• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV IMPLIKASI KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH

C. Analisa Hukum mengenai Kewenangan Wakil Kepala Daerah

HD Stoutt dalam Nanang Nugraha berpendapat bahwa pemerintah harus tunduk kepada undang-undang. Dalam dasar penyelenggaraan pemerintahan asas legalitas menjadi acuan bagi pemerintah dalam bertindak atau berbuat. Dalam arti, bahwa pemerintahan harus dijalankan berdasar ketentuan undang-undang. Konsep kemudian ditetapkan menjadi sebuah asas dalam penyelenggaraan pemerintahan yakni asas pemerintahan berdasarkan undang-undang. Keberadaan kasus ini terkait erat dengan konsepsi negara hukum yang berkembang dari pemikiran hukum abad ke-19, khususnya yang berkaitan dengan konsepsi negara hukum klasik atau negara hukum liberal (de liberale rechtsstaatsidee). Pemikiran hukum pada masa itu sangatlah didominasi dan dikuasai oleh pemikiran hukum legalistik-positivistik, terutama pengaruh aliran atau ajaran hukum legisme, yang menganggap hukum hanya apa yang tertulis dalam undang-undang.176

176Ibid., hlm. 72-73.

Secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu atribusi kewenangan yang asli atas dasar konstitusi (UUD). Pada kewenangan delegasi, menunjuk pada kewenangan harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain.

Pada mandat tidak terjadi pelimpahan apa pun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi, yang diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama mandator (pemberi mandat). Dalam kaitan dengan konsep atribusi, delegasi, ataupun mandat, J.G. Brouwer dan A.E. Schilder dalam Nanang Nugraha, mengatakan:177

“due a with atribution, power is granted to an administrative authority by an independent legislative body. The power is initial foriginair), which is to say that is not derived from a previously existing power. The legislative body creates independent and previously non existent powers and as: signs them to an authority”.

Terkait dengan jenis wewenang yang dipikul oleh Wakil Kepala Daerah sebagai orang yang membantu tugas Kepala Daerah, karena jika menurut teori, wakil adalah bawahan maka wewenang yang dimiliki wakil kepala daerah adalah mandat. Pada jenis wewenang yang berupa mandat tidak perlu adanya ketentuan perundang-undangan yang melandasinya karena mandat merupakan sebuah hal rutin dalam hubungan intern-hirarkhi organisasi pemerintah. Selain itu tanggung jawab akibat perbuatan hukum yang dilakukan pelaksana mandat sepenuhnya berada pada pemberi mandat. Hal tersebut bertentangan dengan apa yang dituangkan oleh Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, bahwa wewenang Wakil Kepala Daerah dituangkan dalam sebuah regulasi dan melekat pada jabatan. Akibatnya secara yuridis Wakil Kepala Daerah memiliki

177 Nanang Nugraha, Op. Cit., hlm. 24-25.

wewenang atribusi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai amanat Pasal 66 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, meskipun dalam hal ini terbatas pada hal-hal tertentu.178

Gambaran mengenai kewenangan yang dimiliki oleh Wakil Kepala Daerah dapat dideskripsikan pada skema berikut:

Gambaran mengenai kewenangan yang dimiliki oleh Wakil Kepala Daerah

178Suharizal, Pemilihan Kepala Daerah: Regulasi, Dinamika dan Konsep Mendatang, (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 215.

Skema 3 : Bersumber dari Analisis Peneliti mengenai kewenangan yang dimiliki oleh Wakil Kepala Daerah

Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan sehingga negara itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak dan kewajiban tertentu berdasarkan konstruksi subyek kewajiban. Dengan demikian kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum, sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum semata. Artinya, kekuasaan dapat bersumber dari konstitusi, juga dapat bersumber dari luar konstitusi (inkonstitusional), misalnya melalui perang, sedangkan kewenangan jelas bersumber dari konstitusi. Menurut Philipus M. Hadjon dicermati ada sedikit perbedaan antara istilah kewenangan dengan istilah bevoegheid. Perbedaan tersebut terletak pada karakter hukumnya. Istilah bevoegheid digunakan dalam konsep hukum publik maupun dalam hukum privat. Dalam konsep hukum Istilah kewenangan atau wewenang seharusnya digunakan dalam konsep hukum publik. Ateng Syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan dalam bentuk kata kewenangan dan wewenang. Kita harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dengan wewenang (competence bevoegheid), Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu onderdeel (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (frecasbevoegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan

pemerintah, tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan disejajarkan dengan istilah wewenang.179

Kewenangan untuk bertindak atau dibuat oleh pemerintah yang disebut juga dengan wewenang pemerintahan menjadi dasar legitimasi untuk bertindak atau berbuat bagi pemerintah. Dalam hukum administrasi tahan yang tidak didasarkan pada wewenang yang sah. Suatu tindakan atau perbuatan pemerintah yang tidak didasarkan pada adanya wewenang dapat berakibat tindakan kewenangan menjadi satu pijakan dasar bagi pemerintah, bahwa tidak ada satu tindakan atau perbuatan pemerintahan atau perbuatan pemerintah tersebut sewenang-wenang adanya, Bahkan, wewenang pemerintahan menjadi kriteria utama dan menjadi acuan bagi pemerintah untuk berbuat atau bertindak sehingga dalam menyelenggarakan fungsi dan tugas pemerintahan sesuai dengan wewenang yang diberikan kepadanya dan tidak melakukan tindakan atau perbuatan menyalahgunakan wewenang (detournement de poucoir).180

Steenbeck dalam Aminuddin Ilmar berpendapat bahwa hanya ada dua cara organ pemerintahan memperoleh wewenang yakni, dengan jalan atribusi dan delegasi (er bestivan slechts twee wijzen waarop eer organ aan een bevoegdheid koe namelijk attributie en delegatie). Mengenai pengertian tegas dikemukakan, bahwa atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pehmap wewenang yang telah ada organ yang telah memperoleh secara atributif kepada

179Ibid.

180Aminuddin Ilmar, Op. Cit., hlm. 76-77.

organ lain sehingga delegasi secara logis didahului dengan suatu atribusi. Dengan kata lain, delegasi tidak ada tanpa atribusi mendahuluinya.181

Brouwer berpendapat bahwa atribusi merupakan kewenangan yang diberikan kepada organ institusi pemerintahan atau lembaga negara oleh suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah yang tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan. Sebelumnya a Delegans dan memberikan kepada organ yang berkompeten, ialah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ institusi pemerintahan kepada organ lainnya: sehingga delegator (organ yang telah memberi kewenangan dapat menguji kewenangan-kewenangan tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain mandataris untuk membuat keputusan, mengambil suatu tindakan atas namanya. Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada delegasi. Berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan secara besar-besaran, tetapi hanya mungkin di bawah kondisi bahwa peraturan hukum ukum menentukan mengenai kemungkinan delegasi tersebut. Delegasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:182

a. delegasi harus definitif, artinya delegans tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan ilu;

b. delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan delegasi tidak kepada bawahan artinya dalam hierarki kepagawaian tidak diperkenankan adanya delegasi

181Aminuddin Ilmar, Op. Cit., hlm. 86-87.

182Nanang Nugraha, Op. Cit., hlm., 26-27.

c. kewajiban memberi keterangan penjelasan, artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut, peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi tentang penggunaan wewenang tersebut.

d. Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada di konstitusi sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan demikian pejabat dalam mengeluarkan keputusan oleh sumber kewenangan tersebut. Stronk menjelaskan bahwa sumber kewenangan dapat diperoleh bagi pejabat atau instruksi pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan organis pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan oleh hukum posibil, mengatur dan mempertahankannya. Tanpa kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan yuris yang tepat.

