaikan dengan terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di masa yang akan datang. Transaksi yang bersifat kontinjensi (bersyarat) ini belum mengikat bank untuk melakukan tagihan ataupun kewajiban riil saat ini, akan tetapi secara antisipatif kontinjensi tersebut akan menjadi kewajiban atau tidak sangat tergantung terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang berkaitan dengan kontinjensi ini di masa yang akan datang.

D. PENYAJIAN UTANG LANCAR DI NERACA

Dalam laporan keuangan neraca utang lancar disajikan dengan cara:

1. Dilaporkan pada sisi sebelah kanan neraca,

2. disajikan sesuai likiuditasnya, sama seperti aktiva, hutang lancar yang dapat dengan segera dibayar maka disajikan dalam urutan yang paling atas,

3. utang terhadap perusahaan afillasi, pemegang saham, karyawan perusahaan harus dipisahkan dari hutang kepada pihak ketiga yang independent,

4. aktiva yang dijaminkan dalam penarikan utang lancar harus diungkapkan dalam laporan keuangan,

5. utang bersyarat harus dijelaskan di dalam neraca, Rangkuman

1. Menurut PSAK No. 9. Paragraf 21 kewajiban(utang) jangka pendek adalah kewajiban yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan. Utang jangka pendek dapat dikelompokkan menjadi: a. Utang yang jumlahnya dapat dipastikan di muka, b. Utang yang jumlahnya tergantung kepada hasil produksi, c. Utang yang jumlahnya ditaskir.

2. Jenis utang lancar terdiri dari:

a. Utang wesel b. Utang pajak c. Utang dividen d. Utang garansi

e. Pendapatan diterima dimuka

f. Bagian dari utang jangka panjang yang jatuh tempo saat ini

3. Istilah kewajiban bersyarat digunakan untuk menyatakan kewajiban yang kemungkinan timbulnya tergantung pada terjadi atau tidaknya satu peristiwa di masa yang akan datang. Dengan demikian pada tanggal neraca belum terdapat kepastian mengenai ada tidaknya kewajiban tersebut.

4. Ketentuan tentang penyajian utang lancar dineraca adalah: disajikan disisi kanan neraca, sesuai dengan urutan pelunasannya, utang kepada pihak yang independent, harus dipisahkan dengan pihak yang tidak independent, aktiva yang dijaminkan untuk penarikan utang lancar harus diungkapkan dan utang bersyarat harus dijelaskan dalam neraca.

Bahan Diskusi

1. Jelaskan bagaimana pencatatan yang dilakukan atas pendapatan diterima dimuka.

2. Jelaskan langkah-langkah untuk menghitung taksiran utang garansi 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan utang kontinjensi

4. Jelaskan bagaimana pencatatan atas utang dividen Latihan Soal

1. Buat jurnal untuk mencatat transaksi-transaksi PT Gargitha berikut ini:

01-10-2014 Membeli mesin dari Toko Egar dengan harga perolehan Rp 30.000.000, dengan ketentuan 25% dibayar tunai dan sisanya dibayar dengan menerbitkan wesel jangka waktu 5 bulan bunga 11%

per tahun

31-12-2014 Mencatat pengakuan utang bunga wesel 01-02-2015 Melunasi utang wesel beserta bunganya

2. PT Karuna menjual barang dagangan dengan memberikan garansi selama 1 tahun. Berikut adalah data yang berhubungan dengan penjualan dan taksiran utang garansi tahun 2014.

Saldo taksiran1 Desember 2013 Rp 8.500.000

Penjualan tahun 2014 Rp 265.000.000 Biaya garansi yang dikeluarkan tahun 2014 Rp 7.125.000

Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya 5% dari nilai penjualan akan dikeluarkan untuk biaya garansi dan perusahaan memutuskan bahwa taksiran tersebut masih layak untuk dipergunakan sebagai dasar dalam memperkirakan biaya garansi yang akan dikeluarkan perusahaan.

