• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

Rumus 3.4 Perhitungan persentase item kuesioner

Teknik analisis data kuesioner validasi produk oleh pakar pembelajaran, guru, dan siswa dihitung dari rata-ratanya. Rata-rata diperoleh dari skor yang diperoleh dari total skor item penyataan kuesioner dibagi dengan jumlah pernyataan item kuesioner. Setelah ditemukan rata-rata, peneliti menghitung rerata tiap validator. Nilai rerata yang diperoleh merupakan data kuantitatif yang kemudian di konversikan menjadi data kualitatif menggunakan skala lima menurut Widoyoko (2009: 238) pada tabel 3.5

Tabel 3.5 Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif Skala Lima menurut Widoyoko Interval Skor Rerata Skor Kategori X > ̅i + 1,8 x SBi 5 - 4,2 Sangat baik ̅i + 0,60 x SBi < X ≤ ̅i + 1,80 x SBi 3,4 – 4,2 Baik ̅i –0,60 xSBi < X ≤ ̅i + 0,60 x SBi 2,6 – 3,4 Cukup ̅i–1,80 x Sbi < X ≤ ̅i + 0,60 xSBi 1,8 – 2,6 Kurang baik X ≤ ̅i– 1,80 x SBi 1 - 1,8 Sangat kurang baik

Keterangan:

̅ (Rerata ideal) = ⁄ (skor maksimum ideal + skor minimum ideal)

(Simpangan baku ideal) = ⁄ (Skor maksimum ideal – skor minimum ideal)

43

Skor empiris

Skala penilaian yang digunakan oleh peneliti menggunakan skala 4 yang kemudian dikonversikan dalam lima kriteria penilaian alat peraga yaitu (5) sangat baik, (4) baik, (3) cukup, (2) kurang baik, dan (1) sangat kurang baik. Alat peraga dikatakan sangat baik atau baik mengandung arti memenuhi keempat karakteristik alat peraga Montessori dan ciri kelima yang ditambahkan oleh peneliti, yaitu kontekstual. Alat peraga dikatakan kurang baik dan sangat kurang baik mengandung arti belum memenuhi keempat karakteristik alat peraga Montessori dan satu ciri yang ditambahkan peneliti, yaitu kontekstual.

3.7.5 Triangulasi Data

Triangulasi pada analisis data dilakukan sebelum di lapangan dan selama di lapangan (Sugiyono, 2012: 245).

1. Analisis sebelum di lapangan

Analisis sebelum di lapangan bertujuan untuk menentukan fokus penelitian. Fokus ini bersifat sementara dan berkembang jika sudah memasuk di lapangan. Fokus sementara dalam penelitian ini adalah dampak dari pengembangan alat peraga matematika berbasis metode Montessori.

2. Analisis selama di lapangan

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data, kesimpulan dan verifikasi (Sugiyono, 2012:246-253).

Bagan 3.4 Komponen dalam analisis data

a. Reduksi data

Tahap ini digunakan untuk menentukan pusat perhatian yang dituju agar data yang direduksi memberikan data secara jelas.

Pengumpulan data Penyajia n data Kesimpulan dan verifikasi Reduksi data

44 b. Penyajian data

Penyajian data secara kualitatif dapat disajikan dalam bentuk bagan, uraian singkat, dsb. Setelah reduksi data selesai, selanjutnya adalah penyajian data tersebut dapat mempermudah dalam memahami hal yang ditemukan di lapangan.

c. Kesimpulan dan verifikasi

Penarikan kesimpulan dan verifikasi didasarkan pada kesimpulan awal yang bersifat sementara. Kesimpulan dan verifikasi ini ditetapkan jika bukti yang ditemukan di lapangan sudah kuat.

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi (1) kajian Standar Kompetensi dan materi pembelajaran, (2) analisis kebutuhan, (3) pembuatan alat peraga, dan (4) instrumen penelitian, (5) validasi alat peraga, (6) kajian produk akhir, dan (7) konsekuensi lebih lanjut.

