• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian teknis dan administratif bising

Tebel 5.1 Pengukuran bising PT. Pindad (Persero) Bandung Devisi Tempa dan Cor I dan II pada Bulan Mei dan Oktober 2014

A. Keterbatasan Penelitian

2. Pengendalian teknis dan administratif bising

Pengendalian teknis dan administratif merupakan salah satu pengendalian yang dilakukan dalam mengendalikan potensi pajanan bising. Pengendalian teknis dan administratif sudah dilakukan oleh perusahaan untuk menjalankan program pengendalian bising. Pengendalian teknis ini merupakan pengendalian bising yang efektif untuk dilakukan, akan tetapi ini merupakan langkah pengendalian yang paling mahal untuk dilakukan (Hutabarat, 2012). PT. Pindad merupakan sebuah perusahaan yang proses kerjanya secara keseluruhan menggunakan mesin, namun ada juga pekerjaan dengan menggunakan secara manual.

PT. Pindad banyak menggunakan mesin dengan tingkat kebisingan yang cukup tinggi, sehingga perusahaan melakukan rekayasa teknis pada mesin-mesin yang menimbulkan bising tersebut. Beberapa jenis pengendalian teknis yang dilakukan perusahaan ialah dengan perawatan mesin secara berkala, perbaikan mesin dan komponen mesin. Berdasarkan indikator pada elemen pengendalian kebisingan yang dilakukan perusahaan secara teknik dan administratif. Pengendalian teknik tersebut mencakup indikator elliminasi sumber bising, substitusi, engineering control. Sedangkan pengendalian administratif mencakup indikator adanya tempat istirahat bagi pekerja, terdapat tanda peringatan pada area bising dan terdapat shit/rotasi kerja yang memiliki kebisingan 85 dBA. Terdapat indikator yang sesuai yaitu eliminasi / menghilangkan sumber bising. Perusahaan tidak dapat menghilangkan sumber bising yang ditimbulkan dari mesin utama dalam proses pekerjaan.

Indikator yang pertama dalam pengendalian teknik adalah eliminasi. Pada pengendalian teknis bising eliminasi merupakan suatu pengendalian kebisingan yang bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai perioritas utama (Setyorini, 2010). Menurut NIOSH (1999) bahwa terdapat pengendalian teknis dengan menghilangkan sumber bising ≥ 85 dBA merupakan bentuk pengendalian yang utama. Hal ini dikarenakan dengan menghilangkan potensi kebisingan tersebut dapat memberikan efek positif bagi pekerja yang bekerja dengan kebisingan. Secara umum perusahaan memiliki mesin yang bekerja dengan potensi kebisingan tinggi. Maka dari itu perusahaan tidak bisa menghilangkan mesin tersebut hal ini dikarenakan bahwa mesin yang digunakan sudah dari awal ada, dan untuk penggantian mesin belum pernah dilakukan dengan pertimbangan bahwa penggantian mesin membutuhkan banyak biaya.

indikator yang selanjutnya yaitu substitusi / mengganti mesin dengan potensi bising tinggi. Pengendalian substitusi ini dimaksudkan untuk mengganti bahan-bahan dan peralatan dengan kebisingan tinggi, sehingga pajanan bising selalu dalam batas yang aman yaitu 85 dBA (Setyorini, 2010). Berdasarkan hasil penelitian bahwa PT.Pindad memiliki proses kerja yang dilakukan dengan komperesi mesin dan dengan pukulan secara manual. Komperesi mesin tersebut tidak dapat dihilangkan dan kemudian diganti secara manual dengan pukulan. Menurut NIOSH (1999) bahwa salah satu indikator dalam pengendalian teknik kebisingan adalah mengubah proses kerja dengan mesin yang berpotensi bising tinggi. Dikarenakan proses kerja diperusahaan menggunakan mesin dan manual secara pukulan, maka indikator yang menunjukkan bahwa salah satu upaya mengurangi bising dari mesin dengan mengganti proses kerja secara manual tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan proses kerja yang dilakukan