Diminta:

a. Hitunglah taksiran biaya garansi yang harus dibentuk perusahaan pada tanggal 31Desember 2014

b. Buat jurnal untuk mencatat transaksi 1). Pengeluaran biaya garansi tahun 2014

2). Pembentukan taksiran biaya garansi tanggal 31 Desember 2014 3. Pada tanggal 2 Januari 2015 UD Ganendra meminjan uang di BRI sebanyak Rp 300.000.000 dengan bunga 11% per tahun menurun, dengan biaya provisi 2% dan asuransi 1%. Pembayaran pokok pinjaman per tahun Rp 60.000.000 disertai bunga dilakukan sejak 2 Januari 2016 sampai dengan 2 Januari 2020.

Diminta:

a. Buat jurnal tanggal 2 Januari 2015 dan 2016.

b. Bagaimana UD Ganendra menyajikan utang tersebut di Neraca per 31 Desember 2015 dan 2016?

4. Berikut ini adalah transaksi-transaksi yang berhubungan dengan utang wesel PT WGAH:

01.04.14 Membeli peralatan kantor dengan harga perolehan Rp 10.000.000 dengan syarat 2/10,n/30.

10.04.14 Melunasi 50% utang pembelian peralatan kantor tanggal 1 April.

30.04.14 Sisa utang pembelian peralatan tanggal 01.04.14 dilunasi dengan cara menerbitkan wesel jangka waktu satu tahun, bunga 13% dibayar saat wesel jatuh tempo.

31.12.2014 Mencatat pengakuan utang bunga wesel

30.04.15 Melunasi utang wesel beserta bunganya.

Diminta: buat jurnal untuk mencatat transaksi tersebut.

BAB VII

AKUNTANSI UTANG OBLIGASI

Tujuan pembelajaran

Setelah mempelajari bab ini anda diharapkan mampu memahami:

A. KARAKTERISTIK UTANG OBLIGASI B. JENIS-JENIS OBLIGASI

C. AKUNTANSI OBLIGASI

Kebutuhan dana dalam jumlah yang besar, misalnya untuk investasi pada aktiva tetap, keperluan ekspansi menyebabkan perusahaan mendanai kebutuhan dananya dengan menggunakan utang jangka panjang.

Utang jangka panjang merupakan utang yang pelunasannya dilakukan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun atau pelunasannya dengan menggunakan dana yang bukan dari aktiva lancar. Utang jangka panjang dapat berbentuk utang kredit bank jangka panjang, utang wesel jangka panjang dan utang obligasi.

A. KARAKTERISTIK UTANG OBLIGASI

Perusahaan yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT), khususnya PT terbuka (Tbk) memenuhi kebutuhan dananya yang sangat besar dengan menerbitkan surat berharga/sekuritas.

Selain surat berharga berupa saham, surat berharga yang umum diterbitkan adalah obligasi. Terdapat beberapa keuntungan bagi debitur memenuhi kebutuhan dananya dengan memilih menerbitkan obligasi dibandingkan dengan menerbitkan saham, karena obligasi memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Surat berharga obligasi merupakan surat berharga bersifat utang, artinya pihak yang menjual/menerbitkan obligasi atau yang disebut emiten memiliki utang kepada pihak yang membeli/memegang obligasi atau yang disebut investor.

Hubungan antara penjualan dengan pembeli adalah hubungan

utang piutang.

2. Pemilikan obligasi tidak menimbulkan hak suara dalam pengelolaan dalam manajemen perusahaan.

3. Pemilik obligasi akan mendapat keuntungan yang bersifat relatif tetap tergantung dari metode pembayaran bunganya, sedangkan jika membeli saham mendapatkan diviven yang relatif tidak tetap karena dividen yang dibayarkan tergantung dari laba perusahaan.

4. Beban bunga yang dibayarkan oleh pihak penjual obligasi dapat dikurangkan dari perhitungan laba, sehingga jumlah pajak menjadi lebih kecil, sedangkan dividen tidak bisa dikurangkan dalam menghitung laba.

