• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT LOKAL AKAN

A. Pandangan Masyarakat Lokal akan Kehadiran PT Chevron

4. Alasan Masyarakat Lokal melakukan Aksi

Perusahaan

Demo terakhir pada Rabu 19 Januari 2011 yang dilakukan oleh warga masyarakat Pasirwangi adalah ketika warga menuntut dan mempertanyakan bantuan Chevron Geothermal Indonesia Ltd (CGI) untuk pembangunan Masjid Besar Pasirwangi yang terkatung-katung 7 tahun sejak 2004. Sejumlah warga mendatangi kantor CGI dengan membentangkan spanduk dan menutup jalan masuk.

Sekitar bulan Agustus 2010 kembali warga Pasirwangi mendatangi DPRD kabupaten Garut. Demostrasi berkaitan dengan tuntutan warga yang mengatasnamakan Paguyuban Masyarakat Pasirwangi Bersatu (PMPB), termasuk 12 Kepala Desa di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut menghujat dan mengecam keras PT. Chevron, Indonesia Power dan Pertamina. Mereka menilai terdapat kejanggalan yang dilakukan oleh ketiga perusahaan, atau tidak sesuai dengan yang diamanatkan UU No. 40/2007 dan UU No. 27/2003. Mereka menuntut transparansi dan kejelasan royalty (bagi hasil), 90 persen tenaga kerja diprioritaskan putra daerah, realisasi dana CSR/

community development (CD) untuk rakyat, juga mendesak Pemkab garut mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda). Khusus tentang kecamatan penghasil (Pasirwangi), dengan presentase 12 persen untuk daerah (kecamatan) dana dana perimbangan yang diperoleh Pemkab Garut. Ketiga perusahaan tersebut juga dituntut menggunakan pola manajemen profesional, proporsioanl dan efektif serta pro rakyat.

Selasa 12 Agustus 2008, sekitar 80 karyawan PT. Chevron Geothermal Indonesia (CGI) yang berada dalam dua bus dan empat

150

mobil minibus disandera ratusan pendemo, yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Pemudi Samarang (GPPS). Demo yang dilakukan ratusan warga Kecamatan Samarang tersebut menuntut PT. CGI agar memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Pendemo menuntut pemerataan kesejahteraan dan meminta penjelasan mengenai program

community development yakni pembangunan terhadap masyarakat, pada hal perusahaan tersebut mengkesploitasi hasil di Kabupaten Garut.

“2008, 2009 gitu nya. 2008 terakhir demo. Anu paling kritis mah didieu, barudak dideu (desa Karyamekar). Ayeuna mun urang nu barodo rek naon demo mah, orientasina naon rek ka

Chevron teh, ka Chevron, terus cek Chevron naon kadieu?”, mun orang bodo mah aah. Lamun urang radapinter mah, geus diperhitungkeun nya. Jadi udah ada kitu nya. Paling oge nya anu masyarakat anu teu terlalu rumit dasar pemikirana ketika ada demo teh masyarakat anu rada beringasan. Jadi bisa

disebut ada dua golongan. Ada golongan orang berintelek, ada golongan biasa. Nah paling nu biasa mah anu simpel-simpel wae mereunan, kayak sarana ibadah nya, kalo bergerak di bidang pendidikan mah kan agak rumit. Dasar apa ceuk

Chevron teh bisa kieu kieu kieu..!. Perlu konseptor anu jernih mereun nya. Ya paling masyarakat anu biasa-biasa hoyong anu simpel, yang penting menikmati semua masyarakatna. Kaya

sarana mesjid kan gitu; kayak air, bak kontrol kayak gitu, kayak jalan kan fisik. Kurang lah sementara ini mah ke sosial... kurang. (TP 4)

Penjelasan informan mengenai aksi demo di tahun 2008 dan 2009 dianggap yang paling kritis. Lebih lanjut informan mengatakan bahwa masyarakat terbagi menjadi dua golongan yaitu masyarakat yang berpendidikan dan masyarakat biasa. Bagi masyarakat biasa, mereka tidak berharap banyak tetapi yang jelas saja pemanfaatannya, seperti sarana ibadah, air bersih dan jalan.

151

Namun dalam dua tahun terakhir ini, relatif tidak terdapat aksi masyarakat kepada PT. CGI, sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang informan di bawah ini.

“kalau dulu mah ada, baru-baru 2-3 tahunan mah suka ada

demo. Jadi dulu mah kalau kita mengajukan lalu tidak direalisasikan langsung didemo. Kalau untuk warga mah hasil dari demo itu ada keuntungannya, ada kerugiannya. Nah kalau sekarang mah ya sudah tidak ada demo. Sekitar 2-3 tahun kebelakang mah alhamdulillah tidak pernah ada demo. “ya itu mah paling demo-demo untuk menuntut lapangan pekerjaan. Ya pokoknya kalau demo yang paling fatal itu ya dimasalah tenagakerja. Dari sekecamatan paling banyak demo ya masalah

tenaga kerja” (TM 4).

