• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Program Pengendalian Bising Pada PT Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Program Pengendalian Bising Pada PT Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014"

Copied!
225
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh

DIAN ARDIKA SITANGGANG

1110101000006

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

KESEHATAN& KESELAMATAN KERJA Skripsi, Maret-Desember 2014

Dian Ardika Sitanggang, NIM : 111010100006

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM PENGENDALIAN BISING PADA PT PINDAD (PERSERO) BANDUNG TAHUN 2014

xvii + 263 halaman + 2 bagan + 11 tabel + 5 lampiran

ABSTRAK

Industri di negara maju maupun berkembang tersebut memakai mesin sebagai alat dalam proses pekerjaannya. Sebagai akibatnya timbul bising lingkungan kerja yang dapat berdampak buruk terhadap kesehatan pendengaran pekerja, sehingga diperlukannya program untuk mengendalikan kebisingan. Akan tetapi pada kenyataannya, masih belum terlaksana secara komprehensif di PT. Pindad (Persero) Bandung.

Penelitian ini bersifat kualitatif untuk menggambarkan bagaimana pelaksanaan program pengendalian bising yang dilakukan di PT. Pindad (Persero) Bandung tahun 2014. Penelitian dilakukan mulai Maret hingga Desember 2014. Untuk mendapatkan keabsahan data, maka digunakanlah triangulasi metode dan triangulasi sumber. Triangulasi data terdiri dari wawancara, telaah dokumen dan observasi. Triangulasi sumber terdiri dari informan utama yaitu para pengawas, informan kunci yaitu K3LH dan informan pendukung yaitu pekerja.

Hasil penelitian menunjukkan elemen pengendalian bising diperusahaan diantaranya survey kebisingan, pengendalian teknis dan administratif, APT, pemantauan audiometri, dan pencatatan dan pelaporan. Indikator tersebut terlaksana dan perlu perbaikan sesuai dengan ketentuan yang ada, Agar dapat diketahui hal-hal yang harus diperbaiki untuk mewujudkan program pengendalian bising yang komprehensif.

Untuk memastikan program pengendalian bising ini dilaksanakan dengan tepat, disarankan kepada perusahaan untuk mencantumkan pada instruksi pengendalian bising pada pendidikan dan motivasi, evaluasi program dan audit program dari serangkaian pengendalian bising.

(3)

OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Undergraduate Thesis, March-December 2014

Dian ArdikaSitanggang, NIM : 111010100006

DESCRIPTIVE NOISE CONTROL PROGRAM IN PT PINDAD (PERSERO) BANDUNG, 2014

xvii + 263 pages + 2 charts + 11 tables + 5 attachments

ABSTRACT

Most workplace have processes which emit high noise level from machine.Exposure to noise at work can cause hearing loss. Employers must deal with noise exposure which include of implementation of a noise control program.

The purpose of this qualitative research is to describe noise control program in PT Pindad (Persero) Bandung, 2014. This paper illustrates how interview, literature review and observation were used to enhance confidence in the ensuing finding.

The result showed that the application of noise control program element hasn’t well done between noise survey, engeneering and administrative control, PPE, audiometry, report and recorded. PT Pindad should consider this finding to improvement the implementation of noise control program.

PT Pindad Persero should be develop training program, program evaluation, audit program, for exposure worker and yearly evaluation about the implementation of noise control program.

Reference: 37 (1994-2014)

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP Personal Details

Name : Dian Ardika Sitanggang

Sex : Man

Place, Date of Birth : Medan, 15 Juni 1992 Nationality : Indonesia

Marital Status : Single

Height, Weight : 167 cm, 60 kg

Health : Perfect

Religion : Moeslem

Address : Jl. Tarumanegara Pisangan Cipuat Timur Tanggerang Selatan

Mobile : 081315664803

E-mail : Dianstg92@gmail.com Father’s Name : Novardi Sitanggang. Alm

Job : -

Mother’s Name : Huriah Ekawati

Job : Civil Servants

Educational Background

1998 – 2004 : 010005 Elementary School, Kisaran 2004 – 2007 : Mts.N kisaran

2007 – 2010 : MAN Kisaran

2010 – Now : Occupational Safety and Health, Public Health

Islamic State University Syarif Hidayatullah, Jakarta Indonesia Organization Experience

2008 – 2009 : Member Organisasi Intra Madrasah (OSIM) 2010 – 2011 : Member Badan Eksekutif Mahasiswa 2010 - 2011 : Member of KSR, UIN Jakarta

Qualifications

1. Computer Literate (MS Word, MS Excel, MS Power Point, MS Access, MS Outlook, SPSS, Epi Data, Photoshop).

(8)

serta Shalawat dan salam semoga tercurah kepada baginda besar Nabi Muhammad S.A.W. Syukur senantiasa terucapkan atas segala Nikmat dan Bimbingan-Nya hingga skripsi yang berjudul ” Gambaran Program Pengendalian Bising Pada PT Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014 ini dapat tersusun dengan rapi dan baik.

Rasa terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya saya ucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebut secara rinci atas bantuan dan bimbingan dalam penyelesaikan skripsi ini

1. DR.H.Arif Sumantri M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta.

2. Staf dan seluruh Dosen Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta yang telah membekali penulis dengan ilmu selama mengikuti perkuliahan.

3. Terimakasih dan Rasa Hormat yang setinggi-tingginya kepada dosen penguji skripsi Ibu Dewi Utami Iriani Ph.D. Semoga ilmu yang bapak ibu dosen berikan menjadi amal ibadah dan bermanfaat bagi penulis.

4. Terimakasih dan Rasa Hormat yang setinggi-tingginya kepada dosen penguji skripsi Bapak DR. M. Farid Hamzhens M.Si. Semoga ilmu yang bapak ibu dosen berikan menjadi amal ibadah dan bermanfaat bagi penulis.

5. Terimakasih dan Rasa Hormat yang setinggi-tingginya kepada dosen penguji skripsi Ibu Meilani Anwar SKM., MT. Semoga ilmu yang bapak ibu dosen berikan menjadi amal ibadah dan bermanfaat bagi penulis.

6. Terima kasih kepada Ibu Yuli Amran SKM, MKM selaku dosen pembimbing skripsi 1 yang telah memberikan bantuan semangat dan bimbingannya. Semoga Ibu selalu dalam keadaan sehat dan ilmu yang diberikan menjadi amal ibadah serta menjadi barokah untuk penulis.

7. Terima kasih kepada Ibu DR. Iting Shofwati ST, MKKK selaku dosen pembimbing dan dosen akademik yang telah memberikan bantuan semangat, bimbingan selama perkuliahan dan bimbingannya. Semoga Ibu selalu dalam keadaan sehat dan ilmu yang diberikan menjadi amal ibadah serta menjadi barokah untuk penulis.

(9)

memotivasi anak tersayangmu sampai memperoleh gelar sarjana ini.

10.Terimakasih kepada seluruh teman-teman seperjuangan K3 2010 “Kalian Luar Biasa” terkhusus untuk KM K3 2010 “Agung Raharjo SKM”. Semoga Bro Agung Selalu dalam keadaan sehat dan persahabatan kita semua untuk selamanya.

11.Terima kasih kepada orang-orang terdekat dan tersayang yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan waktu dan semangatnya bersama-sama berjuang dalam pencapaian gelar sarjananya.

12.Terimakasih juga kepada My Heart “Amalia Putri Suherman” yang bersama sama mengejar gelar sarjana di UIN Jakarta. Semoga kita terus berjuan bersama sama sampai waktu yang akan ditunggu dan selamanya. Aamiin.