Dalam hal pengertian mandat tidak dibicarakan mengenai wewenang atau pelimpahan wewenang dalaın hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun atau setidak-tidaknya dalam arti yuridis formal, yang terjadi hanyalah hubungan internal. Dapat di contohkan bahwa secara faktual jabatan menteri dengan pegawai kementerian, di mana menteri yang mempunyai kewenangan dapat kepada pegawai kementerian untuk mengambil keputusan tertentu atas nama menteri, sementara secara yuridis wewenang dan tanggung jawab tetap berada pada jabatan atau organ kementerian. Dengan kata lain, pegawai kementerian memutuskan secara faktual sedangkan memutuskan secara yuridis. Arti menyerahkan wewenang tertentu, pelimpahan wewenang oleh orang perseorangan yang telah diberi wewenang kepada yang melaksanakan wewenang yang telah dilimpahkan. Selamanya, di dalam Algemene Wet Bestiaranect (AWB) diberikan pengertian sebagai organ lainnya untuk mengambil keputusan. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi. Adanya kewajiban mempertanggungjawabkan dari penerima delegasi (delegataris) kepada delegans.

Delegans dapat memberikan instruksi tentang penggunaan wewenang tersebut kepada delegataris.183

Analisa hukum mengenai kewenangan yang dimiliki oleh wakil kepala daerah antara atribusi, delegasi dan mandat. Gambaran kewenangan itu dapat dideskripsikan melalui skema sebagai berikut:

Wakil Kepala Daerah: Antara Atribusi, Delegasi, dan Mandat

183Ibid.

Skema 4 : Bersumber dari Analisis Peneliti mengenai kewenangan yang dimiliki oleh Wakil Kepala Daerah

Secara konstitusional pemerintahan daerah mendapatkan kewenangan berdasarkan atas atribusi yaitu kewenangan yang diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen dinyatakan: “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem.184

Menurut teori jenjang norma, pengaturannya dimulai dari UUD NRI Tahun 1945 (atribusi), UU (delegasi), Keputusan Kepala Daerah (mandat) yang semakin spesifik dan kuat pada taraf mandatatoris yang diterima wakil kepala daerah dari kepala daerah, sehingga lemahnya pengaturan dalam UUD NRI Tahun 1945 dan UU mengenai wakil kepala daerah, berdampak terhadap sistem pemerintahan daerah.

184Ibid.

134 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Pengaturan wakil kepala daerah meskipun secara eksplisit UUD NRI Tahun 1945 hanya menyebutkan mengenai ‘kepala daerah’ tetapi dalam risalah naskah komprehensif amandemen Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 telah disepakati bahwa kepala daerah sudah termasuk wakil kepala daerah, lebih lanjut Pasal 18 ayat (7) UUD NRI Tahun 1945 yang memerintahkan untuk membentuk UU berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah juga mengatur tugas, fungsi, dan kewenangan wakil kepala daerah.

2. Kewenangan wakil kepala daerah dalam menjalankan tugas dan fungsinya diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UU Pemda, mandatoris yang diterima wakil kepala daerah dari kepala daerah diatur dalam Pasal 66 ayat (2) UU Pemda. Secara keseluruhan terlihat ketimpangan tugas dan fungsi antara kepala daerah dan wakil kepala daerah, tugas wakil kepala daerah sangat subordinat dan asistensi.

3. Implikasi tidak diaturnya secara eksplisit mengenai wakil kepala daerah dalam UUD NRI Tahun 1945 terhadap sistem pemerintahan daerah yaitu kewenangan wakil kepala daerah dalam UU Pemda, hanya asistensi dan lebih dominan mandatoris, selain itu adanya disharmoni hubungan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai salah satu implikasi lemahnya pengaturan wakil kepala daerah dalam UUD NRI Tahun 1945 dan UU, sehingga terjadi ketimpangan kewenangan, wakil kepala

daerah hanya berwenang ‘membantu’ kepala daerah, selain itu dampak yang ditimbulkan mengarah pada tercederainya sistem pemerintahan daerah yang berdimensi pada stabilitas pemerintahan daerah yang akan menghambat pemerataan kesejahteraan secara nasional, sebab kesuksesan pemerintahan nasional juga bergantung pada berjalan lancarnya roda pemerintahan di daerah-daerah.

