• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

3.5 Analisis Data .1 Analisis kualitatif

Analisis kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Tujuan utama penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ialah mengembangkan pengertian, konsep-konsep, yang pada akhirnya

menjadi teori, tahap ini dikenal sebagai “grounded theory research”. Pada

pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks tentang sistem kekerabatan masyarakat di Desa Keffing dan Desa Kway yaitu; (1) sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan faam/marga; dan (2) sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan soa.

3.5.2 Analisis Kelembagaan

Analisis kelembagaan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis komparatif (comparative approach). Hal ini dilakukan untuk membandingkan aturan hukum suatu daerah dengan daerah lain mengenai hal yang sama. Dalam hal ini adalah perbandingan aturan hukum di desa Keffing dan Desa Kway. Perbandingan tersebut dimaksudkan untuk mengungkapkan dan membandingkan latar belakang terjadinya putusan atas perkara dalam bidang yang sama dari daerah tersebut, kemudian digunakan sebagai rekomendasi bagi

penyusunan atau perubahan aturan hukum yang berlaku di daerah tersebut. Aturan hukum kelembagaan yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu (a) sejarah sasi;(b) batas wilayah; (c) sistem aturan; (d) sistem sanksi; (e) legalitas; dan (f) otoritas

sasi.

3.5.3 Analisisis SWOT

Analisis SWOT (strengths weaknesses opportunities threat) merupakan alat untuk menyusun suatu strategi dalam mengembangkan suatu kegiatan. Analisis SWOT dilakukan berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Selain itu analisis SWOT juga digunakan untuk memperoleh hubungan antar faktor eksternal dan faktor internal. Penggunaan analisis SWOT dapat mengidentifikasi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari faktor internal, bigitu pula peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dari faktor eksternal (Rangkuti 2001).

Gambar 4 Diagram Analisis SWOT (Rangkuti 2001).

Kuadran 1) Bagian ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan, dimana lembaga adat memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada untuk pengambilan keputusan;

Peluang Kelemahan Kekuatan Ancaman Mendukung Strategi Turn Around Mendukung Strategi Agresif Mendukung Strategi Defensif Mendukung Strategi Diversifikasi Kuadran 2 Kuadaran 1 Kuadran 4 Kuadran 3

Kuadran 2) Meskipun menghadapi berbagai ancaman, lembaga adat ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi;

Kuadran 3) Pada kuadran ini lembaga adat mendapat ancaman dalam melaksanakan kebijakan, sehingga dapat melemahkan posisi lembaga adat dalam pengambilan keputusan; dan

Kuadran 4) Lembaga adat membuat suatu kebijakan dengan mempertimbangkan seberapa besar peluang yang di peroleh untuk menutupi kelemahan yang terjadi dalam pengambilan keputusan mengenai suatu masalah. Penentuan kebijakan alternatif dianalisis menggunakan SWOT. Tahap pertama dalam analisis ini adalah pembuatan tabel internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (ancaman dan peluang) yang mempengaruhi pengembangan lembaga adat dalam pengelolaan perikanan.

1) Strategi SO: Strategi ini memanfaatkan seluruh kekuatan untuk menghasilkan peluang sebesar-besarnya;

2) Strategi ST: Strategi ini memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk untuk mengatasi ancaman;

3) Strategi WO: Strategi ini bertujuan untuk memanfatkan peluang untuk meminimalkan kelemahan yang ada; dan

4) Strategi WT: Strategi yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

Tabel 1 Faktor Internal dan Eksternal

Faktor internal Faktor eksternal

Kekuatan ………. Ancaman ………….. Kelemahan ……….. Peluang ..…………. Sumber: Rangkuti (2005)

Tahap kedua yaitu pembuatan matriks Faktor Strategi Internal (IFAS) dan Eksternal (EFAS). Pembuatan matriks dilakukan sebagai berikut (Rangkuti 2005):

1) Pada kolom satu diisi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan matriks (matriks internal) serta peluang dan ancaman (matriks eksternal); 2) Beri bobot pada masing-masing faktor pada kolom 2, dimulai dari 0,0 (tidak

penting) hingga 1,0 (sangat penting);

3) Pada kolom ketiga diisi rating dari masing-masing faktor, dimulai dari 4 (pengaruhnya sangat besar) sampai 1 (pengaruhnya sangat kecil). Untuk ancaman dan kelemahan adalah sebaliknya. Apabila ancaman dan kelemahan sangat besar, maka diberi nilai 1 sedangkan apabila ancaman dan kelemahannya sangat kecil nilainya 4;

4) Pada kolom 4 diisi perkalian antara bobot dengan ranting; dan 5) Jumlah total skor yang didapat dari kolom 4.

