• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tebel 5.1 Pengukuran bising PT. Pindad (Persero) Bandung Devisi Tempa dan Cor I dan II pada Bulan Mei dan Oktober 2014

A. Keterbatasan Penelitian

3. Alat pelindung telinga (APT)

Alat Pelindung Telinga (APT) merupakan alat yang dapat memberikan perlindungan dari potensi bising. Pelindung telinga dipakai di area kerja dengan potensi kebisingan tinggi, bahkan setelah pengendalian teknik dan administratif dilakukan (Tana, 1998). Berdasarkan pelaksanaan elemen indikator APT terbagi atas penggunaan APT dan Penggantian APT. Penggunaan APT merupakan instruksi dalam pemakaian earplug / earmuff bagi seseorang yang sedang berada di area kerja bising. Sedangkan penggantian APT merupakan instruksi untuk mengganti earplug / earmuff bila rusak atau tidak aman digunakan.

telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff). Jenis plug yang digunakan adalah triple-flarge dengan NRR (Noise Reduction Rating) atau kemampuan untuk mereduksi sebesar 21 dB serta disposable-plug dengan NRR sebesar 32 dB. Menurut Anizar (2009) dalam Hutabarat (2012) bahwa earplug dapat mereduksi bising 25-30 dBA dengan (NRR efektif 25%), sedangkan earmuff dapat mereduksi bising 30-40 dBA dengan (NRR efektif 50%).

Menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) bahwa alat pelindung telinga yang biasanya dipakai antara lain,sumbat telinga (earplug), alat ini dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga dapat mengurangi bising sampai 30 dBA,kemudian tutup telinga (earmuff) yaitu alat yang dapat menutupi seluruh telinga dan dapat mengurangi bising sebesar 40-50 dBA, kemudian Helm (enclosure) APT jenis ini dapat menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi bising maksimum 35-50 dBA. Hal ini sejalan dengan Fajar (2011) bahwa penggunaan APT yaitu seperti ear plug, ear canal caps, dan ear muff untuk digunakan tenaga kerja dan memberikan pelatihan cara penggunaan yang baik dan efektif.

Menurut Chairani (2004) bahwa berdasarkan tipe-tipe APT yang digunakan pekerja bahwa masing-masing tipe tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan dilihat dari aktivitas pekerja. Menurut (NIOSH, 1999) bahwa terdapat beberapa jenis alat pelindung telinga yaitu sumbat telinga (earplugs), tutup telinga (earmuff), Helmet/enclosure yang dapat mengurangi bising maksimum 35 dBA. Dengan demikian jenis APT yang terdapat di perusahaan dapat mereduksi kebisingan yang diterima pekerja.

Indikator selanjutnya adalah penggantian APT yang terdapat pada instruksi pengendalian bising yang dilakukan perusahaan. Diketahui bahwa penggantian APT yang di instruksikan bila adanya pekerja yang melapor ke kepala departemen bahwa APT yang digunakan sudah tidak layak pakai. Namun pemeriksaan APT secara periodik belum dilakukan, sedangkan yang dilakukan sebatas pengawasan dalam penggunaan APT itu sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa pemeriksaan APT secara periodik dalam hal pemakaian, cacat/tidak sempurna bahkan adanya pergantian bila diperlukan belum dilakukan. Peneliti tidak menemukan adanya dokumen terkait dengan pemeriksaan secara periodik dalam hal pemakaian, dan juga berdasarkan pernyataan informan bahwa pemeriksaan secara periodik tidak ada. Adapun pergantian yang dilakukan perusahaan setahun sekali. Menurut NIOSH (1999) bahwa pelaksanaan pengawasan APT diantaranya pemeriksaan APT secara priodik.

Pengawasan secara periodik ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana kondisi dari APT yang digunakan oleh pekerja. Bila terdapat kerusakan atau sudah tidak layak dipakai maka akan penggantian oleh perusahaan. Oleh karena itu sebaiknya perusahaan melakukan pengawasan secara periodik dalam hal dalam hal pemakaian, cacat / tidak sempurna. Agar kemampuan reduksi APT dapat bekerja dengan baik untuk melindungi telinga pekerja dari bising tinggi. Menurut NIOSH (1999) dalam program pengendalian kebisingan bahwa elemen APT tidak hanya berdasarkan penggunaan dan penggantian APT, namun terdapat indikator lain yaitu kecocokan APT, kenyamanan APT, tersedianya APT, APT digunakan pekerja, monitoring dampak pemakaian APT, dan pengawasan dalam penggunaan APT.

Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) bahwa penggunaan APT dipengaruhi beberapa faktor agar pekerja memakai APT diantaranya adalah kecocokan APT yang dapat memberikan perlindungan apabila tidak dapat menutupi liang telinga dengan rapat. Menurut Jhon J Standart dalam buku Fundamental of Industrial Hygiene 5thEdition, APT merupakan penghalang akustik yang dapat mengurangi jumlah energi suara yang melewati lubang telinga menuju ke reseptor di dalam telinga. Standart (2002) mengatakan bahwa penggunaan APT yang tidak cocok dalam memberikan perlindungan telinga pekerja akan mengakibatkan APT tidak dapat bekerja secara maksimal dalam meredam bising yang ditimbulkan di area kerja.

Indikator selanjutnya adalah kenyamanan APT. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kenyamanan dalam menggunakan APT pada pekerja masih belum terlaksana. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya pernyataan informan mengenai kenyamanan dalam pemakaian APT bahwa pekerja tidak memakai APT dikarenakan sudah terbiasa dengan pajanan bising saat bekerja. Menurut penelitian yang dilakukan Syaff, kenyamanan akan timbul apabila seseorang membiasakan diri melakukan sesuatu hal (Syaff, 2008). Sejalan dengan itu menurut NIOSH (1999) bahwa pelaksanaan APT diantaranya adalah kenyamanan dalam pemakaian APT. Hal ini sejalan dengan penelitian Sardewi (1998) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi program HLPP tidak efektif adalah sikap pekerja terhadap pemakaian Alat Pelindung Telinga (APT).

Oleh karena itu, kenyamanan APT pada pekerja hendaknya selain memperhatikan aspek dari kebisingan yang diterima, tetapi juga dari lingkungan kerja. Lingkungan kerja sendiri merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan

panas. Menurut Brueck (2009), kondisi lingkungan yang panas dan berdebu dapat membuat earmuff sulit digunakan dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi pekerja.

Hal ini dipertegas dari hasil observasi lapangan dimana banyak pekerja yang tidak menggunakan APT. Ketika menggunakan earmuff di lingkungan yang panas, keringat dapat berkumpul di sekitar liang telinga sehingga dapat menyebabkan iritasi di telinga. Kenyamanan sendiri merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan APT demi mendorong suksesnya pemakaian APT oleh pekerja (NIOSH, 1998). Pekerja mempercayai APT yang terbaik adalah salah satu yang dapat memberikan kenyamanan sehingga mereka ingin menggunakannya sepanjang waktu selama bekerja di area yang bising (Gerges, 1999). Dengan demikian kenyamanan APT semestinya dimasukkan kedalan instruksi pengendalian bising, karena apabila kenyamanan APT diabaikan akan berdampak terhadap pekerja yang semakin banyak tidak memakai APT di area kerja bising.

Indikator selanjutnya mengenai ketersediaan APT bagi pekerja dengan pajanan bising ≥85 dBA. Berdasarkan hasil penelitian bahwa tersedianya APT bagi semua pekerja pekerja dengan bising ≥85 dBA yaitu sumbat telinga (earplug) dan tutup telinga (earmuff). Sejalan dengan indikator sebelumnya dikatakan bahwa masing-masing APT memiliki tingkat mereduksi yang berbeda.Sumbat telinga (earplug) memiliki tingkat reduksi 21 dBA dan tutup telinga (earmuff) 32 dBA.

Menurut NIOSH (1999) bahwa pelaksanaan APT diantaranya mencakup tersedianya APT bagi pekerja. Sejalan dengan itu menurut Hutabarat (2012) penggunaan APT dengan bekerja di kebisingan ≥85 dBA dapat melindungi pendengaran pekerja. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 pasal

yang diwajibkan pada tenaga kerja dibawah pimpinannya. Hal ini juga serupa dalam PERMENAKERTRANS NO.8/VII/2010 dalam pasal 2 ayat 1 yang mengatakan pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh ditempat kerja.

