Juni 2010
Juni 2010
Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasiikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan- bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam
sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida
(CO2) dan uap air (H2O). Unsur-unsur penyusun
sampah lainnya seperi belerang (S) dan nitrogen (N)
akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, muliple chamber, starved air unit, rotary kiln, dan luidized bed incinerator.
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik
padat melalui pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur inggi, molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasiikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasiikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran idak sempurna pada temperatur yang relaif inggi (sekitar 900- 1100 C). Seperi halnya pirolisa, proses gasiikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.
Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara pencernaan (digesion) secara anaerobik (biogas) atau tanah urug (landill). Biogas adalah teknologi
konversi biomassa (sampah) menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane dan bubur (slurry). Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.
Incinerator. Sebuah ilustrasi bagian-bagian dalam sebuah incinerator.
Landill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa- senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Jika landill idak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landill harus mempunya permeabilitas yang rendah. Akiitas mikroba dalam landill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal – proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya melalui sejumlah pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.
Sampah Bantar Gebang
Belasan tahun tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Bantar Gebang, Bekasi, menjadi sumber masalah bagi warga sekitarnya. Kini teknologi mampu menyulap sumber masalah itu menjadi sumber
energi listrik. Pekan lalu, Wakil Presiden Boediono sempat mencoba
menyalakan generator yang digerakkan gas metan (CH4) yang bersumber dari sampah tersebut.
Wali Kota Bekasi Mochtar Muhamad menuturkan, 12 tahun lalu, TPA itu laksana hutan belukar sampah. Pada musin hujan, TPA tersebut berubah menjadi comberan raksasa. Pada musim kemarau, ia menjadi sumber aroma tak sedap yang juga merusak pemandangan. Aroma tercium sampai radius 15 kilometer. Guyonan di sana, lalat dan ikus pun harus memakai masker.
Konon, Bantar Gebang adalah TPA terbesar di Nusantara. Bukan hanya
memunculkan aroma idak sedap, air sampah yang disebut lindi pun mencemari sungai dan sumur warga. Pemerintah dan warga Bekasi idak bisa berbuat banyak. Lahan seluas 120 hektare di Bantar Gebang itu sudah dibeli Pemprov DKI (Daerah Khusus Ibukota) untuk dijadikan tempat sampah sejak awal 1990-an.
Secara garis besar, ada empat tahapan untuk me- manfaatkan imbunan sampah itu menjadi energi lis- trik. Pertama, menimbun sampah ke dalam lubang ta- nah seluas 20 X 100 meter persegi dengan kedalaman tertentu. Lantas, ditambahkan mikroba pengurai.
Langkah kedua, memasang selimut plasik hitam di imbunan sampah tersebut dengan tujuan agar gas yang daya rusaknya 21 kali CO2 itu idak beterbangan dan merusak ozon. Keiga, memasang pipa-pipa karet di tumpukan sampah tersebut untuk mengalirkan gas metan yang diproduksi imbunan sampah itu. Keempat, gas tersebut dimasukkan ke dalam boks kondensasi untuk memisahkan gas metan dari air. Gas itulah yang kemudian dialirkan untuk menggerakan generator. Kini proses tersebut sudah berhasil dilakukan dan seiap hari dari gundukan sampah Bantar Gebang sekitar 2 Megawat dapat dihasilkan dari sampah padat kota Jakarta.
PLTSa yang ada menggunakan dua mesin yang masing-masing mampu menghasilkan listrik satu megawat.
Modern Landill.Konsep landill seperti di atas ialah sebuah konsep landill modern yang di dalam- nya terdapat suatu sistem pengolahan produk buangan yang baik.
Sistem penangkap gas methan Penutup lempung Sampah Sistem pengolahan lindi Sistem pengumpul lindi Batas Landill Sumur pemantau air tanah
Juni 2010
Juni 2010
L
ubang Resapan Biopori (LRB) merupakan teknologi tepat guna yang bermanfaat untuk mengurangi genangan air dan sampah organik serta konservasi air bawah tanah. LRB adalah lubang silindris yang dibuat secara verikal ke dalam tanah dengan diameter 10-30 cm, dengan kedalaman idak melebihi muka air tanah. Lubang ini kemudian diisi dengan sampah organik yang berfungsi untuk menghidupkan mikroorganisme tanah, seperi cacing. Cacing tanah ini akan membentuk pori-pori atau tero- wongan dalam tanah (biopori) yang dapat memperce- pat resapan air ke dalam tanah secara horizontal.Penelii Insitut Pertanian Bogor (IPB), Ir. Kamir R. Brata, M.Sc, Lektor Kepala Ekologi Tanah, yang juga staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB merupakan sosok sang penemu yang berhasil mengembangkan Teknologi Biopori sa- ngat sederhana yaitu “Lubang Resapan Biopori” untuk mencegah banjir dan kekeringan.
Musim kemarau biasanya mengakibatkan kedalam- an muka air sumur menjadi lebih dalam, sedangkan di musim penghujan berkibat pada terganggunya arus lalu lintas oleh air yang tergenang bahkan sering juga menyebabkan banjir. Apakah
semua keadaan ini akan menjadi kebiasaan iap tahun saja? Tentu kita semua idak ingin seiap sekali dalam setahun harus mengalami hal demikian, bukan? Salah satu faktor dari ini semua adalah kurangnya daerah resap- an air di sekitar yang kaitannya dengan konservasi air. Air yang seharusnya masuk ke dalam tanah justru mengalir ke selokan lalu mengalir ke sungai sehingga idak terserap ke dalam tanah
untuk menjadi cadangan air tanah.
Menurut Ketua Komunitas Usiawan Peduli Ling- kung an, Soehartono Soedargo, tujuan utama teknologi