4.1 Kajian Standar Kompetensi dan Materi Pembelajaran

Pada tahap pertama, peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas II. Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 28 September 2013. Dari hasil wawancara pertama ini, diketahui bahwa kebanyakan anak-anak kelas II sebelumnya mengalami kesulitan dalam operasi hitung. “Kalau untuk materi semester genap anak-anak kelas II dulu yang sekarang kelas III kebanyakan mereka susah belajar pengurangan, perkalian, dan perkalian mbak, apa lagi perkalian dan perkalian itu susah sekali mereka” (wawancara dengan guru 28, September 2013). Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti memilih Standar Kompetensi 3. Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka dengan Kompetensi Dasar 3.2 Melakukan pembagian bilangan dua angka. Kompetensi dasar ini dapat diajarkan jika siswa sudah menguasai materi yang sebelumnya, yaitu pengurangan bilangan dan menentukan nilai tempat. Pembagian bilangan dua angka terdiri atas lima materi, yaitu pembilangan sampai habis dengan bilangan satu angka, pembagian dengan bilangan itu sendiri, pembangian bilangan dengan bilangan satu, dan pembagian bilangan dua angka dengan bilangan satu angka.

4.2 Analisis Kebutuhan

4.2.1 Analisis Karakteristik Alat Peraga Montessori

Analisis karakteristik alat peraga Montessori dilakukan untuk menyesuaikan alat peraga Montessori yang dikembangkan dengan karakteristik siswa. Analisis karakteristik alat peraga Montessori dilakukan dengan cara observasi di laboratorium alat peraga Montessori milik Program Studi Pendidikan

46 Sekolah Dasar (PGSD), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, mengkaji katalog alat peraga Motessori, dan mengkaji album alat peraga Montessori.

Peneliti melakukan observasi alat peraga Montessori di awali dengan mengkaji alat peraga Montessori yang ada di laboratorium dengan menggunakan katalog yang ada. Setelah mengkaji alat peraga Montessori dengan katalog, selanjutnya adalah membuka album alat peraga dan mempelajari tata cara penggunaan alat peraga berbasis metode Montessori. Ketika melakukan observasi alat peraga di laboratorium, alat peraga Montessori pembagian, yaitu division board, division working charts,long division, dan stamp games.

Selain melakukan observasi di laboratorium alat peraga Montessori, mengkaji katalog, dan mengkaji album alat peraga, peneliti juga pernah mengikuti

workshop pembelajaran Montessori selama 2 minggu pada bulan Juli 2011 dan 2012, serta observasi di sekolah Montessori di Indonesia, dan pelatihan penggunaan alat peraga Montessori bersama guru sekolah Montessori di Indonesia. Kegiatan workshop yang pernah peneliti ikuti adalah untuk mengetahui cara menggunakan alat peraga Montessori yang diajarkan oleh pakar. Sedangkan, observasi di salah satu sekolah Montessori di Indonesia dilakukan pada tanggal 14-15 Januari 2013 pada saat para siswa belajar di kelas. Observasi dilakukan untuk melihat bagaimana guru mengajarkan anak menggunakan alat peraga Montessori. Hal yang menarik dalam observasi ini adalah ketika anak diajarkan oleh guru, anak tersebut langsung mencoba sendiri. Bila mengalami masalah anak-anak tersebut langsung mencoba-cobanya agar masalah yang ditemui dapat dipecahkan. Setelah mencoba-coba anak tersebut dapat menyelesaikannya. Melihat peristiwa tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa alat peraga Montessori dapat mengajarkan anak untuk belajar secara mandiri tanpa harus ada bimbingan dari guru (auto-education) dan memiliki pengendali kesalahan ketika mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas (auto-correction).

Selain itu, peneliti juga pernah melakukan pelatihan penggunaan alat peraga pada tanggal 10 Oktober 2013. Observasi ini terkait tentang cara penggunaan alat peraga Montessori yang diperagakan oleh salah satu guru sekolah Montessori di Indonesia. Berdasarkan presentasi yang dilakukan oleh guru Montessori, peneliti dapat melihat bahwa alat peraga Montessori, yaitu Binomial

47

Cube dapat digunakan untuk materi yang berbeda. Binomial Cube jika digunakan untuk anak Taman Kanak-kanak (TK), alat peraga tersebut digunakan untuk mainan. Apabila alat tersebut untuk kelas yang lebih tinggi, alat tersebut digunakan untuk mengejarkan tentang kuadrat. Berdasarkan pengamatan ini, peneliti dapat menyimpulkan bahawa alat peraga memiliki gradasi untuk kompetensi yang berbeda dan dapat digunakan untuk usia anak yang berbeda.