Jakarta, September 2015

(10)

Nomor Halaman

2.1 Intensitas dan sumber bising ... 11

2.2 Intensitas Kebisingan Dan Waktu Paparan ... 16

2.3 Derajat Ketulian (WHO 1992) ... 20

2.4 Indikator Setiap Elemen Hearing Loss Prevention Program (HLPP) ... 44

menurut NIOSH, OSHA, dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan 5.1 Pengukuran bising PT.Pindad (Persero) Bandung ... 71

5.2 Indikator Survey Kebisingan ... 75

5.5 Indikator Elemen Pengendalian Teknik dan Administrative ... 84

5.6 Indikator Alat Pelindung Telinga (APT) ... 93

5.7 Indikator Pemeriksaan Audiometri ... 102

(11)

Nomor Halaman

1. Lembar Wawancara ... 149

2. Lembar Observasi ... 152

3. Matriks Elemen Pengendalian bising ... 154

4. Matriks Wawancara ... 164

5. Gambar Observasi ... 193

6. Instruksi Kerja Pengendalian Bising ... 203

(12)

APT : Alat Pelindung Telinga

dB : Decobel

HLPP : Hearing Loss Prevention Program NIHL : Noise Induced Hearing Loss NAB : Nilai Ambang Batas

(13)

Nomor Halaman

5.1 jadwal perawatan mesin ………..193

5.2 pemberian plumas mesin ………..195

5.3 pemeliharaan mesin ………..195

5.4 pekerja dengan pukulan ………..196

5.5 peredam dengan karet mesin ………..196

5.6 tanda kebisingan ………..197

5.7 shift kerja ……….197

5.8 pamakaian apt ………...198

5.9 jenis apt ………...200

(14)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... 1i

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR ISTILAH ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 16

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus... 7

E. Manfaat ... 8

1. PT. Pindad (Persero) Bandung ... 8

2. Peneliti ... 8

(15)

C. Hearing Loss Prevention Program (HLPP) ... 24

D. Gambaran Pelaksanaan Pengendalian Bising ... 51

E. Kerangka Teori ... 52

BAB III KERANGKA BERFIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ... 53

A. Kerangka Berfikir ... 53

B. Definesi istilah ... 54

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 58

A. Jenis Penelitian ... 58

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 58

C. Informan ... 58

D. Instrumen Penelitian ... 59

E. Metode Pengumpulan Data ... 59

F. Validasi Data ... 62

G. Analisa Data ... 66

BAB V ... 67

HASIL ... 67

A. Implementasi Pengendalian Kebisingan ... 67

1. Survei Kebisingan ... 68

2. Pengendalian Teknis Bising ... 75

3. Alat pelindung telinga ... 85

4. Pemeriksaan audiometri ... 94

5. Pencatatan dan pelaporan ... 103

(16)

2. Pengendalian teknis dan administratif bising ... 121

3. Alat pelindung telinga (APT) ... 127

4. Pemantauan audiometri ... 134

5. Pencatatan dan pelaporan ... 139

BAB VII ... 142

SIMPULAN DAN SARAN ... 142

A. Simpulan ... 142

B. Saran ... 144

1. Perusahaan ... 144

2. Peneliti Selanjutnya ... 145

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam memasuki era industrialisasi, masalah keselamatan kerja semakin menjadi perhatian penting, terutama setelah dikeluarkannya Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Seperti diketahui bahwa era industrialisasi membutuhkan dukungan penggunaan teknologi maju dan peralatan canggih. Pada industri di negara maju maupun berkembang tersebut memakai mesin sebagai alat dalam proses pekerjaannya. Indonesia dapat disebut sebagai negara industri yang sedang berkembang, sehingga dalam upaya peningkatan pembangunan banyak menggunakan peralatan industri yang dapat membantu dan mempermudah pekerjaan.

(18)

tahun 1997 memperkirakan bahwa di seluruh dunia diperkirakan terdapat 441 sampai 580 juta orang mengalami gangguan pendegaran sensori neural ringan, 127 juta orang mengalami gangguan pendengaran sedang, dan 39 juta orang mengalami gangguan pendengaran berat.

Laporan WHO tahun 1998 sebagaimana yang disampaikan oleh Ditjen PPM &PLP, Depkes RI, menyatakan bahwa 8-12% penduduk dunia telah menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk dan diperkirakan angka tersebut terus meningkat. WHO memperkirakan bahwa di tahun 2001 terdapat 120 juta penduduk dunia yang mengalami gangguan pendengaran (Hutabarat, 2012). Dari hasil “WHO Multi Center Study” dalam Rencana

Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengran Dan Ketulian Untuk Mencapai Sound Hearing 2030 Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2006) menyatakan bahwa pada tahun 1996, Indonesia termasuk 4 (empat) negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4.6%), 3 (tiga) negara lainnya adalah Srilangka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%).

Penelitian yang dilakukan oleh Sardewi (1998) kebisingan yang terdapat di perusahaan “P” yang bergerak di industri mesin kapal adalah

(19)

penelitian Arista (2014) bahwa kebisingan di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan antara 77-91,4 dB. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara dan lingkungan kerja tahun 2013, PT Pindad (Persero) Bandung sebagai perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan senjata memiliki tingkat kebisingan pada devisi senjata 121 dB, kemudian pada devisi kendaraan khusus berkisar 83-93.8 dB, pada devisi mesin industri dan jasa tingkat kebisingannya 76.1 dB, devisi tempa dan cor memiliki tingkat kebisingan berkisar 73-102.3 dB. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut maka tingkat kebisingan melebihi nilai ambang batas (NAB) yaitu > 85 dBA.

Menurut Frank (1996) dalam Tana (1998) bahwa kehilangan fungsi pendengaran akibat pekerjaan (Occupational Hearing Loss) merupakan permasalahan yang sangat buruk yang terjadi di lingkungan kerja pada saat ini. Gangguan pendengaran akibat bising merupakan masalah utama yang diterima pekerja di tempat yang terpajan bising, kebisingan itu sendiri telah terpajan kepada pekerja di berbagai tempat kerja di dunia. Kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja merupakan masalah yang perlu mendapatkan perhatian yang memadai untuk kesehatan para pekerja (Adikusumo, 1994).

(20)

itu perlu dilindungi agar tidak terjadi hilangnya fungsi pendengaran akibat kebisingan (Herman, 2003).

Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan maka timbul suatu upaya dalam menangani permasalahan kebisingan tersebut. Salah satu upaya menangani permasalahan tersebut adanya program pengendalian kebisingan. HLPP atau lebih dikenal dengan program pengendalian kebisingan pendengaran yang bertujuan untuk mengetahui status kesehatan pendengaran tenaga kerja yang terpajan bising berdasarkan data Bashiruddin (2009), HLPP adalah program yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan atau kehilangan pendengaran tenaga kerja akibat kebisingan di tempat kerja (Bashiruddin, 2002). Serangkaian kegiatan dan aktivitas yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehilangan pendengaran (Noise Induced Hearing Loss) pada pekerja yang terpajan bising tinggi.

Elemen dari HLPP adalah identifikasi kebisingan dan sumber bising, kontrol kebisingan dan kontrol administrasi, tes audiometri berkala alat pelindung diri, motivasi dan edukasi pekerja, pencatatan dan pelaporan data, evaluasi program serta audit program (Malaka, 2010).

(21)

dikeluarkan pada tahun 2010 Nomor : Skep/54/P/BD/IX/2010. Pembaharuan instruksi kerja pengendalian kebisingan ini dilakukan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan dari program pengendalian kebisingan.

Pada pengendalian kebisingan yang dilakukan diantaranya survey kebisingan, pengendalian teknik dan administratif, penggunaan alat pelindung telinga (APT), pencatatan dan pelaporan. Berdasarkan pengendalian kebisingan yang dilakukan bahwa terdapat hasil tes audiometri yang dilakukan Balai Keselamatan dan Kesehatan (K3) Bandung tahun 2013 bahwa 53 pekerja yang mengikuti tes hanya 3 orang tidak mengalami gangguan pendengaran. Pengukuran kebisingan yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai kebisingan melebihi nilai ambang batas (NAB) yaitu > 85 dBA.

(22)

pengendalian teknik dan administratif, penggunaan alat pelindung telinga (APT), pencatatan dan pelaporan

B. Rumusan Masalah

(23)

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran pelaksanaan dari pengendalian kebisingan di PT Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014 berdasarkan elemen-elemen sebagai berikut :

a. Survei / pengukuran kebisingan

b. Pengendalian teknis dan Pengendalian administratif c. Alat Pelindung Telinga (APT)

d. Tes audiometri

e. Pencatatan dan pelaporan

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pengendalian bising di PT Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

Evaluasi dari pelaksanaan dari pengendalian bising di PT Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014 berdasarkan elemen-elemen sebagai berikut diketahuinya :

a) Hasil survei / pengukuran kebisingan

b) Hasil pengendalian teknis dan Pengendalian administratif c) Hasil Alat Pelindung telinga

d) Hasil tes audiometri

(24)

E. Manfaat

1. PT. Pindad (Persero) Bandung

Memberikan informasi kepada PT Pindad (Persero) Bandung dan sebagai bahan evaluasi program pengendalian kebisingan dalam upaya pengendalian kebisingan di lingkungan kerja.

2. Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi salah satu tolak ukur untuk melakukan identifikasi program yang tepat sasaran dan menciptakan zero accident. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi pengembangan

dari aplikasi ilmu yang telah didapat di perkuliahan untuk menambah wawasan mahasiswa dan sebagai bahan pengembangan untuk penelitian selanjutnya dalam melakukan penelitian mengenai pengendalian bising.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2014 di PT Pindad (Persero) yang terletak di Jl. Jend. Gatot Subroto No. 517 Bandung Jawa Barat. Objek yang diteliti adalah pengendalian kebisingan yang terdiri dari beberapa elemen sebagai berikut :

1. Survei / pengukuran kebisingan

2. Pengendalian teknis dan Pengendalian administratif 3. Alat Pelindung telinga

(25)

5. Pencatatan dan pelaporan

(26)

A. Kebisingan

1. Definisi Kebisingan

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan oleh getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau sura tersebut tidak dikehendaki oleh karena menganggu atau timbul diluar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur, 2009).