Pengaturannya dimulai dari UUD NRI Tahun 1945 (atribusi), UU (delegasi), Keputusan Kepala Daerah (mandat) yang semakin spesifik dan kuat hanya pada taraf mandatatoris yang diterima wakil kepala daerah dari kepala daerah.

B. Saran

1. Evaluasi dan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, yang perlu mengkonstruksi mengenai penguatan pengaturan mengenai tugas, fungsi, dan wewenang wakil kepala daerah.

2. Sebaiknya, pengaturan mengenai wakil kepala daerah tidak hanya kuat secara mandatoris, dan bukan hanya asistensinya saja. Tetapi harus lebih diseimbangkan dengan kewenangan yang dimiliki oleh kepala daerah.

3. Implikasi hukum yang berdampak terhadap kewenangan wakil kepala daerah dan hubungan antara wakil kepala daerah sehingga dibutuhkan untuk memperkuat posisinya dalam revisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 agar terciptanya sistem pemerintahan daerah yang memadai. Untuk mengendalikan potensi disharmoni hubungan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah maka perlu adanya konstruksi hukum agar wakil kepala daerah ditunjuk langsung oleh Kepala Daerah sehingga dapat berjalan sinergis untuk menstabilkan berjalannya pemerintahan daerah.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.

Amiruddin., Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers,2014.

Asshiddiqie, Jimly., Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016.

_______, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

_______, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

_______, Konstitusi Bernegara Praksis Kenegaraan Bermartabat dan Demokratis, Malang: Setara Press, 2016.

_______, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

_______, Teori Hierarki Norma Hukum, Jakarta: Penerbit UUD NRI Tahun 1945 Pres, 2020.

_______, Teori Hierarki Norma Hukum, Jakarta: Penerbit Konstitusi Pres, 2020.

_______, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2007.

Aristoteles, Politik, diterjemahkan dari buku Politic, Oxford University Press, New York 1995,Yogyakarta: Pustaka Promethea, 2017.

Astomo, Putera., Hukum Tata Negara Teori dan Praktek, Yogyakarta: Thafa Media, 2014.

Atmadja, I Dewa Gede., Teori Konstitusi & Konsep Negara Hukum, Malang: Setara Press, 2015.

Budiardjo, Miriam., Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998.

Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Darumurti, Krishna D., Umbu Rauta, Otonomi Daerah; Perkembangan Pemikiran, Pengaturan dan Pelaksanaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.

Dillah, Suratman, H. Philips., Metode Penelitian Hukum, Bandung: Alfabeta, 2015.

Ence, Iriyanto A. Baso., Negara Hukum & Hak Uji Konstitusionalitas Mahkamah Konstitusi Telaah Terhadap Kewenangan Mahkamah Konstitusi, Bandung:

Penerbit P.T Alumni, 2008.

Hakim, Abdul Aziz,Impeachment Kepala Daerah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018.

Hasyimzoem, Yusnani., M. Iwan Satriawan, Ade Arif Firmansyah, Siti Khoiriah, Hukum Pemerintahan Daerah, Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2019.

HR, Ridwan., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.

Huda, Ni’matul., R Nazriyah, Teori dan Pengujian Peraturan Perundang-Undangan, Bandung: Nusa Media, 2011.

Huda, Ni’matul., UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

Ilmar, Aminuddin, Hukum Tata Pemerintahan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, Bandung: PT. Alumni, 2004.

Kansil, CST, Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Jakarta: Aksara Baru, 1979.

Karianga, Hendra., Carut Marut Pengelolaan Keuangan Daerah di Era Otonomi Daerah, Depok: Kencana, 2017.

Kurnia, Titon Slamet., Interpretasi Hak-Hak Asasi Manusia Oleh Mahkamah UUD NRI Tahun 1945, Bandung: Mandar Maju, 2015.