Hal yang peneliti amati yang lain adalah mengenai warna alat peraga dan struktur luar alat peraga Montessori. Alat peraga Montessori memiliki miliki warna yang cerah, seperti warna hijau, biru, dan merah. Selain itu, alat peraga Montessori memiliki tekstur permukaan yang halus jika diraba menggunakan tangan, serat kayu memiliki garis yang lurus sehingga nampak rapi jika dilihat. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan alat peraga Montessori adalah jenis kayu khusus yang tahan rayap jika digunakan selama bertahun-tahun. Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa alat peraga Montessori memiliki karakteristik menarik jika dilihat dari segi warna dan tekstur permukaan alat peraga, serta terbuat dari kayu khusus sehingga tahan lama digunakan.

4.2.2 Analisis Karakteristik Siswa

Analisis karekateristik siswa dilakukan dengan observasi dan wawancara terhadap guru kelas II SDK Pugeran Yogyakarta. Observasi dan wawancara dilakukan pada tanggal 28 September 2014. Berdasarkan wawancara dan observasi diperoleh data hasil bahwa ada beberapa siswa kelas II yang perlu bimbingan khusus untuk pelajaran matematika di kelas. Hal itu nampak pada beberapa siswa yang meminta bimbingan guru untuk mengerjakan soal yang diberikan. Selain itu ada beberapa siswa yang belum selesai mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Hal tersebut dikarenakan siswa kelas II kurang memiliki minat dalam belajar matematika.

4.2.3 Pembuatan Kuesioner Analisis Kebutuhan

Pembuatan kuesioner analisis kebutuhan siswa dilakukan setelah dilakukan analisis kerakteristik alat peraga Montessori dan analisis kerakteristik siswa kelas II. Kuesioner dibuat indikatornya berdasarkan ciri-ciri alat peraga Montessori, yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, dan auto-education

(Montessori, 2002: 170-176), serta satu ciri alat peraga yang ditambahkan oleh peneliti, yaitu kontekstual. Masing masing indikator ini dideskripsikan menjadi

48 dua deskriptor pada tiap indikatornya. Instrumen kaesioner analisis kebutuhan kemudian diuji keterbacaannya oleh pakar pembelajaran Matematika, pakar pembelajaran Bahasa, guru dan tiga orang siswa yang berasal dari SD yang setara dengan lokasi penelitian. Pedoman penyekoran yang digunakan oleh peneliti adalah nilai 1-4 yang konversikan dalam penilaian skala 5.

Tabel 4.1 Konversi data kuantitatif menjadi data kualitatif Rumus Klasifikasi ̅ Sangat baik ̅ ̅ Baik ̅ ̅ Cukup ̅ ̅ Kurang ̅ Sangat kurang Keterangan:

̅ (Rerata ideal) = (skor maksimum ideal + skor minimum ideal)

(Simpangan baku ideal)= (Skor maksimum ideal – skor minimum ideal)

= Skor empiris

Peneliti menerapkan rumus konversi tersebut untuk mengubah data kuantitatif menjadi data kualitatif. Hasil penjabaran rumus tersebut adalah sebagai berikut.

Skor maksimal : 4

Skor minimal : 1

Rerata ideal (̅) : (4+1) = 2,5 Simpangan baku ideal ( ) : (4-1) = 0,5

Sangat baik = ̅ = = = Baik = ̅ ̅ =

49 = = Cukup baik = ̅ ̅ = = 0,3 = Kurang baik = ̅ ̅ = = – =

Sangat kurang baik = ̅

=

=

=

Hasil interval untuk klasifikasi sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil pengkonversian data skala 1-4 Interval Skor Klasifikasi 3,5 – 4 Sangat baik 2,9 – 3,4 Baik 2,3 – 2,8 Cukup 1,7 – 2,2 Kurang baik 1 – 1,6 Sangat kurang baik

