• Tidak ada hasil yang ditemukan

I II III IV V a Riap diameter rata-rata tahunan

5.6 Kendala dan Alternatif Solusi Sosial Penerapan Pengaturan Hasil Menurut Jumlah Batang

5.6.2 Alternatif solusi sosial pengaturan hasil menurut jumlah batang

Pengaturan hasil sangat diperlukan untuk menjamin kelestarian. Namun, dari beberapa respon kesediaan responden sebelumnya, terdapat 44% responden

yang keberatan untuk menerapkan alternatif pengaturan hasil menurut jumlah batang. Di balik alasan keberatan tersebut, terdapat pertimbangan mendasar yang menjadi kendala, yakni tidak tersedia dana untuk memenuhi kekurangan kebutuhan dana selain dari kayu, padahal kelompok tani memiliki peran utama dalam penerapannya. Untuk itu, ditawarkan beberapa usulan yang mungkin dapat diterapkan di Desa Sumberejo agar alternatif pengaturan hasil menurut jumlah batang dapat diimplementasikan oleh para petani hutan rakyat, diantaranya yaitu: 1) Mengembangkan pemenuhan kebutuhan dana melalui pinjam meminjam; 2) Mengembangkan keuangan kelompok tani dengan menaikkan iuran wajib

anggota per pertemuan; dan

3) Mengembangkan industri kerajinan kayu untuk meningkatkan pendapatan petani dengan menyisihkan dan mengumpulkan sebagian dana dari bantuan- bantuan yang selanjutnya akan diterima. Bantuan ini dapat saja diperoleh dari pemerintah, LSM, maupun pihak lain yang berkepentingan mengingat status hutan rakyatnya yang telah disertifikasi PHBML LEI.

3.a) Mengembangkan keahlian petani dengan menjadi tenaga kerja di industri kerajinan kayu; dan

3.b) Mengembangkan ekonomi petani dengan menabungkan sebagian gaji yang diperoleh dari hasil bekerja di industri kerajinan kayu.

Berikut adalah tabel yang menampilkan alternatif pemenuhan kebutuhan dana selain dari kayu melalui kegiatan pinjam meminjam.

Tabel 15 Alternatif untuk pemenuhan kebutuhan dana melalui pinjam meminjam Alternatif untuk pemenuhan kebutuhan dana

melalui pinjam meminjam Frekuensi Persentase (%) Pinjam meminjam sesama petani

Pinjam ke petani dalam satu kelompok tani 25 81 Pinjam ke petani di dusun lain 4 13 Pinjam ke petani di desa lain 2 6 Pinjam ke petani di kecamatan lain 0 0

Jumlah 31 100

Pinjam meminjam ke lembaga keuangan (formal, non formal)

Pinjam ke kelompok tani 25 100

Pinjam ke Koperasi RT 0 0

Pinjam ke KUD 0 0

Pinjam ke bank 0 0

Jumlah 25 100

Pada alternatif yang tersedia pada Tabel 15, dapat diketahui bahwa untuk keperluan pinjam meminjam sesama petani, sebagian besar responden lebih memilih untuk melakukan transaksi peminjaman hanya dalam lingkup satu dusun meskipun terdapat 13% responden yang bersedia meminjam ke petani di dusun lain, dan 6% responden yang bersedia meminjam ke petani di desa lain. Sedangkan untuk meminjam ke petani di kecamatan lain, tidak ada satu pun responden yang bersedia. Hal ini dikarenakan terdapat kendala sosial berupa jarak tempuh yang jauh bila harus lintas dusun, desa, ataupun kecamatan. Selain itu, terdapat pula kendala sosial berupa ketidakakraban dengan petani lain. Kebanyakan dari petani tidak akrab bahkan ada yang tidak kenal dengan petani di dusun, desa, ataupun kecamatan lain.

Untuk keperluan pinjam meminjam ke lembaga keuangan formal maupun non formal, lembaga yang lebih diminati hanyalah kelompok tani. Hal ini disebabkan oleh beberapa pertimbangan yang merupakan kendala sosial, diantaranya yaitu seperti yang tertera pada Tabel 16.