Dengan demikian perbedaan obligasi dengan saham adalah sebagai berikut:

Letak perbedaan

Obligasi Saham

Sifat Utang Kepemilikan

Hak suara

B. JENIS-JENIS OBLIGASI

Obligasi yang diterbitkan oleh emiten jenisnya beragam, sesuai dengan keinginan emiten. Jenis-jenis obligasi, dilihat dari berbagai segi antara lain:

1. Ditinjau dari segi peralihan:

a. Obligasi atas unjuk/bearer bonds

Obligasi ini tidak memiliki nama sehingga mudah untuk dialihkan kepada pihak lain.

b. Obligasi atas nama/registered bonds

Merupakan obligasi yang mencantumkan nama pemiliknya, sehingga memerlukan persyaratan dan prosedur tertentu untuk pengalihannya.

2. Ditinjau dari segi jaminan:

a. Obligasi dengan jaminan/secured bonds

Merupakan obligasi yang dijamin dengan jaminan tertentu yang dapat berbentuk surat-surat atau aktiva tetap.

b. Obligasi tanpa jaminan/unsecured bonds

Yakni obligasi yang hanya disertai jaminan kepercayaan.

3. Ditinjau dari segi cara penetapan dan pembayaran bunga:

a. Obligasi dengan bunga tetap

Merupakan obligasi yang memberikan bunga tetap selama periode tertentu/flat rate.

b. Obligasi dengan bunga tidak tetap

Merupakan obligasi yang memberikan bunga tidak tetap, bisa menurun/sliding rate atau mengambang/floating rate.

c. Obligasi tanpa bunga

Yaitu obligasi yang tidak memberikan bunga kepada pemegangnya, keuntungannya diharapkan dari selisih antara nilai pembelian dengan nilai pada saat jatuh tempo.

4. Ditinjau dari segi penerbit:

a. Obligasi oleh pemerintah

Merupakan obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah atau perusahaan pemerintah.

Obligasi ini disebut juga surat utang negara/SUN.

b. Obligasi oleh swasta

Merupakan obligasi yang diterbitkan oleh pihak swasta.

5. Dilihat dari tanggal jatuh temponya a. Obligasi ber seri

Yaitu obligasi yang terdiri atas beberapa seri dengan tanggal jatuh tempo yang berbeda-beda.

b. Obligasi sinking fund

Yaitu obligasi yang memiliki tanggal jatuh tempo yang sama.

C. AKUNTANSI OBLIGASI

Akuntansi obligasi meliputi perhitungan dan pencatatan harga obligasi, pembelian, penerimaan bunga, bunga berjalan, penyesuaian atas bunga berjalan, penerimaan pelunasan, pelepasan dan penyajian utang obligasi di neraca. Berikut dibahas secara lengkap mengenai hal tersebut.

1. Harga obligasi

Harga bligasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu nilai nominal obligasi, suku bunga nominal, suku bunga efektif, periode pembayaran bunga dan tanggal jatuh tempo. Harga obligasi merupakan nilai tunai bunga yang diterima investor selama jangka waktu investasi ditambah nilai tunai obligasi yang akan diterima pada tanggal jatuh tempo. Adapun rumus untuk menghitung harga obligasi adalah sebagai berikut:

SBNxNN SBNxNN (SBNxNN) + N Harga obligasi pada tahun 0 = + + ...

(1+SBE)1 (1+SBE)2 (1+SBE)n

Keterangan:

SBN = suku bunga nominal per periode, yaitu suku bunga yang tercantum pada sertifikat obligasi.

SBE = suku bunga efektif per periode, yaitu suku bunga yang berlaku dipasar modal.

NN = nilai nominal N = periode ke n Contoh

Pada tanggal 2 Januari 2015 PT WGAH membeli obligasi PT Wahyu, nominal Rp 100.000.000. Bunga 13% dibayar tiap

tanggal 2 Januari. Jatuh tempo 2 Januari 2020. Suku bunga efektif 10%. Berapa harga obligasi?

