• Tidak ada hasil yang ditemukan

India, 13-24 April

Juni 2010

Juni 2010

pendekatan tanpa subsidi. Program TSC ini memberikan

penekanan pada peningkatan kesadaran masyarakat melalui IEC (information, education and communication) mengenai perubahan sikap dan perilaku terkait dengan kebersihan pribadi (higienitas). TSC bukan merupakan program yang bersifat isik (hardware programme) yang menyediakan bantuan teknis pada pembangunan jamban bagi masyarakat berpenghasilan rendah (Below Poverty Line – BPL), melainkan suatu program yang memfasilitasi proses kampanye bagi peningkatan kebutuhan akan fasilitas jamban dan memenuhi kebutuhan jamban tersebut dengan menyediakan pilihan teknologi yang beragam sesuai dengan penghasilan dan kondisi ketersediaan air.

Tujuan utama dari TSC adalah:

a. Meningkatkan kualitas hidup di daerah perdesaan b. Meningkatkan cakupan sanitasi di daerah perdesaan c. Menciptakan kebutuhan terhadap fasilitasi sanitasi

me la lui peningkatan kepedulian dan pendidikan kesehatan

d. Melengkapi sekolah/paud di daerah perdesaan dengan fasilitasi sanitasi dan memperkenalkan pendidikan hygiene dan kebiasaan sanitasi diantara para murid e. Meningkatkan penerapan biaya yang efektif dan tek-

nologi yang tepat pada layanan sanitasi f. Menghilangkan praktek buang air besar

di sembarang tempat untuk mengurangi risiko kontaminasi sumber air minum dan makanan

g. Mengubah jamban kering menjadi jamban siram (pour lush latrine) di daerah perdesaan.

Beberapa komponen dan kegiatan dari pelak­ sanaan program TSC adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan awal. Pada awal pelaksanaan program TSC, yang dilakukan adalah survey pendahuluan untuk menilai status sanitasi dan praktek hygine, kebiasaan masyarakat dan kebutuhan masyarakat terhadap peningkatan kualitas sanitasi, dan sebagainya.

b. Kegiatan IEC. Komponen Information, education and communication (IEC) ini bertujuan untuk menciptakan kebutuhan fasilitas jamban di daerah perdesaan bagi rumah tangga, sekolah maupun PAUD (pendidikan anak usia dini). Setiap district harus memiliki detail rencana kerja IEC yang memuat strategi untuk memotivasti masyarakat agar dapat mengadopsi perilaku hygiene sebagai jalan hidup sehingga dapat membangun dan memelihara seluruh fasilitas yang terbangun melalui program TSC ini.

c. Pusat penjualan dan produksi sarana sanitasi perdesaan (Rural Sanitary Marts and production centres). Rural

Sanitary Mart (RSM) merupakan pusat penjualan material yang diperlukan untuk konstruksi, yang tidak hanya diperlukan untuk pembangunan jamban melainkan untuk sarana sanitasi lainnya yang diperlukan untuk individu, keluarga dan lingkungan pada daerah perdesaan. Selain menyediakan material, RSM juga memberikan layanan dan petunjuk yang diperlukan untuk membangun berbagai jenis jamban dan fasilitas sanitasi lainnya. Adapun pusat produksi (production centres) merupakan pusat pembuatan bahan-bahan (material) bagi pembangunan sarana jamban dengan harga yang terjangkau. Pusat produksi dan penjualan ini dibuka dan dioperasikan oleh LSM, organisasi perempuan atau masyarakat desa.