Indikator pada pengendalian teknik selanjutnya adalah engineering control. Engineering control merupakan tindakan untuk memodifikasi sumber bising agar tingkat kebisingan dapat diturunkan dari sebelumnya agar tidak melebihi NAB . Diantara cara untuk mengurangi kebisingan yang ditimbulkan meisn adalah menggunakan lantai berpegas, dinding dan langit-langit yang menyerap suara. Menurut Hutabarat (2012) bahwa apabila pengendalian bising pada sumber sura sulit dilakukan maka teknis berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau melapisi dinding, platfon dan lantai dengan bahan yang menyerap suara. Upaya yang dilakukan selanjutnya dalam memodifikasi mesin dengan membuat peredam dari karet yang melapisi bagian mesin yang berbenturan.

Pengendalian kebisingan pada engineering control yang dilakukan selanjutnya dengan adanya maintenance. Berdasarkan hasil penelitian bahwa perawatan (Maintenance) yang dilakukan oleh PT. Pindad dari perawatan mesin dilakukan secara berkala dengan mengencangkan, memberi pelumas dan sudah terdapat jadwal perawatan mesin. Kegiatan ini dilakukan secara berkala dengan tujuan utamanya untuk kelancaran produksi.

Menurut NIOSH (1999) dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) bahwa salah satu indikator dalam pengendalian teknis bising adalah melakukan pemeliharaan mesin dengan mengganti, mengencangkan bagian mesin yang longgar dan memberi pelumas secara teratur. Sejalan dengan itu Benyamin (2005) dalam Kusumawati (2012) bentuk pencegahan dan pengendalian bising dapat dilakukan dengan melakukan pelumasan pada bagian mesin yang bergesekan. Selanjutnya dilakukan pengencangan bagian-bagian mesin yang

Menurut NIOSH (1999) terdapat tambahan elemen isolasi pekerja kedalam ruang kedap sura dan transfer pekerja dengan keluhan pendengaran. Indikator pengendalian teknis tersebut adalah mengisolasi operator dalam ruangan yang relatif kedap suara. Berdasarkan hasil penelitian bahwa PT. Pindad juga belum menyediakan ruang kerja yang kedap suara bagi pekerja. Namun ruang yang terdapat di area kerja tersebut teruntuk kepala unit dan staff, bukan terhadap pekerja yang berhadapan langsung dengan mesin yang potensi bisingnya tinggi. Menurut Roestam (2004) bahwa salah satu upaya dalam pengendalian bising adalah melakukan isolasi operator dalam ruangan yang relatif kedap suara.

Menurut NIOSH (1999) bahwa pengendalian teknis yang dilakukan diantaranya melakukan isolasi pekerja ke ruang kedap suara. Hal ini sejalan dengan (Roestam, 2004) bahwa salah satu indikator dalam melakukan pengendalian kebisingan adalah dengan melakukan isolasi operator kedalam ruangan yang relatif kedap suara. Dengan demikian perusahaan belum melakukan isolasi kepada pekerja ke ruang kedap suara, dampak yang akan ditimbulkan bila pekerja tidak di isolasi kedalam ruang kedap suara akan terjadi pajanan bising yang tinggi kepada pekerja dan mengakibatkan penurunan atau gangguan pendengaran. Oleh karena itu disarankan untuk pencegahan yang dilakukan pekerja bila tidak disediakan ruang kedap suara adalah menggunakan APT saat berhadapan langsung dengan mesin yang potensi bising tinggi.

Selanjutnya adalah pengendalian administratif dengan indikator adanya tempat istirahat bagi pekerja setelah bekerja ditempat bising. Perusahaan telah menyediakan tempat istirahat bagi pekerja yang jauh dari area bising. Dengan begitu pekerja setalah melakukan aktifitas dengan pajanan bising di area kerja dapat

pengendalian administratif yang dilakukan diantaranya adanya tempat istirahat pekerja setelah dari sumber bising.