SD setara yang dipilih adalah SD Kanisius Kumendaman Yogyakarta (SDK Kumendaman Yogyakarta). Alasan dipilihnya SDK Kumendaman karena peneliti menganggap sekolah tersebut memiliki kesetaraan yang sama dengan SDK Pugeran Yogyakarta. Kesetaraan tersebut diihat dari berada di kecamatan yang sama, yaitu Matrijeron, satu yayasan yaitu Yayasan Kanisius Cabang

50 Yogyakarta, dan dipimpin oleh kepala sekolah yang sama. Hasil tabulasi uji keterbacaan kuesioner analisis kebutuhan dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Hasil Tabulasi Uji Keterbacaan Kuesioner

No

P

enila

i Skor tiap pertanyaan

J um la h Rer a ta K la sif ika si 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Pakar 1 2 3 4 2 3 3 3 4 2 2 28 2.8 Cukup 2 Pakar 2 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 34 3.4 Baik 3 Pakar 3 4 4 2 4 2 3 4 4 4 4 35 3.5 Sangat baik 4 Pakar 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 36 3.6 Sangat baik 5 Pakar 5 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 37 3.7 Sangat baik 6 Pakar 6 2 4 3 4 2 4 3 3 2 4 31 3.1 Cukup 7 Guru 3 3 4 3 3 4 4 4 4 3 35 3.5 Sangat baik 8 Siswa 1 4 2 3 4 3 3 3 3 3 4 32 3.2 Baik 9 Siswa 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40 4 Sangat baik 10 Siswa 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 39 3.9 Sangat baik Jumlah 33 35 34 35 30 37 36 37 34 36 347 Rerata 3.3 3.5 3.4 3.5 3 3.7 3.6 3.7 3.4 3.6 3.47 Klasifikasi B aik San g at b aik B aik San g at b aik B aik San g at b aik San g at b aik San g at b aik b aik San g at b aiik Sangat baik

Uji keterbacaan analisis kebutuhan menggunakan penilaian 1-4. Secara keseluruhan, item kuesioner mendapatkan klasifikasi “Sangat baik”. Meskipun begitu, tidak berarti tiap item kuesioner layak digunakan untuk digunakan karena ada beberapa saran/komentar yang diberikan kepada peneliti. Saran/komentar yang diberikan dapat dilihat pada lampiran rekapitulasi hasil uji keterbacaan instrumen analisis kebutuhan (lihat lampiran 2.1 halaman 88) Saran dari pakar pembelajaran, guru, dan siswa digunakan peneliti sebagai acuan dalam pembuatan kesioner analisis kebutuhan siswa dan guru. Kuesioner yang sudah diperbaiki siap digunakan sebagai analisis kebutuhan siswa dan guru di lapangan (lihat lampiran 2.2 , halaman 91)

51

4.2.4 Data Analisis Kebutuhan

Kuesioner analisis kebutuhan siswa diberikan pada tanggal 24 Oktober 2013. Kuesioner yang seharusnya diberikan kepada 38 siswa, namun hanya diberikan kepada 37 siswa karena salah satu siswa tidak berangkat sekolah. Pengisian kuesioner dilakukan dan dibaca secara bersama-sama oleh semua siswa dengan pendampingan dari guru. Pengisian kuesioner dilakukan menggunakan satu jam mata pelajaran. Kuesioner yang dibagikan terdiri terdiri dari sepuluh pertanyaan beserta pilihan jawaban yang telah tersedia. Hasil kuesioner analisis kebutuhan siswa dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Hasil kuesioner analisis kebutuhan siswa

No Indikator Deskriptor Jawaban Siswa 1

Auto-education

Frekuensi penggunaan alat peraga pada saat pembelajaran matematika

45,95% menyatakan kadang-kadang 2 Alat peraga membantu pemahaman

konsep matematika

91,9% menyatakan “ya”

3

Manarik

Warna membuat alat peraga lebih menarik

86,49% menyatakan “ya”

4 Warna yang disukai pada alat peraga

94,6% menyatakan warna cerah

5

Bergradasi

Berat alat peraga yang diinginkan 43,24% menyatakan ringan (<1,5 kg) 6 Alat peraga yang dapat digunakan

untuk berbagai macam kompetensi

78,38% menyatakan “ya”

