• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT LOKAL AKAN

B. Operasionalisasi Kegiatan Tanggung Jawab Sosial PT.CG

2. Tahapan Kegiatan

Proses pengajuan usulan perlu untuk diamati untuk memperoleh gambaran dan informasi mengenai pengetahuan masyarakat cara-cara masyarakat mengajukan usulan kegiatan. Serta bagaimana pihak

160

perusahaan menanggapi bantuan-bantuan yang berasal dari masyarakat dan dari pemerintah setempat. Tentunya tahapan pengusulan bantuan tersebut terjadi sebagai pengulangan dari kejadian-kejadian dari praktik-praktik sosial sebelumnyaAnggota masyarakat yang berhasil mengajukan proposal bantuan, kemudian akan ditiru oleh anggota masyarakat lain yang akan mengajukan bantuan kepada PT. CGI. Keterulangan praktik sosial tersebut terus belangsung selama beberapa tahun sebelumnya hingga saat kini. Pada pengajuan proposal di tahun- tahun sebelumnya, apabila proposal yang diajukan terlalu lama (bertahun-tahun) atau tidak direspon (tidak ada realisasinya) maka

sudah ada semacam ‘aturan’ tidak tertulis di masyarakat untuk

melakukan aksi atau demonstrasi. Munculnya aksi tersebut juga meniru kejadian serupa sebelumnya, bahwa kalau tidak didemo, maka bantuan itu tidak akan cair.

Namun saat ini, kejadian pengajuan proposal bantuan tidak lagi menimbulkan aksi dari masyarakat. Sejumlah informan mengemukakan pendapatnya, bahwa pengajuan bantuan kepada PT. CGI selalu ada prosesnya, dan mereka tahu dan mengerti kapan dan berapa lama bantuan tersebut akan cair. Sebagaimana pendapat informan berikut ini,

“ada prosesnya, proposal dikordinasikan dulu ke pusat, nanti

pusat yang menginformasikan program itu bisa dijalankan atau enggak” (WM 6).

“Ya pasti memang membutuhkan proses. Itu biasanya kalau

teknik lapangan Chevron udah kontrol ke lapangan ya cepet, seminggu setelahnya langsung direalisasikan. Jadi setiap hari selama proyek pelaksanaan selalu ada pengawasan hingga proses evaluasi. Kalau perawatan mah itu masyarakat aja sama pihak pemerintah desa.” (TP 2).

161

Terjadi proses pembelajaran yang terjadi, baik dari masyarakat lokal maupun dari pihak perusahaan berkenaan dengan tuntutan masyarakat yang sebelumnya banyak dilakukan melalui aksi atau demo. Masyarakat pengusul kegiatan harus mengikuti proses pengusulan yang ditetapkan pihak PT. CGI. Masyarakat lokal yang mengusulkan kegiatan, sekarang harus menuliskan usulannya dalam bentuk prososal. Jika pengusul kegiatan (masyarakat lokal) tidak membuat usulannya dalam bentuk tertulis atau sebuah naskah proposal serta mengikuti proses yang diteapkan oleh PT. CGI, maka usulannya tidak akan ditanggapi. Sesuatu yang tidak mudah sebenarnya mengubah

mindset masyarakat, dari budaya ‘verbal /tidak biasa tertulis’ menjadi

budaya “tertulis menulis.”

“...kita masukkan proposal nanti seminggu kemudiannya

diproses dulu, ya proses-proses seperti itu saja. Ada yang sudah lewat setahun, ada juga yang suka langsung dapet aja, Cuma biasanya keputusannya itu sih di akhir tahun. Jadi kalau yang sudah tau strateginya biasanya ngajuin proposal itu dibulan ke

6, jadi pas bulan ke 10 atau akhir tahun sudah “turun”. (TM 4).

Di sebagian informan dari kalangan masyarakat lokal sudah muncul pemahaman bahwa untuk memperoleh bantuan mereka harus menuliskan usulannya tersebut. Masyarakat juga sudah memperkirakan kapan waktu pengajuan yang tepat, kapan pembahasan, dan kapan waktu cairnya usulan bantuan tersebut. Seringkali pencairan tersebut dikaitkan dengan pembahasan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah, walaupun mungkin saja pengusulan kegiatan tersebut belum tentu berkait dengan pembahasan APBD. Mereka mengasosiasikan pengajuan tersebut dengan penganggaran yang

162

dilakukan oleh pemerintah daerah. Sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang aparat Kecamatan Samarang, yaitu:

“itu tergantung dari pengajuan. Jadi berdasarkan proposal kebutuhan yang diajukan oleh masyarakat. misalnya desa A membutuhkan madrasah, ah untuk tahun 2014 dari sekarang sudah diajukan ke sana. Untuk hasilnya ya seperti penyusunan APBD aja, jadi tahun ini diajukan oleh Chevron dirapatkan dulu, dibuat perencanaan untuk setahun yang akan datang bagaimana lalu ditentukanlah apa yang akan dilaksanakan, jadi berdasarkan proposal yang masuk itu juga nanti ditentukan berdasarkan dari kebutuhan masyarakat.” (PK 3)

Hanya saja ketika akan menagih atau mempertanyakan proposal yang yang telah diajukannya, mereka enggan dan sungkan untuk mempertanyakannya kepada pihak PT. CGI. Kesungkanan untuk mempertanyakan hal tersebut tidak terlepas dengan pengalaman yang pernah terjadi sebelumnya. Selain prosedur yang harus bertemu dengan

front office membuat janji terlebih dahulu, sebelum bertemu dengan staf humas PT. CGI. Kondisi tersebut dapat dipahami sebagai penyesuaian dan adaptasi budaya antara budaya formal keorganisasian dan budaya masyarakat yang cenderung lebih bersifat infomal. Pada

akhirnya masyarakat pengusul bersikap ‘nrimo’ dengan ketentuan dan

hasil yang mungkin diterima atau tidak, cair atau tidak. Dengan rumitnya prosedur yang harus ditempuh, hal tersebut merupakan kesulitan tersendiri yang harus dihadapi oleh masyarakat lokal sebagai pengusul. Sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang informan

“kalau kita nagih kesana bila ditanya ‘bu mau kemana? Proposalnya masih numpuk’, jadi kan kita malu sendiri terus

nyamperin, kita kan termasuk ke lembaga pendidikan, masa harus pake cara preman kan gak etis. Jadi yah nerimo aja,

163

Namun demikian sikap ‘menerima’ sebagian anggota

masyarakat tersebut apabila tidak dapat dikelola dengan baik, dengan informasi dan penjelasan yang bijak, maka dimasa depan akan menjadi

‘bom waktu‘ yang mengganggu relasi antara masyarakat dengan PT.

CGI.

Dalam perkembangannya, masyarakat memandang bahwa hubungan antara masyarakat dengan PT. CGI, melalui kegiatan CSR dipandang baik. Sudah jelas bagi masyarakat, bahwa terdapat dana CSR untuk setiap desa di kecamatan Pasirwangi. Tinggal masyarakat mengusulkan berbagai kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Persoalannya adalah perlu keterbukaan (transparancy) terhadap dana CSR di setiap desa tersebut. Terkadang persoalan dana ini sangat sensitif, dan tetapi juga bukan masalah besarnya dana. Perlu akuntabilitas dan kejujuran dari para pengelola dana CSR desa tersebut. Perlu dibangun komunikasi yang terbuka, yang dapat memberikan pemahaman kepada berbagai pihak, terkait dengan persoalan CSR.

“ sementara ini kerja sama Chevron, baik juga gitu nya. Soalnya udah jelas gitu nya ku tiap desa misal ayeuna CSR, dana CSR

development na nya A. Cuman ceuk abdi oge di masyarakatna gitu A. Dari Chevron ada kayak CSR weh, kan itu masuk pemda dulu. Nah lalu entar udah di desa lalu ke tiap desa ke kepala desa. Nah kepala desa sendiri tidak bisa, jadi menclak wae gitu. Padahal, misalnya seratus juta, paling mun tepi ka masyarakat dua puluh juta.” (TP 4)

Kalancaran dan keterbukaan dalam pelaporan kegiatan CSR juga sangat terkait dengan norma dan perilaku pengelola CSR baik dari pemerintahan desa, pemerintahan kecamatan, serta serta pihak-pihak

164

lainnya. Dalam pandangan masyarakat tersebut seringkali baik buruknya kegiatan CSR sangat dipengaruhi oleh perilaku para pengelolanya.

Alfitri (2009: 116-117) menunjukkan pentingnya partisipasi masyarakat dalam setiap tahap program pengembangan masyarakat perusahaan. Setidaknya tiga hal penting partisipasi, pertama, partisipasi sebagai suatu alat memperoleh infomasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat lokal; kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan, perencanaan, dan pelaksanaannya; ketiga merupakan hak demokrasi masyarakat lokal. Lebih jauh lagi partisipasi akan memunculkan potensi dan kreativitas masyarakat lokal.

