• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.4 Alat Peraga Matematika Berbasis Montessori

Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) alat adalah benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu. Peraga diartikan sebagai alat media pengejaran untuk memperagakan suatu pelajaran (KBBI, 2005). Pada suatu pembelajaran, sarana yang digunakan untuk menunjang suatu pembelajaran dikenal sebagai media pembelajaran. Media pembelajaran menurut Anitah (2010: 5) diartikan sebagai tiap orang, bahan, alat, atau kejadian yang memungkinkan pembelajar menerima pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap.

Smaldino mempunyai pendapat yang berbeda antara media pembelajaran dengan alat peraga. Media pembelajaran diartikan sebagai benda yang berbentuk konkret yang digunakan untuk mempertunjukkan suatu pesan. Media pembelajaran terdiri atas teks, audio, visual, manipulatip, dan orang. Sedangkan

15 alat peraga diartikan sebagai benda spesifik yang digunakan untuk mengajarkan (Smaldino, 2012: 4-5).

Pengertian benda spesifik yang digunakan untuk mengajar sesuai dengan pengertian alat peraga yang dijelaskan Sugiarni. Menurut Sugiarni (2012: 2) alat peraga alat yang digunakan untuk membantu guru dalam kegiatan belajar mengajar yang bertujuan untuk menjelaskan materi serta memotivasi siswa untuk mau belajar. Berdasarkan pengertian yang dungkapakan oleh ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pengertian alat peraga dengan media pembelajaran. Secara keseluruhan, alat peraga dapat diartikan sebagai suatu benda spesifik yang digunakan oleh guru untuk membantu dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. Adanya alat peraga ini hal-hal yang bersifat abstrak bagi siswa dapat disajikan dengan menggunakan alat yang konkret atau nyata sehingga siswa dapat merasakan secara langsung dengan menggunakannya hingga dapat mempermudah dalam memahami.

2.1.4.2Manfaat alat peraga

Menurut Sudjana dan Rifai (dalam Sukiman, 2012: 43-44) ada empat manfaat alat peraga. Manfaat tersebut, yaitu (1) pembelajaran menjadi menarik. Pembelajaran yang menarik dapat mengembangkan motivasi siswa untuk belajar. (2) bahan pelajaran disampaikan lebih jelas maknanya. Melalui proses pembelajaran yang bermakna, siswa dapat terbantu dalam mencapai tujuan pembelajaran. (3) metode pembelajaran lebih bervariasi. Penggunaan alat peraga dapat membantu guru agar peserta didik tidak bosan dalam mengikuti pelajaran, dan (4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan pembelajaran. Melalui alat peraga ini dapat membantu siswa dalam kegiatan mengamati, melakukan, dan mendemonstrasikan materi.

Penggunaan alat peraga dapat membantu siswa mengalami secara langsung dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme, dimana siswa tidak hanya sekedar mengumpulkan materi yang diajarkan, akan tetapi lebih pada menggabungkan atas apa yang diperoleh dengan pengalaman yang dialami (Ormrod, 2008: 40). Pengalaman ini diperoleh dengan benda yang berbentuk nyata. Hal ini sesuai dengan tahap perkembangan anak Sekolah Dasar yang berada pada tahap operasional konkret (Suparno, 2001: 69).

16 Berdasarkan hal tersebut, penggunaan alat peraga sangat diperlukan siswa dalam memahami operasi hitung yang masih bersifat abstrak.

2.1.4.3Pengertian Alat Peraga Montessori

Montessori mendefinisikan alat peraga sebagai alat yang digunakan untuk mengajar anak yang dirancang secara sederhana namun terlihat menarik, memungkinkan pemerolehan pengetahauan yang lebih banyak, belajar secara mandiri serta belajar mengetahui kesalahan yang mereka buat saat belajar (Lillard, 1997: 11). Montessori menggunakan alat peraga untuk mengajar para siswanya di

Casa dei Bambini. Alat peraga didaktis yang dibawa oleh Montessori merupakan buatan Itard dan Seguin yang sudah dimodifikasi dan diujicobakan di sekolah ortofrenik. Alat peraga yang dibuat oleh Montessori kemudian dimodifikasi sesuai dengan anak normal dan didesain secara sendiri (Magini, 2013: 48).

2.1.4.4Ciri-ciri Alat Peraga Montessori

Montessori menjabarkan ciri-ciri alat peraganya, yaitu menarik sebagai ciri yang pertama. Tujuan pembelajaran adalah memperoleh pemahaman dan pengetahuan. Untuk memperoleh suatu pemahaman dan pengatahuan tersebut diperlukanlah sebuah alat peraga. Alat-alat peraga haruslah dibuat menarik. Menarik dalam arti guna membangkitkan hasrat anak untuk ingin menyentuh, meraba, memegang, merasakan, dan mempergunakannya untuk belajar. Agar menarik, warna alat peraga haruslah cerah dan lembut untuk dipegang oleh anak sehingga anak menggunakannya (Montessori, 2002: 174).