Indikator yang selanjutnya melihat penggunaan APT oleh pekerja pada saat terpajan bising >85dBA. Berdasarkan hasil penelitian bahwa APT telah disedikan oleh perusahaan namun belum digunakan oleh pekerja saat terpajan dengan bising ≥85 dBA. Semestinya pekerja dengan kebisingan ≥85 dBA menggunakan APT sebagai pelindung bagi pendengaran pekerja. Kesadaran pekerja dalam memakai APT yang telah disediakan oleh perusahaan masih kurang. Pekerja yang sudah terbiasa dengan pajanan bising yang diterima dianggap tidak menjadi masalah kalau tidak memakai APT.

Hal ini sejalan pada penelitian Arini (2005), Iqbal (2014) bahwa rendahnya kesadaran pekerja tidak menggunakan APT. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan bahaya kebisingan yang diterima dengan tidak memakai APT masih kurang. Sebagaimana yang telah di atur dalam PERMENAKERTRANS No.08/MEN/VII/2010 pasal 6 ayat 1 dikatakan bahwa pekerja/buruh wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko. Jelaslah bahwa pekerja wajib memakai APD dalam hal ini potensi kebisingan tinggi dengan memakai APT memberikan risiko gangguan kesehatan pendengaran bagi pekerja.

Indikator selanjutnya yang membahas mengenai monitoring dampak pemakaian (iritasi atau infeksi). Berdasarkan hasil penelitian bahwa monitoring dampak pemakaian APT belum dilakukan. informasi dari sumber penelitian bahwa pengawasan yang dilakukan perusahaan sebatas pengawasan dalam hal pemakaian dari APT pekerja. Menurut NIOSH (1999) bahwa pelaksanaan APT mencakup diantaranya mencakup monitoring dampak dari pemakaian APT pekerja. Semestinya perusahaan

mengetahui pekerja yang mengalami gangguan dari pemakaian APT tersebut. mesin dan tingkat kebisingan serta lingkungan kerja untuk itu perlu dilakukan pemantauan dampak dari pemakaian APT tersebut.

Indikator selanjutnya adalah pengawasan dalam penggunaan APT. Penggunaan APT sejauh ini dianggap cukup dalam mengatasi bahaya pajanan bising yang diterima pekerja.. Perusahaan telah memberikan kontrol terhadap pemakaian APT dengan menerbitkan safety patrol. Menurut NIOSH (1999) bahwa pelaksanaan APT diantaranya perusahaan melakukan pengawasan terhadap penggantian APT.

Meskipun pekerja setuju bahwa menggunakan APT merupakan suatu keharusan, faktanya mayoritas pekerja tidak menggunakan APT pada saat bekerja. Hal ini mungkin saja terjadi bila pekerja hanya memakai APT sebatas akan adanya pengawasan tersebut. oleh karena itu, untuk meningkatkan penggunaan APT sebaiknya perusahaan memperbaiki dan meningkatkan sistem pengawasan terkait penggunaan APT pada saat bekerja, dan untuk menumbuhkan motivasi, perusahaan dapat memberikan beberapa perlakukan seperti pemberian hukuman bagi pekerja yang tidak menggunakan APT pada saat bekerja dan pemberian penghargaan bagi pekerja yang secara taat memakai APT pada saat bekerja dan tidak dikarenakan adanya pengawasan dari perusahaan.

Dengan demikian, indikator yang belum terdapat dalam instruksi APT diantaranya penggunaan dan penggantian APT, namun terdapat indikator lain yaitu kecocokan APT, kenyamanan APT, tersedianya APT, APT digunakan pekerja, monitoring dampak pemakaian APT, dan pengawasan dalam penggunaan APT dapat dimasukkan kedalam instruksi pengendalian bising perusahaan.

4. Pemantauan audiometri

Pemantauan audiometri merupakan kegiatan pengukuran kemampuan mendengar dengan pemeriksaan audiometer. Pemeriksaan audiometri sangat penting peranannya dalam menunjang deteksi dini gangguan pendengaran. Dalam industri, audiometri sebenarnya mutlak diperlukan terutama bagi pekerja yang terpajan bising. Menurut Harrington dan Gill dalam Herman (2003) menyebutkan beberapa keuntungan penerapan audiometri dalam industri, antara lain berupa adanya rekam medis baseline audiogram yang diperoleh pada waktu pekerja mulai memasuki lapangan kerja. Mengetahui situasi / kondisi pendengaran dan upaya kebisingan lainnya, memperlihatkan pengaruh kebisingan pada pekerja dan menentukan secara dini kemungkinan terjadinya gangguan pendengaran.