Budimanta, dkk. (2007) telah menunjukkan bahwa tipologi program CSR yang dilakukan oleh perusahaan termasuk dalam tiga kelompok, yaitu pertama, community relations, yaitu bentuk-bentuk kegiatan yang lebih bersifat kedermawanan atau filantropis kepada masyarakat, dengan tujuan utama meredam konflik. Kedua, community services, merupakan pelayanan kemasyarakatan untuk memenuhi kepentingan masyarakat atau pun kepentingan umum lainnya. Bentuk kegiatan ddalam kategori inilebih bersifat pembangunan secara fisik sektor kesehatan, keagamaan, pendidikan, transportasi, jalan raya, sumber air minum dan sebagainya pelayanan umum. Sebagaimana yang kegiatan-kegiatan CSR yang masih dilakukan oleh PT. CGI bagi masyarakat lokal dan sekitarnya. Kategori ketiga adalah pemberdayaan masyarakat (community empowering), yang merupakan kegiatan- kegiatan mendorong keberdayaan dan kemandirian masyarakat. Dengan pandangan Giddens (2010) tentang praktik sosial, maka

165

tahapan dan proses kegiatan CSR dapat dipahami sebagai praktik- praktik yang melandasi keberadaan agen-agen. Melalui struktur-CSR, maka praktik-praktik sosial kegiatan tanggung jawab sosial terselenggara. Namun cara-cara melakukan kegiatan tanggung jawab sosial tersebut belum tentu berlandaskan pada pemahaman yang diantara agen-agen yang terlibat, yaitu masyarakat, perusahaan dan pemerintah.

1) Aspek Pembangunan Fisik (Instratruktur)

Porsi terbesar program CSR PT. CGI nampaknya masih pada pembangunan infrastruktur. Pembangunan dan perbaikan jalan dari Tarogong (Kecamatan Samarang) hingga Kecamatan Pasirwangi, penyediaan air bersih, gorong-gorong, pembangunan sarana ibadah (mesjid), dan sarana pendidikan. Bantuan pembangunan dan perbaikan jalan hampir setiap tahun dilakukan, demikian pula dengan penyediaan air bersih. Pipa-pipa penyediaan air bersih bantuan dari Chevron seringkali mengalami kebocoran, terutama di musim kemarau. Kebocoran terjadi karena terdapat kerusakan yang ditimbulkan oleh ulah sebagian warga yang memerlukan air bersih di musim kemarau, terutama untuk menyirami perkebunan mereka. Seringkali kejadian tersebut menimbulkan percekcokan atau konflik kecil diantara warga masyarakat setempat, bukan dengan pihak Chevron-nya. Berikut pendapat informan mengenai bantuan PT. CGI,

“kalo bangunan mah dari dulu udah dikasih (terpenuhi). Yang

sudah kesini mah air, jalan, sama bantuan untuk ke masjid kaya karpet gitu suka ada. Ada masjid muhajirin, al falah, at taufik sudah tercukupi tapi jalannya sama air bersihnya udah tuh dari Chevron. Tapi karena udah lama, jadi buntu lagi airnya

166

bersihnya, kalau jalan mah sekarang juga lagi dibikin lagi.

Pokoknya Chevron mah muter” kesitu aja kaya air, jalan, ya

gitu.” (WM 6)

Pembangunan jalan yang dilakukan oleh Chevron tidak dipungkiri membawa perubahan terhadap mobilitas penduduk, serta membawa percepatan perubahan khususnya ekonomi dan wisata di daerah Darajat. Namun demikian, terdapat juga perkembangan wisata yang tidak diantisipasi dengan baik, yang di kemudian hari dapat menjadi permasalahan yang serius bagi masyarakat lokal.

Persoalan ketenagakerjaan dipandang oleh masyarakat lokal sebagai isyu yang sering diungkapkan oleh para informan. Menurut mereka tidak banyak warga masyarakat lokal yang dapat bekerja di PT. CGI. Hal tersebut dapat dipahami mengingat tuntutan kompetensi dan

skill serta formasi tenaga kerja yang tersedia memang sangat terbatas. Tetapi sebagian lagi berpendapat sebaiknya tetap mengutamakan tenaga kerja dari masyarakat lokal, walaupun untuk tahap awal terbatas pada tenaga kerja kasar (unskill).