Indikator selanjutnya adalah terdapat tanda peringatan pada area kerja bising. Perusahaan dalam hal ini belum memberikan tanda peringatan terkait kebisingan di area kerja, Menurut NIOSH (1999) bahwa salah satu pengendalian administratif yang dilakukan adalah adanya tanda peringatan di area kerja bising 85 dBA. Berdasarkan hasil penelitian bahwa tanda-tanda peringatan yang terdapat di area kerja hanya kepada perioritas pemakaian alat pelindung kepala (Helm), pemakaian sarung tangan, pemakaian masker, pemakaian ear plug dan ear muff . Belum terdapat tanda-tanda peringatan untuk area kerja dengan intensitas bising bising ≥ 85 dBA. Menurut Pujiriani (2008) bahwa tanda peringatan harus terpasang di area kerja terkait kebisingan tinggi di area kerja tersebut.

Maka dari itu, untuk memberikan peringatan kepada pekerja yang bekerja di area kebisingan ≥ 85 dBA hendaknya dilengkapi dengan tanda peringatan di setiap area dengan kebisingan ≥ 85 dBA. Sehingga pekerja dapat memberikan perlindungan diri yang tepat dalam mengurangi penurunan pendengaran dari kebisingan yang ditimbulkan.

Indikator selanjutnya yaitu shift / rotasi kerja di area kerja yang memiliki kebisingan ≥85 dBA yang telah sesuai dengan indikator. Salah satu pengendalian kebisingan yang dilakukan perusahaan adalah dengan merotasi kerja dengan kebisingan 85 dBA. Hal ini ditunjukkan oleh adanya dokumen yang mengatur jadwal pergantian shift bagi pekerja tersebut. Maka dari itu waktu kerja harus diatur

administratif yang dilakukan diantaranya adalah terdapat shift / rotasi kerja di area bising. Sejalan dengan itu, menurut Hutabarat (2012) bahwa dalam pengendalian administratif dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising dengan tempat yang lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan yang diterima. Menurut (Direktorat bina kesehatan kerja departemen kesehatan, 2006) dalam (Pujiriani, 2008) Adanya rotasi kerja yang dilakukan perusahaan, maka dapat mencegahan penurunan pendengaran pekerja.

Menurut NIOSH (1999) bahwa pengendalian administratif dalam upaya pengendalian bising dengan rotasi pekerja dengan pajanan kebisingan 85 dBA. Hal ini ditunjukkan oleh adanya dokumen yang mengatur rotasi pekerja. Oleh karena itu waktu kerja harus diatur sedemikian rupa sehingga intensitas kebisingan yang diterima oleh pekerja tidak melebihi Nilai Ambang Batas (NAB). Menurut (Direktorat bina kesehatan kerja departemen kesehatan, 2006) dalam (Pujiriani, 2008). Adanya rotasi kerja yang dilakukan perusahaan, maka dapat mencegahan penurunan pendengaran pekerja.

Indikator selanjutnya menurut NIOSH (1999) adalah dengan melakukan transfer pekerja dengan keluhan pendengaran. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pekerja yang ditransfer dengan keluhan pendengaran belum dilakukan. Transfer pekerja yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan hasil medical check up yang dilakukan pekerja. Semestinya pekerja dengan keluhan pendengaran diakibatkan bising di area kerja dilakukan pemeriksaan audiometri. Menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) bahwa transfer pekerja dilakukan apabila menurut hasil tes audiometri pekerja terlihat adanya penurunan ambang pendengaran.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pernyataan informan bahwa pekerja yang ditransfer ke bagian lain dilihat dari hasil medical check up. Hal ini Semestinya pekerja dengan keluhan pendengaran melakukan tes audiometri, agar mengetahui pekerja mengalami penurunan daya dengar yang diakibatkan dari bising di area kerja.Pernyataan ini didukung oleh Roestam (2004) bahwa diantara upaya yang dilakukan dalam pengendalian kebisingan adalah dengan dilakukannya transfer pekerja dengan keluhan pendengaran berdasarkan hasil tes audiometri pekerja. Oleh karena itu pekerja yang mengalami keluhan pendengaran segara melakukan pemeriksaan serta dapat di tindak lanjuti oleh perusahaan sesuai dengan hasil pemeriksaannya. Dengan demikian, indikator yang belum terdapat dalam instruksi program pengendalian bising sebaiknya dapat dimasukkan kedalam instruksi kerja pengendalian bising perusahaan selanjutnya.

Dokumen terkait