2. Sumber Kebisingan

(27)

yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi 1.000 Hz. Kebisingan dalam perusahaan dengan intensitas dan sumber bisingnya sebagai berikut :

Tabel 2.1

Intensitas Dan Sumber Bising

Intensitas Bising (dB)

Sumber Kebisingan Kerusakan alat

pendengar

120 (Batas dengar

tertinggi) Menyebabkan tuli 110

100

Halilintar Mariam Mesin uap

Sangat hiruk 90 Jalan hiruk pikuk

Perusahaan sangat gaduh

Peluit polisi

Kuat 80

70

Kantor bising

Jalan pada umumnya Radio

Perusahaan

Sedang 60

50

Rumah gaduh

Kantor pada

umumnya Percakapan kuat Radio perlahan

Tenang 40

30

Rumah tenang Kantor perorangan Auditorium Percakapan Sangat tenang 20

10 0

Suaran daun Berbisik

(batas dengar terendah)

Sumber : Suma’mur, 2009 3. Instrumen Bising

(28)

analyzer, dan narrow band noise. Namun kebanyakan pengukuran

kebisingan kebanyakan menggunakan Sound Lavel Meter dan Octave Band Analyzer.

a. Sound lavel meter (SLM)

Sound lavel meter adalah alat utama dalam pengukuran kebisingan. alat ini mengukur kebisingan diantara 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz.

b. Octave Band Analyzer(OBA)

Octave Band Analyzer adalah alat untuk menganalisis

frekuensi terhadap suatu kebisingan yang memiliki sejumlah saringan (filter) berdasarkan oktaf. Jika spektrumnya sangat curam dan kandungan frekuensinya berbeda banyak, dapat dipakai skala 1/3 oktaf. Untuk filter oktaf disukai frekuensi-frekuensi tengah 31,5; 63; 125; 250; 500; 1000; 2000; 4000; 8000; 16.000; dan 31.500 Hz (Suma’mur, 2009).

4. Nilai Amabang Batas Kebisingan (NAB)

(29)

Republik Indonesia (2011) nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja dan merupakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 16-7063-2004 yaitu 85 dB.

5. Pengendalian Kebisingan a. Eliminasi (Elimination)

Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapakan sebagai perioritas utama (Setyorini, 2010). Pengendalian eleminasi harus dilakukan untuk dapat mengurangi kebisingan serendah mungkin untuk mencegah atau meminimalisasi seluruh risiko baik kesehatan maupun keselamatan yang timbul akibat pajanan kebisingan (Shofwati, 2009). Pengalaman membuktikan bahwa modifikasi mesin yang telah beroperasi dan juga bangunan yang telah jadi untuk maksud pengurangan tingkat kebisingan sangat mahal biayanya dan hasilnya kurang efektif. Maka dari itu perencanaan sejak semula dengan perhatian yang memadai dalam pengendalian kebisingan merupakan upaya paling utama dan akan berhasil baik (Suma’mur, 2009).

b. Subsitusi (substitution)

(30)

bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat diterima (Setyorini, 2010). Adapun mesin-mesin yang sudah lama beroperasi pada perusahaan semestinya dapat diganti dengan mesin yang baru dengan tingkat kebisingan mesin yang lebih rendah dari pada mesin yang lama.

c. Rekayasa Teknik (Engineering Control)

Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan misalnya dengan menempatkan peredam, tatapi umumnya hal itu dapat dilakukan dengan melakukan riset dan membuat perencanaan mesin atau peralatan kerja baru. Membuat disain dan memproduksi mesin baru dengan standar intensitas kebisingan yang lebih baik sangat tergantung pada permintaan para usahawan sebagai pengguna mesin terebut kepada pabrik produsennya dengan memintakan persyaratan kebisingan terhadap mesin serupa yang telah digunakan (Suma’mur, 2009).

d. Isolasi (Isolation)

(31)

berat, menutup pas lobang yang ditutupnya dan lapisan dalamnya terbuat dari bahan yang menyerap suara agar tidak terjadi getaran yang lebih hebat sehingga merupakan sumber kebisingan (Suma’mur, 2009).

e. Pengendalian administrasi (Administratif Control)

Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpajan potensi bahaya (Setyorini, 2010). Berikut ini adalah tindakan pengendalian kebisingan secara administrasi di tempat kerja :

a) Rotasi kerja

Rotasi kerja melibatkan perubahan tugas atau pekerjaannya yang dilakukan oleh pekerja sehingga mereka tidak berisiko terpajan kebisingan tinggi.

(32)
[image:32.595.138.506.131.578.2]

Tabel 2.3

Intensitas Kebisingan Dan Waktu Pajanan

Intensitas kebisingan dalam (dB)

Waktu Pajanan

85 8 jam

88 4 jam

91 2 jam

94 1 jam

97 30 menit

100 15 menit

103 7,5 menit

106 3,75 menit

109 1.88 menit

112 0.94 menit

115 28.12 detik

118 14.06 detik

121 7.03 detik

124 3.52 detik

127 1.76 detik

130 0.88 detik

133 0.44 detik

136 0.22 detik

139 0.11 detik

140 0detik.*

*catatan : walaupun sesaat tidak boleh terpajan. Sumber (Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2011)

(33)

b) Program Pemeliharaan Peralatan

Penurunan kebisingan mesin hingga 10 dB dapat dicapai dengan cara pemeliharaan peralatan. Penurunan kebisingan lebih besar dapat dicapai tergantung pada tipe mesin dan peralatan. Program pemeliharaan harus menyertakan modifikasi dan atau tambahan, misalnya noise mufflers, vibration isolators, duct silencers. Tingkat

kebisingan dapat meningkat karena kurangnya pemeliharaan, perubahan pengaturan mesin atau operasional mesin (Shofwati, 2009).

c) Program Buy Quiet

Kesempatan untuk melakukan program “Buy Quiet” timbul ketika:

a) Rencana sedang dibuat untuk bangunan dan pengaturan tempat kerja.

b) Perluasan atau Refurbishment tempat kerja sedang dipertimbangkan.

c) Pabrik dan peralatan baru akan dibeli.

(34)

kemungkinan untuk mengurangi kebisingan disamping pengurangan biaya. Tingkat kebisingan maksimum yang dapat diterima untuk pabrik dan peralatan seharusnya dijelaskan dalam dokumen tender. Tingkat kebisingan dari peralatan baru sedapat mungkin tidak meningkatkan tingkat kebisingan di tempat kerja. pengendalian lainnya yang dapat diterapkan adalah area perlindungan pendengaran (Hearing Protection Areas), inspeksi dan pemeliharaan, informasi dan pelatihan (Shofwati, 2009).

f. Alat Pelindung Telinga (Hear Protective Equipment)

(35)

B. Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

American college of occupational medicine (ACOM) mendefinisikan NIHL karena pekerjaan sebagai ketulian yang berambah secara perlahan-lahan setelah waktu yang lama sebagai akibat terpajan bising dengan intensitas tinggi yang terus menerus atau terputus-putus (Sataloff, 1994).

Menurut Seotirto (1994), memberikan batasan untuk NIHL sebagai kurang pendengaran yang tibul akibat terpajan bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya disebabkan oleh bising lingkungan kerja, sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga.

Apabila terpajan bising terus menerus maka akan berakibat kehilangan daya dengar yang menetap, tidak terjadi pemulihan, mulai pada frekuensi tinggi sekitar 4.000 Hz, kemudian meluas ke frekuensi-frekuensi lain yang lebih rendah, dan akhirnya menyebar ke frekuensi lebih rendah (2 Khz) maka kesukaran mendengar mulai terasa. Perkiraan hubungan antara pajanan bising tinggi yang berkepanjangan dengan ketulian secara tepat sangat sulit, karena perubahan pajanan bising di tempat kerja, pergantian mesin-mesin, perubahan tugas dan pemakaian alat pelindung telinga.

(36)
[image:36.595.137.516.136.516.2]

Tabel 2.3

Derajat Ketulian (WHO 1992)

Penampilan Nilai Ketulian Nilai Audiometri

Kedua telinga tidak dapat mendengar kata yang diucapkan

5 = tuli sangat berat bilateral

>81 dB Dapat mendengar beberapa kata

yang diteriakkan pada sisi telinga yang lebih mendengar

4 = tuli berat bilateral

61-80 dB

Dapat mendengar kata-kata yang diteriakkan dari jarak 3 meter.

