• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT LOKAL AKAN

C. Relasi Perusahaan dengan Masyarakat Lokal menurut

Masyarakat Lokal

Mengenai komunikasi yang terjalin antara masyarakat lokal dengan PT. CGI sebagian masyarakat melihat terbatas. Tidak mudah bagi masyarakat untuk melakukan komunikasi dengan pihak PT. CGI. Hal tersebut dapat dipahami, mengingat PT. CGI sebagai entitas bisnis akan fokus pada core bussiness. Apalagi kepemilikan perusahaan tersebut bukan milik nasional, tetapi milik asing. Kondisi tersebut sedikit banyak membentuk sentimen dan cara pandang lain dari masyarakat. Jika dibandingkan dengan perusahaan nasional seperti Indonesia Power atau Pertamina, maka pandangan masyarakat lokal agak cenderung lebih negatif terhadap PT. CGI. Tidak banyak gejolak yang muncul di masyarakat lokal dan dihadapi oleh perusahaan nasional.

“kalau Chevron ya jujur saja yah, agak terbatas. Jadi terbatas tidak bisa masuk sembarangan orang, komunikasi juga tidak terlalu terbuka dengan Chevron itu. Jangan kan untuk masyarakat biasa yah, setingkat pejabat juga rada susah gitu ya, soalnya kan Chevron itu perusahaan tingkat internasional ya, jadi lebih ketat segala peraturannya tidak bisa sembarangan. Orang indonesia yang ada diperusahaannya juga terbawa dengan manajemen dari luar gitu.” (PK 3).

Tetapi pendapat berbeda dikemukakan oleh aparat pemeritahan lokal, yang memandang bahwa kehadiran PT. CGI sangat membantu masyarakat, khususnya dengan pembangunan jalan tersebut. Juga dapat dipahami jika aparat pemerintah lokal setidaknya setiap tahun akan

182

bertemu dengan pihak PT. CGI dalam diskusi atau musyawarah perencanaan pembangunan baik tingkat desa atau kecamatan.

“kalau itu baik, sejauh ini baik-baik saja ya. Ya karena ada tanggungjawab dari perusahaan itu juga. Karena dengan adanya Chevron ini masyarakat merasa terbantu sekali ya. Akses kemana-mana jadi gampang juga. Sama kaya yang sekarang ada lowongan tenaga kerja dari Chevron kan juga lumayan dari masyarakat. (PK 1 & PK 2).

“ya sementara ini mah masyarakat yah khususnya agak senggang gitu nya. Soalnya ... tadinya A, jadi dari Chevronnya emang bagus gitu nya. Cuman ada yang banyak di manfaatin gitu. Oleh oknum-oknum itu. Ngan ayeuna Chevronna mah secara ayeuna kronoligis weh nya di lapangan mah Chevron mah kitu. Jadi Chevron tidak bisa ngasih langsung, kecuali ada pengajuan dari masyarakat atau pemuda. Jadi Chevron merealisasikan ka pemuda, eta juga mun sosorongot popolotot heula.” (TP 4).

Di kalangan pemuda, mereka memandang hubungan antara PT. CGI dengan masyarakat lokal saat ini sedang senggang, tidak begitu harmonis. Pendapat tersebut jelas mencerminkan bahwa terdapat pandangan dan pendapat yang cenderung berbeda antara aparat pemerintah lokal dengan masyarakat lokal dalam memandang hubungan antara masyarakat lokal dengan PT. CGI. Kemudian pada masyarakat asli, mereka memandang hubungan antara PT. CGI dengan masyarakat lokal cenderung negatif. Kondisi tersebut tidak terlepas dengan pengetahuan mereka terhadap kehadiran awal pertama perusahaan tersebut, yang relatif tidak terlalu harmonis dan menimbulkan citra kurang baik di hadapan masyarakat. Sedangkan pada aparat pemerintah lokal cenderung memandang hubungan tersebut secara positif.

183

Beberapa warga mengemukakan bahwa ada manfaat positif dengan kehadiran PT. CGI. Salah satu yang paling dirasakan adalah perbaikan sarana infrastruktur, seperti jalan. Sehingga perbaikan jalan tersebut dapat dipandang membawa dampak pada kemajuan ekonomi. Akses penjualan sayur mayur dari desa-desa sekitar ke kota kabupaten menjadi lebih mudah dan lancar.