Indikator yang pertama dalam pemeriksaan audiometri yaitu pemeriksaan pekerja baru (pre employment). Berdasarkan hasil penelitian bahwa PT. Pindad telah melakukan pemeriksaan kesehatan awal bagi pekerjanya dalam medical check up, terutama pada saat penerimaan pekerja baru (pre employment), namun belum termasuk di dalamnya pemeriksaan ketajaman pendengaran (audiometric) bagi pekerja yang berpotensi terpajan bising. Menurut NIOSH (1999) bahwa salah satu indikator dalam pemantauan audiometri adalah dengan pemeriksaan audiometri disaat pertama bekerja disuatu perusahaan. Sejalan dengan itumenurut Hutabarat (2012) bahwa pengukuran audiometri sebaiknya dilakukan pada saat penerimaan pekerja baru (pre employment). Pengukuran awal tersebut berguna sebagai base-line untuk mengevaluasi terhadap pekerja yang terpajan bising.

berguna untuk menilai adanya penurunan daya dengar atau menentukan terjadinya ketulian akibat kerja. Sejalan dengan itu menurut Fajar (2011) bahwa untuk dapat melindungi pekerja secara maksimal, pemeriksaan pendengaran harus dilakukan mulai dari calon pekerja baru (pre employment). Oleh karena itu, pemeriksaan audiometri dibutuhkan bagi pekerja yang baru memasuki tempat kerja dengan potensi bising tinggi. Pemeriksaan awal ini bertujuan sebagai data awal mengenai kondisi pendengaran pekerja agar dapat memonitoring perkembangan dari kesehatan pendengaran pekerja.

Hal ini sejalan menurut penelitian Adikusumo (1994) mengatakan bahwa monitoring audiometri pada tahap awal dapat membantu mengidentifikasi pekerja yang mengalami risiko kerusakan pendengaran tingkat awal, sehingga mereka dapat dimutasi/ditempatkan di luar tempat kerja yang bising. Pada pemeriksaan audiometri calon pekerja baru (pre employment) pemeriksaan ulang dilakukan setelah 9-12 bulan kemudian. Apabila tidak terdapat perubahan ambang batas pendengaran yang bermakna bila dibandingkan dengan hasil sebelumnya, pemeriksaan dilakukan dengan interval 1 tahun, kalau pajanan bising relatif rendah, maka pemeriksaan diperpanjang lebih dari 1 tahun Tana (1998).

Indikator yang selanjutnya yaitu pemeriksaan audiometri pada pekerja ke tempat bising. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pemeriksaan audiometri pada saat penempatan karyawan ke tempat bising belum dilakukan. pemeriksaan audiometri hanya dilakukan secara berkala pada dua tahun sekali. Data terakhir tes audiometri yang dilakukan pada tahun 2013. Dengan tingkat kebisingan yang cukup tinggi di area kerja semestinya pengukuran dilakukan dilakukan setahun sekali. Menurut Herman

Harrington dan Gill dalam Herman bahwa keuntungan melakukan pemeriksaan audiometri dapat mengetahui situasi / kondisi pendengaran pekerja.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa pemeriksaan audiometri saat pindah tugas dari tempat bising atau saat pensiun belum dilakukan. Pekerja mengetahui status kesehatan saat pindah tugas/pensiun melalui hasil medical check up yang dilakukan. Menurut NIOSH (1999) bahwa salah satu indikator pelaksanaan audiometri dilakukan pada saat keluar atau pindah dari tempat dengan kebisingan yang tinggi dengan kebisingan yang normal dan saat pensiun/purna tugas.