d. Pembangunan Jamban Keluarga. Selain bertujuan agar setiap rumah tangga memiliki sarana jamban, program TSC juga bertujuan untuk mengubah seluruh jamban kering di daerah perdesaan menjadi jamban siram (pour lush latrines). Pada program ini masyarakat berpendapatan rendah (BPL) mendapatkan insentif setelah BPL tersebut selesai membangun sendiri jambannya. Adapun pola pemberian insentif adalah sebagai berikut:

e. Kompleks Sanitary Masyarakat; merupakan suatu kumpulan dari sarana jamban yang ditempatkan pada lokasi dimana jamban keluarga tidak mungkin dibangun, seperti tempat umum, pasar dan tempat- tempat lain dimana masyarakat seringkali berkumpul. Tujuan pembangunan kompleks ini adalah untuk mengajarkan masyarakat mengenai praktek PHBS. f. Sanitasi sekolah dan pendidikan perilaku hidup

bersih dan sehat. Anak-anak sangat terbuka terhadap pemikiran baru, sedangkan sekolah/PAUD merupakan institusi yang tepat untuk mengenalkan perubahan perilaku, pola pikir dan kebiasaan anak-anak dari buang air besar sembarangan hingga menggunakan toilet melalui motivasi dan pendidikan. Berdasarkan alasan tersebut maka sanitasi sekolah merupakan bagian dari setiap proyek TSC. Tidak hanya pembangunan toilet pada setiap

sekolah, Proyek TSC Unit Biaya Dasar (Rs)

Kontribusi

PemPus Pemda Masyarakat BPL APL BPL APL BPL APL Hingga Rs.625/- (single pit) 60% 0 20% 0 20% 100% Rs.625/- s/d Rs.1000/- 30% 0 30% 0 40% 100% Lebih dari Rs.1000/- 0 0 0 0 100% 100%

juga menyediakan toilet lelaki dan perempuan secara terpisah. Biaya pembangunan sekolah disediakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Guru/Orang Tua/Kelompok Masyarakat dengan perbandingan 60:30:10. Selain pembangunan jamban di sekolah, proyek TSC juga melatih pendidikan kesehatan setidaknya satu orang guru

agar dapat mengajarkan kepada anak-anak melalui kegiatan yang menarik.

Kunjungan Lapangan

Modul B – household sanitation and home hygiene (sanitasi keluarga dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat). Tujuan dari modul ini adalah meningkatkan pemahaman peserta terhadap program sanitasi nasional, yang bertujuan untuk

memotivasi setiap rumah tangga di perdesaan untuk memiliki sarana jamban dan mengadopsi perubahan perilaku. Beberapa poin penting yang diharapkan dapat dipahami adalah sebagai berikut:

l Strategi dan komponen kunci

l Pasar sanitasi di desa (Rural Sanitation Mart)

l Penghargaan dan insentif

l Pengaturan lembaga

l Kegiatan-kegiatan yang inovatif pa da pengelolaan per sampahan dan air limbah, air minum dan konservasi energi.

Lokasi Kunjungan Lapangan

Beberapa lokasi yang didatangi adalah sebagai berikut: - State: Karnataka, Bangalore

l District Shimoga

l Village Hadonalli

l Village Bheemanakone

l Village Heggodu - State: West Bengal, Kolkata

l District Purba Medinipur

l Village Nirbhaypur

l Village Podumkhana

l Village Baroda

l Village Tangrakhali

Beberapa hal yang ditemui dilapangan:

Setiap rumah tangga telah memiliki jamban yang dilengkapi dengan unit pengolah air limbah berupa cubluk (baik cubluk tunggal maupun cubluk kembar)

dan bio-digester. Demikian pula dengan sekolah, anganwari (PAUD/pendidikan anak usia dini) dan tempat-tempat umum. Bahkan, karena masyarakat merasa pentingnya kepemilikan jamban yang dilengkapi dengan unit pengolah air limbah, maka ada yang membangun cubluk dibawah dapur miliknya karena ketidaksediaan lahan yang cukup.

Peningkatan kualitas sarana jamban juga terlihat di lapangan. Sebuah keluarga pada awalnya memiliki jamban seadanya, dengan dinding jamban (super structure) terbuat dari ilalang, tanpa atap (lihat gambar). Setelah memiliki cukup dana, akhirnya keluarga tersebut membangun sebuah jamban baru, yang lebih dekat dengan lokasi rumah dan merupakan bangunan permanen. Keluarga tersebut mengaku bahwa peningkatan kualitas jamban ini sebagai simbol prestise bahwa mereka bisa memiliki jamban dengan kualitas yang lebih bagus. Karena letaknya dekat dengan kebun sebagai tempat mereka bekerja, maka jamban ‘non-permanen’ masih mereka gunakan.