Tabel 16 Pertimbangan petani melakukan pinjaman ke lembaga keuangan formal maupun non formal

Pertimbangan petani melakukan pinjaman ke lembaga keuangan formal maupun non formal

Bersedia

Frekuensi Persentase (%) 1. Pinjam ke kelompok tani

Bila memang dana pinjaman tersedia

25 100 Mudah, dekat, kenal dengan warganya, dan pasti

2. Pinjam ke Koperasi RT Tidak bisa pinjam banyak

0 0 Berbunga

3. Pinjam ke KUD Bunga besar, proses rumit

0 0 Banyak persyaratan yang harus dipenuhi

4. Pinjam ke bank

Bunga besar, proses rumit, dan takut dikejar-kejar debt

collector karena tidak bisa melunasi 0 0

Banyak persyaratan yang harus dipenuhi Keterangan: Frekuensi = jumlah pilihan responden 1) Pinjam ke kelompok tani

Dalam kesediaan petani untuk meminjam ke lembaga keuangan formal maupun non formal, terdapat dua puluh lima pilihan dari seluruh responden yang bersedia untuk meminjam ke kelompok tani. Kini, kondisi kelompok tani tidak memiliki ketersediaan dana untuk keperluan peminjaman. Meskipun selama ini masing-masing kelompok tani di tiap dusun memang telah

menjalankan sistem simpan pinjam, namun yang disimpanpinjamkan hanya sebatas keperluan pertanian seperti bibit dan pupuk. Sedangkan pengembaliannya dilakukan dalam bentuk uang saat musim panen tiba. Terkait hal tersebut, petani bersedia meminjam kalau memang pada kelompok tani telah tersedia dana yang bisa dipinjam kapan pun saat petani butuh dan dalam jumlah berapa pun sesuai dengan yang dibutuhkan.

Selain itu, pertimbangan kemudahan dalam bertransaksi, hubungan sosial, dan kepastian peminjaman juga membuat petani lebih nyaman untuk pinjam ke kelompok tani. Sehingga petani juga bersedia dikenakan bunga pinjaman yang besarnya tidak lebih dari 2%, sebab bunga tersebut merupakan bunga yang berlaku di Desa Sumberejo untuk keperluan pinjam meminjam yang salah satunya juga berlaku di Koperasi RT.

2) Pinjam ke Koperasi RT

Koperasi RT merupakan koperasi berbadan hukum di masing-masing RT (Rukun Tetangga) Desa Sumberejo yang disahkan pada bulan Januari 2003. Terdapat sebanyak enam belas Koperasi RT yang kini beroperasi karena dalam satu dusun masing-masing memiliki dua RT. Ketersediaan dana di Koperasi RT ini tidak jauh berbeda dengan kelompok tani. Meski di Koperasi RT telah tersedia dana, namun masih dalam jumlah sedikit yakni masing- masing petani hanya mendapat jatah pinjam sekitar Rp 100.000,- per sekali pinjam. Sedangkan kebutuhan petani bisa mencapai Rp 500.000,- sampai jutaan rupiah per sekali kebutuhan mendesak. Oleh sebab itu, petani beralasan bahwa bila pinjam ke Koperasi RT, petani tidak dapat meminjam dalam jumlah banyak sesuai kebutuhan. Selain itu, bunga yang rendah sebesar 2% juga masih dirasakan sebagai beban.

3) Pinjam ke KUD (Koperasi Unit Desa)

Petani tidak tertarik untuk meminjam ke KUD, sebab petani tidak ingin berurusan dengan bunga. Dalam konsep pemikiran petani, bunga pinjaman di luar bunga Koperasi RT adalah lebih besar, sehingga akan memberatkan petani terlebih lagi bila petani tidak mampu mengembalikannya. Selain itu, proses yang cukup rumit karena beberapa persyaratan pun dirasakan membebani petani.

4) Pinjam ke Bank

Untuk melakukan pinjaman ke bank, petani sangat tidak tertarik. Berkaitan dengan poin 3 di atas mengenai konsep pemikiran petani tentang bunga pinjaman, petani takut dikejar-kejar oleh penagih hutang (debt collector) bila petani pinjam ke bank dan tidak mampu membayar karena bunga yang sangat besar. Sama seperti beban yang dirasakan pada poin 3, untuk pinjam ke bank pun petani mengeluhkan banyak persyaratan, sehingga proses menjadi rumit. Pertimbangan inilah yang membuat petani lebih memilih untuk menebang pohonnya dibanding harus repot-repot meminjam uang saat petani butuh.

