Untuk mendorong perubahan perilaku, CWSH melakukan promosi peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat, pembangunan sarana pras- arana air minum dan penyehatan lingkungan, serta pem- berdayaan masyarakat untuk keberlanjutan pemanfaatan sarana prasarana serta PHBS yang telah dicapai. Selain ketiga komponen tersebut, CWSH juga melakukan pen- ingkatan kapasitas pemerintah daerah dalam bidang pem- bangunan air minum/bersih dan penyehatan lingkungan, serta memberikan dukungan dalam implementasi dan koordinasi proyek melalui CPMU di ting-
kat pusat dan PPMU maupun DPMU di tingkat daerah.
Serah Terima SABS
Sarana Air Bersih dan Sanitasi (SABS) yang telah selesai dibangun pada tahun 2009 akan diserahterimakan ke Badan Pengelola Sarana Desa yang telah diben- tuk. Terkait dengan serah terima tersebut, pada Hari Minggu, 28 Februari 2010, diselenggarakan acara Peresmian dan Se- rah Terima Sarana Air Bersih (SAB) dan Sanitasi Proyek CWSH di desa Kandan, kecamatan Kota Besi, kabupaten Kotim. Waktu menunjukkan 10 menit lewat dari pukul sepuluh pagi ketika rombong- an Bupati, Perwakilan CWSH DPMU Kotim, dan Perwakilan CPMU Pusat tiba
di desa Kandan. Rombongan disambut di depan gerbang desa dengan upacara adat, dimana seorang wanita tetua adat membacakan doa memohon keselamatan dan kesuk- sesan bagi para rombongan. Upacara ini diakhiri dengan pemotongan palang bambu yang menghalangi gerbang, dan rombongan dipersilahkan memasuki desa Kandan.
Dari obrolan dengan warga desa, masyarakat desa Kandan sangat senang dan bangga ter hadap pembangu- nan sarana air bersih di desa mereka. Terlebih lagi, mereka juga terlibat dalam proses pemba ngunannya. Sarana air bersih yang berupa instalasi pengolahan air sederhana me- mudahkan mereka untuk mendapatkan air bersih tanpa harus pergi ke sungai. Masyarakat cukup mengambil air ke keran umum yang terletak dekat dengan rumah me reka. Ke depannya, masyarakat desa Kandan sedang mempersiapkan penyambungan pipa ke tiap rumah un- tuk lebih mempermudah dalam memperoleh air bersih. Kebanggaan masyarakat akan SABS yang telah me-
reka bangun menimbulkan tanggung jawab untuk menjaga agar SABS
terbangun dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Bupati Kotim, Wahyudi K. Anwar, dalam sambutannya mengingatkan bahwa “Masyarakat jangan hanya sebatas bangga telah berhasil membangun sarana yang bagus ini, tapi juga harus bangga dan aktif dalam memanfaatkan, menjaga, dan memeliharanya agar manfaatnya dapat se- lalu dirasakan”.
Seusai sambutan, Bupati melakukan penandatanganan prasasti peresmian sarana air bersih desa Kandan, dan melakukan serah terima sarana kepada tujuh Kepala Desa Penerima Bantuan Proyek CWSH di kabupaten Kotim. Ketujuh desa tersebut yaitu desa Kandan, Bukit Indah, Gunung Makmur, Agung Mulya, Tanjung Jariangu, Samuda Besar, dan Babirah. Dari Kepala Desa, Sarana Air
Bersih dan Sanitasi akan diserahkan kepada Badan Penge lola Sarana masing-masing desa.
Seusai peresmian dan serahterima, Bu- pati Kotim didampingi oleh Ibu Pimanih dari CWSH Pusat meninjau SAB terbangun di desa Kandan dan kemudian mengunjungi pameran pelaksanaan CWSH oleh desa-desa yang melakukan serah terima. Kesempatan ini digunakan oleh Tim Kerja Masyarakat dari tiap desa untuk menunjukkan foto-foto dokumentasi proses maupun hasil pelaksan- aan CWSH di desa mereka.
Dalam kesempatan ini, tiga desa juga melakukan Deklarasi ODF (Open Defeca tion Free/Stop BABS) di hadapan Bupati. Deklarasi ODF ini dilakukan oleh desa-desa yang semua penduduknya telah berhasil dipicu untuk berhenti melakukan praktik buang air besar sembarang- an (BABS). Diharapkan pelaksanaan deklarasi ini akan memacu desa-desa lainnya di kabupaten Kotim untuk segera menyusul ODF, dan para penduduk di desa yang telah ODF tidak akan kembali melakukan praktek BABS.
