• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESIGN PRINCIPLES

5) Otoritas sasi

5.1.2 Sasi Desa Kway

Sasi di Desa Kway telah ada sejak zaman dahulu sebagai komitmen bersama para nenek moyang mereka untuk menjaga lingkungan dimana mereka tinggal. Namun keberadaan sasi sangat sulit diketahui secara pasti oleh masyarakat setempat kapan dimulainya. Pemahaman masyarakat di Desa Kway tentang sasi

hanya berdasarkan wasiat (amanat) yang telah diwariskan secara turun-temurun bahwa sasi telah diterapkan oleh nenek moyang mereka. Menurut kepala adat,

sasi yang pertama kali diterapkan di Desa Kway yaitu sasi darat. Sedangkan sasi

laut muncul pada saat masyarakat beralih pekerjaan sepenuhnya di wilayah laut. Pemberlakuan sasi laut di Desa Kway telah dipahami oleh masyarakat setempat,

namun masih saja terjadi pelanggaran terhadap aturan sasi yang diterapkan. Faktor yang menyebabkan masyarakat melanggar aturan sasi yaitu tingkat kebutuhan ekonomi masyarakat yang terus meningkat. Hal menarik yang ditemukan di Desa Kway yaitu sasi laut hanya dibuka jika ada permintaan dari pembeli atau masyarakat setempat. Permintaan buka sasi dari masyarakat untuk keperluan sosial (perbaikan masjid, fasilitas, dan perayaan hari-hari besar umat islam) maupun untuk kebutuhan hidup setiap hari.

Menurut kepala adat Desa Kway, pemanfaatan hasil laut berupa teripang (Thyone briarcus) dan lola (Trochus sp) dilakukan secara bersama oleh masyarakat sejak dahulu. Kegiatan tersebut dilakukan untuk menjaga hubungan kekeluargaan antara marga di negeri tersebut. Semua marga di Desa Kway berasal dari satu nenek moyang, sehingga diperlukan kehidupan yang tentram di masyarakat. Namun, dengan bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan adanya gesekan antar warga masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di Desa Kway.

Sistem sasi di Desa Kway dibentuk sejak munculnya persaingan antara warga masyarakat dalam pemanfaatan hasil laut. Persaingan tersebut menyebabkan munculnya konflik antara marga di Desa Kway. Pemicu konflik yaitu adanya kecemburuan sosial antara marga dalam pemanfaatan hasil laut. Masyarakat yang memiliki marga yang sama dengan kepala adatmerasa memiliki kewenangan penuh terhadap eksploitasi hasil laut. Pemikiran tersebut menyebabkan mereka bebas memanfaatkan hasil laut karena merasa kedudukanya lebih tinggi. Demi terwujudnya kehidupan yang harmonis, maka diperlukan penyelesaian terhadap konflik yang terjadi di masyarakat. Munculnya konflik mendorong kepala adat mengajak warga masyarakat untuk bermusyawarah. Tujuan dilakukan musyawarah untuk mencari solusi agar mencegah konflik yang terjadi antarawarga masyarakat di Desa Kway. Musyawarah tersebut dipimpin dan diprakarsai oleh kepala adat. Dalam musyawarah, semua warga masyarakat sepakat untuk berdamai dengan beberapa perjanjian. Hasil musyawarah memuat tiga bentuk perjanjian sebagai berikut: (1) diperlukan peraturan yang adil dalam pengambilan hasil laut antara marga di Desa Kway; (2) jika terjadi konflik di masyarakat, maka setiap soa bertanggungjawab menyelesaikan masalah dalam

marga masing-masing; dan (3) perlu adanya kelembagaan yang mengatur tentang pengambilan hasil laut.

Sasi diberlakukan karena sumberdaya alam di pulau-pulau kecil sangat terbatas, sementara kebutuhan masyarakat terus meningkat. Jadi dapat dikatakan bahwa antara jumlah penduduk dengan sumberdaya alam tidak seimbang. Pernyataan tersebut melahirkan pemikiran bahwa sumberdaya alam yang terbatas harus dikelola secara arif dan bijaksana demi kepentingan bersama. Tujuan utama menata sasi adalah untuk menjaga keseimbangan antara alam, manusia dan dunia spiritual. Pelanggaran atas pelaksanaan sasiakan memperoleh sanksi berdasarkan dunia spiritual dan sanksi masyarakat (dipermalukan didepan umum) (Lakollo 1988).