3 = tuli sedang bilateral

41-60 dB Agak sulit mendengar tetapi

biasanya dapat mendengar kata-kata yang diucapakan dengan kekerasan suara yang normal

2 = tuli ringan bilateral

26-40 dB

Ketulian hanya terjadi pada satu telinga

1 = tuli ringan unilateral

Telinga yang sehat mempunyai nilai audiometri normal (<25 dB)

Tidak ada masalah pendengaran 0= normal Kedua telinga dengan nilai audiometri normal (<25 dB)

Sumber : WHO (1992) dalam Seotirto (1994)

1. Kecacatan pada NIHL

Dalam menghitung cacat akibat bising diperlukan audiogram nada murni pada saat mulai bekerja di lingkungan bising dan audiogram nada murni yang terakhir dibuat. Bila audiogram nada murni pada saat mulai bekerja pada lingkungan bising tidak ada, maka dianggap ambang pendengaran dulu adalah 25 dB, diperlukan umur pekerja untuk korelasi terhadap penurunan ambang pendengaran 0,5 dB tiap tahun setelah umur 40 tahun.

(37)

dengar di atas 92 dB. Jadi batas ambang tertinggi untuk tuli adalah 93 dB dan terendah adalah 25 dB.

a) Ketulian monoaural dinilai sebagai berikut :

Periksa pendengaran pada frekuensi 500-1000-2000 Hz, kemudian ambil rata-ratanya. Kurangi dengan 25 dB. Perkalian sisanya dengan 1,5. Hasilnya ialah presentasi ketulian dari satu telinga (monoaural)

b) Ketulian binaural (kedua telinga) dihitung sebagai berikut : Perkalian monoaural dari telinga yang lebih baik dengan 5. Tambahkan nilai ketulian monoaural dari telinga yang lebih buruk pendengarannya dengan hasil perhitungan tadi. Bagi jumlah ini dengan 6. Hasilnya ialah prosentasi ketulian binaural.

(38)

2. Patofisiologi NIHL

Menurut Lim, (1979) dalam Bashiruddin (2002) bahwa mekanisme yang mendasari NIHL diduga berupa adanya stres mekanis dan metabolic pada organ sensorik audiotorik bersamaan dengan kerusakan sel sensorik atau bahkan kerusakan total organ corti didalam koklea Frekuensi kebisingan. kehilangan sel sensorik

pada daerah yang sesuai dengan frekuensi yang terlibat adalah penyebab NIHL yang paling penting. Kepekaan terhadap stress pada sel rambut luar ini berada dalam kisaran 0-58 dB, sedangkan untuk sel rambut dalam di atas 50 dB. Biasanya dengan terjadinya TTS, ada kerusakan bermakna pada sel rambut luar. Frekuensi yang sangat tinggi lebih dari 8 kHz memengaruhi dasar koklea.

Proses mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan sel rambut akibat pajanan terhadap bising meliputi :

a) Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat menyebabkan robeknya membrane Reissner sehingga dalam endolimfe dan perilimfe bercampur yang mengakibatkan kerusakan sel

rambut.

(39)

c) Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat langsung merusak sel rambut dengan melepaskan organ Corti atau merobek membrane basilar.

Proses metabolik yang dapat merusak sel rambut akibat pajanan bising meliputi :

a) Pembentukan vesikel dan vakuol di dalam retikulum endoplasma sel rambut serta pembengkakan mitikondria dapat

berlanjut menjadi robeknya membrane sel dan hilangnya sel rambut.

b) Kehilangan sel rambut mungkin disebabkan kelelahan metabolic akibat gangguan sistem enzim yang esensial untuk produksi energi, biosintesis protein dan pengkutan ion.

c) Cidera stria vakularis menyebabkan gangguan kadar Na, K dan ATP. Hal ini menyebabkan hambatan proses transpor aktif dan pemakaian energi oleh sel sensorik. Kerusakan sel sensorik menumbulkan lesi kecil pada membrane reticular bersamaan dengan percampuran cairan endolimfe dan kortilimfe serta perluasan kerusakan sel sensorik lain.

d) Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan membutuhkan energi besar sehingga menjadi lebih rentan terhadap cedera akibat iskemia.

(40)

C. Hearing Loss Prevention Program (HLPP)

Di tempat kerja yang bising (melebihi NAB), pengendalian perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya dampak auditory maupun non-auditory. Menurut OSHA, Nilai Ambang Batas untuk kebisingan selama 8

jam kerja adalah 85 dBA (OSHA, 1983). Di Indonesia NAB yang ditetapkan pun sama berdasarkan Permenaker No. 13/MEN/X/2011 tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. Untuk mengendalikan bahaya kebisingan tersebut, regulasi berdasarkan OSHA mengatur untuk implementasi (HLPP) secara efektif untuk mengendalikan dampak kebisingan dari pekerja (OSHA, 1983).

OSHA menyebutkan bahwa terdapat beberapa elemen dari (HLPP) yaitu survei kebisingan, pengendalian teknis dan administratif, evaluasi audiometri, alat pelindung telinga, pendidikan dan motivasi, pelaporan, evaluasi program (Franks, 1996).

Menurut Royster dan Royster (1990) dalam Hutabarat (2012) (HLPP) adalah suatu program yang tujuan utamanya adalah untuk

mencegah dan melindungi tenaga kerja terhadap timbulnya kehilangan daya dengar Noise Induced Hearing Loss (NIHL) akibat terpajan kebisingan yang melebihi NAB yang ditetapkan yaitu 85 dB selama melakukan pekerjaan.

(41)

Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) mengemukakan elemen dari Hearing Loss Prevention Program (HLPP) sebagai berikut :

1. Survei Kebisingan

Monitoring papran bising merupakan pengukuran pajanan bising di lingkungan kerja dan pemantauan pajanan yang diterima oleh pekerja untuk mengidentifikasi area yang terdapat potensi bising melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan. (NIOSH, 1999) dalam menentukan monitoring pajanan bising ini terdapat prinsip atau indikator untuk mengetahui terlaksananya monitoring ini sebagai berikut :

a) Sudah terdapat hasil pengukuran kebisingan. b) Pengukuran kebisingan dilakukan secara rutin.

c) Pengukuran kebisingan dilakukan saat ada perubahan proses produksi. d) Sudah tersedia Noise Mapping/ kontur pada lokasi dengan tingkat

kebisingan yang tinggi.

e) Adanya penetapan pekerja yang terpajan pada dosis pajanan <0,5 atau 0,5-1.

f) Penggolongan pekerja dalam hal perioritas APT. g) Tanaga pengukur yang telah bersertifikat

h) Penggunaan alat pengukuran yang telah dikalibrasi

i) Hasil pengukuran kebisingan dikomunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan, termasuk supervisor dan pengawas.

(42)

elemen ini terdapat pengukuran pajanan bising di lingkungan kerja dan pemantauan pajanan yang diterima oleh pekerja untuk mengidentifikasi area yang terdapat potensi bising melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan. Pada kegiatan survei kebisingan dan analisis data ini terdapat beberapa indikator untuk mengetahui survei kebisingan telah dilakukan diantaranya :

a) Penentuan kriteria dalam mengidentifikasi dan jadwal kegiatan pemantauan untuk mengetahui pajanan bising

b) Mengkalibrasi alat yang digunakan untuk melakukan pemantauan area bising

c) Melakukan pengukuran bising di area kerja dan pekerja d) Melakukan penghitungan dosis bising yang diterima pekerja

e) Membuat laporan dari perhitungan dosis bising yang diterima pekerja f) Mendokumentasikan seluruh laporan hasil pengukuran baik kebisingan di

area kerja dan pajanan bising yang diterima pekerja.

Berdasarkan pedoman HLPP yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani, (2008) elemen monitoring pajanan bising (Noise Survei/Monitoring) memiliki beberapa tujuan untuk mengetahui monitoring pajanan bising dilaksanakan, yaitu:

(43)

b. Menetapkan kontrol bising (teknis maupun administratif).

c. Menetapkan tempat-tempat yangakan diharuskan menggunakan alat pelindung diri.

d. Menetapkan pekerja yang harus menjalani pemeriksaan audiometri secara periodik.

e. Menilai apakah perusahaan telah memenuhi persyaratan undang-undang yang berlaku.