Berikut adalah tabel yang menampilkan alternatif lainnya untuk pemenuhan kebutuhan dana selain dari kayu yang merupakan pengembangan keuangan kelompok tani dengan menaikkan iuran wajib anggota per pertemuan. Tabel 17 Alternatif pemenuhan kebutuhan dana melalui kenaikan iuran wajib per

pertemuan dalam kelompok tani Kesediaan petani menaikkan iuran wajib per

pertemuan dalam kelompok tani Frekuensi (orang) Persentase (%)

Bersedia 5 20

Keberatan 20 80

Jumlah 25 100

Keterangan: Frekuensi = Jumlah responden (orang)

Pada tabel di atas, diketahui bahwa hanya sebanyak 20% responden yang bersedia untuk menaikkan iuran wajib per pertemuan dalam kelompok tani. Sisanya sebanyak 80% responden keberatan untuk menaikkannya. Alasan kesediaan petani dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Alasan petani bersedia untuk menaikkan iuran wajib per pertemuan dalam kelompok tani

Alasan petani bersedia menaikkan iuran wajib per pertemuan dalam kelompok tani

Frekuensi

(orang) Persentase (%) 1. Bila kenaikan sudah menjadi kesepakatan

bersama 4 16

2. Kenaikan tidak terlalu besar 1 4

Jumlah 5 20

Keterangan: Frekuensi = Jumlah responden (orang)

1) Bila kenaikan sudah menjadi kesepakatan bersama

Sebanyak empat orang responden (16%) bersedia untuk menaikkan iuran wajib per pertemuan dalam kelompok tani kalau memang itu sudah menjadi

kesepakatan bersama. Petani berpikir bahwa hal tersebut adalah baik karena untuk kepentingan bersama juga. Iuran yang diwajibkan merupakan dana dari, oleh, dan untuk anggota. Apabila iuran tersebut dinaikkan, maka dana akan semakin banyak, sehingga bila ada anggota yang memerlukan akan dapat terlayani.

2) Kenaikan tidak terlalu besar

Hanya terdapat satu responden (4%) yang bersedia dengan alasan atau tepatnya yakni dengan syarat tidak naik terlalu banyak. Responden memberi saran naiknya iuran tidak melebihi Rp 1.000,- per bulan.

Meski untuk kebaikan bersama, ada pula responden yang keberatan untuk menaikkannya dengan pertimbangan seperti yang tertera pada Tabel 19.

Tabel 19 Alasan petani keberatan untuk menaikkan iuran wajib per pertemuan dalam kelompok tani

Alasan petani keberatan menaikkan iuran wajib per pertemuan dalam kelompok tani

Frekuensi

(orang) Persentase (%) 1. Terdapat banyak kebutuhan lain 8 32 2. Pendapatan petani kecil dan tak menentu 12 48

Jumlah 20 80

Keterangan: Frekuensi = Jumlah responden (orang) 1) Terdapat banyak kebutuhan lain

Sebanyak 32% responden yang keberatan memiliki alasan bahwa responden mempunyai banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi, sehingga responden tidak mampu untuk mengeluarkan dana lebih hanya untuk menambah iuran wajib per pertemuan. Petani mengartikan kenaikan di sini sebagai sesuatu yang akan menambah beban karena petani berasumsi kenaikan tersebut bisa mencapai berkali-kali lipat dari sebelumnya. Padahal iuran sebelumnya hanya sekitar Rp 1.000,- per bulan.

2) Pendapatan petani kecil dan tak menentu

Pendapatan petani yang kecil dan kadang tak menentu membuat dua belas responden keberatan untuk menaikkan iuran wajib per pertemuan dalam kelompok tani. Dengan pendapatan tersebut, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun kadang terkendala, apalagi bila harus menaikkan iuran wajib.

Dalam hal ini, kelompok tani memiliki cukup dana untuk menjadikannya sebagai modal kegiatan simpan pinjam. Namun seperti pada penjelasan

sebelumnya, dana tersebut dikhususkan untuk keperluan simpan pinjam berupa produk pertanian seperti pupuk. Dengan iuran rata-rata Rp 1.000,- per sekali pertemuan (35 hari sekali) di masing-masing kelompok tani maka dapat dihitung taksiran persediaan dana dalam satu tahun seperti yang tersedia pada Tabel 20. Tabel 20 Taksiran persediaan dana di masing-masing kelompok tani

Dusun KPS Jumlah anggota KPS TPD per pertemuan (Rp) TPD per tahun (Rp/tahun) Wates Gondangrejo 83 83.000 830.000

Kalinekuk Ngudi Boga 30 30.000 300.000 Ngandong Ngudi Mulyo 57 57.000 570.000 Semawur Sedya Makmur 60 60.000 600.000