Hal ini sejalan menurut OSHA (1983) dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) bahwa salah satu indikator dalam pemeriksaan audiometri dilakukan pada saat pekerja keluar dari tempat kerja dengan potensi bising tinggi dan pada saat pensiun. Pengukuran pada saat pekerja pensiun ini dapat memperlihatkan pengaruh bising yang diterima pekerja selama bekerja diperusahaan tersebut dan mengetahui kemungkinan terjadinya gangguan pendengaran dari bising yang ditimbulkan dari pekerjaannya Herman (2003). Berdasarkan hasil audiometri yang dilakukan saat keluar/purna tugas ini bertujuan untuk memberikan informasi dan penjelasan mengenai status kesehatan pendengaran pekerja (Chairani, 2004). Fase pemeriksaan pasca kerja ini merupakan tahap hasil pengujian audiometri terhadap seorang pekerja yang sudah tidak lagi bekerja di tempat yang memiliki tingkat kebisingan melebihi NAB/purna tugas (Kusumawati, 2012)..

Indikator yang selanjutnya mengenai data audiometri jelas, terdapat tanggal pelaksanaannya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa data mengenai pemeriksaan audiometri sudah terlaksana, terdapat tanggal dan hasil pemeriksaannya dapat dilihat

tes audiometri memiliki data yang jelas dan terdapat tanggal pelaksanaannya. Sejalan dengan itu menurut OSHA (1983) bahwa dalam tes audiometri yang dilakukan terdapat data jelas dan terdapat tanggal pelaksanaanya. Menurut Herman (2003) bahwa pemeriksaan audiometri dilakukan dengan melengkapi data yang lengkap seperti tanggal pelaksanaan dan data pemeriksaannya. Selanjutnya dari hasil pemeriksaan audiometri tersebut dapat diambil tindak lanjut atau pengendalian dari pekerja yang mengalami gangguan dengar akibar bising di area kerja.

Indikator selanjutnya mengenai tindak lanjut dari dokumen audiometri. Berdasarkan hasil penelitian bahwa tindakan lebih lanjut dari dokumen audiometri belum dilakukan. Jika terdapat kelainan atau gangguan dengar dari hasil pemeriksaan audiometri maka PT. Pindad wajib melakukan tindak lanjut jika ditemukan kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan pada tenaga kerja pada pemeriksaan berkala, pengurus wajib mengadakan tindak lanjut terhadap kalainan atau gangguan tersebut dan sebab-sebabnya untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja.

Menurut NIOSH (1999) bahwa dari hasil pemeriksaan audiometri selanjutnya dilakukan tindak lanjut mengenai pekerja yang mengalami penurunan/gangguan pendengaran. Seiring dengan itu OSHA menyatakan bahwa hasil pemeriksaan audiometri pekerja harus ditindak lanjuti untuk mengetahui tindakan yang harus dilakukan oleh perusahaan. Tindak lanjut dari temuan berdasarkan pemeriksaan audiometri yang diakibatkan oleh kebisingan, harus disesuaikan dengan tingkat gangguan pendengaran yang di derita pekerja. Apabila tingkat keparahan gangguan pendengaran serius sebaiknya pekerja dipindahkan dari tempat kerja tersebut. Namun jika jenis gangguan pendengaran baru sebatas tinnitus, pengobatan ataupun tindak

(Kusumawati, 2012). Oleh karena itu semestinya perusahaan melakukan evaluasi terhadap hasil audiometri pekerja, sehingga dapat menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja serta, dapat memberikan pemindahan tugas dari tempat dengan potensi bising ke tempat yang lebih rendah potensi bisingnya.

Indikator selanjutnya yang membahas mengenai perbandingan hasil pemeriksaan pekerja sebagai baseline data untuk mengidentifikasi kesesuaian NAB. Pemeriksaan audiometri berkala dilakukan untuk melihat adanya perubahan pada fungsi pendengaran. Penurunan atau bahkan kehilangan pendengaran dapat dilihat dari hasil analisis perbedaan audiogram data awal dibandingkan dengan audiogram pemeriksaan berikutnya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data untuk identifikasi kesesuaian NAB dengan standar belum dilakukan. Hal ini menjadi salah satu kendala dalam menindak lanjut hasil pemeriksaan audiometri. Menurut NIOSH (1999) bahwa dari pemeriksaan (pre employment) dilakukannya perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data untuk identifikasi kesesuaian NAB dengan standar.