Dalam melakukan survei dan monitoring kebisingan, beberapa jenis survei yang dapat dilakukan adalah:

a. Survei Kebisingan Dasar

Survei kebisingan jenis ini dapat mengidentifikasi lokasi kerja dimanakebisingan tidak merupakan masalah atau berpotensi memberikan gangguan kepada para pekerja.

b. Survei Kebisingan Detail

Survei detail dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter (SLM) untuk menetapkan tingkat pemaparan rerata berbobot

(TLVTWA). Peralatan lain yang dapat digunakan pada survei kebisingan ini adalah Octave Band Analyzer dan Noise Dosimeter.

Survei kebisingan harus dapat memberikan gambaran kebisingan (noise map) pada seluruh lokasi kerja. Noise mapping menggambarkan

(44)

Telinga (APT). Ringkasan tertulis hasil survei kebisingan harus disampaikan kepada pimpinan perusahaan dan kepala departemen terkait. Sementara hasil pengukuran dari tiap lokasi kerja harus diberitahukan kepada pekerja pada saat pelatihan dan juga diinformasikan melalui papan pengumuman atau di ruangan kerja (Pujiriani, 2008).

2. Pendidikan dan motivasi

Pendidikan dan motivasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberikan informasi dan edukasi kepada pekerja mengenai bising dan efek yang di timbulkan serta bagaimana cara mencegah terjadinya gangguan akibat bising. Elemen Pendidikan dan motivasi menurut NIOSH bermanfaat untuk melindungi pendengaran tenaga dan mendeteksi perubahan ambang pendengaran akibat pajanan bising. Tujuan pendidikan ini untuk menenkankan keuntungan tenaga kerja jika mereka memelihara pendengaran dan kualitas hidupnya.

a) Pendidikan telah diberikan kepada pekerja yang terpajan bising ≥ 85 dBA.

b) Pelatihan dilakukan minimal sekali dalam setahun. c) Pelatihan dilakukan minimal sekali dalam setahun. d) Pelatihan disampaikan oleh instruktur yang kompeten. e) Pelatihan mencakup :

(45)

2) Tujuan dan manfaat, kerugian, instruksi, seleksi, kesesuaian, kegunaan dan perawatan APT.

3) Tujuan dan prosedur audiometri.

Lebih lanjut penyuluhan tentang hasil audiogram pekerja, sehingga tenaga kerja termotivasi untuk berpartisipasi melindungi pendengarannya sendiri, juga melalui penyuluhan diharapkan tenaga kerja mengetahi alasan melindungi telinga serta cara penggunaan alat pelindung telinga.

Dalam elemen pendidikan dan motivasi menurut OSHA ini dilakukan pendidikan kepada pekerja dan manajemen serta mempresentasikan bahaya bising yang terdapat di area kerja, kemudian dengan pendidikan dan motivasi ini dapat menurunkan bahkan mencegah terjadinya Noise Induce Hearing Loss (NIHL). Program pendidikan dan motivasi ini juga akan memberikan dukungan terlaksananya HLPP. Adapun indikator untuk mengetahui elemen pendidikan dan motivasi dilaksanakan diantaranya :

f) Pendidikan telah diberikan kepada pekerja yang terpajan bising ≥ 85 dBA.

g) Pelatihan dilakukan minimal sekali dalam setahun. h) Pelatihan disampaikan oleh instruktur yang kompeten. i) Pelatihan mencakup :

4) Efek kebisingan pada pendengaran.

(46)

6) Tujuan dan prosedur audiometri.

Program pendidikan dan pelatihan menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) menekankan bahwa program Hearing Loss Prevention Program (HLPP) sangat bermanfaat untuk melindungi pendengaran tenaga kerja, dan mendeteksi perubahan ambang pendengaran akibat pajanan bising. Tujuan pendidikan adalah untuk menekankan keuntungan tenaga kerja jika mereka memelihara pendengaran dan kualitas hidupnya. Lebih lanjut penyuluhan tentang hasil audiogram mereka, sehingga tenaga kerja termotivasi untuk berpartisipasi melindungi pendengarannya sendiri. Juga melalui penyuluhan diharapkan tenaga kerja mengetahui alasan melindungi telinga serta cara penggunaan alat pelindung telinga (Pujiriani, 2008).

3. Kontrol engineering dan administratif

Kontrol engineering dan administratif merupakan pengendalian yang dilakukan dalam mengendalikan potensi pajanan bising. Menurut NIOSH dalam Kontrol engineering terdapat prinsip atau indikator untuk mengetahui terlaksananya sebagai berikut :

a) Pemeliharaan mesin (maintenance) yaitu mengganti, mengencangkan bagian mesin yang longgar, member pelumas secara teratur.

b) Mengganti mesin bising tinggi ke bising kurang.

(47)

d) Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan menggunakan lantai berpegas, menyerap suara pada dinding dan langit-langit kerja.

e) Melakukan isolasi operator dalam ruang yang relatif kedap suara. Pada pengendalian administratif terdapat indikator sebagai berikut : a) Adanya tempat istirahat bagi pekerja setelah bekerja di tempat yang

bising

b) Terdapat tanda-tanda peringatan pada area kerja yang memiliki intensitas bising ≥85 dBA.

c) Terdapat rotasi kerja di area kerja yang memiliki kebisingan ≥85 dBA. d) Dilakukannya transfer pekerja dengan keluhan pendengaran.

Menurut OSHA dalam pengendalian Bising dapat dilakukan penerapan pengendalian teknik yang idealnya dapat mengendalikan potensi bahaya bising secara efektif. Selain itu, pengendalian administratif juga dapat dilaksanakan oleh perusahaan, seperti pengaturan jadwal kerja sehingga dapat meminimalisir pajanan bising yang diterima pekerja, kemudian menyediakan area istirahat jauh dari area bising. Pada tahapan ini dilakukan pengendalian kebisingan secara teknis dan administratif dalam mengendalikan dan mereduksi pajanan bising di area kerja. adapun indikator untuk mengetahui pelaksanaan dari elemen pengendalian bising diantaranya:

(48)

b) Melakukan tinjauan kelayakan dalam pengendalian bising baik teknis maupun administratif

c) Penerapan pengendalian teknis yang sesuai

d) Melakukan penilaian setelah diterapkan pengendalian yang sesuai untuk mengkaji keberhasilan pengendalian yang diterapkan

e) Melakukan penilaian yang efektif dalam pengendalian yang telah diterapkan

f) Menentukan spesifikasi dari mesin sesuai dengan kebisingan yang dikeluarkan

g) Mendokumentasikan kegiatan pengendalian teknis dan administratif serta hasil penerapannya

(49)

a. Pemeliharaan mesin (Maintenance), yaitu mengganti, mengencangkan bagian mesin yang longgar, memberi pelumas secara teratur, dan lain-lain.

b. Mengurangi getaran dengan cara mengurangi tenaga mesin, kecepatan putaran atau isolasi.

c. Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan menggunakan lantai berpegas, menyerap suara pada dinding dan langit-langit kerja.

d. Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan udara. e. Melakukan isolasi operator ke dalam ruang yang relatif kedap

suara.

4. Alat Pelindung Telinga

Alat pelindung telinga merupakan alat yang dapat memeberikan perlindungan dari potensi bising. Dalam elemen menurut NIOSH pengguaan alat pelindung telinga ada beberapa indikator yang mempengaruhi alat pelindung telinga :

1) Kecocokan : alat pelindung telinga tidak akan memberikan perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga dengan rapat. 2) Nyaman dipakai ; tenaga kerja tidak akan menggunakan APD ini bila

tidak nyaman dipakai.

(50)

Terdapat beberapa jenis alat pelindung telinga diantaranya : a. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert protector)

alat pelindung telinga ini dapat mengurangi bising hingga 30 dB, kemudian alat pelindung ini dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapat membran timpani. Beberapa tipe sumbat telinga diantaranya formable type, costume molded type dan premolded type.

b. Tutup telinga (earmuff/protectiave caps/circumaural protector) Jenis tutup telinga ini dapat menetupi seluruh teling eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising s/d 40-50 dB pada frekuensi 100-800hz

c. Helmet/enclosure Helmet ini dapat menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi bising maksimum 35 pada 250 Hz sampai 50 dB pada frekuensi tinggi.

4) Pemeriksaan APT secara priodik dalam hal pemakaian, cacat/sempurna, pergantian bila diperlukan.

5) Monitoring dampak pemakaian APT (iritasi atau infeksi pada telinga pekerja)

6) Tersedianya APT untuk semua yang bekerja dengan bising ≥85 dBA. 7) APT yang disediakan oleh perusahaan digunakan oleh pekerja pada saat

terpajan dengan bising ≥85 dBA.