“ya... mengutamakan tenaga kerja dari sini, ...ya biar ga nyari

lagi tenaga kerja dari luar Desa Karyamekar. Di sini juga

banyak yang mampu” biar ga ada lagi pengangguran terutama pemuda gitu ya. Kalo pemudi mah jarang yang mau bekerja.”

(PD 2).

Demikian pula pendapat yang dikemukakan oleh salah seorang tokoh masyarakat, mengenai pentingnya penanganan masalah ketenagakarjaan di Desa Karyamekar. Berikut pendapatnya:

“kalau pelatihan mah ga ada, kalau kepemudaan mah ada di

bidang kewirausahaan seperti itu pangkas rambut yang di atas itu dari Chevron. Ya itu baru-baru ini adanya kalau dulu kan

167

kepemudaannya di remaja mesjid, soalnya karangtaruna mah kan udah bubar. Lalu kalau remaja mesjid dulu mah ngebahasnya masalah tenaga kerja tidak ke wirausaha. Jadi fokusnya ke masalah tenaga kerja aja, kalau ada peluang demo. Kalau sekarang mah dari Chevronnya kan memberikan celah,

jadi wirausaha mulai ada yang ngajuin.” (TM 4).

Persoalan ketenagakerjaan ini jika tidak ditangani secara benar, ditengarai akan menimbulkan demo (aksi) dari warga kepada PT. CGI. Sehingga perlu penanganan serius, dalam arti perlu dikembangkan pola-pola dialog yang intensif dan terbuka untuk mengetahui dan saling memahami kebutuhan masing-masing pihak. Untuk selanjutnya dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat di desa Karyamekar.

Keinginan para ibu di wilayah sekitar PT. CGI untuk dapat bekerja sama dengan perusahaan tersebut. Misalkan pengadaan katering untuk para karyawannya. Banyak para ibu di Desa Karyamekar yang dapat memasak, asalkan mereka diberi tahu tentang standar kebersihan dari dapurnya, serta gizi dari makanan yang dibuat. Termasuk juga pembentukkan badan usahanya (CV) dalam bidang katering. Nampaknya untuk masalah makanan atau katering untuk karyawannya, PT. CGI memiliki standar kualitas yang tinggi, selain persoalan hukum administrasi yang tidak bisa persorangan, tetapi harus berbeda hukum.

Beberapa ibu warga Desa Karyamekar juga mempertanyakan sejumlah bantuan yang diberikan PT. CGI, misalnya pemberian mesin jahit dan mesin obras, tetapi realisasinya bagi mereka dianggap tidak jelas. Sementara banyak ibu-ibu yang memiliki waktu luang yang banyak, mereka umumnya hanya menunggu suami pulang dari kebun.

168

Para ibu menginginkan aktivitas yang dapat mengisi waku luang mereka. Mereka berharap PT. CGI dapat melihat kondisi nyata ibu-ibu tersebut. Para ibu ini melihat kesenjangan secara ekonomi yang terjadi di lingkungan mereka yang belum dicermati oleh pihak PT. CGI, sehingga program CSR-nya dapat lebih mengarah pada masyarakat miskin.

Berdasarkan informasi dari lembaga swadaya masyarakat yang menjadi mitra PT. CGI yaitu Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) memang Desa Karyamekar belum ditangani secara serius, padahal merupakan salah satu wilayah terdekap dekat dengan operasional PT. CGI. Kemudian sejak bermitra dengan PUPUK, PT. CGI berupaya menyalurkan program CSR-nya kepada masyarakat sekitar tidak lagi semata hanya fokus pada pembangunan infrastruktur. Sejak tahun 2008 program-program capacity building dan program pemberdayaan masyarakat (community development) mulai menjadi fokus perhatian. Walaupun porsi antara pembangunan infrastruktur dan non infrastruktur masih lebih besar pembangunan infrastruktur.

2) Bantuan Bidang Pendidikan

Bantuan di bidang pendidikan yang diberikan kepada masyarakat antara lain fasilitas untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), TK, SD, dan SMP. Termasuk di dalamnya bantuan ATK, papan tulis, laptop. Artinya beberapa masyarakat di desa Karyamekar mengetahui dan mengakui adanya bantuan dalam bidang pendidikan, meskipun belum merata. Demikian pula dengan gedung untuk kegiatan olah raga dan kesenian yang dibangun oleh PT. CGI. Berikut sejumlah pendapat dari beberapa informan:

169

“kalau itu mah ini kan PAUD yang ada didekat sini kan itu dari

Chevron“(WM 6)

” Seperti madrasah yang didieu ada bantuan laptop, terus

bangku, ATK pernah, board dll.” (TP 2).

