Juni 2010
Juni 2010
sumberdaya alam, akses terhadap sarana isik, aset sosial,dan aspek ekonomi), analisis partisipatoris (MPA) yang pernah dilakukan tidak pernah menghasilkan gambaran ringkas pentagonal keberlanjutan pembangunan AMPL se- perti itu. Padahal secara konseptual dikenal juga abstraksi hubungan sistemis variabel yang menentukan keberlanjut- an pembangunan AMPL tersebut dalam skema konseptual
pentagonal keberlanjutan pembangunan AMPL. Dalam analisis Kemiskinan Partisipatoris, Pentagonal SLH (sustainable livelihood) yang dihasilkan benar benar bisa meringkaskan kondisi kemiskinan masyarakat yang dikaji dari berbagai variabel utama (besar) dalam bentuk pentagonal SLH. Sebagai contoh, dibawah adalah gambar pentagonal SLH masyarakat miskin di desa Kuala Ge- lumpang, kabupaten Aceh Timur (hasil kajian lembaga Penelitian SMERU)
Gambar 1 Kondisi Kemiskinan Desa Kuala Gamping
Gambar diatas merupakan visualisasi kondisi kemis- kinan masyarakat miskin di desa Kuala Gelumpang.
Garis tebal adalah kondisi kemiskinan masyarakat mis- -
kin di lihat dari 5 variabel besar yaitu : akses terhadap SDA, akses terhadap infrastruktur, kondisi modal so- sial, akses terhadap sumber sumber ekonomi (modal), kualitas SDM.
Garis tebal putus-putus adalah kondisi umum -
masyarakat Kuala Gelumpang di lihat dari 5 variabel besar SLH.
Garis tipis hitam terputus yang membentuk jaring laba- -
laba menunjukkan kondisi penghidupan masyarakat berdasar skala 1 (terdalam) sampai 5 (terluar). Skala 5 adalah kondisi ideal penghidupan masyarakat.
Pada gambar tersebut terlihat bahwa masyarakat Kuala
gelumpang secara umum taraf hidupnya masih belum ide- al (belum mencapai skala 5 pada masing masing variabel besar). Terlebih lagi masyarakat miskin, dimana terlihat dengan nyata bahwa pada variabel SDA (akses terhadap sumberdaya alam), dan variabel ekonomi (khususnya akses terhadap sumberdaya modal), sama sekali belum berkem- bang, yaitu berada pada skala 1. Dari gambar tersebut juga nampak jelas bagian mana yang di prioritaskan untuk di intervensi dalam rangka meningkatkan taraf hidup mere- ka. Intervensi tersebut dalam bentuk program (input pro- gram) atau bantuan agar skalanya meningkat mendekati skala 5 (ideal).
Penyajian Hasil Kajian Menggunakan MPA.
Selama mengikuti Analisis Partisipatoris di bidang AMPL dengan menggunakan perangkat MPA, hasilnya menggembirakan dalam arti metode penilaian tersebut memang mampu menggali informasi yang cukup luas dan dalam, sehingga bisa dipergunakan untuk berbagai kepen- tingan lain. Namun sebagai peneliti, bila ditanya mengenai apa hasil lebih lanjut dari penilaian tersebut, jawaban yang bisa di berikan adalah : kumpulan data dari berbagai desa, beberapa tumpukan laporan lapangan, beberapa tumpuk- an hasil konsolidasi data, beberapa tumpukan laporan akhir. Bagaimana data dan laporan akhir tersebut—apakah sekedar memenuhi hasrat keingintahuan akademik, untuk kepentingan praktis (seperti memantau/mengevaluasi ki- nerja pembangunan, masukan untuk kebijakan, dan lain- nya), atau semata mata memenuhi hasrat ingin tahu donor mengenai hasil dari dana yang di kucurkan, sudah diluar kewenangan seorang peneliti. Kumpulan data, kumpulan laporan lapangan, laporan akhir penilaian tersebut—siapa- pun bisa memperkirakan—tebalnya tidak kira kira, mini- mal setebal bantal bayi.
