• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Sanitasi dengan Sistem Terdesentralisas

Juni 2010

Juni 2010

dipisahkan dalam pelaksanaan pembangunan sanitasi dengan sistem desentralisasi.

Dalam pembahasan mengenai pilihan teknologi, disepakati bahwa pilihan teknologi yang dibutuhkan di negara berkembang adalah pilihan teknologi yang murah, tidak membutuhkan keterampilan yang terlalu tinggi sehingga dapat dioperasikan masyarakat, eisien, hemat energi, dan berkelanjutan. Pada sesi ini disampaikan me- ngenai berbagai pembelajaran penerapan pilihan teknolo- gi dari berbagai negara di Asia, Eropa, dan Afrika. Pilihan teknologi yang disampaikan meliputi penanganan limbah skala rumah tangga, industri, perkotaan, maupun pilihan teknologi yang cocok untuk diterapkan di daerah-daerah khusus yang mengalami kesulitan air maupun berlebihan air (pantai, rawa, sungai, dan lainnya).

Banyak pembelajaran menarik dapat diambil dari sesi ini, baik dari sisi teknis pengelolaan limbah maupun dari beragamnya teknologi sanitasi yang diterapkan di ber- bagai negara dengan beragam kondisi alam dan karakter masyarakatnya masing-masing. Namun benang merah dari semua pemaparan tersebut adalah pada umumnya pilihan teknologi yang dipaparkan diterapkan pada negara berkembang yang memiliki keterbatasan dalam pembangunan sanitasi, terutama dalam hal pendanaan

untuk pengadaan sarana-prasarana, lingkungan alam yang tidak mendukung, serta kurangnya kapasitas sumber daya manusia. Beberapa topik yang relevan dengan keadaan di Indonesia antara lain “Studi Opsi Teknologi Sanitasi bagi Daerah Khusus/Sulit” dari WSP World Bank Indonesia, dan “Emergency Sanitation” yang disampaikan oleh Borda Vietnam.

Dalam beberapa hal, sistem desentralisasi juga mem- butuhkan pemberdayaan masyarakat untuk memastikan keberlanjutan pelaksanaannya, dan dibahas secara men- detil pada sesi Pemberdayaan masyarakat (Community As­ pects for Decentralized Systems). Dalam sesi ini dipaparkan bahwa proses penyediaan fasilitas sanitasi di masyarakat harus melibatkan kaum perempuan dan penduduk mis- kin Dalam hal ini, peran LSM sebagai mitra pemerintah untuk menerapkan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang pro­poor dan pro­gender dirasakan cukup signiikan, terutama di Indonesia.

Di dalam komunitas, terutama komunitas masyarakat perdesaan, sekolah merupakan salah satu komponen masyarakat yang dapat mendorong perubahan perilaku sanitasi, sehingga peningkatan kapasitas perlu dilakukan kepada murid dan guru. Intervensi dan pemberdayaan yang dilakukan di sekolah dalam bidang sanitasi terdiri dari peningkatan kesadaran hidup bersih dan pengenalan serta praktek pembuatan pengolahan air limbah seder- hana.

Selain peningkatan peran masyarakat melalui pember- dayaan, juga diperlukan satu sistem pengelolaan yang ter- integrasi untuk menjaga keberlanjutan sistem DE WATS. Dalam sesi Pengelolaan yang Berkelanjutan (Management Options for Sustainability), dipaparkan mengenai sejarah dan aplikasi DEWATS oleh Direktur Borda, Andreas Ulrich, serta pemaparan berbagai keberhasilan pemba- ngunan sanitasi di negara-negara berkembang seperti di India, Jordania, dan Indonesia. Dari Indonesia disam- paikan mengenai pencapaian program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) oleh Oswar Mungkasa dari Bappenas, dan pencapaian program Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) melalui dukungan SANIMAS oleh J. Sinarko Wibowo dari ISSDP.

Sebagai penutup dari sesi Management Options for Sustainability, disimpulkan bahwa dalam pembangunan sanitasi, peran pemerintah sebagai regulator sangat diper- lukan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan yang dapat memastikan keberlanjutan pembangunan

sanitasi yang telah dilakukan di wilayahnya berjalan sesuai yang diharapkan.

Pameran

Paralel dengan konferensi, juga dilakukan pameran yang diikuti oleh 6 institusi dari dalam dan luar negeri. Keenam institusi tersebut adalah: Jejaring AMPL, WSP World Bank, Malaysia Water Association, Borda and Partner, IWA, dan Bio-Microbics Inc. Jejaring AMPL berkolaborasi dengan Bappenas dalam pameran ini menampilkan berbagai produk kampanye publik Pokja AMPL maupun mitra Pokja AMPL mengenai kebijakan maupun pencapaian pembangunan AMPL berbasis masyarakat yang dilakukan di Indonesia. Dengan stan- nya yang unik dan berbeda dari yang lain, stan Jejaring AMPL cukup menarik rasa ingin tahu peserta konferensi sehingga menjadi stan yang paling ramai dikunjungi. Penjaga stan juga cukup aktif menerangkan mengenai pembangunan AMPL di Indonesia kepada para pengun- jung.