Istilah sasi dalam bahasa negeri di Desa Kway dikenal dengan sebutan (matuu) yang artinya “larangan”. Bentuk larangan tersebut bertujuan untuk mengingatkan kepada masyarakat di Desa Kway dalam pengambilan sumberdaya alam. Ada dua macam larangan yang diterapkan yaitu (1) larangan mengambil hasil laut sebelum waktu yang ditentukan; dan (2) larangan melakukan aktivitas penangkapan ikan di lokasi sasi. Sumberdaya yang diatur pengambilanya oleh

kewang (kelembagaan sasi) yaitu teripang (Thyone briarcus) dan lola (Trochus

sp). Perlunya pengaturan terhadap hasil laut tersebut agar dapat dimanfaakan secara adil dan berkelanjutan. Adanya keadilan dalam pemanfaatan hasil laut dapat menciptakan kehidupan yang tentram di masyarakat.

Menurut kepala adat, perlu dilakukan musyawarah untuk membentuk suatu kelembagaan. Adanya kelembagaan diyakini dapat menyelesaikan konflik yang terjadi dimasyarakat. Pencegahan terhadap konflik dimasyarakat dilakukan melalui pengaturan pemanfaatan hasil laut. Kepala adat memerintahkan marinyo

untuk menyampaikan informasi secara tertulis maupun lisan kepada warga masyarakat. Penyampaian informasi oleh marinyo dikenal dengan sebutan titah. Titah merupakan penyampaian informasi dengan cara marinyo berjalan mengelilingi seluruh wilayah Desa Kway sambil berteriak. Tujuan titah yaitu untuk menyampaikan informasi dari kepala adat kepada masyarakat mengenai kegiatan kewang (musyawarah). Musyawarah tersebut dihadiri oleh kepala adat, kepala kewang dan perwakilan dari soa masing-masing. Musyawarah dipimpin

dan diprakarsai oleh kepala adat. Setelah melakukan musyawarah, perwakilan dari setiap soa sepakat untuk membentuk suatu kelembagaan. Bagi masyarakat di Desa Kway, kelembagaan yang mengatur pengelolaan hasil laut dikenal dengan sebutan (kewang).

Menurut kepala adat, persayaratan menjadi kepala kewang yaitu; (1) masyarakat yang lahir dan tinggal di wilayah setempat; (2) masyarakat yang berasal dari marga dari keempat soa yaitu soa Kway, soa Kellu, soa kilbaroa, dan

soa Kilfura; dan (3) masyarakat yang mencalonkan diri harus mengetahui sejarah

sasi. Pemilihan kepala kewang dipimpin dan diprakarsai oleh kepala adat. Kepala adat berhak memutuskan siapa yang menjadi kepala kewang sesuai kriteria yang disyaratkan. Setelah kepala kewang terpilih, selanjutnya dilakukan perekrutan anggota kewang. Menurut kepala kewang perekrutan anggota kewang diserahkan kepada soa masing-masing. Setiap soa berhak untuk memutuskan siapa yang akan menjadi anggota kewang dari marga masing-masing. Menurut masyarakat setempat, yang terpilih menjadi anggota kewang yaitu orang yang lebih tua dalam

marga. Maksud orang yang lebih tua (sesepuh marga) yaitu dilihat dari segi usia maupun pengetahuan tentang sasi. Posisi sesepuh sangat dihormati dalam dalam

marga maupun pada tingkat soa masing-masing.

Harapan masyarakat di Desa Kway yaitu dengan terbentuknya kewang,

diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Selain itu, memberikan pemerataan dan keadilan kepada masyarakat dalam mengambil hasil laut. Menciptakan kehidupan yang tentram di masyarakat, dan dapat mencegah munculnya konflik di masyarakat.

1) Batas Pengelolaan Wilayah

Batas wilayah laut bersifat imajiner dikarenakan daerah yang luas, sehingga sulit untuk memberikan batas-batas secara jelas. Menurut kepala adat, penentuan batas wilayah kewang di Desa Kway dilakukan melalui musyawarah yang dipimpin dan diprakarsai oleh kepala adat. Musyawarah dihadiri oleh keempat soa

di Desa Keffing yaitu soa Kway, soa Kellu, soa dari marga dalam negeri tersebut. Tujuan musyawarah yaitu, agar setiap soa memberikan pendapat dalam menentukan batas wilayah Kilbaroa dan soa Kilfura. Kehadiran keempat soa

dalam musyawarah merupakan perwakilan pengelolaan sasi, sehingga hasil yang diperoleh tidak merugikan salah satu pihak soa dalam negeri tersebut.