(51)

Dalam elemen Alat Pelindung Telinga menurut OSHA ini dilakukan pemilihan alat pelindung telinga (APT) sesuai dengan NRR dan penggunaan APT yang nyaman, dapat meriduksi bising yang diterima, serta dalam upaya melaksanakan HLPP secara efektif. Adapun indikator untuk mengetahui elemen alat pelindung telinga dilakukan diataranya :

1) Penilaian kebutuhan pemakaian APT yang sesuai dengan pajanan yang ada di area kerja

2) Penilaian kenyamanan dan ketepatan APT dengan kondisi lingkungan kerja

3) Penentuan APT di area kerja yang khusus

4) Pemeliharaan invetarisasi APT yang telah dipilih 5) Pemasangan APT yang tepat pada telinga pekerja 6) Pelatihan dan Motivasi pengguna APT

7) Pengecekan kondisi APT secara rutin

8) Penerapan dalam menggunakan APT yang efektif 9) Melakukan audit pemenuhan penggunaan APT

10)Menentukan spesifikasi pekerja dengan pembatasan penggunaan APT 11)Pelatihan dan pengawasan pengguna APT

12)Membantu pekerja dalam penggunaan APT

13)Mendokumentasikan seluruh kegiatan penggunaan, pelatihan dan kelayakan APT.

(52)

pengendalian perorangan (Personal Control). Pada umumnya pengendalian tingkat ini dilakukan dengan menggunakan alat pelindung diri (dalam hal ini adalah alat pelindung telinga). Alat pelindung telinga yang biasanya dipakai antara lain:

a. Sumbat telinga (earplugs/insertdevice/auralinsertprotector)

Alat ini dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membran timpani dan dapat menguranagi bising sampai dengan 30 dB. Sumbat telinga (earplugs) memiliki beberapa tipe, yaitu formable type, custommolded type, dan premolded type.

b. Tutup telinga (earmuff / insertdevice / auralinsertprotector)

Earmuff dapat menutupi seluruh telinga eksternal dan digunakan untuk mengurangi bising sebesar 40 – 50 dB.

c. Helmet atau enclosure

APT jenis ini dapat menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi bising maksimum 35 dBA pada 250 Hz dan 50 dBA pada frekuensi tinggi.Penggunaan alat pelindung telinga dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Roestam (2004) dalam Pujiriani (2008), antara lain:

(53)

b. Nyaman dipakai. Para pekerja tidak akan mau menggunakan APT apabila alat tersebut tidak nyaman dipakai.

c. Penyuluhan khusus, terutama tentang cara pemakaian dan perawatan alat tersebut. APT harus tersedia di tempat kerja tanpa harus membebani pekerja dari segi biaya. Atau dengan kata lain, perusahaan harus menyediakan APT-APT ini.

5. Pemantauan Audiometer

Pemantauan audiometri merupakan kegiatan pengukuran kemampuan mendengar dengan pemeriksaan audiometer. Menurut NIOSH bahwa dalam elemen evaluasi audiometer dapat dilakukan dengan indikator sebagai berikut :

1) Pre- employment, yaitu pemeriksaan audiometri kepada pekerja disaat pertama berkerja disuatu perusahaan.

2) Penempatan karyawan ke tempat bising, yaitu pekerja dilakukan tes audiometri bilamana di tempat kerja terdapat bising.

3) Saat pindah tugas keluar dari tempat bising saat pensiun/purna tugas, pemeriksaan audiometri ini dilakukan oleh perusahaan terhadap pekerja bilamana pekerja sudah memasuki masa pensiun atau pindah dari pekerjaan dengan kebisingan yang tinggi kebagian dengan kebisingan yang normal.

4) Data jelas, tingkat/singkat, lengkap dan terjadwal/terdapat tanggalnya pelaksanaannya.

(54)

6) Adanya perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data untuk identifikasi keseuaian NAB dengan standar

7) Hasil tes audiometri secara keseluruhan dikomunikasikan kepada para pengawas dan manajer dan begitupula engan pekerja sendiri.

Menurut OSHA Dalam elemen Pemantauan Audiometri ini terdapat pelaksanaan tes audiometri, dilakukan terhadap tenaga kerja secara rutin, berkala dan khusus misalnya pada tenaga kerja yang berisiko tinggi, dan juga kepada calon tenaga kerja untuk menyeleksi konsisi pendengaran yang akan disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan serta menindaklanjuti bila ditemukan adanya penurunan ambang dengar oleh pekerja. Adapun indikator untuk mengetahui elemen pemantau audiometri dilakukan diantaranya :

1) Melakukan pelatihan bagi petugas pemantauan audiometri 2) Adanya sertifikasi bagi petugas pemantauan audiometri

3) Adanya pengawasan petugas pemantauan adiometri secara professional 4) Pemilihan peralatan tes audiometri yang sesuai

5) Kalibrasi peralatan tes audiometri

6) Pemilihan tempat atau area yang tepat untuk pelaksanaan tes audiometri 7) Mendokumentasikan hasil pengujian background noise pada area

pemeriksaan tes audiometri sesuai dengan kriteria yang berlaku 8) Adanya jadwal pelaksanaan pemeriksaan audiometri

(55)

10)Mencatat kuesioner pajanan kebisingan, kondisi kesehatan pekerja, dan riwayat penyakit yang pernah diderita oleh pekerja

11)Melaksanakan inspeksi atau pemeriksaan otoscopic 12)Review hasil audiogram secara professional dan berkala 13)Mengkomunikasikan kepada pekerja

14)Rekomendasi tindak lanjut berdasarkan hasil review audiogram

15)Adanya konseling kepada kepada pekerja dengan temuan hasil audiogram

16)Pelaksanaan orang yang mereview audiogram secara professional sesuai dengan kriteria yang berlaku

17)Adanya perencanaan untuk tindakan follow up pekerja

18)Melaksanakan rekomendasi yang dibuat oleh petugas yang berwewenang

19)Mendokumentasikan kegiatan dan data-data audiometri, review dan tindak lanjut.

Berdasarkan pedoman HLPP yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) elemen audiometri bahwa :

a) Pre employment/preplacement/Baseline, bagi para karyawan yang baru mulai bekerja di tempat bising.

(56)

c) Exit, bagi pekerja yang pindah/keluar dari tempat kerja yang bising, dan saat pensiun (purnatugas).

6. Pencacatan dan pelaporan

Pencacatan dan pelaporan merupakan pencacatan hasil dari serangkaian pelaksanaan program HLPP. Pencatatan dan pelaporan menurut NIOSH ini terdapat beberapa indikator untuk mengetahui dilaksanakannya program tersebut sebagai berikut :

1) Hearing loss prevention audit, yaitu pencacatan mengenai audit pencegahan kehilangan pendengaran yang dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan.

2) Monitoring hearing hazards, yaitu pencacatan dan pelaporan mengenai pelaksanaan pemantauan bising di tempat kerja.

3) Engineering and administratif controls, yaitu pencacatan mengenai kontrol yang dilaksanakan perusahaan terkait dengan kontrol administrative dan kontrol mesin untuk meminimalisir bising yang diterima pekerja.

(57)

5) Personal hearing protective, yaitu pencacatan mengenai alat pelindung telinga yang diterapkan oleh perusahaan dalam mencegah terjadinya gangguan pendengaran pada pekerja.

6) Program evaluation, yaitu pencacatan mengenai evaluasi yang dilakukan oleh pihak terkait dengan program yang telah terlaksana untuk memberikan perbaikan dalam upaya mencegah gangguan pendengaran.

Menurut OSHA dalam Franks (1996) elemen (Pencatatan Dan Penyimpanan Data), pencatatan dan penyimpanan data yang efektif memliki tujuan diantaranya untuk mendorong pihak manajemen agar selalu memeperhatikan karyawannya, memastikan HLPP dilaksanakan secara tepat dan akurat, dan menjaga agar data karyawan tetap valid. Adapun indikator untuk mengetahui dilaksanakannya sebagai berikut :

a) Hearing loss prevention audit

b) Monitoring hearing hazards

c) Engineering and administratif controls

d) Audiometri evaluation

(58)

7. Evaluasi program

Evaluasi program merupakan kegiatan mengevaluasi dari serangkaian program HLPP. Menurut NIOSH dalam Evaluasi program ditujukan untuk mengevaluasi hasil program yang telah dilaksanakan. Adapun indikator untuk mengetahui evaluasi program ini berjalan adalah sebagai berikut :

1) Review program dari sisi pelaksanaan (palatihan dan penyuluhan, kesertaan supervisor)

2) Hasil pengukuran kebisingan, identifikasi apakan ada daerah yang perlu dikontrol lebih lajut.

3) Controlengineering dan administratif

4) Hasil pemantauan audiometri dan pencatatannya 5) APT yang digunakan

Menurut OSHA Elemen evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas dari pelaksanaan semua komponen program HLPP. Dua pendekatan yang menjadi indikator dalam evaluasi program adalah penilaian terhadap pemenuhan dan kualitas dari pelaksanaan kemponen program dan mengevaluasi data audiometri (Franks, 1996).