Disela jeda konferensi, Jejaring AMPL mengada- kan dua sesi acara bebas berupa presentasi dan talkshow mengenai dua program sanitasi nasional di Indonesia: Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan Perce- patan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Stan Jejaring AMPL merupakan stanyang paling menarik perhatian peserta konferensi, terkait dengan banyaknya produk komunikasi yang dipamerkan serta desain yang paling menarik perhatian (eye catching). Sangat disayang- kan jumlah produk komunikasi yang diproduksi dalam Bahasa Inggris terbatas, sehingga peserta konferensi hanya dapat mendengarkan penjelasan singkat dari anggota Jejaring mengenai Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat dan Pembelajaran Pembangunan AMPL di Indonesia. Bila peserta dapat memahami isi

dari buku, lealet, maupun

CD yang dibagikan, tentunya pembelajaran dan kesan yang didapat oleh para pengunjung akan lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini juga dilakukan pameran poster pembangunan sanitasi. Terpilih sebagai poster terbaik adalah Poster “ProPoor Septic Tank for Urban AreasModular Units Programs of Urban Sanitation and Hygiene Promotion” karya Suryani Amin dari MercyCorps Indone- sia, dan “Performance of Wastewater Treatment with A Constructed Wetland in the Philippines”oleh Jonah Butler dari salah satu LSM di Filipina.

Memasyarakatkan Pembangunan Sanitasi

Sepuluh tahun yang lalu sulit membayangkan bahwa isu sanitasi secara global akan dibicarakan seperti seka- rang. Saat ini kesadaran bahwa sanitasi merupakan salah satu pintu masuk untuk meningkatkan kualitas kehidup- an masyarakat semakin menguat. Pemerintah berbagai negara, terutama negara berkembang, didukung lembaga donor dan LSM mulai memfokuskan perhatiannya pada pembangunan sanitasi. Dengan kondisi tersebut, diharap- kan semakin banyak pihak yang peduli untuk terlibat da- lam pembangunan sanitasi; di negaranya masing-masing, nasional maupun lokal, kota maupun desa.

Keberhasilan pembangunan sanitasi ditentukan dari baiknya koordinasi dan kerjasama dari berbagai sektor. Untuk itu upaya untuk menginspirasi dan mengedukasi semua pemangku kepentingan seperti yang dilakukan melalui konferensi dan pameran internasional ini perlu dilakukan semakin sering. Ditunggu upaya selanjutnya dalam memasyarakatkan pembangunan sanitasi, baik dari Pokja AMPL dan para penggiat AMPLlainnya di Indonesia. [SAZ]

DOK. POKJA AMPL

Juni 2010

Juni 2010

K

onsep DEWATS merupakan konsep yang dikem- bangkan oleh BORDA, sebuah LSM dari Jer- man, dengan wilayah kerja di Asia dan mulai berkembang di Afrika. Program pembangunan sanitasi ini telah diterapkan sejak tahun 1977, diawali dengan proyek Biogas Technology Transfer di India. Demikian disampai- kan Andreas Ulrich (Jerman), menceritakan mengenai sejarah, teknologi, dan aplikasi konsep DEWATS (Decen­ tralized Wastewater Treatment Solutions)

Selain teknologi, di dalam konsep DEWATS juga dikembangkan pendekatan responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan selalu berupaya untuk menumbuhkan komitmen masyarakat dalam berkontribusi dalam aspek pembiayaan maupun pengelolaan sistem sanitasi yang dibangun.

Aspek kelembagaan merupakan salah satu aspek pen- ting untuk menjaga keberlanjutan sarana, sehingga diben- tuk organisasi masyarakat yang bertugas untuk menjaga dan mengelola sarana sanitasi yang telah terbangun. Se- jumlah akademisi menyampaikan gagasan serta pesannya dalam pelaksanaan program DEWATS. Pembelajaran dari sejumlah pokok pikiran para pakar terangkum sebagai berikut.

Kathy Eales dari Afrika Selatan menjelaskan rendah- nya kualitas sumber daya manusia pemerintah daerah ber- dampak pada kegagalan penanganan sistem pengelolaan

air limbah khususnya di tingkat kecamatan. Dijelaskan bahwa sekitar 70% penduduk Afrika Selatan saat ini telah memiliki toilet pribadi dan hampir 90% memiliki akses ke air bersih. Afsel mengembangkan sistem pengolahan limbah terpusat, dengan biaya yang cukup tinggi dan membutuhkan sumber daya manusia dengan keterampil- an tinggi untuk mengoperasikannya. Pada tahun 2014, Pemerintah Afsel menargetkan semua warganya memi- liki akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak. Namun kondisi ini tidak diikuti dengan kapa- sitas peme rintah daerah, sehingga banyak kegagalan pengelolaan limbah terjadi di tingkat kecamatan, dan mulai menyebabkan polusi terhadap sistem pengolahan limbah yang ada. Untuk itu, saat ini Afsel membutuh- kan teknologi dengan biaya lebih rendah dengan sistem pengelolaan lebih sederhana namun tetap memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Untuk itu, pendekatan DE- WATS sudah di mulai dikembangkan di skala kecamatan di Afsel.

Keterjangkauan biaya juga yang menjadi dasar Sulabh Academy-India untuk bekerja sama dengan BORDA, mengembangkan 9 instalasi pengolahan limbah terde- sentralisasi di India pada periode 1995-1998, yang masih berfungsi sampai saat ini. Keseluruhan insta- lasi ini mengolah limbah dari berbagai jenis kegiatan industri dan permu-

DOK. POKJA AMPL