Nilai total akan menunjukkan bagaimana reaksi suatu organisasi terhadap faktor internal dan eksternal dengan perhitungan dimulai dari 1- 4.

Kriteria penilaian adalah sebagai berikut:

1) Pengambilan kebijakan yang akan diambil sangat sulit dilakukan karena faktor internal dan eksternal yang sangat tidak mendukung;

2) Pengambilan kebijakan sulit dilakukan karena masih banyak faktor yang belum mendukung dalam penentuan kebijakan;

3) Pengambilan kebijakan lebih mudah dilakukan karena banyaknya faktor pendukung dalam pengambilan kebijakan meskipun masih ada faktor yang kurang mendukung;

4) Pengambilan kebijakan sangat baik untuk dilakukan karena faktor internal dan eksternal sangat mesndukung dalam pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan yang diambil.

Tabel 2 Faktor Strategi Internal (IFAS)

Faktor Internal Bobot Rating Bobot x Rating

1. Kekuatan (hal .. point 2 IFAS) (hal... pint 3 IFAS) (perkalian antara bobot dengan rating) ………… …………

2. Kelemahan

………….. …………..

Sumber: Rangkuti (2005)

Tabel 3 Faktor Strategi Eksternal (EFAS)

Faktor Internal Bobot Rating Bobot x Rating

1. Peluang (contoh ; 0,2) (contoh: 3) (contoh: 0,2 X 3 = 0,6) ………… ………… 2. Ancaman ………….. ………….. Sumber: Rangkuti (2005)

Faktor-faktor yang dimasukkan dalam matriks IFE dan EFE yaitu, faktor yang memiliki jumlah nilai berkisar antara 1,0 yang terendah hingga 4,0 yang tertinggi dan 2,5 sebagai rata-rata. Total nilai terbobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri organisasi yang lemah secara internal. Sedangkan jumlah yang jauh di atas 2,5 menunjukkan posisi organisasi kuat secara internal. Tahap ketiga adalah analisis data yang dilakukan dengan pembuatan tabel strategi SWOT. Tahap ketiga adalah analisis data yang dilakukan dengan pembuatan tabel strategi SWOT (strengths weaknesses opportunities threat). Kriteria analisis SWOT menurut David (2003) yaitu 1,0 - 1,99 berada pada kriteria lemah, 2,0 - 2,99 berada pada kriteria sedang dan 3,0 - 4,0 berada pada kriteria tinggi.

Tabel 4 Tabel SWOT IFAS EFAS Strenghs (S) ………….. ………….. Weaknesses (W) ………. ………. Oportunities (O) ……… Strategi SO (Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang) Strategi WO (Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Threats (T) ……… Strategi ST (Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman) Strategi WT (Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman) Sumber: Rangkuti (2005)

Strategi-strategi yang dihasilkan merupakan suatu langkah yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan terbaik yang dapat dilaksanakan. Matriks internal-eksternal (IE) didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE dan EFE yang diberi bobot. Sumbu X adalah total nilai IFE yang diberi bobot dan sumbu Y adalah total nilai EFE yang diberi bobot.

3.5.4 Analisis Matriks Perencanaan Strategis Kualitatif (QSPM)

Matriks Quantitative Strategic Planning Management (QSPM) digunakan untuk membuat perangkat strategi dengan memperoleh daftar prioritas yang ada. QSPM merupakan suatu alat yang membuat para perencana strategi dapat menilai secara objektif strategi alternatif berdasarkan faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal yang telah diketahui terlebih dahulu. Matriks QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi yang dipaparkan sampai seberapa jauh faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal kunci dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari masing-masing faktor

keberhasilan kritis eksternal dan internal. Setiap jumlah rangkaian strategi alternatif dapat diikutkan dalam QSPM dan setiap jumlah strategi dapat menyusun suatu rangkaian strategi tertentu. Namun, hanya strategi dari suatu rangkaian 30 tertentu yang dapat dinilai relatif terhadap satu sama lain. Pengembangan QSPM membuat kemungkinan kecil faktor-faktor kunci terabaikan atau diberi bobot secara tidak sesuai. Meskipun dalam mengembangkan QSPM membutuhkan sejumlah keputusan subjektif, hal ini dapat membuat beberapa keputusan kecil sepanjang proses akan meningkatkan kemungkinan keputusan strategis akhir yang baik untuk organisasi (David 2003).