7

Auto-correction

Alat peraga yang dapat membantu menemukan kesalahan siswa

59,46% menyatakan “ya”

8

Alat peraga yang dapat membantu siswa menemukan jawaban yang benar

81,08% menyatakan “ya”

9

Kontekstual

Frekuensi penggunaan benda-benda di lingkungan sekitar saat mengajar

32,43% menyatakan kadang-kadang 10

Penggunaan benda-benda di lingkungan sekitar sebagai bahan pembuat media

89,19% menyatakan setuju

Tabel 4.4 menunjukkan hasil kuesioner yang telah dijawab oleh para siswa yang telah direkapitulasi (lihat lampiran 2.3, halaman 92). Kesioner tersebut terdapat indikator empat ciri-ciri alat peraga Montessori dan satu ciri yang ditambahkan oleh peneliti, yaitu kontekstual. Pada indikator auto-education, sebanyak 17 siswa atas 45,95% siswa menyatakan frekuensi guru menggunakan alat peraga pada pembelajaran matematika masih kadang-kadang. Pada deskriptor kedua, 91,9% siswa menyatakan bahwa alat peraga dapat membantu dalam memahami konsep-konsep matematika. Pernyataan pada deskriptor pertama dan

52 kedua sesuai dengan ciri alat peraga Montessori, yaitu auto-education. Ketika menggunakan alat peraga siswa dapat menyerap sendiri pemahamannya tanpa harus diberitahu oleh orang lain (Montessori, 2002:172)

Indikator kedua adalah menarik. Pada deskriptor ketiga ini sebanyak 34 siswa atau 81,49% siswa menyatakan bahwa pemberian warna pada alat peraga dapat membuat alat peraga menarik. Deskriptor keempat menyatakan 94,6% siswa menyukai alat peraga dengan warna yang cerah. Pemberian warna yang cerah memberikan daya tarik tersendiri bagi siswa ketika menggunakannya. Hal ini sesuai dengan ciri alat peraga Montessori yang menarik dimana dapat membangkitkan hasrat anak untuk menyentuh, meraba, memegang, merasakaan, dan menggunakannya (Montessori, 2002:174).

Pada deskriptor kelima, sebanyak 16 atau 43,24% siswa memilih alat peraga ringan (<1,5kg) yang ingin digunakan. Pada deskriptor keenam, sebanyak 29 atau 78,38% siswa menyukai alat peraga yang sama bisa digunakan untuk materi yang berbeda. Pernyataan pada deskriptor kelima dan keenam sesuai dengan ciri alat peraga Montessori, yaitu bergradasi. Penekanan gradasi terletak pada keterlibatan penggunaan indera peraba dan indera penglihat saat memegang dan membawa alat peraga saat digunakan, serta satu alat peraga dapat digunakan untuk mengajarkan lebih dari satu materi (Montessori, 2002:172)

Pada deskriptor ketujuh, sebanyak 22 atau 59,46% siswa menyatakan bahwa alat peraga dapat membantu dalam menemukan kesalahan sendiri. Pada deskriptor kedelapan, sebanyak 30 atau 81,08% siswa menyatakan bahwa alat peraga dapat membantu dalam menemukan jawaban yang benar. Pernyataan deskriptor ketujuh dan kedelapan sesuai dengan ciri alat peraga Montessori, yaitu

auto-correction. Auto-correction di sini mengenai pengendali kesalahan, alat peraga yang baik adalah alat peraga yang dapat membantu siswa dalam mengoreksi sendiri kekeliruan yang dibuat tanpa perlu diberitahu oleh orang lain (Montessori, 2002: 171)

Pada deskriptor kesembilan, sebanyak 12 atau 32,43% siswa menyatakan bahwa frekuensi penggunaan benda-benda yang ada di lingkungan sekitar oleh guru masih kadang-kadang. Pada deskriptor kesepuluh, sebanyak 33 atau 89,19% siswa menyatakan setuju jika alat peraga dibuat menggunakan benda-benda di

53 lingkungan sekitar. Deskriptor kesembilan dan kesepuluh merupakan ciri alat peraga Montessori yang ditambahkan oleh peneliti. Kontekstual diartikan sebagai teralami (Johnson, 2002: 20). Teralami disini adalah sesuatu yang dapat membangun makna yang dapat ditemukan langsung di lingkungan sekitar siswa (Johnson, 2002: 34).