Sejalan dengan itu menurut Herman (2003) bahwa dari hasil pemeriksaan audiometri (pre employment) dapat menjadi dasar sebagai pembanding dan berguna untuk menentukan terjadinya gangguan pendengaran akibat kerja. Dapat dikatakan bahwa adanya identifikasi dan tindak lanjut dari perbandingan hasil pemeriksaan pekerja baseline data tidak dapat memberikan gambaran kondisi pendengaran pekerja pada saat awal masuk dengan pemeriksaan pre-employment sampai pekerja keluar/purna tugas dari perusahaan. Dengan demikian, perusahaan dalam hal ini harus melakukan pemeriksaan pre-employment untuk dapat membandingkan hasil

dengan kesesuaian NAB akan terlihat bahwa pekerja yang mengalami gangguan pendengaran akan melewati nilai Standard Threshold Shift (STS) kemudian dikomunikasikan dan diberikan peringatan secara tertulis kepada pekerja yang bersangkutan agar pekerja dapat mengetahui penurunan pendengaran yang dialaminya.

Indikator yang selanjutnya mengenai hasil tes audiometri secara keseluruhan dikomunikasikan kepada pihak yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa hasil tes audiometri telah dikomunikasikan kepada pihak yang mengikuti tes audiometri dan pengawas. Hasil tes audiometri secara keseluruhan dapat menjelaskan informasi yang jelas kepada pekerja Chairani (2004). Namun bentuk komunikasi dari hasil tes audiometri hanya sebatas hasil pemeriksaan audiometri, belum ada komunikasi lebih lanjut mengenai hasil pemeriksaan tersebut kepada pekerja. Sejalan dengan itu menurut NIOSH (1999) bahwa hasil pemeriksaan audiometri secara keseluruhan dikomunikasikan kepada pihak yang bersangkutan.

Perusahaan hendaknya mengkomunikasikan secara umum dan jelas mengenai pemeriksaan audiometri kemudian bagaimana tindak lanjut dari pengujian tersebut, agar pekerja mendapatkan informasi yang sejelas jelasnya. Sehingga pekerja lebih memberikan perlindungan diri secara lebih baik dalam bekerja dengan kebisingan yang diterima di tempat kerjanya. Menurut direktorat bina kesehatan kerja departemen kesehatan (2006) bahwa hasil tes audiometri secara keseluruhan dikomunikasikan kepada pengawas dan pekerja yang mengikuti tes audiometri tersebut.

5. Pencatatan dan pelaporan

hazards, engineering and administratif controls, personal hearing protective, Indikator yang belum sesuai yaitu pencatatan audiometric yang dokumennya dapat dilihat pada lampiran 5.14.

Pencatatan audiometri semestinya dokumentasi disimpan menjadi satu kesatuan dari setiap indikator program yang dijalankan. Namun dalam Pelaksanaan dokumen audiometri ini masih tidak rapi dalam menyimpan hasil pemeriksaan audiometri pekerja dari pertama pemeriksaan yang dilakukan sampai akhir.

Berdasarkan pencatatan dokumen audiometri yang perlu perbaikan maka yang harus dilakukan adalah mencari dokumen yang terdahulu dalam pemeriksaan audiometri bagi pekerja yang masih aktif dan telah mengikuti pemeriksaan audiometri untuk melindungi data pekerja. Sejalan dengan itu pencatatan dan penyimpanan data yang efektif memliki tujuan diantaranya untuk mendorong pihak manajemen agar selalu memperhatikan karyawannya, memastikan pengendalian kebisingan dilaksanakan secara tepat dan akurat, dan menjaga agar data karyawan tetap valid (Fajar, 2012). Dokumen ini berguna untuk memudahkan petugas yang bertanggung jawab untuk menganalisa jika terdapat adanya perbedaan atau perubahan kemudian akan ditindak lanjuti oleh perusahaan.

Menurut NIOSH (1999) indikator yang belum terdapat pada elemen pencatatan dan pelaporan adalah pencatatan evaluasi dan pencatatan audit. Pencatatan evaluasi dan audit belum dilakukan dikarenakan elemen evaluasi dan audit pada instruksi pengendalian kebisingan. Menurut NIOSH (1999) dalam pelaksanaan pencatatan harus dilakukan yaitu pencacatan dan pelaporan audit, pencatatan monitoring bising, pencatatan pengendalian teknis dan administratif, pencatatan audiometric dan pencatatan

tujuan diantaranya untuk mendorong pihak manajemen agar selalu memperhatikan karyawannya, memastikan HLPP dilaksanakan secara tepat dan akurat, dan menjaga agar data karyawan tetap valid (Fajar, 2012).

Dokumen terkait