Langkah-langkah dalam membuat matriks QSPM adalah sebagai berikut :

1) Buatlah daftar peluang/ancaman eksternal kunci dan kekuatan/kelemahan internal kunci di kolom kiri QSPM;

2) Berilah bobot pada setiap faktor internal dan eksternal kunci;

3) Periksalah matriks-matriks pencocokan dan kenalilah strategi-strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan;

4) Tentukan nilai daya tarik (AS). Cakupan daya tarik adalah : 1 = tidak menarik; 2 = agak menarik; 3 = wajar menarik; 4 = sangat menarik;

5) Hitunglah nilai total daya tarik (WS). Total nilai daya trik didefinisikan sebagai hasil mengalikan bobot dengan daya tarik di masing-masing baris; dan

6) Hitunglah jumlah total nilai daya tarik. Jumlahkan total nilai daya tarik di masing-masing kolom strategi QSPM, jumlah total nilai daya tarik mengungkapkan strategi yang paling menarik (David 2003).

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km2

terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km2 dan daratan 5,779.123 Km2. Dengan luas

wilayah yang sebagian besar didominasi oleh wilayah laut memiliki karakteristik tersendiri. Terdapat titik-titik pada wilayah tertentu memiliki palung-palung laut yang terbentang cukup luas. Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki beberapa Kecamatan yaitu Kecamatan Bula, Kecamatan Pulau Gorom, Kecamatan Werinama, Kecamatan Siwalalat, Kecamatan Tutuk Tolu, Kecamatan Kilmury, Kecamatan Wakate dan Kecamatan Seram Timur yang merupakan tempat penelitian dilakukan. Lokasi penelitian di Kecamatan Seram Timur dapat dilihat pada (Gambar 5) berikut:

Gambar 5 Pulau Geser, Kecamatan Seram Timur.

Kecamatan Seram Timur memiliki luas wilayah 29,567 ha, terletak pada 130,51º BT – 132,5º BB dan 3,3º LS – 5 LSº. Batas wilayah Kecamatan Seram Timur yaitu sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pulau Gorom, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kilmuri dan sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuk Tolu, serta sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Banda. Jumlah kepala keluarga Kecamatan Seram Timur yaitu 40,32 kk, dengan jumlah penduduk yang mendiami Kecamatan Seram Timur mencapai 18,160 orang terdiri dari 8,706 orang penduduk laki-laki dan 9,454 orang penduduk perempuan. Kecamatan Seram Timur memiliki Desa induk yang berjumlah 9

Desa, dan negeri administratif berjumlah 27 negeri. Tempat yang menjadi lokasi penelitian di Kecamatan Seram Timur diantaranya yaitu Desa Keffing dan Desa Kway.

4.2 Kependudukan

Desa keffing terletak di daerah pesisir Kepulauan Seram Bagian Timur, tepatnya di Kecamatan Seram Timur, yang diapit oleh dua pulau yang saling berdekatan yaitu Pulau Seram dan Pulau Geser. Dimana, batas wilayah Desa Keffing yaitu sebelah barat berbatasan dengan Desa Kellu, sebelah timur berbatasan dengan Desa Kway sedangkan sebelah utara berbatasan dengan Desa Kwaos. Jumlah penduduk tetap yang mendiami Desa Keffing hingga saat ini yaitu berjumlah 517 orang, terdiri dari 215 orang penduduk perempuan dan 302 orang penduduk laki-laki. Lokasi penelitian di Desa Keffing dapat dilihat pada (Gambar 6) berikut:

Gambar 6 Desa Keffing, Kecamatan Seram Timur

Sedangkan Desa kway terletak di daerah pesisir kepulauan seram bagian timur, tepatnya di Kecamatan Seram Timur, yang diapit oleh dua pulau yang saling berdekatan yaitu pulau Seram dan pulau Geser. Batas wilayah Desa Kway yaitu sebelah barat berbatasan dengan Desa Keffing, sebelah timur berbatasan dengan Desa Geser sedangkan sebelah utara berbatasan dengan Desa Kwaos. Jumlah penduduk di Desa Kway yaitu 473 orang, terdiri dari 248 orang laki-laki dan 225 orang perempuan. Lokasi penelitian di Desa Keffing dapat dilihat pada (Gambar 7) berikut:

Gambar 7 Desa Kway, Kecamatan Seram Timur.