Siapakah kemudian yang akan bertekun membaca se- mua material hasil penilaian tersebut?. Paling ihak yang memang secara intensif, utamanya yang langsung terlibat didalamnya, yang mau berkali kali membacanya, berpuas diri dengan temuan temuannya, meskipun orang lain tidak tertarik membaca karena penulisan yang pada umumnya datar, tanpa emosi, tanpa keindahan, karena laporan pe- nelitian memang harus menggunakan bahasa yang sangat netral menghindarkan bercampur aduk dengan opini.
Apabila begitu, yang diperlukan kemudian adalah sebuah ringkasan laporan yang tidak lebih dari 4-7 ha- laman (sebagaimana yang diminta JBIC pada saat melakukan kajian PPA di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan). Alternatif yang bagus. Laporan sangat ringkas ini biasanya disebut
ringkasan eksekutif, karena memang diperuntukkan bagi para pengambil keputusan yang tidak memiliki banyak waktu untuk berkerut dahi membaca laporan setebal ban- tal. Kebutuhannya adalah ringkasan laporan.
Alternatif lain adalah ringkasan laporan yang menye- luruh, dalam bentuk gambar skematik yang menunjuk- kan kesalingkaitan antarvariabel. Gambar tersebut disertai skala yang terukur, sebagaimana yang di sajikan pada gam- bar 1 diatas (kondisi kemiskinan masyarakat di desa Kuala Gelumpang, Aceh Timur).
Penggunaan MPA-PHAST selain menghasilkan lapor- an tebal yang disertai ringkasan eksekutif yang hanya beberapa halaman, bisa juga menghasilkan gambar seperti diatas yang pada dasarnya cukup menjelaskan hasil penilai- an. Tampilan dari gambar hasil akhir penilaian bisa dalam bentuk gambar rekaan sebagai berikut.
Gambar 2 Keberlanjutan Pembangunan AMPL
Garis paling luar dengan dan berada pada skala 5 -
adalah kondisi ideal dari pembangunan AMPL yaitu, semua variabel mencapai skala maksimal 5. Bila pem- bangunan sarana berada dalam kondisi ini maka di- pastikan—bila dari waktu kewaktu stabil—sarana dan layanan akan optimal dan berkelanjutan.
Garis tebal yang tidak beraturan (tidak seimbang) ada- -
lah kondisi terkini pembangunan AMPL pada saat di- lakukan penilaian, dan bisa dianggap sebagai dasar. Melihat gambar diatas, dengan cepat di tarik pengertian bahwa kondisi pembangunan AMPL di desa tersebut da- lam keadaan yang tidak menggembirakan, dalam arti ada ancaman serius, yaitu layanan akan tidak berlanjut. Perlu dilakukan intervensi segera (darurat) pada aspek kelem- bagaan, keuangan (hasil iuran), dan aspek teknologi, dan lingkungan. Perlu informasi tambahan mengenai aspek genting apa yang terjadi pada masing masing
variabel besar tersebut.
Informasi Cepat untuk Tindakan Emergensi. Gambar hasil akhir penilaian tersebut bisa dengan cepat dan mudah difahami oleh siapa saja, termasuk masyarakat desa. Karenanya bisa dipakai sebagai alat pe- mantauan perkembangan/ kemunduran dari sarana yang dibangun di desa.
Hasil penilaian partisipatif, bisa di anggap sebagai data dasar (mendasarkan pada kondisi terkini pada saat dilaku- kan penilaian). Gambar hasil penilaian inilah yang akan dijadikan sebagai pedoman dalam melihat kemajuan/ke- munduran yang terjadi, sehingga bisa untuk mengambil tindakan/ intervensi cepat bila ada masalah serius.