Kendala dan Pembelajaran
CWSH merupakan proyek yang telah menerapkan pendekatan berbasis masyarakat, untuk itu masyarakat dilibatkan dalam setiap tahapannya. Pelaksanaan AMPL BM menuntut pendampingan menerus dari fasilitator masyarakat, dimulai dari tahap pemicuan hingga tahapan paska proyek, sehingga dalam pelaksanaan pendekatan ini sebaiknya direkrut fasilitator lokal untuk memudahkan proses pendampingan.
Kesulitan yang dihadapi di Kotim, fasilitator yang direkrut bukan berasal dari daerah Kotim dan mereka
Masyarakat
jangan hanya
sebatas bangga
telah berhasil
membangun
sarana yang
bagus ini, tapi
juga harus bangga
dan aktif dalam
memanfaatkan,
menjaga, dan
memeliharanya.
Juni 2010
Juni 2010
tidak selalu berada di daerah Kotim, sehingga prosespelaksanaan CWSH di beberapa desa berjalan dengan lambat. Proses MPA-PHAST (metodologi pelibatan masyarakat secara langsung dalam penilaian kondisi, dan kebutuhan masyarakat, red.) berlangsung lambat karena minimnya pendampingan fasilitator, akibatnya ada desa yang baru dapat menyelesaikan proses MPA-PHAST dalam waktu lima bulan. Hal ini memperlambat proses penyelesaian pembangunan SABS yang pada mulanya ditargetkan telah selesai semua pada akhir tahun 2009.
Selain kendala mengenai minimnya pendampingan dari fasilitator, kondisi geograis juga menjadi kendala dalam pelaksanaan CWSH, terkait dengan sulitnya akses menuju ke beberapa desa lokasi di Kotim dan juga kondisi lingkungan (karakter tanah, lingkungan, dan sebagainya) yang menyulitkan promosi PHBS dan pem- bangunan SABS. Namun hal ini dapat diatasi dengan pendamping an intensif
dari DPMU dan pemerin- tah kabupaten.
Selain kendala diatas, ada beberapa hal dalam pelaksanaan CWSH yang dapat dijadikan pembe- lajaran, terutama dalam hal strategi keberlanjutan program. Guna menjaga keberlanjutan, masyarakat harus dilibatkan dalam menjaga dan me ngelola sarana terbangun. Untuk
itu, CWSH mensyaratkan pembentukan Badan Pengelola Sarana (BPS) di tingkat masyarakat. BPS inilah yang akan menjaga dan mengelola sarana, termasuk memu ngut iuran dari para masyarakat. Anggota BPS direkrut dari masyarakat desa yang kebanyakan berpendidikan ren- dah sehingga peningkatan kapasitas mutlak diperlukan, terutama bagi anggota BPS agar dapat mengelola SABS dengan baik. CWSH memfasilitasi peningkatan kapasitas masyarakat melalui berbagai pelatihan, seperti pelatihan teknik konstruksi, administrasi keuangan, Operational and Maintenance, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan Kader Sanitasi.
Saat ini disadari bahwa upaya menjaga keberlanjutan SABS maupun untuk upaya replikasi program AMPL memerlukan peran pemerintah daerah. Dengan komplek- sitas pembangunan AMPL yang merupakan pembangun- an multi-sektor, diperlukan satu koordinasi yang baik di level pemerintah daerah, baik dalam pendampingan
pelaksanaan, monev, maupun replikasi program. Dalam konteks pelaksanan CWSH di Kotim, koordinasi lang- sung dilakukan Bappeda melalui Tim Kerja Kabupaten (TKK) Proyek CWSH. Kelemahannya adalah saat proyek berakhir, TKK tersebut akan bubar sehingga proses pen- dampingan akan sangat tergantung dari kinerja masing- masing sektor.
Untuk lebih mengoptimalkan sinergi masing-masing sektor yang terlibat dalam pembangunan AMPL tanpa tergantung dari keberadaan program/proyek AMPL di daerah, saat ini upaya koordinasi lintas sektor di Ka- bupaten Kotim sedang diupayakan untuk diformalkan ke dalam satu wadah lembaga Kelompok Kerja (Pokja) AMPL melalui fasilitasi CWSH. Lembaga Pokja AMPL inilah yang diharapkan akan mengawal keberlanjutan SABS yang sudah dibangun, dan lebih lanjut lagi akan mendorong replikasi program CWSH maupun melan-
jutkan pembangunan AMPL secara lintas sektor di Kabu- paten Kotim.