“kalau bicara dampak ya positif, hubungan perusahaan dengan masyarakat menjadi baik, demo-demo juga sudah berkurang, lalu dampak bagi kemajuan ekonomi juga terlihat jelas yah kemajuannya tertama karena adanya jalan yang bagus. Ya jadi dampaknya positiflah menurut saya, sangat banyak membantu.” (PK 3)

“ya ada, itu kan jadi bagus akses jalan ngaruh juga ke ekonomi. Jelas ada pengaruh ke masyarakat.” (PK 1 & PK 2)

Perbaikan jalan tersebut dapat dikatakan sebagai upaya PT. CGI membangun relasi dengan masyarakat sekitar dengan baik. Dan bagi masyarakat lokal yang sederhana akan lebih memaknai hal tersebut sebagai sesuatu yang lebih nampak terlihat oleh mata mereka sendiri, terasakan jelas manfaatnya, dan ada wujudnya.

“ya dengan adanya program CSR ini kan bermanfaat juga untuk masyarakat. Jadi masyarakat merasa sangat terbantulah terutama di ekonomi untuk akses penjualan hasil panen sayuran. Ya.... jadi berpengaruh juga ke hubungan perusahaan dengan masyarakatnya de. Jadi lebih baiklah, bisa dibilang CSR ini untuk memperbaiki hubungan Chevron dengan masyarakat. iya ada, kan jadi makin lebih baik.” (PK 1 & PK 2).

Bantuan infrastruktur seperti jalan, pembangunan mesjid, dan gorong-gorong merupakan bantuan CSR dari PT. CGI yang paling dirasakan manfaatnya oleh masyarakat lokal. Berbeda dengan bantuan yang bersifat capacity building, atau pelatihan KUKM (kelompok

184

usaha kecil dan menengah) yang hasilnya mungkin baru dapat dilihat dalam jangka waktu tertentu. Jenis bantuan CSR non infrastruktur tersebut memerlukan komitmen atau rasa tanggung jawab untuk secara terus menerus melanjutkan usahanya.

“ positifna..., kadang-kadang upami nyuhunkeun kitu sok

masihan. Atos ambek eta ge... atos maksa... Teu aya anu tulus atuh da mimitina teh pemaksaan eta mah. Bukan ti perusahaan masihan naon lah. Teu aya. Kesadaran teu aya, upami ke jalan karak aya. Abdi ge pernah ngusung ngabangun bumi jompo. Paling masihan ge 5 sak (semen) jang. Ge eta teh sabaraha tangan kitu tah 5 sak teh, cek saya teh moal kitu ah. Ti payun didieu teh aya nu kahuruan, teu lungsur ti Chevron teh, ti perusahaan mah. Ti Ulis ngan beas dua karung harita mah, kitu kitu. Nah eta nu beak kahuruan. Abdi ngajukeun ka ditu, tiap- tiap RW na, LPM, teu aya pisan bantosan, ka nu musibahan. Didieu kahuruan, kebakaran, seep pisan jang. (WM 1).

Apabila terjadi bencana pun, masyarakat akan meminta bantuan kepada Chevron jika pemimpin atau aparat desa tidak mampu memberikan bantuan. Kondisi ini menunjukkan sifat ketergantungan masyarakat kepada PT. CGI. Masyarakat selalu mengandalkan PT. CGI untuk mengatasi persoalan sosial yang dihadapinya. Kondisi tersebut dapat dimaknai pula, bahwa masyarakat memandang sudah selayaknya PT. CGI memberi bantuan kepada mereka, karena perusahaan tersebut

telah mengeksploitasi sumber daya alam ‘milik’ masyarakat. Inilah

yang dikatakan sebagai kesadaran diskursif agen (Giddens, 2010), yaitu masyarakat memahami secara berbeda atas kegiatan atau bantuan yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat. Terlaksananya kegiatan- kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan, dalam konsepsi strukturasi, merupakan pemahaman dan pengetahuan agen akan CSR

185

(struktur) yang seharusnya dilakukan, termasuk juga alasan pengamanan perusahaan dibalik kegiatan CSR tersebut.

Dalam data hasil wawancara lapangan sebelumnya nampak bahwa tidak semua program CSR perusahaan dapat diterima oleh masyarakat, namun terdapat pula program-program yang dapat diterima oleh masyarakat. Semisal pembangunan (pengaspalan) jalan dari Tarogong-Samarang-Pasirwangi ditanggapi positif oleh agen (masyarakat) karena masyarakat memang memiliki pemahaman yang sama dengan agen lainnya (perusahaan dan pemerintah) akan kebutuhan jalan yang mulus. Berbeda halnya dengan program LBD dan pengembangan UMKM, dimana masyarakat dan perusahaan memiliki pemahaman yang berbeda mengenai ketepatan dan praktik-praktik yang memberdayakan masyarakat.

187