Target yang ingin dicapai adalah termotivasinya masyarakat terhadap perlaku hidup bersih dan sehat serta setiap rumah tangga dapat memiliki jamban tersendiri. Kepemilikan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa penggunakan fasilitas skala bersama tidak mampu menjamin pengelolaan dan perawatan terhadap sarana

2 unit jamban keluarga yang dibangun bersebelahan. Bak air disimpan diluar jamban. (gambar

kiri). Dapur salah seorang warga yang dibawahnya terdapat cubluk untuk mengolah limbah

domesik (gambar kanan).

(1) Jamban rumah tangga dengan dinding

permanen; (2) jamban

1

2

Juni 2010

Juni 2010

jamban yang telah terbangun tersebut. Bahkan pengelolaan

limbah cair bio-digester juga dimiliki oleh satu keluarga, walaupun sebagai input tidak hanya menggunakan limbah domestik (tinja manusia) melainkan kotoran hewan ternak, terutama sapi.

Tidak hanya pembangunan fasilitas jamban, perilaku hidup bersih dan sehat juga diwujudkan dari pembuatan tungku masak sehat yang memungkinkan asap dari pembakaran tungku dapat dialirkan keluar ruangan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pada masyarakat, kesehatan keluarga terutama merupakan tanggung jawab ibu. Untuk itu, program TSC difokuskan pada kaum perempuan serta melibatkan anak-anak melalui pendidikan hygiene di sekolah-sekolah.

Beberapa desa yang dikunjungi telah memperoleh Nirmal Gram Puraskar yang menunjukkan bahwa seluruh desa telah terbebas dari buang air besar sembarangan.

Pembelajaran

l Perencanaan terpadu; kebijakan dan rencana pe lak- sanaan yang jelas

l Keinginan politik yang kuat

l Komitmen dan kepemimpinan yang kuat termasuk keuangan pada semua tingkatan

l Sistem insentif dan penganugerahan Nirmal Gram Puraskar (NGP)

l Pasokan sesuai dengan permintaan; penciptaan ke-

butuhan dan ketersediaan pusat produksi

l IEC yang terdesain baik dan sesuai kondisi setempat

l Keterlibatan semua pemangku kepentingan

l Keterlibatan aktif wanita dan anak-anak

l Peran kuat LSM

l Pengujian kualitas air rutin

l Tingkat melek huruf tinggi

l Ketersediaan pilihan teknologi

l Pilihan sumber pembiayaan tersedia

l Pemantauan dan evaluasi di berbagai tingkatan

l Pengelolaan pengetahuan yang memadai. Setiap de- sa memiliki sistem pendataan tersendiri sehingga terlihta perkembangan kondisi kesehatan masyarakat sebagai dampak dari pembangunan sarana jamban dan diterapkannya praktek hidup bersih dan sehat.

l Upaya-upaya perbaikan kondisi sanitasi mulai di- ikut kan pada skema CDM (Clean Development Management) sehingga dari penjualan karbon didapatkan sumber pendanaan sebagai insentif bagi masyarakat.

l Pengelolaan persampahan skala rumah tangga dilakukan dengan mengaitkan dengan kegiatan peningkatkan kondisi ekonomi masyarakat.

Perlu ditingkatkan:

l Antisipasi pertumbuhan penduduk yang tinggi

l Akses ke toilet umum di sekitar tempat kerja

l Kurang kepedulian terhadap konservasi sumber air

l Memasukkan pengelolaan drainase

l Peningkatan jangkauan penampungan air hujan

l Limbah yang dihasilkan bio gas perlu diuji Pengelolaan Tinja Hewan

l Hewan dalam rumah

l Cubluk tunggal

l Kualitas air tanah terganggu oleh teknologi sanitasi yang kurang tepat

l Kekurangan fasilitas sanitasi sekolah

Tindak Lanjut

Yang terpenting dari ILE ini adalah upaya tindak lanjut yang akan dilaksanakan di Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan air minum dan –terutama- sanitasi bagi masyarakat. Upaya tindak lanjut yang dilakukan dapat berupa penyusunan kebijakan, penerapan strategi hingga penguatan kapasitas dari berbagai pelaku kepentingan.