Upaya Keberlanjutan Proyek
Proses pemba ngunan AMPL masih belum selesai pada saat sarana selesai diba- ngun, tantangan terbesarnya adalah menjaga bagaimana sa- rana terbangun dapat diman- faatkan secara berkelanjutan. Upaya CWSH mendorong masyarakat membentuk Ba- dan Pengelola Sarana, dengan sebelumnya meningkatkan kapasitas masyarakat, agar siap menjaga dan merawat sarana terbangun merupakan salah satu strategi untuk menciptakan keberlanjutan dari sisi masyarakat.
Dari pemerintah daerah, Bupati Kotim telah meng- instruksikan dinas-dinas terkait untuk melakukan pen- dampingan BPS dengan menggunakan anggaran APBD daerah. Selain itu, Bupati juga berkomitmen untuk me- niru pola pemberdayaan masyarakat dalam pemba ngunan AMPL daerah Kotim untuk desa-desa yang belum mendapatkan bantuan, melalui APBD. Ispanur, anggota Tim Kerja Kabupaten(TKK) dari Bappeda, selanjutnya menambahkan bahwa dinas-dinas terkait dalam pemba- ngunan AMPL dan terlibat dalam pelaksanaan CWSH melalui TKK telah berkomitmen untuk melanjutkan koordinasi dalam wadah Pokja AMPL yang akan dibentuk sebelum pertengahan tahun ini. [SAZ]
P
rogram Tegal Sehat 2010 meluncur seolah tanpa gema, paling tidak hal ini tertangkap dari peng- akuan sejumlah warga Kota Tegal yang tidak tahu menahu soal program kesehatan dan perbaikan kualitas lingkungan di kota Tegal. “Gema Tegal Sehat 2010 di masyarakat kurang mendapat tanggapan. Berbeda ketika Pemerintah Kota Tegal meluncurkan Program Kesehatan Gratis beberapa waktu lalu yang ditanggapi secara antu- sias oleh masyarakat. Apakah karena Program Ke- sehatan Gratis dipandang lebih mengena pada masyarakat, sehingga masyarakat be- gitu apresiatif menyambutnya. Inilah yang menjadi tantangan saya untuk segera mem- buat program AMPL mendapat tempat di Kota Tegal,” ujar Ketua Pokja AMPL Kota Tegal, Eko Setiawan (38) kepada Percik di Jakarta, belum lama ini.Padahal, lanjut Eko, program Tegal Se- hat 2010 ini lebih strategis karena di da- lamnya memuat desain pembangunan ke- sehatan baik secara mikro maupun makro. Pilihan tahun 2010 hanyalah pijakan pro- gram kesehatan yang dirancang berkesi-
nambungan dalam cakupan tahapan-tahapan capaiannya. Bolehlah dikata bahwa Program Kesehatan Gratis merupa- kan bagian dari Tegal Sehat 2010.
“Inilah yang kemudian menginspirasi saya untuk be- kerja lebih keras bersama teman-teman di Pokja AMPL Kota Tegal agar program Tegal Sehat 2010 lebih mem- bumi. Padahal, program ini juga senafas dengan Undang- Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang secara jelas dalam Pasal 4 menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal,” paparnya.
Arah pembangunan Tegal
Sehat 2010, lanjutnya tentunya merupakan bagian dari desain besar pembangunan nasional yang bertujuan bukan hanya membangun kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, tetapi bagaimana meletak- kan hak sehat itu sebagai hak asasi yang patut dimiliki se tiap warga masyarakat, dan pemerintah memberikan ruang bagi terpenuhinya.
Hal seperti ini, menyangkut derajat kesehatan masyarakat yang seharusnya terjamin. Tentunya, pemba- ngunan ke arah sana memerlukan sinergitas dari berbagai pihak, pemerintah kota Tegal, masyarakat, bahkan swasta patut terlibat di dalamnya. Untuk mem- bangun sinergitas tersebut tentunya membutuhkan kerja keras.
Kesehatan sebagai bagian dari im- plementasi visi kota Tegal didalamnya ingin mewujudkan masyarakat yang bermoral, berbudaya dan berdaya saing untuk mencapai kota Tegal sebagai pusat perdagangan, jasa, industri dan maritim menuju masyarakat yang partisipatif dan sejahtera, tentu saja arah kesana mem- butuhkan derajat kesehatan masyarakat yang tinggi, pelayanan kesehatan yang berkualitas, merata dan terjangkau bagi seti ap lapisan masyarakat.
Dikatakan, makna yang hendak diberikan dari Tegal Sehat 2010 ini sebetulnya ingin menempatkan masyarakat kota Tegal dalam lingkungan yang sehat, memiliki perilaku sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan yang bermutu, dan yang lebih penting memiliki kemandirian dalam memecahkan masalah kesehatannya. Hal yang sa- ngat disadari, bahwa rakyat sehat adalah suatu kekuatan dari negara.
Rakyat yang sehat pula merupakan wujud nyata keulet-