Kuesioner analisis kebutuhan guru diberikan pada tanggal 24 Oktober 2013. Kuesioner diberikan kepada 7 guru wali kelas I hingga kelas VI, namun hanya 6 guru saja yang mengembalikan kuesioner analisis kebutuhan tersebut. Kuesioner yang dibagika terdiri atas 10 pertanyaan beserta pilihan jawaban yang telah tersedia. Indikator tiap pertanyaan kuesioner disesuaikan dengan keempat karakteristik alat peraga Montessori, yaitu menarik, bergradasi, auto-correction,

auto-education, dan satu karakteristik alat peraga yang ditambahkan oleh peneliti, yaitu kontekstual.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Kebutuhan Guru

No Indikator Hasil Jawaban Siswa 1 Frekuensi penggunaan alat peraga

pada saat pembelajaran matematika

83.33% menyatakan sangat kadang-kadang

2 Alat peraga membantu pemahaman

konsep matematika 100% menyatakan “ya” 3 Warna membuat alat peraga lebih

menarik 100% menyatakan “ya”

4 Warna yang disukai pada alat peraga

100% menyatakan warna cerah

5 Berat alat peraga 83,33% menyatakan ringan (< 1,5)

6 Alat peraga yang dapat digunakan

untuk berbagai macam kompetensi 83,33% menyatakan “ya” 7 Alat peraga yang dapat membantu

menemukan kesalahan siswa 100%menyatakan “ya” 8

Alat peraga yang dapat membimbing siswa menemukan jawaban yang benar

100% menyatakan “ya” 9

Frekuensi penggunaan benda-benda di lingkungan sekitar sebagai bahan pembuat media

66,67% menyatakan kadang-kadang

10

Penggunaan benda-benda di lingkungan sekitar sebagai bahan pembuat media

100% menyatakan setuju

Tabel 4.5 menunjukkan hasil kuesioner yang telah dijawab oleh guru yang telah direkapitulasi (lihat lampiran 2.4 halaman 94). Pada tabel 4.5 terlihat bahwa frekuensi penggunaan alat peraga oleh guru masih masih rendah, hal tersebut

54 terbukti pada penyataan guru sebanyak 83,33% kadang-kadang menggunakan alat peraga. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan analsis kebutuhan siswa kelas II yang menyatakan kadang-kadang. Guru sangat setuju sekali alat peraga dapat membantu siswa dalam memahami materi matematika. Semua guru juga sangat setuju jika alat peraga memiliki warna yang cerah agar memberi kesan yang menarik bagi para siswa, membantu siswa dalam menemukan kesalahannya sendiri, membantu siswa dalam menemukan jawaban yang benar, dan bahan yang digunakan dalam pembuatan alat peraga berasal dari lingkungan sekitar. Mengenai berat alat peraga yang dikembangkan, 83,33% guru menginginkan alat peraga yang memeliki berat yang ringan (<1,5 kg). Hal tersebut sesuai dengan analisis kebutuhan yang telah dilakukan oleh siswa kelas II SDK Pugeran Yogyakarta. Terkait dengan gradasi pada alat peraga, guru dan siswa setuju jika satu alat peraga yang dikembangkan dapat digunakan untuk kompetensi yang berbeda. Berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan oleh siswa dan guru SDK Pugeran Yogyakarta, peneliti mencoba merealisaikan analisis kebutuhan tersebut menjadi sebuah alat peraga yang menggunakan keempat ciri-ciri alat peraga Montessori dan satu ciri-ciri alat peraga yang ditambahkan oleh peneliti, yaitu kontekstual.

4.3 Pembuatan Alat Peraga 4.3.1 Desain Alat Peraga

Desain alat peraga yang akan dikembangkan mengadopsi pada alat peraga stamp games. Alat peraga stamp games terdiri atas kartu angka satuan hingga ribuan dan skittle sebagai pembagi. Desain alat peraga yang dikembangkan terdiri dari (1) kotak balok, (2) papan pembagian bilangan, (3) kartu soal, (4) balok satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan, dan (5) pion. Desain inilah yang akan dijadikan peneliti dalam merancang alat peraga yang akan dikembangkan.