Wilayah pesisir di Desa Keffing dan Desa Kway sangat strategis untuk pengembangan kegiatan perikanan karena memiliki karakteristik sumberdaya perikanan yang memiliki nilai jual yang sangat tinggi seperti Ikan karang, Teripang dan Lola sehingga memerlukan perhatian khusus dari masyarakat di sekitar wilayah pesisir Desa Keffing dan Desa Kway maupun pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur dalam memelihara dan menjamin kelestarian sumberdaya yang ada di wilayah pesisir sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, karena masyarakat Desa Keffing dan Desa Kway sangat tergantung kepada sumberdaya perikanan yang berada di wilayah pesisir untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan, masyarakat di Desa Keffing dan Desa Kway menggunakan alat tangkap seperti

Gillnet, Bubu, Sero dan Purse seine yang digunakan khusus untuk menangkap ikan julung-julung (Hemirhampus far) pada saat musimnya tiba. Hasil tangkapan yang diperoleh, sebagian dijual ke pengusaha yang membeli dan sisanya diolah secara tradisional oleh masyarakat di wilayah pesisir Desa Keffing dan Desa Kway untuk dijual kepada masyarakat setempat. Mayoritas penduduk di Desa Keffing dan Desa Kway bekerja sebagai nelayan, baik nelayan tetap, nelayan sambilan utama maupun nelayan sambilan sebagian. Dengan adanya sumberdaya perikanan tersebut, masyarakat di Desa Keffing dan Desa Kway dapat memanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari sehingga dapat memperhankan hidup mereka sampai saat ini.

4.3 Keadaan Umum Perikanan Tangkap

4.3.1 Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Seram Bagian Timur, perkembangan produksi perikanan pada tahun 2009 yaitu sebesar 13.669 ton dan pada tahun 2010 produksi perikanan sebesar 20.395 ton, mengalami peningkatan 6.726 ton. Sedangkan nilai produksi perikanan pada tahun 2009 sebesar Rp 58.026.200.000 serta nilai produksi perikanan pada tahun 2010 sebesar Rp 152.472.435.000 dimana terjadi peningkatan sebesar Rp 94.446.235.000

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Seram Bagian Timur tahun 2010, Potensi sumberdaya perikanan yang dimiliki yaitu sebesar 43.136,87 ton/tahun, dimana potensi perikanan budidaya sebesar 500 ton/tahun dan potensi tangkap sebesar 42,636.87 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan yaitu 17,054.69 ton/ tahun. Potensi sumberdaya hayati perikanan dimaksud terdiri dari pelagis, demersal dan biota laut lainnya yang perlu dieksploitasi secara optimal. Dilihat dari besarnya potensi yang tersedia maka untuk tahun 2010 telah dimanfaatkan sebesar 20.395 ton. Dalam melakukan eksploitasi potensi sumberdaya perikanan, maka faktor-faktor penunjang produksi sangat berpengaruh terhadap produksi perikanan dapat dilihat pada tabel dibawah berikut antara Tahun 2009-2010.

Tabel 5 Faktor penunjang produksi perikanan

No Tahun

Faktor penunjang produksi, Produks dan Nilai produksi Armada penangkapan (jumlah) Alat tangkap (jumlah) Produksi

(jumlah) Nilai produksi 1 2009 3.998 3.405 13.669 58.026.200.000 2 2010 4.269 3.862 20.395 152.472.435.000

Produksi perikanan berdasarkan wilayah perairan di Kabupaten Seram Bagian Timur pada Tahun 2009 - 2010 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Produksi perikanan berdasarkan wilayah perairan No Tahun Penangkapan laut Perairan umum Budidaya air tawar Budidaya laut Jumlah 1 2009 13.652 - - 16.83 13.669 2 2010 20.33 - - 65 20.395

4.3.2 Perkembangan Alat Penangkapan Ikan

Berdasarkan data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Seram Bagian Timur, perkembangan alat penangkapan ikan menurut Jenis dan per kecamatan Tahun 2007 – 2010 yaitu pukat pantai berjumlah 173 unit, pukat cincin 79 unit, jaring insang hanyut 441 unit, jaring insang lingkar 311 unit, jaring insang tetap 82 unit, bagan perahu 15 unit, rawai tetap 871 unit, pancing tonda 480 unit, pancing ulur 1000 unit dan pancing cumi 77 unit. Lebih spesifik tentang perkembangan alat penangkapan ikan di Kecamatan Seram Timur, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku dapat dilihat pada lampiran 4, halaman 95.