Rowo Sumber Rejeki 72 72.000 720.000

Gembuk Ngudi Makmur 83 83.000 830.000 Rembun Ngesti Rejeki 46 46.000 460.000

Puthuk Sedya Mulya 86 86.000 860.000

Rata-rata 64 64.000 640.000

Keterangan: KPS = Komunitas Petani Sertifikasi TPD = Taksiran Persediaan Dana

Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa dengan iuran per pertemuan yang selama ini diterapkan hanya menghasilkan dana sejumlah kurang lebih Rp 640.000,- per kelompok tani tiap tahunnya. Jumlah ini tentu tidak dapat mencukupi kebutuhan mendesak petani yang dalam sekali butuh bisa mencapai dua kali lipat dari jumlah tersebut. Itu pun kebutuhan per orang bukan kebutuhan per kelompok tani. Maka dapat dibayangkan butuh berapa banyak jumlah persediaan dana yang harus dimiliki kelompok tani agar dapat memberi pinjaman bagi anggotanya yang sedang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan mendesak per sekali kebutuhan. Oleh sebab itu, dimungkinkan sejumlah persediaan dana tersebut hanya diperuntukkan bagi keperluan simpan meminjam kebutuhan pertanian.

Berikut adalah tabel yang menampilkan alternatif solusi sosial untuk menerapkan pengaturan hasil menurut jumlah batang melalui pengembangan industri kerajinan kayu.

Tabel 21 Alternatif solusi sosial melalui pengembangan industri kerajinan kayu Komentar petani terhadap pengembangan

industri kerajinan kayu Frekuensi (orang) Persentase (%)

Setuju 25 100

Tidak setuju 0 0

Jumlah 25 100

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden setuju bila di desa dikembangkan sebuah industri kerajinan kayu dengan berbagai pertimbangan yang akan disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22 Pertimbangan petani setuju terhadap alternatif solusi sosial melalui pengembangan industri kerajinan kayu

Pertimbangan petani setuju terhadap pengembangan industri kerajinan kayu

Frekuensi

(orang) Persentase (%) 1. Dapat meningkatkan kesejahteraan 1 4 2. Memudahkan petani, tidak perlu melalui

pedagang perantara 9 36

3. Dapat menambah nilai jual kayu 15 60

Jumlah 25 100

Keterangan: Frekuensi = Jumlah responden (orang) 1) Dapat meningkatkan kesejahteraan

Terdapat satu orang responden (4%) setuju terhadap solusi pembuatan industri kerajinan kayu yang beralasan bahwa dengan dibangunnya industri tersebut maka dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Terlebih lagi bila petani sendiri yang menjadi tenaga kerjanya maka pendapatan petani yang mulanya sedikit dan tidak menentu dapat menjadi pasti.

2) Memudahkan petani, tidak perlu melalui pedagang perantara

Terdapat sembilan orang responden (36%) yang setuju dengan alasan dapat memudahkan petani bila akan dibangun industri kerajinan kayu. Adapun maksud dengan memudahkan petani di sini adalah akses jual petani menjadi mudah karena petani tidak perlu lagi menjual kayu melalui pedagang perantara (bakul) yang membeli dengan harga murah. Bahan baku yang digunakan dalam industri tersebut merupakan kayu dari dalam desa sendiri yang berarti juga kayu milik petani hutan rakyat, maka petani dapat menjualnya ke industri yang dikelola oleh kelompok tani. Petani berasumsi bila kayu dijual kepada industri maka akan dibeli dengan harga yang lebih tinggi dibanding bakul.

3) Dapat menambah nilai jual kayu

Pertimbangan terbanyak atas jawaban responden sebanyak lima belas orang (60%) adalah dapat menambah nilai jual kayu. Dengan dibuat industri kerajinan kayu ini, maka kayu yang mulanya dijual dalam bentuk pohon berdiri dapat dijual dalam bentuk hasil olahan kerajinan kayu yang tentunya

nijai jual kayu itu sendiri menjadi lebih tinggi, antara lain: kursi, meja, atau produk yang lainnya.

Berikut adalah tabel yang menampilkan alternatif solusi sosial untuk menerapkan pengaturan hasil menurut jumlah batang melalui pengembangan keahlian petani dengan menjadi tenaga kerja di industri kerajinan kayu.

Tabel 23 Alternatif solusi sosial melalui pengembangan keahlian petani dengan menjadi tenaga kerja di industri kerajinan kayu

Kesediaan petani untuk menjadi tenaga kerja di

industri kerajinan kayu Frekuensi (orang) Persentase (%)

Bersedia 15 60

Keberatan 10 40

Jumlah 25 100

Keterangan: Frekuensi = Jumlah responden (orang)

Pada Tabel 23, terdapat sebanyak lima belas orang responden (60%) yang bersedia menjadi tenaga kerja di industri kerajinan kayu. Sedangkan yang keberatan terdapat sebanyak sepuluh orang responden (40%). Berikut adalah alasan petani yang bersedia.