Beragam isyu sesungguhnya dapat menjadi pemicu munculnya demo atau aksi masyarakat lokal kepada PT. CGI. Bahkan tidak jarang aksi demo tersebut dilakukan untuk menuntut sesuatu kepada PT. CGI. Apabila setelah demo atau aksi masyarakat dilakukan, kemudian masyarakat mendapatkan apa yang dituntutnya, maka bagi sebagian masyarakat hal tersebut bukanlah bantuan. Seperti halnya isyu lingkungan yang menjadi pemicu demo dikemukakan oleh salah seorang informan bahwa:

“...sering. Orang dieu mah sering demo mah. Soalna dirugikeun

pisan ku Chevron teh nya. Tanah na atuh ku manehna, iyeu teh

sawah hungkul aslina mah ka palih wetan. Ayeuna mah tos gararing, ...jadi air teh diambil ku perusahaan, tapi klaim perusahaan mah tidak mengambil. Tapi sebenernya diambil. Namanya turbin nya, teu pake air nya meledug. tina pusat na, tina sumber air bersih teh diambil ku perusahaan. ... air bersih mah eta sanes bantuan. Menang menta atuh eta mah” (WM 1) Data tersebut menunjukkan sifat dinamis hubungan antara masyarakat dengan PT. CGI yang bersifat fluktuatif, kadang naik

152

kadang turun. Nampaknya PT. CGI mencoba belajar dari situasi hubungan sebelumnya yang lebih banyak demo tuntutan masyarakat sekitar, kemudian mencoba membangun komunikasi dan kemitraan baru berdasarkan situasi sebelumnya. PT. CGI mengembangkan local bussiness development (LBD), yaitu menjalin mitra dengan perusahaan-perusahaan lokal yang memiliki badan usaha CV atau persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap). Melalui LBD yang sesuai klasifikasi PT. CGI maka penyerapan tenaga lokal dapat terjadi. Masyarakat lokal pun didorong untuk mengembangkan perusahaan dengan kualifikasi minimal (CV), agar dapat mengikuti tender proyek-proyek terbatas di PT. CGI. Sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang informan, yaitu:

Tapi rasa saya mah dari dulu kan saya kenal dengan Chevron kalau dari usaha mah Chevron kan ada dari masyarakat perusahaan lokal istilahnya teh ditampung di LBD (local bussiness development), LBD itu seperti perusahaan- perusahaan lokal seperti anak saya itu bikin usaha, kadang- kadang dapet tender dari wilayah-wilayah setiap desa ada. Tapi ada yang dapet ada yang enggak, karena kalau tender mah siapa yang berani harga dia yang dapet. Kalau ngomong demo-demo pasti ada, kemaren-kemaren ada demo gak tahu saya alesannya apa, tapi demo juga gak terlalu anarkis paling ada pengusulan- pengusulan terus ada tanggapan dari chevron udah ga ada apa- apa. (TM 3)

Demo atau aksi masyarakat merupakan letupan dari keinginan atau tuntutan masyarakat yang tidak didengar atau tidak dipenuhi. Dalam 2 tahun terakhir ini memang relatif tidak terdapat aksi atau demo ari masyarakat. Namun demikian bukan berarti tidak ada gejolak terpendam di dalam masyarakat. PT. CGI, pemerintah setempat dan tokoh masyarakat perlu terus mengembangkan komunikasi secara

153

terbuka (transparan), bukan persoalan pemenuhan kebutuhan tetapi komunikasi antara ketiga pihak harus dibangun terus agar terjaga pemahaman dan saling pengertian diantara semua pihak. Sebagaimana diungkapkan dalam hasil penelitian ini, bahwa cara-cara komunikasi yang lebih informal, dekat dengan masyarakat setidaknya dapat meredam potensi konflik yang mungkin muncul terjadi.

Struktur dalam hal ini adalah kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan, sebagaimana konsepsi Giddens (2009, 2011) nyatakan, bahwa struktur adalah aturan dan sumber daya. Dalam penelitian ini, kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan aturan dan sumber daya. Fluktuasi konflik menurut Prayogo (2008: 72-73) bukan peristiwa yang terjadi dengan tiba-tiba, tetapi melalui proses tahapan eskalatif, mulai dari rumor, kekecawaan, laporan dan kemudian demo massa dengan kekerasaan. Jika situasi hubungan sudah mulai tegang, maka pemicu konflik dapat terjadi oleh apa saja yang mungkin tidak berhubungan langsung antara perusahaan.

Giddens (2010) menunjukkan bahwa atas dasar pengetahuan dan kesadaran praktis maka praktik sosial dilakukan, dan akan diproduki oleh agen berdasarkan aturan dan sumber daya yang terdapat di dalam struktur. Alasan masyarakat melakukan tindakan demo dan aksi merupakan wujud dari kesadaran diskursif, bahwa mereka melakukan tindakan aksi agar tujuan mereka tercapai, yaitu perubahan struktur CSR yang lebih berpihak pada masyarakat. Sementara agen- perusahaan merasa bahwa mereka telah melakukan kegiatan CSR, selain juga pajak yang mereka bayarkan kepada negara. Inilah salah satu titik diharmoninya relasi masyarakat lokal dengan perusahaan,

154

karena perbedaan pemahaman masing-masing agen akan struktur- CSR..