4.3.3 Perkembangan Armada Penangkapan Ikan

Jumlah armada penangkapan di Kabupaten Seram Bagian Timur berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan pada tahun 2009 sebesar 3.998 buah/unit, sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 4.269 buah/unit. Sedangkan jumlah armada penangkapan ikan berdasarkan jenis yaitu perahu tanpa motor dan motor tempel di Kabupaten Seram Bagian Timur sampai Tahun 2010. Perahu tanpa motor (kecil 574 unit, sedang 178 unit, besar 65 unit dan jukung 2395 unit), sedangkan motor tempel (yamaha 196 unit dan katinting 793 unit). Untuk mengetahui lebih spesifik tentang perkembangan armada penangkapan ikan di Kabupaten Seram Bagian Timur dapat dilihat pada lampiran 3, halaman 94.

4.3.4 Perkembangan Rumah Tangga Perikanan (RTP)

Rumah tangga perikanan (RTP) berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Seram Bagian Timur pada tahun 2009 tercatat sebanyak 8.094 orang mengalami kenaikan pada tahun 2010 sebanyak 8.678 orang. Kenaikan ini terjadi pada sektor penangkapan sebesar 6.678 orang dan sektor budidaya laut sebesar 48.17 0rang. Jumlah rumah tangga perikanan diklasifikasikan menjadi rumah tangga perikanan tangkap berjumlah 5191 orang, budidaya laut 346 orang, sedangkan rumah tangga perikanan tambak dan kolam belum ada. Untuk lebih spesifik tentang perkembangan rumah tangga perikanan di Kabupaten Seram Bagian Timur dapat dilihat pada lampiran 2, halaman 94.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sistem Kelembagaan Sasi

Dalam mengkaji kelembagaan yang berhubungan dengan sistem penguasaan sumberdaya, maka terlebih dahulu memahami sistem kemasyarakatan (Bokar 2006). Kehidupan sosial kemasyarakatan di kedua lokasi penelitian terdapat dua sistem kekerabatan masyarakat yaitu: (1) pengelompokan masyarakat berdasarkan

faam/marga; dan (2) pengelompokan masyarakat berdasarkan soa. Sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan faam/marga menurut Silaya (2005), merupakan kelompok kekerabatan masyarakat yang terdiri dari beberapa rumah tangga dengan memakai nama keluarga pihak laki-laki berupa marga yang sama didalam suatu negeri. Sedangkan soa merupakan suatu persekutuan teritorial geneologis (seketurunan) yang terdiri dari kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat tersebut didalamnya terdiri dari seketurunan dan terdiri dari beberapa

faam/marga didalam negeri. Berdasarkan hasil penelitian, di Desa Kefing terdapat dua marga, sedangkan di Desa Kway terdapat empat marga. Pengelompokan masing-masing faam/marga di kedua desa masing-masing dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7 Sistem kekerabatan masyarakat berdasarkan faam/marga danpersekutuan teritorial geneologis (soa) di Desa Keffing dan Desa Kway

Desa Faam/marga

Keffing Rumonin, dan Rumakat

Kway Rumalolas, Kelibia, Kastela, dan Kilwouw

Pengelompokan masyarakat (soa) Keffing Soa Keffing Soa Kasongat

Rumonin Rumakat

Kway Soa Kway Soa kellu Soa Kilbaroa Soa Kilfura Rumalolas Kelibia Kastela Kilwouw

Berdasarkan sistem kekerabatan masyarakat pada tiap-tiap faam/marga

tersebut, kemudian digolongkan berdasarkan persekutuan geneologis (soa). Secara adat untuk kedua desa tersebut memiliki sistem pengelompokan masyarakat. Sistem pengelompokan masyarakat pada kedua desa masing-masing, yaitu Desa

Keffing terdiri dari dua soa yaitu soa Keffing dan soa Kasongat. Sedangkan Desa Kway terdiri dari empat soa yaitu soa Kway, soa Kellu, soa Kilbaroa dan soa Kilfura. Sedangkan sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan persekutuan territorial geneologis (soa) yaitu Desa Keffing terdiri dari dua soa antara lain: soa Keffing memiliki satu marga yaitu marga Rumonin, sedangkan soa Kasongat

memiliki satu marga yaitu marga Rumakat. Desa Kway terdiri dari empat soa, yaitu soa Kway memiliki marga Rumalolas, soa Kellu memiliki marga Kelibia,

soa Kilbaroa memiliki marga Kastela, dan soa Kilfura memiliki marga Kilwouw. Hirarki dari sistem pemerintahan adat di Desa Keffing dan Desa Kway dapat disajikan pada (gambar 8) berikut:

Gambar 8 Aliran komunikasi dalam kelembagaan sasi di Desa Keffing dan Desa Kway Kepala kewang Marinyo Kepala soa Masyarakat (faam/marga) Sekretaris/juru tulis Kepala adat (raja) Saniri negeri

Tabel 8 Fungsi dan tanggungjawab steakholder pada sistem pemerintahan adat di Desa Keffing dan Desa Kway

No Stekholder Fungsi/Tanggungjawab

1 Kepala Adat (raja) Melaksanakan tugas memimpin desa, dan di bantu oleh saniri negeri. Kepala adat berfungsi sebagai raja sekaligus kepala pemerintahan. 2 Kepala soa Merupakan persekutuan dari suatu negeri yang

didalamnya terdiri dari perwakilan beberapa marga. Fungsinya sebagai pembantu raja dalam melaksanakan tugas pemerintahan negeri dan menyelenggaran musyawarah.

3 Kepala kewang Menjaga dan mengawasi lingkungan diwilayah pesisir pantai pada desa masing-masing. Melakukan pengontrolan di pesisir pantai agar mencegah masyarakat untuk tidak merusak sumberdaya perikanan di wilayah pesisir.

4 Marinyo Bertugas menyampaikan berita dari raja ke staf pemerintahan yang lain, dan kepada masyarakat secara umum.

5 Saniri negeri Merupakan lembaga adat ditingkat desa yang terdiri dari kepala adat, kepala soa, kepala

kewang dan marinyo.

6 Sekretaris/ juru tulis Berkedudukan sebagai usur staf pembantu raja dengan tugas menjalankan administrasi pemerintahan.

Bentuk aparatur pemerintahan adat ini menurut Siwalete (2005) merupakan warisan sistem pemerintahan Belanda. Sistem hukum adat ditetapkan dalam keputusan-keputusan landroad Amboina (tuan tanah Ambon) No. 14/1919 tentang pemerintahan negeri disebutkan bahwa pemerintah negeri adalah ragent en de

kepala soa (Bupati dan kepala soa). Berdasarkan keputusan landaroad Amboina

No.14/1919 disebutkan bahwa negorij bestur (pengontrol negeri) adalah ragent en de kepala soa, sehingga Pemerintah negeri disebut saniri rajapati yang dipimpin oleh pemerintah. Pemerintah dalam hal ini adalah raja dan perangkat pemerintahan negeri atau pejabat-pejabat yang menjalankan tugas dalam bidang eksekutif.

Berlakunya Undang-undang No. 5 Tahun 1979 tentang pemberlakukan sistem pemerintahan desa, menyebabkan hirarki sistem pemerintahan adat tidak dipakai dalam sistem pemerintahan negeri. Namun dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan desa, perangkat aparatur yang ada dalam sistem pemerintahan adat sebagian diakomodir dalam sistem pemerintahan desa. Misalnya, posisi kepala

dusun diisi oleh kepala soa dan struktur pemerintahan negeri. Marinyo dalam sistem pemerintahan adat dirangkap oleh juru tulis/sekretaris. Hirarki sistem pemerintahan adat tidak terpakai secara keseluruhan dalam sistem pemerintahan desa, namun dalam penyelenggaraan yang berkaitan dengan tradisi adat di dalam negeri, sistem pemerintahan adat masih menjadi rujukan bagi sistem pemerintahan desa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka sistem kelembagaan sasi di Desa Keffing dan Desa Kway meliputi sejarah sasi, sistem aturan, sistem sanksi, legalitas, hak pengelolaan wilayah serta otoritas sasi. Secara lebih rinci, unsur-unsur kelembagaan sasi tersebut akan diuraikan dibawah ini:

5.1.1 Sasi Desa Keffing

Sasi merupakan bentuk aturan pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat adat yang telah diterapkan di Maluku. Menurut Pattinama dan Pattipelony (2003), sasi merupakan tradisi masyarakat yang telah ada sejak (abad XVII) memiliki nilai hukum substantif yaitu larangan untuk tidak mengambil hasil laut maupun hasil hutan sampai waktu tertentu. Sejarah sasi di Desa Keffing telah ada sejak zaman dahulu sebagai komitmen bersama para nenek moyang mereka untuk menjaga lingkungan dimana mereka tinggal. Hal ini dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa tanpa lingkungan mereka tidak akan hidup dengan tentram. Namun tradisi sasi yang menjadi aset lokal ini tidak diketahui secara