Menurut kepala adat, penentuan batas wilayah kewang berdasarkan lokasi sumberdaya perikanan yang dikelola. Penentuan batas wilayah disesuaikan dengan jarak jangkauan masyarakat dalam kegiatan penangkapan ikan.Menurut keempat soa, batas wilayah kewang berdasarkan hasil musyawarah yaitu wilayah pesisir yang berjarak 400 meter diukur dari tepi pantai kearah laut dengan mencapai 700 meter diukur dari jarak terluar kearah samping.

2) Sistem Aturan (1) Buka sasi

Buka sasi merupakan kegiatan pengambilan hasil laut oleh masyarakat di Desa Kway. Sistem buka sasi di Desa Kway diawali dengan upacara adat yang dihadiri oleh pengurus kewang dan keempat soa di Desa Kway yaitu soa Kway, soa Kellu, soa kilbaroa dan soa Kilfura. Setelah upacara adat, kepala kewang dan masyarakat menuju ke lokasi sasi untuk mengambil hasil laut. Sebelum penambilan hasil laut, kepala kewang melakukan ritual didepan lokasi terlebih dahulu. Menurut kepala kewang, ritual ini dilakukan sebagai penghormatan kepada alam yang telah memelihara sumberdaya tersebut. Setelah itu, masyarakat dipersilahkan untuk mengambil sumberdaya laut yang ada di lokasi sasi. Mekanisme dalam pengambilan hasil laut disesuaikan dengan jenis sumberdaya yang diambil.

Menurut masyarakat, pengambilan teripang (Thyone briarcus) dilakukan sesuai dengan musimnya, yaitu hanya terjadi pada musim timur. Umur sumberdaya teripang yang layak diambil berkisar antara lima sampai enam bulan sejak muncul. Pangambilan teripang dilakukan pada waktu malam hari. Penetapan waktu pengambilan berdasarkan sifat teripang yang muncul dipermukaan hanya pada malam hari. Pada siang hari teripang bersembunyi di terumbu karang sehingga sulit untuk diambil. Alat yang digunakan berupa obor, dan wadah untuk menyimpan hasil laut. Pengambilan teripang dilakukan secara serentak oleh masyarakat.

Menurut kepala kewang, jumlah masyarakat yang ikut mengambil teripang berjumlah 25 sampai 40 orang. Jumlah masyarakat disesuaikan dengan

ketersediaan hasil laut dan permintaan pembeli. Permintaan pembeli diketahui agar kepala kewang mengatur kuota untuk setiap orang. Pembagian kuota dilakukan secara merata, sehinga setiap orang mendapat bagian yang sama. Menurut kepala kewang, pengambilan teripang tetap dilakukan walaupun tidak ada permintaan pembeli. Jika tidak ada permintaan dari pembeli maka hasil panen akan dibagikan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan sifat sumberdaya teripang yang muncul hanya pada musim timur. Jika tidak diambil, maka sumberdaya tersebut dengan sendirinya akan hilang.

Menurut masyarakat setempat, pengambilan lola (Trochus niloticus) dilakukan pada siang hari dengan cara menyelam. Alat yang digunakan untuk menyelam berupa alat tradisional yang berasal dari masyarakat setempat seperti tombak dan alat pengumpul. Umur hasil lola yang layak untuk diambil yaitu minimal dua tahun sejak pemberlakuan sasi. Hal ini dilakukan agar lola yang diambil sesuai dengan ukuran permintaan pembeli. Masyarakat yang ikut mengambil lola ditentukan oleh kewang dalam bentuk kelompok. Menurut masyarakat di Desa Kway, jumlah kelompok yang ditentukan oleh kewang yaitu delapan kelompok. Setiap kelompok terdiri dari dua orang, dalam pengambilan lola tidak ada pembagian tugas antara dua orang tersebut. Setiap kelompok diberi kuota secara merata, sehingga setiap kelompok mendapat bagian yang sama. Pengambilan lola diatur agar jumlah yang diambil sesuai dengan permintaan pembeli. Hasil lola yang diambil langsung diserahkan kepada kewang untuk dijual. Kebiasaan ini muncul karena masyarakat di Desa Kway tidak mengkonsumsi lola.