Untuk melakukan pemantauan rutin (misal 3 bulanan atau 6 bulanan), setiap desa harus memiliki gambar dasar tersebut (basis data dalam gambar). Dengan metode check list sederhana, pengelola sarana di tingkat desa bisa melaku- kan penilaian sendiri, dan secara periodik melaporkan ke Pokja AMPL Kabupaten, yang bila diperlukan melanjut- kan ke Pokja Propinsi dan Pusat.
Dengan demikian, seluruh sarana yang di bangun akan tekendali status tingkat keberlanjutannya, dan pada gi- lirannya, bila diketahui ada masalah serius yang diluar ke- mampuan masyarakat desa untuk menyelesaikannya, bisa dilakukan intervensi program (input bantuan). Semuanya hanya tertuang dalam selembar kertas untuk masing- ma- sing desa, bukan satu jilid laporan yang terdiri dari puluh- an halaman. Sangat ringkas, tentu saja.
Juni 2010
Juni 2010
S
EBUAH riset dilakukan oleh InternaionalReference Centre (IRC) for Water and Sanitaion, sebuah Portal dunia yang secara khusus menangani masalah Air Bersih dan Sanitasi. Peneliian di lakukan tahun 2008 dan dipublikasikan tahun lalu itu secara gamblang menyoroi sejumlah persoalan mengenai air bersih serta dampak buruknya sanitasi di sejumlah negara. Tidak tanggung- tanggung sedikitnya 340 penelii dari 48 negara dilibatkan dalam peneliian mereka.
Peneliian yang dilakukan IRC ini juga menyoroi masalah konlik air bersih yang kerap terjadi dalam suatu negara, kawasan, ataupun berdampak luas kesejumlah negara karena penggunaan air secara bersama-sama. Di Afrika, misalnya, lebih dari 57 sungai besar atau lembah danau digunakan bersama oleh sejumlah negara atau lebih. Karena itu, para penelii IRC merekomendasikan para pemuka kepeningan mewaspadai terjadinya konlik yang akan bertambah luas di Afrika jika krisis air bersih idak ditangani sesegera mungkin
Sungai Nil misalnya ternyata dimanfaatkan oleh sembilan, dan Sungai Niger oleh 10 negara. Sedangkan di seluruh dunia, lebih dari 200 sungai, yang melipui lebih dari separo permukaan bumi, digunakan bersama puluhan negara. Selain itu, banyak lapisan sumber air bawah tanah membentang melintasi batas-batas negara, dan penyedotan oleh suatu negara dapat menyebabkan ketegangan poliik dengan negara tetangganya.
Beberapa fakta dan temuan yang dihasilkan dari studi ini diantaranya (i) Kelangkaan air terjadi, bahkan di daerah- daerah dimana terdapat banyak curah hujan atau air tawar; (ii) Kelangkaan air mempengaruhi satu dari iga orang di seluruh dunia. Situasi makin parah karena kebutuhan air meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, dan urbanisasi; (iii) Hampir seperlima dari penduduk dunia (sekitar 1,2 miliar orang) inggal di daerah yang air secara isik langka. Seperempat dari populasi global juga inggal di negara-negara berkembang yang menghadapi kekurangan air karena kurangnya infrastruktur untuk mengambil air dari sungai dan sumber air; (iv) Kelangkaan air memaksa orang untuk mengandalkan sumber-sumber yang idak aman untuk
air minum. Ini juga berari mereka idak bisa mandi atau membersihkan pakaian atau rumah mereka dengan benar; (v) Kualitas air yang buruk dapat meningkatkan risiko penyakit diare, kolera, demam ipus, disentri, dan infeksi yang terbawa air. Kelangkaan air dapat menyebabkan penyakit-penyakit seperi trachoma
(infeksi mata yang dapat menyebabkan kebutaan), wabah penyakit dan ifus; (vi) Kelangkaan air mendorong orang untuk menyimpan air di rumah mereka. Hal ini dapat meningkatkan risiko pencemaran air rumah tangga dan menyediakan tempat berkembang biak bagi nyamuk yang merupakan pembawa demam berdarah, malaria dan penyakit