Marzuki, Peter Mahmud.,Penelitian Hukum,Jakarta: Kencana, 2010.

_______, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media Group, 2014.

Mas, Marwan., Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2018.

MD,Moh Mahfud., Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001.

MD, Moh Mahfud., Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009.

Meuwissen, Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2007.

Moenta,A. Pangerang,Permusyawaratan dan DPRD Analisis Aspek Hukum dan Produk Permusyawaratan, Malang: Intelegensia Media, 2017.

Muchlis, Moh. Saleh, Konstitusionalitas Impeachment Presiden dan Wakil Presiden, Malang: Setara Press, 2016.

Nasution, Mirza., Eka NAM Sihombing, Ilmu Negara, Medan: Enam Media, 2019.

Nasution, Mirza., Politik Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Medan:

Puspantara, 2015.

Nugraha, Nanang., Model Kewenangan Wakil Kepala Daerah Dalam Pemerintahan Daerah, Bandung: Refika, 2013.

Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Pedoman Penulisan Tesis Magister Ilmu Hukum, 2018.

Purnama, Eddy, Negara Kedaulatan Rakyat Analisis terhadap Sistem Pemerintahan Indonesia dan Perbandingannya dengan Negara-Negara Lain, Bandung:

Penerbit Nusamedia, 2007.

Putra, Anom Surya, Hukum Konstitusi Masa Transisi Semiotika, Psikoanalisis & Kritik Ideologi, Bandung: Nuansa Cendekia, 2003.

Rahardjo, Satjipto., Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991.

Riyanto,Astim,Teori Konstitusi, Bandung: Yapemdo, 2000.

Sekjend dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Naskah Komprehensif Perubahan UUD NRI Tahun 1945, Buku 4 Jilid 1 (Kekuasaan Pemerintahan Negara, 2010.

Sekjend dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Naskah Komprehensif Perubahan UUD NRI Tahun 1945, Buku 4 Jilid 2 (Kekuasaan Pemerintahan Negara, 2010.

Sekjend dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Naskah Komprehensif Perubahan UUD NRI Tahun 1945, Buku 5 (Pemilihan Umum, 2010.

Sibuea, Hotma P., Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010.

Sihombing, Eka NAM., Hukum Kelembagaan Negara, Yogyakarta: Ruas Media, 2018.

_______, Hukum Pemerintahan Daerah, Malang: Setara Press, 2020.

_______, Pengantar Hukum Konstitusi, Malang: Setara Press, 2019.

_______, Politik Hukum, Medan: Enam Media, 2020.

Sirajuddin, Anis Ibrahim, Sinta Hadiyatina, Catur Wido Haruni, Hukum Adminitrasi Pemerintahan Daerah, Malang: Setara Press, 2016.

Soehino, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan,Yogyakarta: Liberty, 1984.

Soekanto, Soerjono., Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

_______,Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013.

_______, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2014.

_______, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.

Soemitro, Ronny Hanitijo., Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1990.

Soeprapto, Maria Farida Indrati., Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Solly Lubis, Hukum Tatanegara, Bandung: CV. Mandar Maju, 2008.

Suharizal, Pemilihan Kepala Daerah: Regulasi, Dinamika dan Konsep Mendatang, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 215.

Sunarno, Siswanto., Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta PT. RajaGrafindo Persada, 2005.

Syahuri, Taufiqurrohman., Hukum Konstitusi Proses dan Prosedur Perubahan UUD di Indoneisa 1945-2002 serta Perbandingannya dengan Konstitusi Negara Lain di Dunia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.

Syahuri, Taufiqurrohman., Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Jakarta: Kencana, 2011.

Syamsuddin, Azis,Proses & Teknik Penyusunan Undang-Undang, Jakarta: Sinar Grafika, 2015.

Tanya, Bernard L., Yoan N Simanjuntak, Markus Y Hage, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013.

Thaib, Dahlan., Jazim Hamidi, Ni'matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada, 2003.

Thaib, Dahlan., Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU, Malang: UMM Press, 2003.