(2) Tutup sasi

Waktu tutup sasi di Desa Kway ditandai dengan pemasangan janur kuning yang menunjukkan bahwa waktu buka sasi telah berakhir. Sebelum sasi ditutup, seluruh masyarakat dan anggota kewang membersihkan lokasi sasi terlebih dahulu. Pemasangan kembali janur kuning sebagai tanda berlakunnya aturan sasi

(waktu tutup sasi). Tujuan pemasangan tanda yaitu mengisyaratkan kepada masyarakat bahwa waktu panen hasil laut telah selesai. Selain dengan tanda janur kuning, kepala kewang menyampaikan kepada masyarakat melalui marinyo

dengan cara titah. Marinyo menginformasikan kepada masyarakat bahwa waktu tutup sasi sudah dimulai.

3) Sistem Sanksi

Sistem sanksi merupakan suatu ketentuan yang dikenakan kepada setiap masayarakat yang melanggar peraturan kewang (kelembagaan sasi).Sistem sanksi merupakan suatu rangkaian atas penyelesaian sebagai tindak lanjut dari pelanggaran aturan-aturan yang berlaku. Bentuk sanksi yang diterapkan oleh

kewang kepada masyarakat di Desa Kway berdasarkan jenis pelanggaran yang dilakukan. Bagi masyarakat yang melanggar peraturan dalam pemanenan hasil perikanan sebelum waktu yang ditentukan, maka diberikan sanksi berupa bayar denda Rp 10.000, hingga Rp 600.000. Sanksi bayar denda disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Jika pelanggaran yang dilakukan termasuk dalam kategori ringan maka wajib bayar denda antara Rp 10.000, hingga Rp 250.000. Jika pelanggaran yang dilakukan termasuk dalam kategori berat maka wajib bayar denda antara Rp 300.000 hingga Rp 600.000.

Menurut Uneputty (1993), sanksi moneter atau membayar sejumlah uang karena membuat kesalahan merupakan salah satu hukuman dalam pelaksanaan

sasi. Sanksi lain yang bersifat sosial yang sesuai dengan adat setempat seperti dipermalukan didepan umum, kerja bakti untuk desa dan mengucap janji didepan umum agar kesalahan yang sama tidak lagi dipraktekkan. Bentuk sanksi dan denda yang diterapkan dapat dilihat pada Tabel 10 berikut:

Tabel 10 Sanksi dan denda yang diberikan kepada masyarakat yang melanggar aturan kelembagaan sasi (kewang) di Desa Kway

No Bentuk pelanggaran Sanksi/ denda

1 Menggunakan bahan peledak dan

potassium di area sasi;

Bayar denda Rp 600.000 dan dijauhi oleh masyarakat;

2 Pengambilan hasil laut di daerah

sasi sebelum waktu buka sasi;

Bayar denda Rp. 200.000, dan alat tangkapnya disita;

3 Melakukan aktifitas penangkapan di sekitar area sasi;

Bayar denda Rp 50.000 dan

membersihkan tempat ibadah (Masjid selama 2 hari);

4 Menghilangkan tanda sasi dengan sengaja;

Sanksi dari alam berupa, kerasukan, dan lumpuh. Sanksi dari masyarakat yaitu dipermalukan di depan umum; 5 Menggunakan kendaraan laut yang

menimbulkan bunyi di area sasi;

Bayar denda Rp 10.000 membersihkan tempat ibadah selama 1 hari;

6 Membuang sampah di daerah sasi. Bayar denda Rp 20.000 dan

membersihkan tempat ibadah selama 2 hari.

Sumber: Data laporan kelembagaan sasi Desa Kway sampai Tahun 2012

Jika pelanggaran menangkap ikan di daerah sasi dilakukan sampai tiga kali, maka yang bersangkutan wajib menyerahkan alat tangkap yang digunakan kepada

kewang. Kemudian alat tangkap tersebut dibakar yang disaksikan oleh seluruh masyarakat dan anggota kewang. Sanksi hukum lain yaitu masyarakat yang melanggar aturan kewang diberi hukuman membersihkan tempat ibadah (masjid) selama dua minggu. Selain sanksi tertulis, adapula sanksi yang bersumber dari alam (sistem kepercayaan). Menurut masyarakat di Desa Kway, sanksi yang berasal dari sistem kepercayaan dapat terjadi jika terdapat masyarakat melanggar aturan kewang.

Menurut kepala adat, konsistensi pemberian denda tidak memiliki aturan tertulis, tetapi hanya berdasarkan kesepakatan bersama melalui musyawarah yang dihadiri oleh saniri negeri di Desa Kway. Musyawarah tersebut dipimpin dan diprakarsai oleh kepala adat. Menurut Fadlun (2006), fungsi dari aturan adat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak hanya bersifat agar masyarakat patuh terhadap hukum adat, melainkan agar setiap kegiatan manusia harus sesuai dengan daya dukung lingkungan, artinya aturan adat tersebut mempunyai fungsi ekologi, sosial ekonomi dan politik.