“gedung olah raga dan kesenian kan itu juga diberikan sama

Chevron.” (TP 3).

Aya (ada bantuan), tapi ke sekolah, ke madrasah mah enggak

SD,SMP, PAUD aya” (TM 1).

“Tah kalau pendidikan ti Chevron teh ka TK panginteun, TK

teh aya opat gunduk (ada empat tempat) rupina di bedeng,

didieu,cipanas, sareng RT 4.” (TM 3).

Namun untuk madrasah belum terdengar terdapat bantuan yang diberikan PT. CGI kepada masyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang tokoh agama, yang menganggap bahwa PT. CGI masih mendiskriminasikan bantuan untuk sekolah-sekolah formal, namun belum memberikan bantuan untuk madrasah-madrasah.

3) Aspek Kesehatan

Bantuan bidang kesehatan menurut informan antara bantuan kendaraan untuk warga yang harus segera dibawa ke rumah sakit, pembuatan sarana MCK (mandi cuci kakus) dan penyediaan air bersih. Kemudian bekerja sama dengan dinas kesehatan kabupaten Garut membangun Puskesmas tingkat kecamatan Pasirwangi.

“ya suka ada salah satunya mah, yang deket dan bisa dibantu

gitu ya ada. Yang bisa masuk kendaraan suka dibantuin untuk

dibawa ke rumah sakit mah ada.” (WM 6)

Pada beberapa bantuan, seperti untuk bantuan sarana MCK dan air bersih, sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang RW, bahwa sumber airnya merupakan milik masyarakat, namun masyarakat tidak memiliki dana untuk pompa dan pipanya. Kemudian PT. CGI

170

menyediakan bantuan teknis dan pendanaan dalam penyediaan air bersih di kampung Ciherang Desa Karyamekar. Bantuan penyuluhan pencegahan tentang bahaya HIV dan narkoba juga dilakukan oleh PT. CGI di sekolah-sekolah di kabupaten Garut, dengan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan.

“kalau perumahan mah dulu ada untuk wc, bagian kesehatan

dulu ya saya tau karena jadi RW ada lah bantuannya mah. Untuk wc sedesa ini kurang lebih ada 7 yang dibuatkan MCKnya. Nah kalau tahun ini kan di Ciherang masih daerah Karyamekar juga ya, sekarang dikasih air bersih tapi itu mah sumber airnya mah ya punya pribadilah punya masyarakat. Itu

dari Chevron biayanya” (WM 6).

Namun sebagian lagi tidak semua warga mengetahui bantuan yang sudah dilakukan oleh PT. CGI dalam bidang kesehatan. Bahkan ada informan yang menyatakan tidak ada sama sekali bantuan bidang kesehatan oleh PT. CGI. Pendapat tersebut diungkapkan oleh aparat pemerintah desa, ibu-ibu, dan sejumlah tokoh masyarakat.

4) Aspek Ketenagakerjaan

Persoalan keternagakerjaan merupakan persoalan yang dihadapi hampir semua daerah di Indonesia, termasuk di Desa Karyamekar Kecamatan Pasirwangi. Tentunya banyak pemuda yang sangat ingin dapat bekerja di perusahaan besar seperti Chevron. Tidak salah keinginan dari sebagian warga tersebut. Namun, karena kualifikasi,

skill dan kompetensi yang tidak memenuhi, mereka pun paham akan hal tersebut. Hanya dua hingga tiga orang warga masyarakat se- kecamatan Pasirwangi yang bekerja sebagai karyawan di PT. CGI.

171

Kalaupun ada yang diterima bekerja di Chevron, biasanya sebagai

office boy dan bagian kebersihan.

“ya kalau itu mah bisa dihitung jari. Yang dari Karyamekar

paling juga Cuma 2. Ya yang paling mentoknya itu paling karena dari tingkat pendidikannya itu tadi. Kalau Chevron ada

seperti BLK (Balai Latihan Kerja) mah enak, kita warga” jadi

bisa berskill. Ini kan ga ada, walaupun kita dari lulusan S1 kalau kita udah mentok dari Chevronnya ga bisa, ya ga mampu.” (WM 6).

Sehingga wajar jika sebagian warga berharap adanya balai latihan kerja untuk meningkatkan keterampian dan keahlian para pencari kerja, khususnya para pemuda. Pelatihan kerja tersebut bukan berarti untuk dapat diterima kerja menjadi karyawan di Chevron, tetapi penciptaan lapangan pekerjaan baru.