55 Kotak balok merupakan sebuah kotak yang digunakan untuk menyimpan dan meletakkan kartu soal, balok satuan, balok puluhan, balok ratusan, dan balok ribuan, dan pion. Kotak balok ini memiliki ukuran lebar 19,5 cm, panjang 26,5 cm, dan tinggi 5 cm dengan ketebalan 1 cm untuk kotaknya, dan 0,5 cm untuk tutup kotaknya. Kotak tersebut terdiri atas 6 ruangan, yaitu (1) ruang untuk balok satuan, (2) ruang untuk balok puluhan, (3) ruang untuk balok ratusan, (4) ruang untuk balok ribuan, (5) ruang untuk kartu soal, dan (6) ruang untuk pion. Ruang untuk balok satuan berukuran 8 cm x 9 cm x 5 cm. Ruangan untuk balok puluhan berukuran 5 cm x 9 cm x 5 cm. Ruang untuk balok ratusan berukuran 5 cm x 9 cm x 5 cm. Ruang untuk balok ribuan berukuran 5 cm x 9 cm x 5 cm. Ruang untuk kartu soal berukuran 12 cm x 6,5 cm x 5 cm. Ruang untuk pion berukuran 12 cm x 6,5 cm x 5 cm. Kotak ini dilengkapi oleh tutup yang berukuran 26,5 cm x 19,5 x 0,5 cm. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu mindi yang ringan. Pemilihan kayu yang ringan bertujuan supaya siswa dapat membawa dan memindahkan kotak tersebut ketika digunakan. Pembuatan kotak berserta tutup dibuat dengan memperhatikan kehalusan kayu.

56

Gambar 4.3 Gambar tutup balok

Papan pembagian bilangan merupakan papan yang digunakan anak untuk berlatih mengenai konsep pembangian. Papan ini terbuat dari kayu mindi yang ringan, sehingga anak mudah membawa dan memindahkannya ketika digunakan. Papan ini memiliki ukuran 27 cm x 47 x cm. Papan ini terdiri atas 18 lubang lingkaran dan 162 buah lubang berbentuk persegi. Lubang berbentuk lingkaran memiliki diameter 2,5 cm, dengan ke dalaman lubang 0,5 cm. Setiap lubang lingkaran memiliki jarak 0,5 cm. Sedangkan lubang berbentuk persegi memiiki ukuran 2 cm x 2 cm, dengan ke dalaman lubang 0,5 cm. Setiap lubang persegi memiliki jarak 0,5 cm dengan lainnya.

57 Kartu soal terbuat dari kertas ivory 260. Kartu soal ini berukuran 8,5 cm x 4 cm. Kartu soal yang digunakan berjumlah 90 soal yang diberi sekat pembatas untuk masing-masing indikator. Kartu soal mengenai pembagian bilangan sampai habis menggunakan satu angka terdiri atas 6 soal. Kartu soal mengenai pembagian bilangan satu angka bilangan dengan bilagan itu sendiri terdiri atas 9 soal. Pembagian dengan bilangan satu terdiri atas 9 soal. Pembagian bilangan dua angka dengan bilangan satu angka tanpa menukar terdiri atas 15 soal. Pembagian bilangan dua angka dengan bilangan satu angka dengan menukar terdiri atas 51 soal.

Gambar 4.5 Desain kartu soal

Balok satuan, balok puluhan, balok ratusan, balok ribuan terbuat dari kayu mindi. Balok ini memiliki ukuran 1,7 cm x 1,7 cm x 1 cm. Agar tampak menarik, balok-balok ini diberi warna yang cerah sesuai dengan analisis kebutuhan. Balok satuan diberi warna biru muda, balok puluhan diberi warna ungu, balok ratusan diberi warna orange, balok rbuan diberi warna biru tua. Masing-masing balok diberi angka yang berbeda untuk menandakan bahwa balok tersebut memiliki nilai yang berbeda. Tiap balok satuan diberi angka 1, balok puluhan diberi angka 10, balok ribuan diberi angka 100, dan tiap balok ribuan diberi angka 1000. Warna angka pada tiap balok dipilih warna putih agar tampak

Dokumen terkait