(59)

a. Review program dari sisi pelaksanaan serta kualitasnya, misalnya pelatihan dan penyuluhan, kesertaan supervisordalam program, pemeriksaan masingmasing area untuk meyakinkan apakah semua komponen program telah dilaksanakan.

b. Hasil pengukuran kebisingan, identifikasikan apakah ada daerah lain yang perlu dikontrol lebih lanjut.

c. Control engineeringdan administratif.

d. Hasil pemantauan audiometrik dan pencatatannya; bandingkan data audiogram dengan baselineuntuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program.

e. APD yang digunakan 8. Audit program

Audit program merupakan kegiatan audit dari pelaksanaan program HLPP. Audit program pada elemen NIOSH dapat diketahui pelaksanaanya dengan dilakukannya :

a) Audit Eksternal, dapat dilakukan oleh tim auditor yang kompeten, independent dan dengan sisitem audit yang jelas serta form HLPP. b) QC program (Quality Control Program) dilakukan secara internal, terus

menerus untuk menilai efektivitas HLPP.

(60)
[image:60.792.71.731.103.527.2]

Tabel 2.4 Indikator Setiap Elemen HLPP menurut NIOSH, OSHA, dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan

NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja

Departemen Kesehatan

1 Monitoring pajanan bising

a) Sudah terdapat hasil pengukuran kebisingan.

b) Pengukuran kebisingan dilakukan secara rutin.

c) Pengukuran kebisingan dilakukan saat ada perubahan proses produksi. d) Sudah tersedia Noise Mapping/ kontur

pada lokasi dengan tingkat kebisingan yang tinggi.

e) Adanya penetapan pekerja yang terpajan pada dosis pajanan <0,5 atau 0,5-1.

f) Penggolongan pekerja dalam hal perioritas APT.

g) Tanaga pengukur yang telah bersertifikat

h) Penggunaan alat pengukuran yang telah dikalibrasi

i) Hasil pengukuran kebisingan

dikomunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan, termasuk supervisor dan pengawas.

Survei Kebisingan dan Analisis Data a) Penentuan kriteria dalam

mengidentifikasi dan jadwal kegiatan pemantauan untuk mengetahui pajanan bising

b) Mengkalibrasi alat yang digunakan untuk pemantauan area bising

c) Melakukan pengukuran bising di area kerja dan pekerja

d) Melakukan penghitungan dosis bising yang diterima pekerja

e) Membuat laporan dari perhitungan dosis bising yang diterima pekerja

f) Mendokumentasikan seluruh laporan hasil pengukuran

Monitoring pajanan bising (Noise Survei/ Monitoring)

a) Memperoleh informasi spesifik mengenai tingkat kebisingan yang ada pada setiap tempat kerja.

b) Menetapkan kontrol bising (teknis maupun administratif). c) Menetapkan tempat-tempat yang

akan diharuskan menggunakan alat pelindung diri.

d) Menetapkan pekerja yang harus menjalani pemeriksaan

audiometri secara periodik. e) Survei Kebisingan Dasar f) Survei Kebisingan Detail g) hasil survei kebisingan harus

disampaikan kepada pimpinan perusahaan dan kepala

departemen terkait

(61)
[image:61.792.71.726.73.543.2]

Tabel 2.4 Lanjutan

NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja

Departemen Kesehatan 2 Pendidikan dan motivasi

a) Pendidikan telah diberikan kepada pekerja yang terpajan bising ≥ 85 dBA. b) Pelatihan dilakukan minimal sekali

dalam setahun.

c) Pelatihan dilakukan minimal sekali dalam setahun.

d) Pelatihan disampaikan oleh instruktur yang kompeten.

e) Pelatihan mencakup :

7) Efek kebisingan pada pendengaran. 8) Tujuan dan manfaat, kerugian,

instruksi, seleksi, kesesuaian, kegunaan dan perawatan APT.

9) Tujuan dan prosedur audiometri.

Pendidikan dan Motivasi

a) Konsep pelatihan yang sesuai dan mudah diterima oleh pekerja b) Pelaksanaan kegiatan secara rutin c) Partisipasi dari seluruh pekerja dan d) Menetukan pekerja yang terlibat dalam

program pelatihan

e) Melakukan up-date matari pelatihan dan melakukan refreshing pendidikan sesuai dengan kebutuhan

f) Mendokumentasikan seluruh kegiatan pelatihan

Pelatihan dan Pendidikan Pekerja (Employee Training and Education)

a) penyuluhan tentang hasil audiogram mereka,

b) cara penggunaan alat pelindung telinga

3 Kontrol engineering dan administratif a) Pemeliharaan mesin (maintenance)

yaitu mengganti, mengencangkan bagian mesin yang longgar, member pelumas secara teratur.

b) Mengganti mesin bising tinggi ke bising kurang

c) Mengubah proses kerja misal komperesi diganti dengan pukulan.

Pengendalian Bising

a) Melakukan identifikasi bahaya sumber bising terbesar di area kerja yang diterima pekerja

b) Melakukan tinjauan kelayakan dalam pengendalian bising baik teknis maupun administratif

c) Penerapan pengendalian teknis yang sesuai

Pengendalian secara Teknik (Engineering Control)

a) Pemeliharaan mesin

(Maintenance), yaitu mengganti, mengencangkan bagian mesin yang longgar, memberi pelumas secara teratur.

(62)
[image:62.792.71.727.74.512.2]

Tabel 2.4 Lanjutan

NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja

Departemen Kesehatan d) Mengurangi transmisi bising yang

dihasilkan benda padat dengan menggunakan lantai berpegas, menyerap suara pada dinding dan langit-langit kerja.

Pada pengendalian administratif terdapat indikator sebagai berikut : e) Adanya tempat istirahat bagi pekerja

setelah bekerja di tempat yang bising f) Terdapat tanda-tanda peringatan pada

area kerja yang memiliki intensitas bising ≥85 dBA.

g) Terdapat rotasi kerja di area kerja yang memiliki kebisingan ≥85 dBA.

h) Melakukan isolasi operator dalam ruang yang relatif kedap suara.

i) Dilakukannya transfer pekerja dengan keluhan pendengaran.

d) Melakukan penilaian setelah diterapkan pengendalian yang sesuai untuk mengkaji keberhasilan pengendalian yang

diterapkan

e) Melakukan penilaian yang efektif dalam pengendalian yang telah diterapkan f) Menentukan spesifikasi dari mesin sesuai

dengan kebisingan yang dikeluarkan g) Mendokumentasikan kegiatan

pengendalian teknis dan administratif serta hasil penerapannya

d) menyerap suara pada dinding dan langit langit kerja.

e) Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan udara. Melakukan isolasi operator ke dalam

ruang yang relatif kedap suara. Pengendalian Administratif (Administratif Control)

a) mengatur jarak pekerja dan menutup sumber bising b) pengaturan jam kerja,

4 Penggunaan alat pelindung diri

a) Kecocokan : alat pelindung telinga tidak akan memberikan perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga dengan rapat.

Alat Pelindung Telinga

a) Penilaian kebutuhan pemakaian APT sesuai dengan pajanan di area kerja b) Penilaian kenyamanan dan ketepatan

APT dengan kondisi lingkungan kerja

Pengendalian Perorangan (Personal Control)

a) Jenis APT yang digunakan b) Kecocokan. Alat pelindung

telinga

c) kenyaman dipakai.