Tabel 24 Alasan petani bersedia menjadi tenaga kerja di industri kerajinan kayu Alasan bersedia menjadi tenaga kerja di industri

kerajinan kayu

Frekuensi

(orang) Persentase (%) 1. Kerja sampingan yang menjanjikan 10 40 2. Merasa mampu untuk mengerjakan 5 20

Jumlah 15 60

Keterangan: Frekuensi = Jumlah responden (orang) 1) Kerja sampingan yang menjanjikan

Sebanyak sepuluh orang responden (40%) bersedia apabila petani menjadi tenaga kerja di industri kerajinan kayu dengan alasan hal tersebut merupakan kerja sampingan yang menjanjikan. Pekerjaan ini dapat dilakukan tanpa harus meninggalkan pekerjaan utamanya sebagai petani, dan juga petani dapat memperoleh gaji yang pasti setiap bulan.

2) Merasa mampu untuk mengerjakan

Sebanyak lima orang responden (20%) bersedia menjadi tenaga kerja di industri kerajinan kayu karena petani merasa mampu untuk mengerjakannya dan memang sesuai dengan keahliannya.

Sedangkan berikut adalah tabel yang menyajikan alasan petani keberatan menjadi tenaga kerja di industri kerajinan kayu.

Tabel 25 Alasan petani keberatan menjadi tenaga kerja di industri kerajinan kayu Alasan petani keberatan menjadi tenaga kerja di

industri kerajinan kayu

Frekuensi

(orang) Persentase (%)

1. Sudah tua 5 20

2. Tidak mempunyai keterampilan tersebut 5 20

Jumlah 10 40

Keterangan: Frekuensi = Jumlah responden (orang) 1) Sudah tua

Merasa dirinya sudah tua merupakan alasan dari lima orang responden (20%) yang keberatan menjadi tenaga kerja industri kerajinan kayu. Mereka lebih menyarankan agar para pemuda saja yang menjadi tenaga kerja di industri, sebab di usianya yang produktif pasti dapat memberi kontribusi terbaik bagi pekerjaannya. Meski sudah banyak pemuda yang merantau ke luar kota untuk mencari kerja, namun dapat memberdayakan pemuda-pemudi yang masih tinggal di desa dan belum pergi merantau. Apabila industri sudah berkembang, bukan suatu hal yang tidak mungkin bila tenaga kerja yang digunakan berasal dari anggota masyarakat yang saat ini sedang merantau. 2) Tidak mempunyai keterampilan tersebut

Sebanyak lima orang responden (20%) yang keberatan menjadi tenaga kerja di industri kerajinan kayu memiliki alasan bahwa responden tidak mempunyai keterampilan tersebut. Terkait hal ini dapat diantisipasi dengan memberikan pelatihan keterampilan bagi petani yang memerlukan.

Berikut adalah tabel yang menampilkan alternatif solusi sosial untuk menerapkan pengaturan hasil menurut jumlah batang melalui pengembangan ekonomi petani dengan menabungkan sebagian gaji yang diperoleh dari hasil bekerja di industri kerajinan kayu..

Tabel 26 Alternatif solusi sosial dengan menabungkan sebagian gaji di kelompok tani

Kesediaan petani menabungkan sebagian gaji di kelompok tani Frekuensi (orang) Persentase (%) Bersedia 18 72 Keberatan 7 28 Jumlah 25 100

Keterangan: Frekuensi = Jumlah responden (orang)

Responden yang bersedia sebanyak delapan belas orang (72%) memiliki alasan bahwa solusi tersebut merupakan solusi yang baik terlebih lagi bila sudah

menjadi keputusan bersama. Dengan ditabung, uang dapat diambil sewaktu-waktu saat dibutuhkan tanpa harus banyak menebang pohon bahkan tanpa harus menebang pohon sama sekali. Namun, ternyata masih terdapat responden yang keberatan dengan solusi ini. Sebanyak 28% responden beralasan bahwa pendapatan petani yang kecil belum tentu kebutuhannya dapat terpenuhi sekalipun memperoleh gaji setiap bulan, sehingga hal ini hanya dapat menambah beban keluarga. Oleh karena itu, petani lebih memilih menggunakan seluruh gajinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Meski demikian, hal ini dapat dimaklumi asal petani tetap memegang komitmen untuk tidak menebang pohon, sehingga pengaturan hasil dapat berjalan dan unit kelestarian hutan rakyat yang berkesinambungan dapat dibentuk.

5.7 Analisis Penerapan Alternatif Pengaturan Hasil di dalam Unit