Sementara itu PT. CGI mendorong masyarakat lokal untuk membangun perusahaan lokal dan mengembangkan perusahaan- perusahaan lokal yang mampu menjadi mitranya perusahaan tesebut. Inilah yang dikenal dengan local business development (LBD). LBD merupakan perusahaan-perusahaan lokal dengan tingkat kemampuan untuk melakukan kualifikasi pekerjaan minimal hingga menengah. Masyarakat lokal mengenalnya sebagai CV-CV. Vendor-vendor inilah yang merupakan perusahaan lokal yang dimiliki oleh masyarakat yang akan diikutkan dalam tender-tender pekerjaan di PT. CGI. Melalui CV- CV ini pula masyarakat atau pencari kerja lokal direkrut untuk menjadi pekerja.

” Kalau dari Chevron mah paling menurutkan skill. Meskipun

ayeuna gogontowongan kitu hoyong kerja di Chevron mun teu bisa kanu komputer mah da percuma ka era-era. Ya jadi disesuaikanlah. Orang dieu oge hoyong kerja di Chevron,

172

piraku orang nu deket teu diheulakeun. Tapi paling orang dieu mah jadi helper di tenaga kerja, helper teh pembantu modelna. Itu juga masuknya bukan dari Chevron langsung tapi melalui kontraktor-kontraktor rekanan Chevron lagi. (TP 2).

Pola pengembangan perusahaan-perusahaan lokal (LBD), yang kemudian mereka menjadi mitra (rekanan) PT. CGI, selanjutkan melalui tender menerima pekerjaan-pekerjaan dari PT. CGI dikenal dengan outsourcing (alih daya). Sebagian warga mengenal perusahaan- perusahaan lokal tersebut sebagai kontraktor-kontraktor PT. CGI. Sebagaimana dikemukakan mengenai perekrutan tenaga kerja, maka yang dimaksud dengan tenaga kerja lokal diterima di PT. CGI adalah sebenarnya mereka diterima oleh mitra/ rekanan/ kontraktor dari PT. Chevron. Tentunya untuk perusahaan alih daya (kontraktor PT. CGI) dengan bidang pekerjaan satuan pengamanan atau office boy

merupakan perusahaan yang memiliki kualifikasi pekerjaan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PT. CGI; dengan komitmen jangka panjang (setiap tahun diperbarui kontraknya) dan terpercaya. Berbeda halnya dengan CV-CV dengan kualifikasi pekerjaan tingkat rendah, seperti untuk pembangunan gorong-gorong, pembangunan MCK, atau bangunan fisik lainnya. Inilah jenis perusahaan lokal yang banyak dimiliki oleh lokal. Jenis LBD ini dapat berjangka waktu dan komitmen jangka panjang, atau tergantung pada jenis pekerjaannya. Setelah melalui tender, kemudian jika CV tertentu menang LBD tersebut memperoleh pekerjaan yang diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Hubungan kerja antara kotraktor (LBD) dengan PT. CGI selesai (resmi) setelah perintah pekerjaan yang dibebankan kepada LBD tersebut selesai dikerjakan dan memperoleh pembayaran

173

penuh. Pada jenis CV-CV (kontraktor lokal) inilah banyak penyerapan tenaga kerja lokal, karena tidak memerlukan skill tertentu, bersifat pekerjaan kasar, dan banyak mengandalkan kemampuan fisik.

outsourcing aja modelnya, kaya satpam, officeboy. Tetapi selama kita baik, kerjanya bagus, bukan ga mungkin bakalan diangkat jadi karyawan tetap di sana. Ya bisa dipertahankan bahkan bisa ditingkatkan gitu. Jadi walaupun dari outsourcing

biasanya ga akan ada pemutusan, bisa saja ditingkatkan bahkan

ada yang sampai pensiun.” (TP 3).

Bagi mereka yang bekerja diperusahaan alih daya dengan komitmen jangka panjang, muncul keyakinan bahwa status pekerjaan mereka dapat saja meningkat menjadi pekerja tetap PT. Chevron. Sehingga mereka yang bekerja di jenis perusahaan tersebut menganggap tidak ada bedanya seperti bekerja di PT. Chevron. Demikian pula pandangan masyarakat lokal dalam melihat keberadaan mereka sebagai karyawan PT. Chevron. Hal tersebut dapat dipahami, mengingat untuk jenis pekerjaan sebagai Satpam atau office boy

membuat mereka sering berada di kantor PT. CGI, sehingga