(63)
[image:63.792.69.728.73.496.2]

Tabel 2.4 Lanjutan

NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja

Departemen Kesehatan b) Nyaman dipakai ; tenaga kerja tidak

akan menggunakan APD ini bila tidak nyaman dipakai.

c) Penyuluhan khusus ; terutama tentang cara memakai dan merawat APD tersebut.

d) Jenis alat pelindung telinga :

 Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert protector)  Tutup telinga (earmuff/protectiave

caps/circumaural protector  Helmet/enclosure

e) Pemeriksaan APT secara priodik dalam hal pemakaian, cacat/sempurna, pergantian bila diperlukan.

f) Monitoring dampak pemakaian APT (iritasi atau infeksi pada telinga pekerja)

g) Tersedianya APT untuk semua yang bekerja dengan bising ≥85 dBA.

h) APT yang disediakan oleh perusahaan digunakan oleh pekerja pada saat terpajan dengan bising ≥85 dBA.

i) Perusahaan melakukan pengawasan dalam penggunaan APT.

c) Penentuan APT di area kerja yang khusus d) Pemeliharaan invetarisasi APT yang telah

dipilih

e) Pemasangan APT yang tepat pada telinga pekerja

f) Pelatihan dan Motivasi pengguna APT Pengecekan kondisi APT secara rutin g) Penerapan dalam menggunakan APT

yang efektif

h) Melakukan audit pemenuhan penggunaan APT

i) Menentukan spesifikasi pekerja dengan pembatasan penggunaan APT

j) Pelatihan dan pengawasan pengguna APT

k) Membantu pekerja dalam penggunaan APT

(64)
[image:64.792.69.725.72.505.2]

Tabel 2.4 Lanjutan

NIOSH OSHA Direktorat Bina

Kesehatan Kerja Departemen

Kesehatan 5 Pemantauan audiometer

a) Pre- employment

b) Penempatan karyawan ke tempat bising c) Saat pindah tugas keluar dari tempat bising

saat pensiun/purna tugas .

d) Data jelas, tingkat/singkat, lengkap dan terjadwal/terdapat tanggalnya pelaksanaannya. e) Adanya tindakan lebih lanjut dari dokumen

audiometri.

f) Adanya perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data untuk identifikasi keseuaian NAB dengan standar

Pemantauan Audiometri

a) Melakukan pelatihan bagi petugas b) Adanya sertifikasi bagi petugas c) Adanya pengawasan petugas secara

professional

d) Pemilihan peralatan tes audiometri yang sesuai e) Kalibrasi peralatan tes audiometri

f) Pemilihan tempat atau area yang tepat untuk pelaksanaan tes audiometri

g) Mendokumentasikan hasil pengujian

background noise pada area pemeriksaan tes audiometri

h) Adanya jadwal pelaksanaan pemeriksaan audiometri

i) Memastikan partisipasi semua pekerja terlibat j) Mencatat kuesioner pajanan kebisingan, kondisi

kesehatan pekerja, dan riwayat penyakit yang pernah diderita oleh pekerja

k) Melaksanakan inspeksi atau pemeriksaan otoscopic

l) Review hasil audiogram secara professional dan berkala

m) Mengkomunikasikan kepada pekerja

Audiometri (Audiometry) a) Pre-employment/prepl acement/Baseline, bagi para karyawan yang baru mulai bekerja di tempat bising. b) Annualmonitoring,

yaitu pemeriksaan berkala bagi para pekerja yang terpajan bising lebih dari nilai ambang batas. c) Exit, bagi pekerja

yang

pindah/keluar dari tempat kerja yang bising, dan saat pensiun

(65)
[image:65.792.68.725.68.547.2]

Tabel 2.4 Lanjutan

NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja

Departemen Kesehatan g) Hasil tes audiometri secara

keseluruhan dikomunikasikan kepada para pengawas dan manajer dan begitupula engan pekerja sendiri.

n) rekomendasi tindak lanjut berdasarkan hasil review audiogram

o) Adanya konseling kepada kepada pekerja dengan temuan hasil audiogram p) Pelaksanaan orang yang mereview

audiogram secara professional q) Adanya perencanaan untuk tindakan

follow up pekerja

r) Melaksanakan rekomendasi yang dibuat oleh petugas yang berwewenang

s) Mendokumentasikan kegiatan dan data-data audiometri, review dan tindak lanjut.

6 Pencatatan dan pelaporan

a) Hearing loss prevention audit b) Monitoring hearing hazards c) Engineering and administratif

controls

d) Audiometri evaluation

e) Personal hearing protective, and f) Program evaluation.

Pencatatan dan pelaporan a) Hearing loss prevention audit b) Monitoring hearing hazards

c) Engineering and administratif controls d) Audiometri evaluation

Digabungkan dengan elemen evaluasi

(66)
[image:66.792.70.722.71.493.2]

Tabel 2.4 lanjutan

NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja

Departemen Kesehatan b) Hasil pengukuran kebisingan,

identifikasi apakan ada daerah yang perlu dikontrol lebih lajut.

c) Kontrol engineering dan administratif>

d) hasil pemantauan audiometri dan pencatatannya

e) APT yang digunakan

b) pemeriksaan masing masing area untuk meyakinkan apakah semua komponen program telah

dilaksanakan.

c) Hasil pengukuran kebisingan, identifikasikan perlu dikontrol lebih lanjut.

d) Kontrol engineering dan administratif.

e) Hasil pemantauan audiometrik dan pencatatannya.

f) APD yang digunakan 8 Audit program

a) Audit Eksternal, dapat dilakukan oleh tim auditor yang kompeten, independent dan dengan sisitem audit yang jelas serta form Hearing Loss Prevention Program (HLPP).

b) QC program (Quality Control Program) dilakukan secara internal, terus menerus untuk menilai efektivitas Hearing Loss Prevention Program (HLPP).

(67)

Dari teori yang memaparkan elemen-elemen dari pengendalian kebisingan ini, maka peneliti dalam melakukan penelitian ini menggunakan teori yang dikeluarkan dari NIOSH dengan mempertimbangkan bahwa teori yang dikeluarkan NIOSH lebih lengkap dengan delapan elemen program bila dibandingkan dengan OSHA, sedangkan elemen program yang dikeluarkan oleh peraturan pemerintah itu mengacu kepada teori yang dikeluarkan oleh NIOSH namun pada elemen pencacatan digabungkan dengan elemen evaluasi program. Pada elemen pengendalian kebisingan elemen control engineering dan administratif dipisahkan menjadi perelemen. Kemudian peraturan yang dikeluarkan oleh

pemerintah terkait dengan pengendalian kebisingan ini memiliki kesamaan dari teori NIOSH.

D. Gambaran Pelaksanaan Pengendalian Bising

(68)

E. Kerangka Teori

Berdasarkan Standar NIOSH tentang elemen dari pengendalian kebisingan yang terdiri dari komponen-komponen elemen sebagai berikut.

PENGENDALIAN KEBISINGAN 1. Survei kebisingan

2. Pendidikan dan motivasi

3. Pengendalian teknis dan administratif

4. Alat pelindung telinga 5. Pemantauan audiometri 6. Pencacatan dan pelaporan 7. Program evaluasi

8. Audit program

(69)

A. Kerangka Berfikir

PENGENDALIAN KEBISINGAN 1. Survei kebisingan

2. Pengendalian teknis dan administratif 3. Alat pelindung telinga

4. Pemantauan audiometri 5. Pencacatan dan pelaporan

Menurut NIOSH (1999) bahwa elemen HLPP meliputi survei kebisingan, pendidikan dan pelatihan, pengendalian teknis bising, alat pelindung telinga (APT), pemantauan audiometri, pencatatan dan pelaporan, evaluasi dan audit. Sehingga elemen pendidikan dan motivasi, evaluasi program dan audit program tidak dilakukan penelitian, karena berdasarkan instruksi program pengendalian bising perusahaan hanya meliputi elemen survei kebisingan, pengendalian teknis bising, alat pelindung telinga (APT), pemantauan audiometri, pencatatan dan pelaporan.

Pelaksanaan Program Pengendalian Kebisingan PT. Pindad

(70)

B. Definesi istilah

1. Survei kebisingan

[image:70.612.65.550.184.627.2]

Adalah pengukuran pajanan bising di lingkungan kerja dan pemantauan pajanan yang diterima oleh pekerja untuk mengidentifikasi area yang

Gambar

Tabel 2.3
Tabel 2.3
Tabel 2.4 Indikator Setiap Elemen HLPP menurut NIOSH, OSHA, dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen
Tabel 2.4 Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dikaji adalah adakah perbedaan ambang pendengaran tenaga kerja setelah terpapar kebisingan dan sesudah bekerja pada lingkungan bising Departemen

Penambahan variabel GCG ini dilakukan karena internal audit mutlak diperlukan perusahaan sebagai pendukung utama bagi komisaris, komite audit, direksi, dan manajemen

Aktivitas yang menjadi objek penelitian ini dititikberatkan pada peranan audit internal atas siklus penggajian dan kepegawaian dalam menunjang efektivitas pengendalian

Hal ini juga berguna bagi peningkatan kualitas dari Hearing Conservation Program yang dilaksanakan perusahaan, agar dapat tercipta program pengendalian. bising yang

Program Konservasi Pendengaran pada Pekerja yang Terpajan Bising Industri.. Audiology

Dari hasil evaluasi program konservasi pendengaran didapatkan tes audiometri yang dilakukan belum tepat dimana karyawan tidak bebas bising selama 18 jam sebelum

Informasi hasil audit dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, salah suatu manfaat audit yang paling sentral adalah sebagai dasar untuk mengambil keputusan, melakukan

Setelah penulis melakukan evaluasi sistem pengendalian intern pengadaan material pada Direktorat Aerostructure, masih ada beberapa komponen sistem pengendalian intern