13% x Rp 100.000.000 13% x Rp 100.000.000

Harga obligasi 2 jan 15= + --- +

(1+0,1)1 (1+0,1)2

= 13% x Rp 100.000.000 13% x Rp 100.000.000

+ ---- +

(1+0,1)3 (1+0,1)4

= 13% x Rp 100.000.000 Rp 100.000.000

- +

(1+0.1)5 (1+0.1)5

= Rp 111.372.360

Harga obligasi bisa di atas nilai nominal, di bawah nilai nominal dan sama dengan nilai nominal. Jika suku bunga nominal lebih tinggi daripada suku bunga efektif, maka obligasi laku di Pasar Modal di atas nilai nilai nominal, dan sebaliknya. Jika suku bunga nominal sama dengan suku bunga efektif maka harga obligasi sama dengan nilai nominalnya.

2. Pembelian

Pencatatan pada saat pembelian obligasi yakni dengan mendebet akun Investasi obligasi dan mengkredit kas sebesar harga perolehannya. Harga perolehan merupakan harga beli ditambah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pembelian obligasi seperti komisi dan biaya administrasi.

Dalam hal terjadi bunga berjalan, maka bunga berjalan tidak termasuk harga perolehan obligasi.

Contoh

Tanggal 2 Januari 2015, PT Karuna membeli obligasi PT sasa, nominal Rp 150.000.000. Bunga 11% dibayar setahun sekali tiap 2 Januari. Kurs obligasi 104%. Komisi dan biaya administrasi Rp 2.0000.000.

Transaksi pembelian dicatat oleh PT Karuna dengan jurnal sebagai berikut:

Investasi obligasi Rp 158.000.000

Kas Rp158.000.000

Perhitungan:

Kurs obligasi 104/100xRp 150.000.000 = Rp 156.000.000 Komisi dan biaya administrasi = Rp 2.000.000+

Harga perolehan = Rp 158.000.000

3. Penerimaan bunga

Tanggal 2 Januari 2016, PT Karuna memperoleh bunga atas invetasinya pada PT Sasa. Jumlah bunga yang diperoleh adalah 11% x Rp 150.0000.000=Rp 16.500.000

Jurnal untuk mencatat penerimaan bunga adalah Kas Rp 16.500.000

Pendapatan bunga obligasi Rp 16.500.000 4. Bunga berjalan

Pembayaran bunga obligasi tidak selalu dilakukan sekali dalam setahun, namun dapat juga tiga kali atau dua kali dalam setahun, karena demikian maka sangat mungkin terjadi tanggal pembayaran bunga tidak bersamaan dengan tanggal transaksi baik pembelian maupun penjualan obligasi.

Perbedaan tanggal pembayaran bunga dengan tanggal transaksi disebut dengan bunga berjalan. Periode bunga berjalan adalah sejak tanggal pembayaran bunga terakhir sampai dengan tanggal transaksi berikutnya.

Dalam menghitung harga perolehan obligasi, bunga berjalan tidak boleh disertakan sebagai penambah harga perolehan, karena bunga berjalan yang dibayar oleh investor akan diterima kembali pada tanggal pembayaran bunga.

Contoh

PT Anita membeli obligasi PT Ananta pada tanggal 1 April 2014. Bunga obligasi 11% per tahun tiap 1 Mei dan 1 Oktober, nominal Rp 200.000.000 kurs 103%. Biaya komisi dan administrasi Rp 2.500.000, jangka waktu 5 tahun.

Perhitungan jumlah kas yang harus dibayar oleh investor

sebagai berikut:

Kurs obligasi 103%x Rp 200.000.000 = Rp 206.000.000 Komisi dan administrasi = Rp 2.5000.000+

Harga perolehan obligasi = Rp 208.500.000 Bunga berjalan 6 bulan (1 Okt-1 Apr)

(6/12x11%xRp 200.000.000) = Rp 11.000.000+

Jumlah kas yang harus dibayar = Rp 219.500.000 Bunga berjalan sebesar Rp 11.000.000 meskipun pengeluaran yang terjadi pada saat memperoleh obligasi, namun bunga berjalan tersebut tidak boleh menambah harga perolehan obligasi, karena pada tanggal 1 Mei PT Anita akan memperoleh pendapatan bunga yang jumlahnya termasuk pengembalian bunga pada saat obligasi diperoleh.

Bunga berjalan dapat dicatat sebagai piutang bunga atau

Bunga berjalan dapat dicatat sebagai piutang bunga atau