Ciri alat peraga yang kedua adalah bergradasi. Alat peraga Montessori mempunyai rangsangan rasional yang bergradasi (Montessori, 2002: 172). Penekanan gradasi berada pada keterlibatan penggunaan indera dalam pembelajaran Montessori, dan ukuran. Saat anak sedang bermain mempergunakan alat peraga Montessori, lebih dari satu indera yang ikut terlibat dalam menimbulkan rangsangan rasional yang bergradasi saat meraba alat peraga yang miliki ukuran yang berbeda. Sebagai contohnya adalah pink tower. Alat peraga ini memiliki kubus kayu sebanyak 10 buah dengan perbedaan dimensi. Kubus paling bawah atau kubus pertama mempunyai ukuran panjang sisi 10 cm. Kubus kedua memiliki ukuran panjang sisi 1 cm lebih kecil dari pada kubus yang pertama. Kubus ketiga memiliki ukuran panjang sisi 1 cm lebih kecil daripada

17 kubus kedua. Kubus keempat memiliki ukuran panjang sisi 1 cm lebih kecil dan begitu seterusnya sampai kubus ke sepuluh. Selain bergradasi secara bentuk, alat peraga Monteesori juga memiliki gradasi untuk materi yang berbeda. Sebagai contoh adalah Binomial Cube. Binomial Cube jika digunakan untuk anak Taman Kanak-kanak (TK), alat peraga tersebut digunakan untuk mainan. Apabila alat tersebut untuk kelas yang lebih tinggi, alat tersebut digunakan untuk mengejarkan mengenai materi kuadrat.

Ciri alat peraga yang ketiga adalah auto-correction. Alat peraga yang baik adalah alat peraga yang mempunyai pengendali kesalahan. Tujuan pengendali kesalahan ini adalah untuk membantu anak mengoreksi sendiri kekeliruan yang dibuat tanpa perlu diberi tahu oleh orang lain. Sebagai contoh misalnya kartu huruf untuk mengenalkan anak bermacam-macam huruf vokal dengan huruf konsonan. Latihan awal di mulai dengan pendidik memberikan dua macam kartu huruf “a” dan “b” dengan menyebutkan ini “a” dan ini “b”. Anak dibimbing untuk meraba kartu angka tersebut dengan menggunakan jari tengah dan jari telunjuk. Permukaan huruf kasar, sedangkan alas dari kartu tersebut halus. Pengendali kesalahan (auto-correction) terlihat ketika menggunakan jari saat meraba kartu huruf. Untuk melatih ingatan tentang huruf-huruf ini, anak perlu latihan yang berulang-ulang (Montessori, 2002: 171).

Ciri alat peraga keempat adalah auto-education. Alat peraga yang dirancang haruslah disesuaikan dengan kecakapan dan kebutuhan anak. Saat bekerja anak dapat membawa dan mempergunakan alat peraga sendiri. Ketika menggunakan alat peraga ini anak dapat menyerap sendiri pemahaman yang diperoleh tanpa diberitahukan oleh orang lain. Tugas direktris di kelas adalah sebagai pengamat yang memberikan arahan pada anak ketika belajar. Arahan yang diberikan oleh direktris haruslah singkat agar anak dapat belajar secara mandiri (Montessori, 2002: 172).

Ciri alat peraga kelima adalah kontekstual. Salah satu prinsip pembelajaran Montessori adalah belajar sesuai dengan konteks (Lillard, 2005: 32). Konteks di sini diartikan sebagai lingkungan sekitar. Dalam membuat alat peraga, Montessori memanfaatkan bahan seadanya di sekitar lingkungan sekitar. Bahan yang digunakan oleh Montessori dalam membuat alat peraganya menggunakan

18 kertas karton untuk membuat huruf tegak bersambung (Magini, 2013: 58). Montessori memanfaatkan lingkungan sebagai konteks pembelajaran tanpa batas. Berdasarkan hal tersebut peneliti menambahkan satu ciri alat peraga yang dikembangkan, yaitu kontekstual. Kontekstual menurut KKBI diartikan sebagai berhubungan dengan konsteks, sedangkan konteks diartikan sebagai pola yang berhubungan di dalam lingkungan langsung seseorang (Johnson, 2002: 34). Menurut Johnson (2002: 31-33) pembelajaran kontekstual dikenal sebagai

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pendidikan yang berbeda, melakukan lebih daripada sekedar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri. Kelebihan dari konteks ini adalah hasil pembelajaran diharapkan lebih alamiah berbentuk kegiatan siswa bekerja mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Berdasarkan ciri-ciri alat peraga Montessori di atas, peneliti menggunakan kelima ciri alat peraga tersebut untuk mengembangkan alat peraga papan pembagian. Alat peraga dibuat dengan memanfaatkan bahan sesuai dengan potensi lokal di lingkungan sekolah. Ciri ketertarikan terlihat pada warna-warna pada balok angka dan pion serta bentuk papan dan pion. Warna pada balok angka, yaitu warna biru muda untuk satuan, ungu untuk puluhan, orange untuk ribuan, dan biru tua untuk ribuan serta pion yang berwarna merah. Penggunaan warna pada balok angka di atas disesuaikan dengan analisis kebutuhan siswa yang dilakukan sebelum pembuatan alat. Ciri gradasi terdapat pada penggunaan alat peraga untuk kompetensi yang berbeda dan ukuran serta berat yang disesuaikan kebutuhan anak. Penggunaan alat peraga untuk kompetensi yang berbeda maksudnya bahwa alat peraga Montessori ini tidak hanya digunakan untuk materi pembagian bilangan dua angka saja, namun bisa untuk pembagian bilangan tiga angka dan perkalian juga. Ciri auto-correction terletak pada lubang papan pembagian bilangan dua angka, kartu bilangan dan jawaban di balik kartu soal. Setiap lubang pada papan pembagian bilangan hanya dapat dimasuki oleh satu balok angka saja. Papan pembagian bilangan dua angka juga memilki ciri auto-education yang terlihat ketika seorang anak belajar pembagian bilangan sendiri tanpa dibantu oleh orang lain. Anak dapat belajar secara mandiri, bila ia

19 menemukan kesalahan dia bisa memperbaikinya sendiri tanpa diberi tahu oleh orang lain. Ciri kontekstual terletak pada penggunaan material kayu sebagai bahan utama membuat alat peraga papan pembagian bilangan. Material/bahan kayu dapat ditemukan di lingkungan sekitar sekolah.

Dokumen terkait