1

(1) Kompor gas yang menggunakan

gas hasil pengolahan inja, terlihat

slang yang mengalirkan gas dari bio digester. (2) Tungku yang dilengkapi dengan pipa penyalur asap. (3) kumpulan kotoran ternak yang disimpan dibelakang jamban, dekat unit pengolahan limbah, yang akan

diolah bersama limbah domesik.

(4) Jamban yang dilengkapi dengan bio digester, terlihat pipa dan slang penyalur gas hasil pengolahan limbah.

4

3

K

ETIKA menyikapi sebuah kebijakan tentang air bersih, sanitasi dan kesehatan lingkungan, kerap terjadi dalam sebuah dialog berujung pada perbedaan pendapat serta cara

pandang dalam menafsirkan sebuah kebijakan. Perbedaan cara pandang tersebut paling sering muncul diantara pemangku kepeningan seperi antara lembaga swadaya masyarakat, industri swasta, uilitas publik, serikat buruh, berbagai kelompok sipil dan pemerintah yang kemudian lebih sering berada di tengah dalam seiap perbedaan yang terjadi.

Lewat buku bertajuk A Guide to Mulistakeholder Work dengan sub judul Lesson from The Water Dialogues yang ditulis Hilary Coulby

ini coba ditelusuri dan di cari pemecahannya apa dan bagaimana sejumlah pihak yang kerap berbeda pandangan ini baik LSM, sektor swasta, pemerintah dan uilitas publik lainnya dapat saling berkontribusi untuk mencapai sebuah tujuan mulia yaitu akses air bersih, dan sanitasi, yang terjangkau dan berkesinambungan dengan fokus pada kebutuhan masyarakat miskin. Buku ini menekankan bahwa dialog merupakan rinisan pendekatan yang transparan dan adil untuk penyusunan kebijakan.

Satu diantara masalah paling krusial dalam dialog air dan sanitasi adalah dialog yang terjadi cenderung bersifat eliis, dalam ari idak menyentuh akar rumput. Arinya mereka yang nota bene sangat membutuhkan sebagian besar idak tersentuh.

Hal ini karena dialog itu lebih banyak menggarap persoalan-

persoalan di seputar isu eliis dan normaif daripada isu kemanusiaan nyata yang dihadapi secara bersama- sama oleh semua pemangku kepeningan soal AMPL.

Akibatnya, masyarakat di akar rumput idak pernah benar-benar merasakan manfaat dialog itu bagi kehidupan mereka. Dialog bersifat eliis, idak searah dan sebangun bagi masyarakat awam adalah sebuah konsep yang terlalu muluk, dan idak pernah memberikan kontribusi apapun bagi penyelesaian persoalan nyata yang menghimpit mereka.

Kita seringkali lupa bahwa konlik air dan sanitasi yang terjadi idak selalu dapat dijelaskan dengan melihat sebab yang bersifat kasat mata. Tak jarang konlik itu terjadi karena latar belakang ekonomi, poliik atau sosiokultural tertentu. Persoalan kemiskinan, kecemburuan ekonomi, keidakadilan perlakuan di bidang poliik, pendidikan adalah sebagian dari masalah sosial yang dapat membawa- bawa nama air dan sanitasi untuk diseret ke dalam jebakan konlik. Jadi masalah kebijakan tentang air bersih dan sanitasi sebenarnya idak selalu menjadi faktor utama penyebab konlik. Karena itulah dialog antarpemangku kepeningan tentang air dan sanitasi seharusnya juga menyentuh persoalan nyata di tengah masyarakat, bukannya terus berkutat di seputar isu eliis dan berbuntut kepeningan sesaat yang tak berkesudahan.

Dialog Air (Water Dialog)

Pada dasarnya buku ini merupakan rangkuman pembelajaran proses dialog diantara pemangku

Panduan