4) Legalitas

Legalitas hak ulayat laut adalah sesuatu yang menjdi sumber peraturan yang ditetapkan dalam praktek hak ulayat laut atau sumber peraturan dalam pengelolaan wilayah laut (Wahyono et al 2000). Legalitas merupakan keadaan (perihal) yang sah tentang pembentukan suatu kelembagaan. Menurut kepala adat, dasar hukum pembentukan kewang (kelembagaaan sasi) yaitu kebiasaan-kebiasaan yang dipraktekkan oleh nenek moyang mereka dalam pemanfaatan hasil laut. Kebiasaan tersebut berupa larangan pengambilan hasil laut yang sampai

saat ini masih dipraktekkan. Adapula dasar hukum yang dianut oleh masyarakat di Desa Kway seperti sistem kepercayaan. Menurut masyarakat di Desa Kway, sistem kepercayaan diyakini dapat mengarahkan masyarakat untuk tidak malanggar aturan kelembagaan sasi. Bagi yang melanggar akan mendapatkan sanksi dari alam berupa kerasukan dan lumpuh.

5) Otoritas sasi

Otoritas merupakan kekuasaan sah yang dimiliki oleh suatu kelembagaan untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Menurut kepala adat, otoritas kewang di Desa Kway berupa kewenangan dalam mengelola pemanfaatan hasil laut. Kewenangan tersebut bertujuan agar pemanfaatan hasil laut oleh masyarakat dilakukan secara adil. Dalam menjalan fungsinya, kewang memiliki struktur kewenangan dalam pengambilan keputusan.Terdapat seorang pemimpin yang mempunyai peran dalam pengelolaan kegiatan kewang. Peran kepala kewang di Desa Kway mencakup urusan internal maupun eksternal.

Menurutu kepala adat, pengambilan keputusan dalam kewang yaitu kepala

kewang berkordinasi dengan kepala adat. Jika kepala kewang berhalangan, maka kewenangan pengambilan keputusan diambil alih oleh kepala adat. Dalam pengambilan keputusan, baik yang berkaitan dengan internal maupun eksternal dilakukan oleh kepala kewang. Pengambilan keputusan dalam kewang dilakukan melalui bermusyawarah yang dihadiri oleh para saniri negeri. Musyawarah dipimpin dan diprakarsai oleh kepala kewang. Pengambilan keputusan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat disesuaikan dengan aturan yang berlaku pada kewang. Menurut masyarakat di Desa Kway, pembentukan kewang

berdasarkan keinginan masyarakat dalam negeri.pembentukan kewang bertujuan menciptakan kehidupan yang tentram di masyarakat, dan mencegah konflik dimasyarakat akibat pemanfaatan hasil laut yang tidak adil. Berdasarkan uraian tersebut, maka perbandingan antara sistem kelembagaan sasi di Desa Keffing dan Desa Kway dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Perbandingan sistem kelembagaan sasi di Desa Keffing dan Desa Kway No Unsur-unsur Desa Keffing Desa Kway

1 Batas pengelolaan wilayah

Bersifat imajiner, ditentukan dengan cara menarik garis lurus dari tepi pantai ke arah laut dengan jarak 500 meter dan panjang ke samping 800 meter.

Bersifat imajiner,

ditentukan dengan cara menarik garis lurus dari tepi pantai ke arah laut dengan jarak 400 meter dan panjang ke samping 700 meter. 2 Sistem aturan Buka sasi: diawali dengan

upacara adat, dan ritual. Sumberdaya yang diambil yaitu teripang, ikan karang dan lola.

Tutup sasi: ditandai dengan pemasangan janur kuning. dan marinyo penyampaian informasi kepada

masyarakat.

Buka sasi: diawali dengan upacara adat. Sumberdaya yang diambil yaitu teripang dan lola.

Tutup sasi: ditandai dengan pemasangan janur kuning.

3 Sistem sanksi Sanksi bayar denda, dan sanksi dari alam serta sanksi sosial dari masyarakat.

Sanksi bayar denda, dan sanksi sosial dari masyarakat.

4 Legalitas Kelembagaan sasi dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama oleh masyarakat.

Kelembagaan sasi dibentuk melalui kebiasaan yang telah diparaktekkan oleh leluhur

5 Otoritas sasi Kewenangan kewang atas pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir setempat.

Kewenangan kewang atas pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir setempat.