Trijono, Rachmat., Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, Jakarta:

Papas Sinar Sinanti, 2013.

Tutik, Titik Triwulan.,Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Kencana, 2011.

Ubaedillah, Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenadamedia Group, 2003.

Utomo, A. Himmawan, UUD NRI Tahun 1945, Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Wheare, K.C., Konstitusi-Konstitusi Modern, Bandung: Penerbit Nusamedia, 2015.

Wilson, Woodrow., Constitutional Government in United State, New York: Columbia University Press, 1908.

Zuchron, Daniel, Menggugat Manusia dalam Konstitusi Kajian Filsafat Atas UUD 1945 Pasca Amandemen,J akarta: Rayyana Komunikasindo, 2017.

Jurnal/Artikel/Karya Ilmiah

a Aba, Johan Jasin, and Duke Arie Widagdo, “Nominating Mechanisms for Regional Heads and Vice heads in Indonesia : A Perspective of Law Number 10 of 2016,”

International Journal of Research and Review, Vol. 7, No. 4 (2020).

Arbani, Tri Suhendra. Analisis Yuridis Pengisian Jabatan Wakil Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Supremasi Hukum, Vol. 6, No. 2, Desember 2017.

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Sistem Pemerintahan Daerah, Artikel, 2019.

Wibowo, Catur, Herman Harefa, “Urgensi Pengawasan Organisasi Kemasyarakatan Oleh Pemerintah,” Jurnal Bina Praja, Vol. 07, No. 01 (2015).

Durmus, Elif, A Typology Of Local Governments’ Engagement With Human Rights:

Legal Pluralist Contributions To International Law And Human Rights, Netherlands Quarterly Of Human Rights, Vol. 38 (1), 2020, hlm. 30–54.

Fahmi, Khairul. Prinsip Kedaulatan Rakyat Dalam Penentuan Sistem Pemilihan Umum Anggota Legislatif. Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 3, Juni 2010.

Haruni, Catur Wido, Tinjauan Yuridis Normatif Hubungan Kewenangan Kepala Daerah Dengan Wakil Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Normative Judicial Review Of Authorithy Relations Between The Head And The Vice Of The District In The Local Government Administration), Jurnal Humanity, Vol. 9, No. 1, September 2013.

Ilahi, Rizqy Ridho., Hufron, Otto Y, Legal Standing Of Vice head As A Replacement Of Regional Head, IJCIRAS, January 2020, Vol. 2 Issue. 8.

Junaenah, Inna, Supervision On By-Law Of Local Government In Indonesia : Lesson From Refreshed Central-Local Relationship In New Zealand, DIH: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 16, No.2 (2020).

Mas, Marwan., Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Depok: PT.

RajaGrafindo Persada, 2018.

Massmoel, Mulyana, Pengisian Kekosongan Jabatan Wakil Kepala Daerah Yang Dipilih Melalui Jalur Perseorangan Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan, Artikel, 2017.

M. Noor Aziz, “Pengkajian Hukum Tentang Pemilihan Kepala Daerah,” Perpustakaan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (2011).

Nasution, Muhammad Syukri Albani., Zul Pahmi Lubis, Hukum Dalam Pendekatan Filsafat, Jakarta: Kencana, 2016.

Prihatiningtyas, Wilda, Konstitusionalitas Model Pengisian Jabatan Wakil Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Media Iuris Vol. 1 No. 2, Juni 2018.

Suharizal, Penguatan Demokrasi Lokal Melalui Penghapusan Jabatan Wakil Kepala Daerah, Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 5, Oktober 2010.

Syafrudin, Ateng., Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Yang Bersih Dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia, Ed. IV, 2000.

Wasistiono, Sadu, Kontroversi Kedudukan, Tugas. Wewenang Dan Tanggung Jawab Wakil Kepala Daerah, Artikel, 2015.

Zulfajri Zulfajri, Himayat Jalil, Iskandar A. Gani, Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 21, No. 3 February 2020.

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Perundang-Undangan